Pembimbing :
dr. Harie B. Soedjono, Sp. M
Penyusun :
Hambiah H.O
(2012-061-068)
Sardito
(2012-061-069)
Helen Halim
(2012-061-070)
Stephanie Tanjung
(2012-061-071)
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan rahmat-Nya sehingga Referat yang berjudul Pergerakan Bola Mata dan
Kelainannya dapat diselesaikan pada waktunya. Pada kesempatan ini, penulis ingin
mengucapkan terima kasih kepada dr. Harie B. Soedjono, Sp.M, selaku pembimbing
yang telah membimbing penulis dalam proses penulisan Referat ini. Selain itu
penulis mengucapkan terima kasih pada semua pihak yang tidak dapat disebutkan
satu per satu, baik secara langsung maupun tidak langsung telah membantu
penyelesaian Referat ini.
Diharapkan Referat ini dapat bermamfaat bagi perkembangan penelitian untuk
meningkatkan kualitas dalam pembuatan Referat, sehingga dokter muda dapat
membuat Referat yang lebih berkualitas. Penulis menyadari bahwa Referat ini masih
banyak kekurangannya, maka penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat
membangun dalam menyempurnakan Referat ini di masa mendatang. Penulis juga
memohon maaf bila dalam Referat ini terdapat kata-kata yang kurang berkenan di
hati pembaca. Akhir kata, penulis mengharapkan agar Referat ini dapat bermamfaat
bagi pembaca.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...............................................................................i
DAFTAR ISI................................................................................................................ii
DAFTAR GAMBAR..................................................................................................iv
BAB I PENDAHULUAN............................................................................................1
iii
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................23
iv
DAFTAR GAMBAR
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Mata merupakan organ penglihatan pada manusia yang berbentuk
hampir bulat dan konsistensinya kenyal. Agar dapat mencapai penglihatan
yang optimal, terdapat tiga syarat yang harus dipenuhi. Pertama, masingmasing mata memiliki faal yang baik, yaitu memiliki visus 6/6. Kedua,
pergerakan kedua bola mata baik dan yang terakhir adalah kemampuan untuk
fusi masih baik. 1
Kedudukan bola mata harus dipertahankan agar sejajar dengan benda
yang akan dilihat. Kedudukan bola mata yang baik bisa terjadi karena
keseimbangan kerjasama otot pergerakan bola mata.2 Apabila terjadi
ketidakseimbangan kerjasama otot pergerakan bola mata, maka akan terjadi
deviasi atau bayangan benda yang jatuh diluar fovea 3 sehingga menyebabkan
strabismus.
Estimasi prevalensi penderita strabismus pada populasi umum, berkisar
antara 2 - 5 %. Di Amerika Serikat, sekitar 5- 15 juta orang memiliki kondisi
strabismus.8 Menurut US National Library of Medicine, dari 3075 pasien yang
mengalami
kelainan
penglihatan
binokuler,
sebesar
74%
menderita
strabismus.5
Prevalensi strabismus meningkat pada keluarga dimana orangtua atau
saudara kandungnya memiliki strabismus.1,4 Selain itu, prevalensi strabismus
meningkat pada penderita Down syndrome, cerebral palsy, serta bayi lahir
prematur dengan berat badan lahir yang rendah. 4
Walaupun strabismus bisa berkembang pada usia berapa pun, namun
pada umumnya strabismus terjadi pada usia anak-anak. Strabismus yang
muncul saat dewasa, umumnya disebabkan karena kerusakan motorik atau
sensorik dan diakibat manifestasi penyakit sistemik atau kelainan neurologi.4
Strabismus yang akan dibahas lebih dalam pada referat ini adalah
strabismus paralitik karena pada strabismus tipe ini terdapat kelainan
pergerakan bola mata yang diakibatkan gangguan nervus dan otot ekstraokuler.
1.2
Tujuan Penulisan
1.2.1 Tujuan Umum
Memberikan informasi kepada pembaca mengenai kelainan
pergerakan bola mata.
1.2.2 Tujuan Khusus
Memenuhi persyaratan dalam menjalani kepaniteraan klinik ilmu
kesehatan mata di RSUD Syamsudin SH.
1.3
Manfaat Penulisan
Penulisan
ini
bertujuan
untuk
memberikan
dan
meningkatkan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Otot oblique terdiri dari dua, yaitu otot oblique superior dan otot oblique
inferior. Otot oblique mengatur pergerakan torsi dan pergerakkan menjauh, atas
dan bawah. Otot oblique superior merupakan otot mata yang terpanjang dan
tertipis. Origo otot oblique superior terletak
terletak diatas dan medial dari foramen
optik.6 Otot oblique ini menuju kearah bagian nasal atas orbita, melalui troklea
kemudian membelok ke belakang, dibawah otot rektus superior selanjutnya
berinserasi pada sklera di belakang ekuator.7
Jarak insersi otot rectus ke sklera dihitung dari limbus disebut Spiral of
Tilaux.14 Tempat jarak insersinya dari limbus berbeda setiap ototnya : otot rektus
medialis 5,5 mm, otot rektus inferior 6,75 mm, otot rektus lateralis 7 mm dan
otot rektus superior 7,5 mm.6,7 Otot rektus memiliki panjang sekitar 40 mm.
Fungsi utama otot rektus adalah aduksi, abduksi,, menekan dan elevasi bola
mata.6 Origo otot oblique inferior terletak pada dinding nasal orbita, menyilang
di bawah otot rektus dan berinsersi pada sklera kuadran belakang lateral inferior
bola mata di bawah otot rektus lateralis. Otot ini mempunyai panjang 37 mm.6,7
Selain dari otot rektus lateralis yang diinervasi oleh N. VI (N. abdusen)
dan otot oblique superior yang
ya diinervasi oleh N. IV (N. troklear), semua otot
diinervasi oleh N. III (N. okulomotor).2,7
Otot
M.
Fungsi
Fungsi
Inervasi
Primer
Sekunder
Abduksi
(-)
N. VI
Aduksi
(-)
N. III
Elevasi
Aduksi
N. III
rektus
lateralis
M.
rektus
medial
M.
rektus
superior
Intorsi
Gambar
Depresi
M.
Aduksi
N. III
Ekstorsi
rektus
inferior
Intorsi
M.
Depresi
N. IV
Abduksi
oblique
superior
Ekstorsi
M.
Elevasi
N. III
Abduksi
oblique
inferior
2.2.1 Konvergensi
Suatu keadaan dimana sumbu penglihatan kedua mata diarahkan
pada satu titik dekat,
deka yang mengakibatkan kedua pupil mata akan
saling mendekat dalam suatu gerakan yang terkoordinasi.
terkoordinasi
Untuk dapat mengetahui konvergensi mata maka pasien diminta
untuk melihat pensil yang diletakkan di bidang medial dari mata yang
kemudian didekatkan. Normalnya mata akan melihat
meliha pensil tunggal
pada jarak 5 - 8 cm. 1,6
2.2.2 Divergensi
Kedua mata berputar ke luar untuk melihat benda jauh. Mata
akan searah bila dapat mempertahankan fusi kedua mata. Kedudukan
mata normal disebut dengan ortoforia.
ortoforia
binokular
fokus
adalah
penglihatan
kemampuan
pada
suatu
mata
objek
untuk
dengan
Horopter adalah suatu titik fiksasi yang dilihat oleh mata yang
bayangannya jatuh tepat di fovea. Selain itu daerah di anterior dan
posterior dari horopter disebut dengan area Panum.
2.4
Supresi 1
Supresi adalah suatu keadaan dimana otak mengabaikan bayangan
benda mata yang lainnya untuk mencegah terjadinya diplopia. Supresi ini
terjadi karena adanya juling kongenital, satu mata sering berdeviasi, atau
mata deviasi berganti dimana tidak akan terjadi diplopia karena akan terjadi
supresi pada salah satu mata.
2.5
10
sama
lainnya.
Contohnya
adalah
otot
rektus
superior
Mata ke kanan
Mata ke kiri
2.6
Strabismus
Strabismus adalah kondisi dimana arah kedua bola mata tidak bisa
melihat ke titik fiksasi yang sama dalam kondisi yang normal sehingga
penglihatan binokular tidak dapat tercapai. 9 Etiologi dari terjadinya strabismus
secara garis besar dibagi menjadi dua, yaitu kongenital dan strabismus yang
didapat (aquired).
2.6.1 Klasifikasi Strabismus 2,4
2.6.1.1
Berdasarkan Penyebabnya
a) Strabismus paralitik 4,8
Disebabkan karena otot ekstraokular atau saraf tidak
dapat berfungsi dengan baik atau pergerakan normal
terhambat secara mekanik. Sudut deviasi bervariasi di
seluruh lapangan pandang. Biasanya disebabkan karena
adanya gangguan neurologis, penyakit orbita, atau trauma.
11
i.
pada
N.
VI
menyebabkan
ii.
paling
umum
adalah
trauma.
oblique
superior
sehingga
menyebabkan
12
iii.
b) Non paralitik
Pada otot ekstraokular berfungsi secara normal tetapi tidak
mengarah pada arah yang sama. Sudut deviasi selalu sama pada
semua lapang pandang.
13
termasuk
strabismus
laten
yang
hanya
(kearah
nasal).
Disebut
juga
14
2. Vertikal
a. Hypertropia : Keadaan dimana posisi bola mata yang satu
lebih tinggi dari bola mata lainnya.
15
2.6.2 Diagnosis
Untuk dapat mendiagnosis strabismus dengan baik, diperlukan
pemeriksaan yang teliti. Anamnesis yang baik dapat memberikan kita
informasi yang dibutuhkan.
2.6.2.1 Anamnesis
Dalam anamnesis, ditanyakan hal sebagai berikut: 6
Kapan terjadinya?
o Apabila baru terjadi : Mungkin strabismus paralitik.
o Apabila sudah lama : Bisa ada kemungkinan kelainan
faal atau gangguan fusi.
Riwayat keluarga?
o Apakah anggota keluarga, terutama orang tua ada
yang memiliki kelainan pergerakan bola mata.
pemeriksaan
inspeksi
diperlukan
untuk
16
4,8
17
18
f)
19
20
21
22
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
3.1 Kesimpulan
Strabismus adalah kondisi dimana arah kedua bola mata tidak bisa melihat
ke titik fiksasi yang sama dalam kondisi yang normal sehingga penglilhatan
binokular tidak dapat tercapai. Kelainan ini dapat terjadi pada anak anak
maupun orang dewasa. Strabismus dapat terjadi berdasarkan penyebab, sudut,
dan manifestasinya. Pemeriksaan yang dilakukan biasanya dimulai dari inspeksi,
pemeriksaan visus, pemeriksaan pupil, pemeriksaan kualitatif dan kuantitatif.
Tatalaksana pada penderita strabismus tergantung besar sudut deviasi dan
aktivitas yang dilakukan.
3.2 Saran
Diharapkan dengan adanya referat ini pambaca dapat memahami lebih
lanjut mengenai pergerakan bola mata dan kelainannya. Selain itu, pembaca
dapat mendiagnosis lebih awal dan tepat sehingga mencegah terjadinya
komplikasi seperti ambliopia.
Adanya keterbatasan pengetahuan penulis tentang ilmu kesehatan mata
dalam menafsirkan berbagai literatur merupakan kekurangan dari pembuatan
referat ini. Dalam perkembangan selanjutnya diharapkan lebih banyak lagi
penelitian dan literatur yang membahas pergerakan bola mata dan kelainannya
serta diadakan penelitian mengenai epidemiologi strabismus di Indonesia.
23
DAFTAR PUSTAKA
1. Ilyas HS, Yulianti SR. Ilmu Penyakit Mata. Ed ke-4. Jakarta : Badan Penerbit
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2011
2. Schlote T et al. Pocket Atlas of Ophthalmology. New York : Georg Thieme
Verlag; 2006.
3. A.D.A.M
Medical
Encyclopedia.
Strabismus.
[terhubung
berkala]
24
16. Mitchell PR, Parks MM. Sensory Test and Treatment of Binocular Vision
Adaptations. Di dalam : Tasman W, Jaeger EA, editor. Duanes Ophthalmology.
Philadelphia : Lippincot Williams & Wilkins ; 2006
17. Mitchell S, Bruce W. Clinical Management of Binocular Vision: Heterophoric,
Accommodative, and Eye Movement Disorders. Ed ke-3. Philadelphia :
Lippincot Williams & Wilkins; 2008