Dampak urbanisasi
Urbanisasi menimbulkan akibat baik bagi daerah yang menerima dan daerah yang
ditinggalkan. Menurut para ahli, urbanisasi menimbulkan dampak positif dan dampak
negatif.
a. Dampak positif urbanisasi, meliputi hal-hal berikut ini:
1) Urbanisasi sebagai sarana untuk menyerap pengetahuan dan kemajuan-kemajuan
yang ada di kota
2) Urbanisasi merupakan faktor penting dalam peningkatan pertumbuhan secara
keseluruhan
3) Urbanisasi menyebabkan terjadinya perkembangan kota dan selanjutnya memberikan
getaran perkembangan bagi daerah-daerah pedesaan di sekitarnya.
b.
1)
2)
3)
4)
5)
6)
7)
8)
Dampak negatif tersebut menjadi sumber persoalan yang rumit bagi kota, di samping
urbanisasi juga mengakibatkan lambatnya perkembangan desa yang disebabkan oleh
banyaknya tenaga potensial yang meninggalkan desa. Jadi, dampak negatif urbanisasi bagi
desa dapat disimpulkan sebagai berikut:
a. Penduduk desa sebagian besar golongan tua dan anak-anak
b. Kekurangan tenaga yang potensial
c. Perkembangan desa terlambat
d. Produksi pertanian menurun
e. Modal desa pindah ke kota.
Dengan permasalahan tersebut maka dapat dikemukakan beberapa alternatif dalam
mengatasi urbanisasi, antara lain:
a. Peningkatan kualitas pendidikan di daerah-daerah terutama di daerah luarPulau Jawa
b. Pemerataan pembangunan dan kesempatan kerja
c. Mempercepat proses pembangunan yang berwawasan nusantara
d. Program transmigrasi dalam rangka penyebaran penduduk dan tenaga kerja di seluruh
wilayah Indonesia
e. Penataan pengendalian kota-kota besar.
Tidak semua masyarakat desa yang berurbanisasi mencapai impiannya, bahkan lebih
banyak di antara mereka yang kurang berhasil mengubah nasib. Keadaan ini menyebabkan
kekecewaan dan pengangguran tersebar di mana-mana. Banyak di antara mereka yang
akhirnya menjadi pengemis dan tunawisma. Terkadang karena terdesak faktor ekonomi,
banyak di antara mereka yang memilih jalan pintas melakukan hal-hal yang bertentangan
dengan hukum sehingga tingkat kriminalitas meningkat.
bahwa Munir meninggal di pesawat karena dibunuh, serangan jantung bahkan diracuni.
Namun, sebagian orang percaya bahwa Munir meninggal karena diracuni dengan Arsenikum
di makanan atau minumannya saat di dalam pesawat.
2. Pembunuhan Aktivis Buruh Wanita, Marsinah
Marsinah merupakan salah satu buruh yang bekerja di PT. Catur Putra Surya (CPS) yang
terletak di Porong, Sidoarjo, Jawa Timur. Masalah muncul ketika Marsinah bersama dengan
teman-teman sesama buruh dari PT. CPS menggelar unjuk rasa, mereka menuntut untuk
menaikkan upah buruh pada tanggal 3 dan 4 Mei 1993. Dia aktif dalam aksi unjuk rasa
buruh. Masalah memuncak ketika Marsinah menghilang dan tidak diketahui oleh rekannya,
dan sampai akhirnya pada tanggal 8 Mei 1993 Marsinah ditemukan meninggal dunia.
3. Penculikan Aktivis 1997/1998
Salah satu kasus pelanggaran HAM di Indonesia yaitu kasus penculikan aktivis 1997/1998.
Kasus penculikan dan penghilangan secara paksa para aktivis pro-demokrasi, sekitar 23
aktivis pro-demokrasi diculik.
4. Penembakan Mahasiswa Trisakti
Kasus penembakan mahasiswa Trisakti merupakan salah satu kasus penembakan kepada
para mahasiswa Trisakti yang sedang berdemonstrasi oleh para anggota polisi dan militer.
5. Pembantaian Santa Cruz/Insiden Dili
Kasus ini masuk dalam catatan kasus pelanggaran HAM di Indonesia, yaitu pembantaian
yang dilakukan oleh militer atau anggota TNI dengan menembak warga sipil di Pemakaman
Santa Cruz, Dili, Timor-Timur pada tanggal 12 November 1991.
6. Peristiwa Tanjung Priok
Kasus ini murni pelanggaran HAM. Bermula ketika warga sekitar Tanjung Priok, Jakarta
Utara melakukan demonstrasi beserta kerusuhan yang mengakibatkan bentrok antara
warga dengan kepolisian dan anggota TNI yang mengakibatkan sebagian warga tewas dan
luka-luka.
7. Pembantaiaan Rawagede
Peristiwa ini merupakan pelanggaran HAM berupa penembakan beserta pembunuhan
terhadap penduduk kampung Rawagede (sekarang Desa Balongsari, Rawamerta, Karawang,
Jawa Barat) oleh tentara Belanda pada tanggal 9 Desember 1947 diringi dengan
dilakukannya Agresi Militer Belanda I. Puluhan warga sipil terbunuh oleh tentara Belanda
yang kebanyakan dibunuh tanpa alasan yang jelas.
adanya pandangan HAM bersifat individulistik yang akan mengancam kepentingan umum
A.
HAM mulai menjadi perhatian di dunia sejak abad XVIII. Pada saat itu pemerintahan yang
dijalani oleh kerajaan-kerajaan adalah pemerintahan yang absolut. Artinya raja berhak
bertindak apa saja terhadap kerajaan dan rakyatnya, karena raja mempunya Hak Suci Raja
atau Dwine Right of The King. Ini tentu saja bertentangan dengan HAM, karena pada saat
itu orang yang dianggap bersalah oleh raja langsung dihukum tanpa diadili terlebih dahulu.
Hal ini mulai dipertanyakan oleh orang-orang yang hidup di zaman itu apakah raja berhak
atas semuanya dan berhak menghukum seseorang tanpa proses hukum yang jelas.
Berlanjut pada abad XIX, yaitu pada saat maraknya perdagangan budak. Hal ini tentu saja
sangat melanggar HAM, yaitu berupa hak untuk merdeka. Realisasi dari adanya anti
perbudakan dan tindakan penegakan HAM adalah penandatanganan undang-undang
antiperbudakan dalam konferensi yang diadakan di Brussel pada tahun 1890. Sebelum
kejadian-kejadian di atas, HAM sudah menjadi perhatian di daerah Arab Saudi, dengan
dibuatnya sebuah piagam tentang perjungan HAM, yaitu Piagam Madinah. Selain piagam
Madinah, piagam-piagam lain yang berkaitan dengan perjungan ham adalah: Magna
Charta (Piagam Agung), Bill of Right (Undang-Undang Hak), The American Decleration of
Independence (Deklarasi Kemerdekaan Amerika Serikat), dan Declaration des droits de
Ihomme et du citoyen (Pernyataan Hak Manusia Dan Warga Negara). Setelah kejadian dan
dibuatnya piagam di atas, HAM perlahan-lahan mulai diakui oleh dunia. HAM mulai diakui
oleh dunia internasional sejak dicetuskannya Universal Declaration of Humah
Right (Deklarasi Hak-Hak Asasi Manusia Sedunia) pada tanggal 10 Desember 1948 oleh
Perserikatan Bangsa-Bangsa. Sampai sekarang HAM masih dihormati, dilindungi, dan
ditegakkan di dunia internasional.
B.
Sejarah perkembangan HAM di Indonesia sudah terjadi semenjak Indonesia masih belum
merdeka. Pemikiran-pemikiran HAM di Indonesia bermula dari organisasi-organisasi
masyarakat yang dibentuk pada saat zaman penjajahan, contohnya Boedi Oetomo.
Pemikiran tentang ham yang ada dalam organisasi ini adalah HAM untuk berserikat dan
mengemukakan pendapat. Selain Boedi Oetomo, masih banya organisasi masyarakan yang
menjadi cikal bakal pemikiran HAM di Indonesia, diantaranya ada Perhimpunan Indonesia
yang berpikiran tentang hak untuk menentukan nasib sendiri, Sarekat Islam tentang hak
untuk memperoleh penghidupan yang layak dan bebas dari penindasan dan diskriminasi
rasial, Indische Partij tentang hak untuk mendapatkan kemerdekaan serta mendapatkan
perlakuan yang sama dan hak merdeka. Lalu berlanjut pada masa kemerdekaan Indonesia.
Pada awal kemerdekaan, pemikiran tentang HAM masih tentang hak untuk berserikat dan
menyampaikan pendapat. Pada tahun 1960-an, HAM di Indonesia mengalami kemunduran,
karena pada saat itu terjadi pemasungan HAM rakyat, yaitu hak sipil dan hak politik. Pada
tahun 1967, ada beberapa orang yang merekomendasikan gagasan tentang perlunya
pengadilan HAM di Indonesia. Pada tahun 1970, HAM di Indonesia mengalami kemunduran
lagi karena pada saat itu HAM tidak lagi dilindungi, dihormati, dan ditegakkan. Pada akhir
masa orde baru tahun 1998, terjadi kasus pelanggaran HAM yang cukup besar di Indonesia,
tepatnya pada saat kejatuhan presiden Soeharto, yaitu Tragedi Trisakti. Kini, HAM dilindungi
oleh undang-undang, dihormati, dan ditegakkan dimanapun dan kapanpun, walaupun masih
banyak kasus pelanggaran HAM di negeri ini.
Pemberhentian Presiden
Usul pemberhentian Presiden/Wakil Presiden dapat diajukan oleh DPR.
Apabila DPR berpendapat bahwa Presiden/Wakil Presiden telah melakukan pelanggaran hukum atau
tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden/Wakil Presiden (dalam rangka pelaksanaan fungsi
pengawasan DPR), DPR dapat mengajukan permintaan kepada Mahkamah Konstitusi, jika mendapat
dukungan sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah anggota yang hadir dalam sidang paripurna yang dihadiri
sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah anggota.[2][3]
Jika terbukti menurut UUD 1945 pasal 7A maka DPR dapat mengajukan tuntutan impeachment tersebut
kepada Mahkamah Konstitusi RI kemudian setelah menjalankan persidangan dalam amar putusan
Mahkamah Konstitusi RI dapat menyatakan membenarkan pendapat DPR atau menyatakan menolak
pendapat DPR. [4] dan MPR-RI kemudian akan bersidang untuk melaksanakan keputusan Mahkamah
Konstitusi RI tersebut.
Pengertian Hukum Publik adalah peraturan hukum yang mengatur tentang hubungan
hukum antara warga Negara dengan Negara yang menyangkut kepentingan umum. Hukum
publik merupakan hukum yang mengatur public/ masyarakat. Hukum publik juga bisa
disebut dengan Hukum Negara. Berikut ini adalah cirri-cri hukum public:
1. Negara bertindak untuk tujuan kepentingan umum.
2. secara top down diatur oleh penguasa.
3. Terkait hubungan antara kepentingan negara atau masyarakat dengan individu.
Pengadilan HAM diatur dalam Undang-undang nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi
Manusia. Sesuai dengan ketentuan Pasal 2 Undang-undang Pengadilan HAM, maka Pengadilan HAM
merupakan Pengadilan khusus yang berada di lingkungan Peradilan Umum, dalam Pengadilan HAM ada
hakim ad hoc yang diangkat dan diberhentikan oleh Presiden selaku Kepala Negara atas usul Ketua
Mahkamah Agung untuk masa jabatan lima tahun dan dapat diangkat kembali untuk satu kali masa
jabatan. (Pasal 28 UU No. 26/2000).
Pengadilan HAM bertugas dan berwenang memeriksa dan memutus perkara pelanggaran hak asasi
manusia yang berat yang dilakukan baik di negara Indonesia maupun di luar batas teritorial wilayah
negara Republik Indonesia oleh warga negara Indonesia (Pasal 4 dan 5 UU. No. 26/2000).
Pengadilan HAM tidak berwenang memeriksa dan memutus perkara pelanggaran hak asasi manusia
yang berat yang dilakukan oleh seseorang yang berumur di bawah 18 tahun pada saat kejahatan
dilakukan (Pasal 6 UU. No. 26/2000).
Pelanggaran HAM yang berat meliputi:
Kejahatan Genocida, yaitu setiap perbuatan yang dilakukan dengan maksud untuk
menghancurkan dan memusnahkan seluruh atau sebagian kelompok bangsa, ras, etnis, agama
dengan cara:
1.
Membunuh anggota kelompok
2.
Mengakibatkan penderitaan fisik atau mental yang berat terhadap anggota-anggota kelompok
3.
Menciptakan kondisi kehidupan kelompok yang akan mengakibatkan kemusnahan secara fisik
baik seluruh atau sebagiannya
4.
Memaksakan tindakan-tindakan yang bertujuan mencegah kelahiran di dalam kelompok, atau
5.
Memindahkan secara paksa anak-anak dari kelompok tertentu
Kejahatan terhadap kemanusiaan, yaitu salah satu perbuatan yang dilakukan sebagai bagian dari
serangan yang meluas atau sistematik yang diketahuinya bahwa serangan tersebut ditujukan secara
langsung terhadap penduduk sipil, berupa:
1.
Pembunuhan
2.
Pemusnahan
3.
Perbudakan
4.
Pengusiran atau pemindahan penduduk secara paksa
5.
Perampasan kemerdekaan atau perampasan kebebasan fisik lain secara sewenang-wenang
yang melanggar (asas-asas) ketentuan-ketentuan pokok hukum internasional
6.
Penyiksaan
7.
Perkosaan, perbudakan seksual, pelacuran secara paksa, pemaksaan kehamilan, pemandulan
atau sterilisasi secara paksa atau bentuk-bentuk kekerasan seksual lain yang setara.
8.
Penganiayaan terhadap suatu kelompok tertentu atau perkumpulan yang didasari persamaan
paham politik, ras, kebangsaan, etnis, budaya, agama, jenis kelamin, atau alasan lain yang telah
diakui secara universal sebagai hal yang dilarang menurut hukum internasional
9.
Penghilangan orang secara paksa
10. Kejahatan apartheid
Hukum acara yang digunakan dalam Pengadilan HAM dalam hal tidak ditentukan lain dalam UU. 26/2000
adalah hukum acara atas perkara pelanggaran hak asasi manusia yang berat dilakukan berdasarkan
ketentuan hukum acara pidana (Pasal 10).
Pelanggaran HAM yang berat yang terjadi sebelum diundangkannya undang-undang ini, diperiksa dan
diputus oleh Pengadilan HAM ad hoc yang dibentuk atas usul DPR berdasarkan peristiwa tertentu
dengan Kepres, dan berada di lingkungan Peradilan Umum (Pasal 43 UU 26/2000)
Untuk pelanggaran HAM yang berat sebagaiman dimaksud dalam Undang-undang ini tidak berlaku
ketentuan mengenai kadaluarsa (Pasal 46 UU 26/2000)