Anda di halaman 1dari 24

IMPAKSI GIGI POSTERIOR RAHANG BAWAH

1.1 Definisi
Impaksi gigi adalah gigi yang sebagian atau seluruhnya tidak erupsi, jalan erupsi
normalnya terhalang oleh gigi tetangga, tulang sekitar dan jaringan patologis. Impaksi
dapat diperkirakan secara klinis bila gigi antagonisnya sudah erupsi dan hampir dapat
dipastikan bila gigi yang terletak pada sisi yang lain sudah erupsi. Secara umum,
impaksi adalah keadaan jika suatu gigi terhalang erupsi untuk mencapai kedudukan
yang normal.1,2
Gigi posterior rahang bawah yang paling sering mengalami impaksi adalah gigi
molar ketiga (38 dan 48). Gigi-gigi tersebut merupakan gigi yang paling akhir erupsi
dalam rongga mulut, yaitu pada usia 18-24 tahun. Keadaan ini menyebabkan gigi
molar tiga lebih sering mengalami impaksi dibandingkan gigi yang lain karena
seringkali tidak tersedia ruangan yang cukup bagi gigi untuk erupsi.3
1.2 Etiologi
Impaksi gigi dapat terjadi akibat kekurangan ruang, kista, gigi supernumerari,
retensi gigi sulung, infeksi, trauma, anomali, dan kondisi sistemik. 4 Faktor yang paling
berpengaruh terhadap terjadinya impaksi gigi adalah ukuran gigi. Sedangkan faktor
yang paling erat hubungannya dengan ukuran gigi adalah bentuk gigi yang ditentukan
pada saat konsepsi.5
Pada umumnya, gigi susu memiliki besar dan bentuk yang sesuai serta letaknya
terletak pada maksila dan mandibula. Tetapi, jika saat gigi susu tanggal tidak terjadi
celah antar gigi, maka diperkirakan tidak ada ruang yang cukup bagi gigi permanen
penggantinya sehingga dapat terjadi gigi berjejal dan hal ini merupakan salah satu
penyebab terjadinya impaksi.5
Istilah impaksi biasanya diartikan untuk gigi yang erupsi oleh sesuatu sebab
terhalang, sehingga gigi tersebut tidak keluar dengan sempurna mencapai oklusi yang
normal di dalam deretan susunan gigi geligi. Hambatan halangan ini biasanya berupa
hambatan dari sekitar gigi atau hambatan dari gigi itu sendiri.6
Hambatan dari sekitar gigi dapat terjadi karena:6
1

1.
2.
3.
4.

Tulang yang tebal serta padat


Tempat untuk gigi tersebut kurang
Gigi tetangga menghalangi erupsi gigi tersebut
Adanya gigi desidui yang persisten

Hambatan dari gigi itu sendiri dapat terjadi karena :


1. Letak benih yang abnormal, horizontal, vertikal, distal.
2. Daya erupsi gigi tersebut kurang.
1.2.1 Teori terjadinya gigi impaksi
a. Berdasarkan Teori Filogenik
Berdasarkan teori filogenik, gigi impaksi terjadi karena proses evolusi
mengecilnya ukuran rahang sebagai akibat dari perubahan perilaku dan pola makan
pada manusia. Beberapa faktor yang diduga juga menyebabkan impaksi antara lain
perubahan patologis gigi, kista, hiperplasi jaringan, atau infeksi lokal. Ada suatu
teori yang menyatakan berdasarkan evolusi manusia dari zaman dahulu sampai
sekarang bahwa manusia itu makin lama makin kecil dan ini menimbulkan teori
bahwa rahang itu makin lama makin kecil, sehingga tidak dapat menerima semua
gigi yang ada. Tetapi teori ini tidak dapat diterima, karena tidak dapat menerangkan
bagaimana halnya bila tempat untuk gigi tersebut cukup, tetapi gigi tersebut tidak
dapat tumbuh secara normal.6
Kemudian seorang ahli yang bernama Nodine, mengatakan bahwa sivilisasi
mempunyai pengaruh terhadap pertumbuhan rahang. Makin maju suatu bangsa
maka stimulan untuk pertumbuhan rahangnya makin berkurang. Kemajuan bangsa
mempunyai hubungan dengan pertumbuhan rahang, karena bangsa yang maju diet
makanannya berbeda dalam tingkatan kekerasan dibandingkan dengan bangsa yang
kurang maju. Misalnya, bangsa-bangsa primitif lebih sering memakan makanan
yang lebih keras sedangkan bangsa modern lebih sering makan malanan yang
lunak, sehingga tidak atau kurang memerlukan daya untuk mengunyah, sedangkan
mengunyah merupakan stimulasi untuk pertumbuhan rahang.6
b. Berdasarkan Teori Mendel
Ada beberapa faktor yang menyebabkan gigi mangalami impaksi, antara lain
jaringan sekitar gigi yang terlalu padat, persistensi gigi susu, tanggalnya gigi sulung

yang terlalu dini, tidak adanya tempat bagi gigi untuk erupsi, rahang terlalu sempit
karena pertumbuhan tulang rahang kurang sempurna. Menurut teori Mendel, jika
salah satu orang tua mempunyai rahang kecil, dan salah satu orang tua lainnya
bergigi besar, maka kemungkinan salah seorang anaknya berahang kecil dan bergigi
besar. Sebagai akibat dari kondisi tersebut, dapat terjadi kekurangan tempat erupsi
gigi permanen sehingga terjadi impaksi.5
c.

Menurut Berger7
Impaksi dapat terjadi akibat:
Faktor lokal
1. Iregularitas posisi dan desakan/tekanan dari gigi tetangga
2. Kepadatan tulang yang mengelilingi gigi tersebut
3. Inflamasi kronis terlokalisir yang menyebabkan penebalan mukosa di
4.
5.
6.
7.
8.
9.

sekeliling gigi
Kurangnya ruang karena perkembangan rahang tidak sempurna
Gigi desidui yang persisten
Obstruksi
Dilaserasi
Kehilangan prematur gigi desidui
Penyakit dapatan, seperti nekrosis karena infeksi atau abses

Faktor sistemik
1. Kausa prenatal
a. Keturunan
b. Misconception
2. Kausa postnatal
Semua keadaan atau kondisi yang dapat mengganggu pertumbuhan pada
anak-anak seperti ricketsia, anemia, sifilis kongenital, tuberkulosis, gangguan
kelenjar endokrin, malnutrisi
3. Kelainan pertumbuhan (jarang)
a. Cleidocranial dysostosis
b. Oxycephali
c. Progeria
d. Osteopetrosis
e. Celah palatum (cleft palate)
1.3 Keluhan yang ditimbulkan dari gigi impaksi:6
1. Inflamasi, yaitu pembengkakkan di sekitar rahang dan warna kemerahan pada gusi
2.

di sekitar gigi yang diduga mengalami impaksi.


Resorpsi gigi tetangga, karena letak benih gigi yang abnormal sehingga meresorpsi
gigi tetangga.
3

3.
4.
5.

Kista (folikuler)
Rasa sakit atau perih di sekitar gusi atau rahang dan neuralgia.
Fraktur rahang

1.4 Klasifikasi Impaksi Gigi Molar Tiga


1. Berdasarkan sifat dari jaringan yang menutupi impaksi7
Berdasarkan sifat jaringan, impaksi gigi molar ketiga dapat diklasifikasikan
menjadi :
a. Impaksi jaringan lunak
Terdapat jaringan fibrous padat yang menutupi gigi yang terkadang mencegah
erupsi gigi secara normal.
b. Impaksi jaringan keras
Dimana gigi gagal untuk erupsi karena obstruksi yang disebabkan oleh tulang
sekitar. Di sini, gigi impaksi secara utuh tertanam di dalam tulang, sehingga
ketika flap jaringan lunak direfleksikan, gigi tidak terlihat. sejumlah tulang
harus diangkat, dan gigi perlu dipotong (sectioned) sebelum dicabut.
2. Klasifikasi Pell dan Gregory7
a. Berdasarkan hubungan molar ketiga bawah dengan ramus mandibula
Klas I
Diameter anteroposterior gigi sama atau sebanding dengan ruang antara
batas anterior ramus mandibula dan permukaan distal gigi molar kedua.
Pada klas I, terdapat celah di sebelah distal molar kedua yang potensial
untuk tempat erupsi molar ketiga.
Klas II
Sejumlah kecil tulang menutupi permukaan distal gigi dan ruang tidak
adekuat untuk erupsi gigi. Sebagai contoh, diameter mesiodistal gigi lebih
besar daripada ruang yang tersedia. Pada klas II, celah terletak di sebelah
distal M.
Klas III
Gigi secara utuh terletak di dalam mandibula- aksesnya kecil. Pada klas III,
mahkota gigi impaksi seluruhnya terletak di dalam ramus.

Gambar 1. (A) adanya lebar anteroposterior yang cukup untuk erupsi gigi molar
tiga (B) gigi molar tiga yang impaksi sebagian tertutup tulang (C) gigi molar
tiga yang impaksi seluruhnya tertanam dalam tulang7
a. Berdasarkan jumlah tulang yang menutupi gigi impaksi7
Posisi A
Bidang oklusal gigi impaksi berada pada tingkat yang sama dengan oklusal
gigi molar kedua tetangga. Mahkota molar ketiga yang impaksi berada
pada atau di atas garis oklusal.
Posisi B
Bidang oklusal gigi impaksi berada pada pertengahan garis servikal dan
bidang oklusal gigi molar kedua tetangga. Mahkota molar ketiga di bawah
garis oklusal tetapi di atas garis servikal molar kedua.
Posisi C
Bidang oklusal gigi impaksi berada di bawah tingkat garis servikal gigi
molar kedua. Hal ini juga dapat diaplikasikan untuk gigi maksila. Mahkota
gigi yang impaksi terletak di bawah garis servikal.

Gambar 2. (A) Bidang oklusal gigi impaksi molar tiga berada pada level yang
sama degan bidang oklusal molar kedua (B) bidang oklusal gigi impaksi molar
tiga diantara bidang oklusal dan garis servikal molar kedua (C) impaksi molar
tiga berada dibawah garis servikal molar kedua7
3.

Klasifikasi Winter
Teori Winter didasarkan atas inklinasi gigi impaksi molar tiga terhadap sumbu
panjang molar kedua7

Gambar 3. (1) mesioangular; (2) distoangular; (3) vertical; (4) horizontal;


(5) buccoangular; (6) linguoangular; (7) inverted8
a.

Mesioangular
Gigi impaksi miring (tilted) terhadap gigi molar kedua dalam arah mesial.7

b.

Distoangular
Sumbu panjang molar ketiga mengarah ke distal atau ke posterior menjauhi
molar kedua.7

Gambar 4. Impaksi mesioangular molar ketiga rahang bawah kanan dan


distoangular pada molar ketiga rahang bawah kiri9
c.

Horizontal
Sumbu panjang gigi yang impaksi adalah horisontal. 7

Gambar 5. Impaksi horizontal bilateral molar ketiga rahang bawah9


d.

Vertikal
Sumbu panjang gigi impaksi berada pada arah yang sama dengan sumbu
panjang gigi molar kedua.7

Gambar 6. Impaksi dengan posisi vertikal9


e.

Bukal atau lingual


Gigi dapat mengalami impaksi secara bukal atau secara lingual.7

f.

Transversal
Gigi secara utuh mengalami impaksi pada arah bukolingual.7

g.

Signifikansi
Tiap inklinasi memiliki arah pencabutan gigi tertentu. Sebagai contoh, impaksi
mesioangular sangat mudah untuk dicabut dan impaksi distoangular merupakan
posisi gigi yang paling sulit untuk dicabut. Selain itu, gigi maksila dengan posisi
bukal lebih mudah dicabut karena tulang yang menutupi gigi lebih tipis,
sedangkan gigi pada sisi palatal tertutupi banyak tulang sehingga membuat
ekstraksi sulit untuk dilakukan.7

4.

Berdasarkan klasifikasi Thoma10


Thoma mengklasifikasikan kurvatura akar gigi molar ketiga yang mengalami
impaksi ke dalam tiga kategori:
7

a. Akar lurus (terpisah atau mengalami fusi)


b. Akar melengkung pada sebuah posisi distal
c. Akar melengkung secara mesial
5.

Klasifikasi Impaksi Molar Ketiga Menurut Killey dan Kay10


Killey dan Kay mengklasifikasikan kondisi erupsi gigi molar ketiga impaksi dan
jumlah akar ke dalam tiga kategori yaitu :
a. Erupsi
b. Erupsi sebagian
c. Tidak erupsi

6.

Menurut American Dental Association10


American Association of Oral and Maxillofacial Surgeons mengklasifikasikan
gigi impaksi berdasarkan prosedur pembedahan yang dibutuhkan untuk
melakukan pencabutan, daripada posisi anatomi gigi menjadi 4 kategori yaitu:
a. Pencabutan gigi hanya dengan impaksi jaringan lunak
b. Pencabutan gigi dengan impaksi tulang secara parsial
c. Pencabutan gigi dengan impaksi tulang secara sempurna
d. Pencabutan gigi dengan impaksi tulang sempurna dan komplikasi
pembedahan yang tidak biasa

1.5 Penatalaksanaan
Pencabutan gigi impaksi molar ketiga rahang bawah
Indikasi dan Kontraindikasi pencabutan impaksi gigi molar tiga rahang bawah:11
a. Indikasi11
a. Pencegahan tehadap penyakit periodontal
Gigi yang berdekatan dengan gigi yang impaksi merupakan salah satu
faktor predisposisi dari penyakit periodontal. Kehadiran gigi molar ketiga
rahang bawah mengurangi jumlah tulang pada bagian distal dari gigi
sebelahnya (molar kedua). Karena permukaan gigi yang paling sulit untuk
dibersihkan adalah bagian distal dari gigi terakhir pada lengkung, pasien juga
bisa mengalami inflamasi gingival dengan migrasi apikal dari perlekatan
gingival pada daerah distal gigi molar kedua. Gingivitis minor yang disebabkan
oleh bakteri juga memiliki peluang yang besar terhadap permukaan akar di
mana menghasilkan periodontitis yang parah. Pasien dengan gigi impaksi pada
molar ketiga sering memiliki pocket periodontal yang lebih dalam pada bagian
distal molar kedua.
Dengan menghilangkan gigi molar tiga yang mengalami impaksi secara
cepat, penyakit periodontal bisa dicegah dan kemungkinan terjadinya
8

penyembuhan tulang pada area sebelumnya yang pernah terkena mahkota


molar ketiga dapat cepat terisi kembali.
b. Pencegahan terhadap Karies
Ketika gigi molar tiga mengalami impaksi atau erupsi sebagian, bakteri
dapat menimbulkan karies pada bagian distal molar dua.
c. Pencegahan terhadap Perikoronitis
Perikoronitis adalah infeksi pada jaringan lunak yang mengelilingi
mahkota dari gigi yang erupsi sebagian dan disebabkan oleh flora normal
rongga mulut. Perikoronitis juga bisa terjadi karena secondary minor trauma
dari gigi molar tiga rahang atas. Jaringan lunak yang menutupi mahkota gigi
molar tiga sebagian (operculum) bisa mengalami trauma dan terjadi
pembengkakan. Penyebab lain dari perikoronitis adalah terjebaknya sisa
makanan dibawa operculum. Selama makan, sejumlah makanan masuk kedalam
operculum dan terjebak di antara operculum dan mahkota gigi yang impaksi.
Karena tidak dapat dibersihkan, bakteri masuk dan dimulailah perikoronitis.
Pencegahan dari perikoronitis adalah dengan mengambil gigi molar tiga
yang mengalami impaksi sebelum erupsi. Meskipun eksisi permukaan jaringan
lunak yang menutupi gigi impaksi atau disebut operkulektomi merupakan
metode yang dapat mencegah terjadinya perikoronitis, operkulektomi sangatlah
sakit dan terkadang tidak memberikan hasil yang lebih baik. Penanganan utama
dalam pencegahan perikoronitis adalah hanya dengan mengekstraksi gigi yang
mengalami impaksi tersebut.
d. Pencegahan terhadap resorpsi akar
Terkadang, gigi yang mengalami impaksi memberikan tekanan pada akar
gigi sebelahnya dan menyebabkan resorpsi akar.
e. Gigi impaksi di bawah protesa
Gigi impaksi harus dihilangkan sebelum pembuatan protesa karena jika
gigi impaksi dihilangkan setelah pembuatan protesa, alveolar ridge akan
berubah setelah ekstraksi dan protesa menjadi kehilangan fungsi dan tidak
nyaman digunakan.
f. Kista odontogenik dan tumor
g. Nyeri yang tidak terdefinisikan
9

Adakalanya, pasien datang ke dokter gigi mengeluhkan adanya nyeri


pada bagian retromolar mandibula dengan alasan yang tidak jelas. Jika
kondisi seperti sindrom nyeri otot wajah dan kelainan TMJ tidak termasuk
dan pasien memiliki gigi impaksi, pencabutan gigi impaksi bisa menjadi
solusi untuk nyerinya.
h. Memfasilitasi perawatan ortodontik
Kehadiran molar tiga yang mengalami impaksi dapat menghambat
perawatan ortodontik. Untuk itu, biasanya direomendasikan untuk dilakukan
pencabutan gigi molar tiga sebelum dilakukan perawatan.
i. Fraktur mandibula
b. Kontraindikasi11
a. Pasien lanjut usia
Kontraindikasi yang paling umum untuk odontektomi adalah bagi pasien lanjut
usia. Pasien lanjut usia memiliki tulang yang sangat kaku, sehingga kurang
fleksibel. Oleh karena itu pada pasien yang lebih tua dengan gigi yang impaksi
yang tidak menunjukkan tanda-tanda penyakit, gigi tidak harus diekstraksi. Jika
gigi impaksi menunjukkan tanda-tanda pembentukan kista atau penyakit
periodontal yang melibatkan gigi yang berdekatan ataupun gigi impaksi, atau
menjadi gejala sebagai focal infeksi, maka gigi harus diekstraksi.
b.

Pasien dengan status compromised


Jika fungsi jantung pasien, pernafasan atau pertahanan tubuh terhadap infeksi
terganggu, ahli bedah harus mempertimbangkan dilakukannya odontektomi.
Namun, jika gigi menjadi fokal infeksi, dokter bedah harus bekerja hati-hati
untuk mengekstraksi gigi tersebut.

c.

Kemungkinan kerusakan yang luas pada struktur gigi sebelahnya


Untuk pasien yang lebih muda yang mungkin mengalami gejala gigi impaksi,
dokter gigi akan secara bijaksana mencegah kerusakan struktur gigi ataupun
tulang yang berdekatan. Namun, untuk pasien yang lebih tua tanpa tanda-tanda
komplikasi yang akan muncul dan kemungkinan terjadinya komplikasi rendah,
gigi impaksi tidak boleh diekstraksi. Sebuah contoh misalnya pasien yang lebih
tua dengan potensi kerusakan periodontal pada aspek distal molar kedua tetapi

10

dalam pengangkatan molar ketiga bisa mengakibatkan hilangnya molar kedua.


Dalam situasi ini gigi impaksi tidak boleh diekstraksi.
d.

Gigi impaksi sebagian yang dapat digunakan sebagai abutment dalam


konstruksi
gigi tiruan sebagian cekat

e.

Pasien menolak untuk dilakukan tindakan pencabutan gigi impaksinya.


Tindakan Pra Pembedahan
a. Pemeriksaan keadaan umum penderita, dengan anamnesa dan pemeriksaan
klinis.
b. Pemeriksaan penunjang dengan foto rontgen, sehingga dapat mengevaluasi dan
mengetahui kepadatan dari tulang yang mengelilingi gigi, sebaiknya didasarkan
pada pertimbangan usia penderita, hubungan atau kontak dengan gigi molar
kedua, hubungan antara akar gigi impaksi dengan kanalis mandibula, dan
morfologi akar gigi impaksi, serta keadaan jaringan yang menutupi gigi impaksi,
apakah terletak pada jaringan lunak saja atau terpendam di dalam tulang.
c. Menentukan tahapan perencanaan pembedahan yang meliputi :
Perencanaan bentuk, besarnya, dan tipe flap.
Menentukan cara mengeluarkan gigi impaksi, apakah dengan pemotongan

tulang, pemotongan gigi impaksi, atau kombinasi keduanya.


Perkiraan banyaknya tulang akan dibuang untuk mendapatkan ruang yang

cukup untuk mengeluarkan gigi impaksi.


Perencanaan penggunaan instrumen yang tepat.
Menentukan arah yang tepat untuk pengungkitan gigi dan menyebabkan
trauma yang seminimal mungkin.

Tahap-tahap pencabutan gigi impaksi:12


1.

Persiapan alat
Handle scalpel No. 3
Pisau Bard Parker No. 15
Raspatorium
Bur
Hammer dan Chisel
Elevator lurus dan bersudut
Tang ekstraksi
11

Kuret
Bone file
Jarum dan benang jahit
Neddle holder dan gunting
Sonde, pinset, dan kaca mulut

12

Gambar 7. Alat alat bedah


2.

Asepsis dan Isolasi12


Isolasi lokasi bedah
Scrubbing + painting mukosa mulut.
Larutan scrubbing digunakan pertama kali hanya pada kulit.
- Cetrimide + alkohol absolut atau cetrimide + povidone + iodine
- Cetrimide + alkohol absolut + chlorhexidine
Larutan pembersih digunakan hanya pada kulit hanya untuk menghilangkan
sisa larutan sabun
- Normal saline
- Alkohol Spirit
Larutan painting bekerja secara topikal untuk menghambat pertumbuhan
lebih
lanjut dari mikroba
- Povidone - iodine 5% untuk kulit, 1% untuk mukosa oral
- Chlorhexidine gluconate 7,5% untuk kulit, 0,2% untuk rongga mulut.12

3.

Anestesi lokal12
Untuk molar mandibula dan kaninus - blok saraf pterygomandibular.
Infiltrasi yang baik merupakan suatu keharusan untuk memberikan hemostasis dan
menetapkan bidang jaringan:
Adrenalin Saline dalam konsentrasi 1: 400000
13

Saline plain (dalam kasus pasien hipertensi).


Larutan LA dengan adrenalin. 12
4.

Insisi dan Refleksi flap mukoperiosteal12


Flap mukoperiosteal untuk menghilangkan gigi yang impaksi perlu dirancang
dengan baik agar didapatkan akses yang memadai.
Insisi awal pada bagian anterior sebaiknya dimulai dari atas vestibulum menuju
pertengahan CEJ pada sudut molar kedua. Jika molar ketiga letaknya dalam dan
prosedur bedah membutuhkan lebih banyak pembuangan tulang, insisi ini harus
ditempatkan pada anterior molar kedua. Kemudian insisi dilanjutkan pada sulkus
gingiva (diatas alveolar crest, jika gigi sepenuhnya tertanam) sampai aspek distal
gigi molar ketiga. Insisi bagian distal dimulai dari titik paling distal dari molar
ketiga diseberang oblique ridge eksternal ke dalam mukosa bukal. Insisi ini tidak
harus diambil pada aspek lingual ridge, karena nervus lingualis dapat ditemukan di
atau di atas puncak alveolar, pada sekitar 17% dari populasi. Namun, posisi normal
dari nervus lingualis ini terletak 2 mm dibawah puncak dan 0.5 mm lingual ke
korteks lingual mandibula di daerah molar ketiga. Panjang dari flap mukoperiosteal
dan jumlah gigi yang terlibat dalam insisi ini ditentukan oleh jumlah paparan yang
diperlukan untuk mendapatkan daerah penglihatan dan juga dari pengalaman
klinisi. 12

Gambar 8. Flap mukoperiosteal12


Insisi tidak perlu terlalu luas ke atas distal, hal ini dimaksudkan untuk menghindari:
- Perdarahan cepat intraoperatif dari pembuluh darah bukal dan cabang
anastomosis dari arteri lingual dan fasial

14

- Terjadinya trismus postoperatif karena pemotongan melalui serat-serat (fibers)


otot temporalis
Bagian tajam dari elevator periosteal digunakan secara hati-hati untuk mengangkat
flap mukoperiosteal pada bagian awal insisi di belakang molar kedua. Elevator
digerakkan ke atas untuk mengangkat periosteum di sekitar molar kedua.. Bagian
ujung elevator periosteal yang pipih/rata digunakan untuk mengangkat periosteum
secara posterior menuju ramus mandibula. 12

5.

Pembuangan tulang12
Tujuan :
1. Untuk membuka mahkota dengan membuang tulang yang menutupinya.
2. Untuk membuang tulang yang menghalangi jalan pencabutan gigi
Dua cara pembuangan tulang :
1. Menggunakan teknik bur
2. Teknik chisel dan mallet.
Teknik Bur12
Menggunakan salah satu dari bur bulat nomor 7/8 atau bur fisur lurus nomor
703, yang dapat digunakan untuk membuang tulang atau untuk memotong gigi.
Bur sebaiknya selalu digunakan bersama dengan irigasi saline yang banyak
untuk menghindari trauma termal pada tulang.
Tahap pertama :
Bur digunakan dengan gerakan menyapu di sekitar aspek oklusal, bukal, dan
distal dari mahkota molar tiga mandibula untuk membuka mahkota dan sebagai
orientasi.
Tahap Kedua :
Setelah mahkota terposisikan, permukaan bukal dibuka menggunakan bur
sampai batas servikal dari kontur mahkota dan terbentuk sebuah palung atau
15

cekungan bukal. Cekungan bukal sebaiknya dibuat pada tulang cancellous. Ini
penting karena jumlah cekungan yang memadai dibuat untuk membuang
berbagai obstruksi tulang sebagai pembuka dan pembebasan gigi, khususnya
disekitar aspek distal pada mahkota. Bagian distolingual gigi sebaiknya dibuka
tanpa memotong melalui plat tulang lingual untuk mencegah kerusakan pada
nervus lingualis. 12
Tindakan pencegahan yang perlu dilakukan selama pengeburan :
1. Lindungi jaringan disekitarnya dengan pencabutan menggunakan periosteal
elevator atau Langenback retractor.
2. Irigasi terus-menerus menggunakan 1% povidon-iodin atau dengan saline
untuk mengurangi nekrosis termal dari tulang.

Gambar 9. Pembuangan M3 mandibula menggunakan bur dan handpiece 12


Teknik Chisel dan Mallet12
Teknik chisel dan mallet sangat jarang digunakan, menyebabkan nekrosis tulang
lebih sedikit jika dibandingkan dengan teknik bur, dapat menyebabkan fraktur
tulang. Jika menggunakan teknik ini, tulang rahang harus didukung.
Tahap pertama:
Untuk mandibula molar, tahap pertama adalah penempatan vertical stop cut
yang dibuat dengan cara meletakkan chisel 3 mm atau 5 mm secara vertikal pada
aspek distal gigi molar dua dengan bevel menghadap posterior (tinggi: 5-6mm),
Tahap kedua:
Pada dasar vertical stop cut, chisel diposisikan pada sudut 45o dengan bevel
menghadap ke atas atau oklusal, dan potongan oblik dibuat hingga titik paling

16

distal dari molar ketiga. Hal ini menghasilkan pembuangan bagian triangular
dari distal plat bukal ke molar kedua. Bagian triangular tambahan dari tulang
dibuang pada pertemuan potongan tulang vertikal dan oblik untuk masuknya
ujung elevator. Tulang distal harus dibuang sehingga ketika gigi dielevasi, tidak
ada halangan pada bagian distobukal. 12

Gambar 10. Pencabutan impaksi molar 3 mandibula dengan chisel dan mallet12
Teknik Lingual Split Bone12
-

Awalnya, teknik ini diperkenalkan oleh Sir William Kelsey Fry.


Kemudian dipopulerkan oleh T ward.
Teknik yang cepat dan bersih.
Membentuk cekungan yang dangkal (saucerization) pada soket, dengan
demikian mengurangi jumlah dari sisa bekuan darah.
- Digunakan untuk pembuangan molar ketiga mandibula, terutama yang berada
di lingual.
- Mendukung mandibula pada tepi inferior
Tahap-tahap:
1. Pemotongan vertikal berhenti (vertical stop cut) dilakukan dengan
menempatkan pahat/chisel dengan bevel menghadap posterior, pada distal
molar kedua.
2. Dengan bevel pahat/chisel ke arah bawah, potongan horizontal dibuat mundur
dari ujung yang lebih rendah yang membatasi penghentian pemotongan
vertikal.
3. Plat tulang bukal dibuang di atas potongan horizontal.
4. Tulang distolingual kemudian fraktur ke dalam dengan menempatkan ujung
pemotong dari pahat/chisel sepanjang garis putus-putus A. Sisi bevel dari
pahat/chisel menghadap ke atas dan ujung pemotong pararel ke external
oblique ridge.

17

5. Akhirnya wedge kecil tulang, yang tersisa pada distal gigi dan antara
potongan bukal dan lingual, dipotong dan dihilangkan.
6. Elevator lurus tajam kemudian diterapkan dan kekuatan minimum digunakan
untuk mengangkat gigi. Pergerakkan gigi ke atas dan ke belakang, plat lingual
fraktur dan memfasilitasi lepasnya gigi.
7. Setelah gigi dihilangkan, plat lingual dipegang dengan hemostat dan
dibebaskan dari jaringan lunak dan dihilangkan.
8. Penghalusan tepi dilakukan dengan bone file. Luka diirigasi dan dijahit. 12

Gambar 11. Teknik Split Bone12


6.

Pemotongan gigi12

Impaksi Horizontal
Sama seperti impaksi distoangular

Impaksi Mesioangular
Setengah distal dari mahkota dipotong dari bukal groove sampai dengan CEJ,
dari bukal ke lingual dan meluas ke dalam furkasi. Elevator lurus ditempatkan
pada potongan dan diputar untuk meretakkan bagian distal mahkota yang
dibuang. Lalu, elevator lurus ditempatkan pada aspek mesial molar 3 dibawah
daerah servikal. Purchase point dapat dipersiapkan ke dalam mahkota pada
sudut garis mesiobukal dengan menggunakan bur bulat kecil, jika akses ke
elevator tidak memungkinkan. Lalu cryer atau crane pick elevator dapat
digunakan untuk menaikan gigi, menggunakan purchase point.
Impaksi vertikal
Prosedur pemisahan mirip dengan prosedur disimpaksi mesioangular
Impaksi distoangular
18

Merupakan impaksi yang paling sulit dibuang. Dibutuhkan pembuangan tulang


distal dalam jumlah banyak. Mahkota dipotong dari akar tepat di atas garis
servikal setelah dilakukan pembuangan tulang yang mencukupi dari aspek
oklusal dan distobukal. Seluruh mahkota dibuang untuk memudahkan
penglihatan dan akses ke akar. Jika akar divergen, baiknya dipisah menjadi 2
bagian. Jika akar konvergen, cukup gunakan elevator lurus.

Gambar 12. Metode pemotongan (sectioning) impaksi molar 3 mandibula12


7.

Elevasi12
Coupland elevator : diletakkan di dasar mahkota
Winter Cryers : Dapat digunakan saat tindakan wedging / elevasi bukal. Elevasi
bukal kemungkinan dapat dilakukan pada gigi molar dan caninus dengan
pengeboran pada titik tumpu di akar tepat di bawah CEJ.
Tindakan wedging sangat bermanfaat ketika mahkota gigi molar dibelah secara
vertikal hingga mencapai bifurkasi akar.
Tindakan pencegahan yang penting :
Dukung tepi inferior dan korteks lingual tulang pada impaksi rahang bawah dan
dukung gigi tetangga untuk mencegah luksasi yang sama.

8.

Debridement dan penghalusan tulang12


1. Irigasi soket
2. Kuretase untuk membuang sisa folikel gigi dan epitelium
3. Lihat bagian koronal (terutama pada gigi yang karies/ gigi yang di potong),
periksa sisa tulang/ jaringan granulasi dan titik perdarahan
4. Periksa karies (akar/mahkota), erosi atau kerusakan gigi sekitarnya
5. Bulatkan tepi soket dengan bur bulat besar atau bone file
19

6. Lakukan irigasi soket (kedua kali)


7. Kontrol perdarahan sebelum penjahitan
9.

Penutupan (suturing) 12
Gunakan benang hitam 3-0. Lakukan penjahitan interrupted dan biarkan selama 7
hari. Pada kasus gigi molar, penjahitan distal molar kedua sebaiknya diposisikan
terlebih dahulu dan di airi untuk mencegah terjadinya pembentukan poket

Gambar 13. Prosedur bedah untuk pembuangan gigi impaksi molar tiga: (1) radiografi
secara mesioangular impaksi gigi molar tiga kanan rahang bawah (2)gambaran klinis
intraoral (3)insisi dan refleksi flap mukoperiosteal (4) pemotongan gigi (5) bedah
ekstraksi selesai dilakukan (6) penjahitan (7) gigi yang diekstraksi12
10. Medikasi
11. Follow-up

Komplikasi Pembedahan13
a. Komplikasi Intra Operatif
1. Perdarahan masif dapat terjadi. Penanganannya dengan penekanan dan
penjahitan.
2. Fraktur tuberositas maksila pada odontektomi molar tiga atas. Penanganannya
penempatan kembali fragmen dan ikat dengan penjahitan atau dental wire
selama 3-4 minggu, kemudian rencanakan untuk pencabutan gigi setelah
20

terjadi penyembuhan dari tuberositas atau pengeluaran fragmen dan


penutupan luka dengan penjahitan primer rapat.
3. Pada odontektomi molar tiga atas atau kaninus atas .Gigi menembus dasar
sinus. Penanganannya tempatkan kembali gigi dan splint pada posisi tersebut,
lalu tutup dengan kassa yang dibasahi antiseptik yang akan dikeluarkan 2-3
minggu kemudian. Jika fistula 2-6 mm dilakukan pengurangan ujung socket
tulang dan penjahitan pinggirannya dengan metode delapan.
4. Pemindahan tempat/displacement. Penanganannya hentikan

prosedur

secepatnya untuk mencegah berpindahnya gigi kejaringan yang lebih dalam.


Lakukan rontgen paling sedikit dari dua tempat untuk menentukan posisi dari
gigi yang berpindah. Amati tanda-tanda peradangan yang berhubungan
dengan pindahnya gigi. Pemberian analgesik dan antibiotik. Penjadwalan
kembali untuk pengambilan fragmen.
5. Fraktur akar/mahkota. Penanganannya lakukan rontgen foto untuk melihat
posisi dari fragmen fraktur. Pemberian analgesik dan antibiotik. Penjadwalan
kembali untuk pengambilan fragmen fraktur.
6. Fraktur mandibula pada odontektomi molar tiga bawah
7. Empisema karena penggunaan tekanan udara yang berlebihan
8. Kerusakan jaringan lunak.
9. Cedera pada N. Alveolaris inferior atau N. Lingualis.
10. Patahnya alat bedah.

Komplikasi Pasca Bedah


1. Alveolitis/ dry socket
2. Penanganannya dengan cara dilakukan irigasi dengan normal salin dan
diaplikasikan bahan-bahan yang bersifat analgesik seperti yang mengandung
eugenol
3. Perdarahan sekunder
4. Trismus
5. Edema, untuk pencegahan dapat diberikan kompres es segera setelah
pembedahan selama 20 menit.
6. Parestesi, dapat ditanggulangi dengan pemberian neurotropik vitamin
7. Problema periodontal pada gigi sebelahnya
8. Hematoma

Instruksi pasca pembedahan13

21

Diterangkan pada pasien bahwa proses penyembuhan tergantung pula pada pasien
untuk melaksanakan instruksi setelah pembedahan. Kondisi yang biasa terjadi yaitu
rasa sakit, perdarahan, dan pembengkakan.
Tindakan yang sebaiknya dilakukan :
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.

Gunakan obat sesuai yang dianjurkan dalam resep


Tempatkan kasa di atas daerah pencabutan, bukan di dalam soketnya
Lakukan kompres dingin untuk mengurangi pembengkakan
Tidurlah dengan kepala agak dinaikkan, ini dapat mengurangi pembengkakan
Berkumur sehabis makan
Diet lunak
Cukup istirahat

Tindakan yang harus dihindarkan :


a.
b.
c.
d.
e.

Hindari makanan yang keras


Jangan menghisap-hisap daerah bekas operasi
Jangan sering meludah
Hindarkan daerah bekas operasi dari rangsang panas
Tidak melakukan kerja berat

Kontrol
Pasien kembali kontrol setiap hari sampai jahitan dibuka. Kontrol perdarahan.
Kontrol rasa sakit dan rasa tidak nyaman, termasuk diet, oral hygiene, edema,
infeksi, trismus, ekimosis.13

DAFTAR PUSTAKA
1.

Nasir M, Mawardi. Perawatan impaksi impaksi gigi insisivus sentralis maksila


dengan kombinasi teknik flep tertutup dan tarikan ortodontik (laporan kasus).
Dentika Dental Jurnal 2003;8(2):95

2.

Dicky Firmansyah, Teguh Iman S. Fraktur Patologis Mandibula akibat


Komplikasi Odontektomi Gigi Molar 3 Bawah. Indonesian Journal of Dentistry
2008; 15 (3): 192-195

3.

Alamsyah RM, Situmarong N. Dampak gigi molar tiga mandibula impaksi


terhadap kualitas hidup mahasiswa universitas sumatera barat. Dentika Dental
Journal 2005;10(2):73-4

22

4.

Pertiwi ASP, Sasmita IS. Penatalaksanaan kekurangan ruangan pada gigi impaksi
secara pembedahan dan ortodontik. Indonesian Jurnal of Oral and
Maxillofacial Surgeon 2004:229-30

5.

Chanda MH, Zahbia ZN. Pengaruh bentuk gigi geligi terhadap terjadinya
impaksi gigi molar ketiga rahang bawah. Dentofasial Jurnal Kedokteran Gigi
2007; 6(2):65-6

6.

Tjiptono KN, Harahap S, Arnus S, Osmani S. Ilmu bedah mulut 2 ed.


nd

Jakarta:Cahaya Sukma;1989,p.145-148
7.

S M Balaji. 2007. Textbook of Oral and Maxillofacial Surgery. New Delhi:


Elsevier

8.

Fragiskos D. Editor: Schroder GM, Heidelberg. Alih Bahasa: Tsitsogianis H.


Oral surgery. Berlin: Springer; 2007,p.126

9.

Pedlar J, Frame JW. 2001. Oral and maxillofacial surgery. New York:Churchill
Livingstone

10. Obimakinde

OS.

Impacted

mandibular

third

molar

surgery;

an

overview.Dentiscope 2009;16:2-3
11. Anderson, Lars, Karl-Erik Kahnberg, M. Anthony Pogrel. 2010. Oral and
Maxillofacial Surgery. United Kingdom: Blackwell Publishing Ltd.
12. Malik, Neelima Anil. 2012. Textbook of Oral and Maxillofacial Surgery 3rd
Edition. New Delhi: Jaypee
13. Pedersen W.G. 1996. Buku Ajar Praktis Bedah Mulut. Jakarta: EGC
Bedah Mulut 1
Impaksi Gigi Posterior Rahang Bawah

Kelompok 4 :
Apriko Merza

(04111004001)

Msy. Nurul Qomariah

(04111004002)

Zara Alviometha Putri

(04111004003)
23

Yenni Amallia Bahar

(04111004004)

Putri Gusti Hakiki

(04111004005)

Diana Aprilia

(04111004006)

Mayang Pamudya P.

(04111004007)

Regina Desi Simamora

(04111004008)

Keitria Twinsananda

(04111004009)

Miranda Kartika Sari

(04111004010)

Erinda Bilda Livia

(04111004011)

Veralita Israjannah

(04101004012)

Monica Sari Maulyna

(04091004046)

Trisa Fahrani

(04091004023)

Dosen Pembimbing :
drg.Djamal Riza, Sp.BM

Program Studi Pendidikan Dokter Gigi


Fakultas Kedokteran
Universitas Sriwijaya
2013

24

Anda mungkin juga menyukai