Anda di halaman 1dari 31

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Menurut Piagam Ottawa, Promosi Kesehatan adalah suatu proses yang memungkinkan
orang untuk meningkatkan kendali (control) atas kesehatannya, dan meningkatkan status
kesehatan mereka (Health Promotion is the process of enabling people to increase control, and to
improve, their health). Untuk Mencapai status kesehatan paripurna baik, fisik, mental dan
kesejahteraan sosial, setiap individu atau kelompok harus mampu mengidentifikasi setiap
aspirasi, untuk memenuhi kebutuhan dan mengubah atau mengantisipasi lingkungan.Kesehatan,
sebagai sumber kehidupan sehari-hari, bukan sekedar tujuan hidup.Kesehatan merupakan konsep
yang positif yang menekankan pada sumber-sumber sosial dan personal, sebagaimana halnya
kapasitas fisik. Oleh karena itu, promosi kesehatan bukan saja tanggung jawab sektor kesehatan
tapi juga meliputi sektor-sektor lain yang mempengaruhi gaya hidup sehat dan kesejahteraan
sosial, serta diperlukan adanya monitoring dan evaluasi setiap kegiatan yang berlangsung supaya
dapat memberikan informasi atau peringatan secara dini terhadap masalah atau kendala yang
dihadapi.Untuk itu, pada Perkuliahan kali ini akan membahas tentang Monitoring dan Evaluasi
di dalam Promosi Kesehatan.
Promosi kesehatan bukan hanya proses penyadaran masyarakat atau pemberian dan
peningkatan pengetahuan masyarakat tentang kesehatan saja, tetapi juga disertai upaya-upaya
menfasilitasi perubahan perilaku. Dengan demikian promosi kesehatan adalah program-program
kesehatan yang dirancang untuk membawa perubahan (perbaikan) baik di dalam masyarakat
sendiri maupun dalam organisasi dan lingkungannya (lingkungan fisik, sosial budaya, politik dan
sebagainya). Atau dengan kata lain promosi kesehatan tidak hanya mengaitkan diri pada
peningkatan pengetahuan, sikap dan perilaku kesehatan saja, tetapi juga meningkatkan atau
memperbaiki lingkungan (fisik dan non-fisik) dalam rangka memelihara dan meningkatkan
kesehatan masyarakat.
1. 2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui monitoring dan evaluasi dalam promosi kesehatan
1

1.2.2 Tujuan Khusus


a.

Untuk mengetahui monitoring

b.

Untuk mengetahui evaluasi

c.

Untuk mengetahui monitoring dan evaluasi dalam promosi kesehatan

BAB II
MONITORING, SUPERVISI DAN EVALUASI PROGRAM MALARIA
2

2.1 Monitor
Monitoring merupakan upaya supervisi dan reviewe kegiatan yang dilaksanakan secara
sistematis oleh pengelola program untuk melihat apakah pelaksanaan program sudah sesuai
dengan yang direncanakan. Monitoring seringkali disebut juga evaluasi proses.
1. Tujuan Monitoring
Seawal mungkin bisa menemukan dan memperbaiki masalah dalam pelaksanaan
program, misalnya:
a. Bagiamana strategi yang tidak berfungsi
b. Mekanisme program mana yang tidak sesuai
c. Apakah program sudah berjalan sesuai rencana
d. Apakah ada masalah baru dalam pelaksanaannya
2. Tahap-tahap monitoring
a. Logistik yang diperlukan dalam pelaksanaan program
b. Hasil antara
c. Perilaku yang diharapkan
d. Perbaikan kesehatan
3. Manfaat Monitoring
a. Manajemen
Monitoring akan memberikan informasi tentang proses dan cakupan program kepada
pimpinan program serta memberikan umpan balik pelaksanaan program.
b. Evaluasi
Monitoring yang tepat dan baik dapat mentafsirkan hasil akhir program secara akurat
c. Citra
Monitoring yang dilakukan dengan baik memberikan kesan bahwa pemimpin program
sangat peduli terhadap sumber dana dan daya yang diperlukan
4. Apa yang dipantau
a. Input
1) Materi
3

2) Distribusi
3) Media
4) Jangkauan target
5) Kegiatan program
6) Sumber daya
b. Output = hasil antara
1) Apakah sasaran menerima pesan/materi
2) Apakah sasaran memanfaatkan bahan
3) Apakah sasaran merasakan manfaat bahan
c. Outcome = hasil intervensi
Hasil intervensi berupa Perubahan perilaku
5. Bagaimana Cara Monitoring
a. Kunjungan rumah dan diskusi dengan anggota rumah tangga
b. Wawancara mendalam
c. Fokus group diskusi
d. Observasi
e. Angket
f. Artikel
6. Siapa yang memantau
a. Penanggung jawab: pimpinan program
b. Pelaksana :
1) Staf provider/pelaksana program
2) Relawan yang terlatih
3) Instansi terkait
7. Kapan monitoring dilakukan
a. Selama perjalanan program
b. Setiap tahap kegiatan
c. Setiap bulan atau setiap 3 bulan
4

2.2 Evaluasi
2.2.1

Pengertian
Evaluasi adalah suatu proses menentukan nilai atau besarnya sukses dalam mencapai

tujuan yang sudah ditetapkan sebelumnya. (APHA). Evaluasi adalah bagian integral (terpadu)
dari proses manajemen, termasuk manajemen promosi kesehatan. Mengapa orang melakukan
evaluasi, tidak lain karena orang ingin mengetahui apa yang telah dilakukan telah berjalan sesuai
rencana, apakah semua masukan yang diperkirakan sesuai dengan kebutuhan dana apakah
kegiatan yang dilakukan memberi hasil dan dampak yang seperti yang diharapkan.
Evaluasi sebagai suatu proses yang memungkinkan administrator mengetahui hasil
programnya dan ber-dasarkan itu mengadakan penyesuaian-penyesuaian untuk mencapai tujuan
secara efektif, (Klineberg). Berdasarkan definisi di atas, proses ini mencakup langkah-langkah:
a. Memformulasikan tujuan
b. Mengidentifikasi kriteria untuk mengukur sukes
c. Menentukan dan menjelaskan besarnya sukses
d. Rekomendasi untuk kegiatan program selanjutnya
2.2.2

Maksud (Tujuan) penilaian :

a. Untuk membantu perencanaan dimasa datang


b. Untuk mengetahui apakah sarana dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya
c. Untuk menemukan kelemahan dan kekuatan dalam pelaksanaan program
d. Untuk membantu menentukan strategi program
e. Untuk motivasi
f. Untuk mendapatkan dukungan sponsor

2.2.3

Siapa dan Bagaimana Penilaian

a. Pihak dalam (pelaksana program), melalui:


1) Pencatatan dan pelaporan
2) Supervisi
3) Wawancara
5

4) Observasi
b. Pihak luar program
1) Laporan pihak lain
2) Angket
2.2.4

Kapan dilakukan Penilaian

a. Penilaian rutin
Penilaian yang berkesinambungan, teratur dan bersamaan dengan pelaksanaan program
b. Penilaian berkala
Penilaian yang periodik pada setiap akhir suatu bagian program misalnya pada setiap 3
bulan, 6 bulan, 1 tahun, dst.
c. Penilaian akhir
Penilaian yang dilakukan pada akhir program atau beberapa waktu setelah akhir program
selesai
2.2.5

Apa yang dinilai ?

a. Input = masukan, bahan, teknologi, sarana, manajemen.


b. Proses = Pelaksanaan program promkes
c. Output = Hasil dari program pemahaman/pengetahuan, peningkatan sikap dan
keterampilan
d. Outcome = dampak
Dampak dari program seperti peningkatan PHBS
e. Impact
Peningkatan status kesehatan
2.2.6

Langkah-langkah penilaian

a. Menentukan tujuan penilaian


b. Menentukan bagian mana yang dinilai
c. Menetapkan standar dan indikator
d. Menentukan cara penilaian
e. Melakukan pengukuran
6

f. Membandingkan hasil dengan standar


g. Menetapkan kesimpulan
2.2.7

Evaluasi Pendidikan Kesehatan

a. Tujuan evaluasi
Untuk mengetahui apakah tujuan pendidikan kesehatan tercapai atau tidak. Tujuan
pendidikan kesehatan meliputi :
1) Aspek knowledge = pengetahuan
2) Aspek attitude = sikap
3) Aspek psikomotorik = ketrampilan/praktik
b. Waktu evaluasi
1) Selama pendidikan kesehatan berlangsung
2) Setelah pendidikan kesehatan selesai
c. Metode evaluasi
Tergantung kepada tujuan pendidikan kesehatan
1) Pengetahuan : tes tulis atau lisan
2) Sikap : skala sikap
3) Psikomotor : praktik
d. Indikator
Sesuai tujuan pendidikan kesehatan, meliputi :
1) Aspek pengetahuan
2) Aspek sikap
3) Aspek ketrampilan/tindakan
2.2.8

Apa yang dinilai = dimensi evaluasi


a. Input = masukan
Kemampuan peserta, bahan/isi/materi, metode, media, kemampuan penyuluh.
b. Proses
Pelaksanaan pendidikan kesehatan
c. Outputs

Hasil dari pendidikan kesehatan pemahaman/pengetahuan, peningkatan sikap dan


keterampilan
d. Outcome = dampak
e. Dampak dari pendidikan kesehatan peningkatan PHBS
2.2.9

Hasil = Kesimpulan
Bergantung pada tujuan pendidikan kesehatan, dikategorikan berhasil apabila peserta
pendidikan kesehatan dapat:
1) Memahami pesan pendidikan kesehatan
2) Sikapnya baik (menerima/setuju)
3) Melaksanakan kegiatan sesuai pesan pendidikan kesehatan

2.3 Monitoring Dan Evaluasi Dalam Promosi Kesehatan


Monitoring dan evaluasi setiap kegiatan yang sedang berlangsung serta melakukan telaah
(review) secara berkala dapat memberikan informasi atau peringatan secara dini terhadap
masalah atau kendala yang dihadapi.Informasi ini dapat dijadikan dasar untuk melakukan
pengarahan kembali untuk rencana kegiatan selanjutnya. Evaluasi Hasil atau (out Come
Evaluation) harus dapat mengukur indikator yang berbeda dari hasil yang diharapkan. Akibat
atau hasil kegiatan yang tidak diharapkan juga harus dicatat dengan teliti dan segera dicari
solusinya.
Ada beberapa pendekatan dalam melakukan evaluasi, salah satunya menganggap bahwa
dalam menentukan tujuan dan kegiatan yang harus dilakukan tergantung pada keputusan
masyarakat yang bersangkutan.Pendekatan lain menyatakan bahwa setiap keputusan tergantung
pada sponsor, politisi dan akademisi secara luas, harus terukur secara spesifik.
Ukuran hasil dari upaya promosi kesehatan dapat mencakup beberapa indikator antara lain :
1. Ukuran tentang pemahaman yang berkaitan dengan kesehatan yang meliputi tingkat
pengetahuan, sikap, motivasi, tendensi perilaku, keterampilan personal dan kepercayaan
diri.
2. Ukuran pengaruh dan gerakan masyarakat yang meliputi unsur partisipasi masyarakat,
pemberdayaan masyarakat, norma sosial dan opini publik.

3. Ukuran yang mencakup kebijakan publik yang berwawasan kesehatan yang meliputi
pernyataan politik, alokasi sumber daya, unsur budaya dan perilaku.
4. Ukuran kondisi kesehatan dan gaya hidup sehat, salah satunya meliputi kesempatan untuk
memperoleh makanan sehat
5. Ukuran efektifitas pelayanan kesehatan, yang meliputi penyediaan pelayanan pencegahan,
akses ke tempat-tempat pelayanan kesehatan, serta faktor-faktor sosial budaya yang
berhubungan dengan pelayanan kesehatan.
6. Ukuran Lingkungan sehat, yang meliputi membatasi akses dalam penggunaan tembakau,
alkohol, obat-obat terlarang, penyediaan lingkungan positif bagi anak-anak dan kelompok
usila, kebebasan dari kekerasan dan berbagai penyalahgunaan.
7. Ukuran dampak sosial yang meliputi kualitas hidup, kemandirian, jaringan dukungan
sosial, pemerataan atau keadilan.
8. Ukuran dampak kesehatan yang meliputi penurunan tingkat kesakitan, kematian dan
ketidakmampuan, kompetensi psikososial dan keterampilan diri.
9. Ukuran pengembangan kapasitas yang meliputi ukuran
Stephen Isaac dan William B. Michael (1981) mengemukakan 9 bentuk desain evaluasi :
1. Historikal , dengan merekonstruksi kejadian di masa lalu secaraobjektif dan tepat
dikaitkan dengan hipotesis atau asumsi.
2. Deskriptif, melakukan penjelasan secara sistematis suatu situasi atauhal yang menjadi
perhatian secara faktual dan tepat.
3. Studi perkembangan (developmental study), menyelidiki pola danurutan perkembangan
atau perubahan menurut waktu.
4. Studi kasus atau lapangan (case atau field study), meneliti secaraintensif latar belakang
status sekarang, dan interaksi lingkungan darisuatu unit sosial, baik perorangan,
kelompok, lembaga, ataumasyarakat.
5. Studi korelasional (corelational study) , meneliti sejauh mana variasidari satu faktor
berkaitan dengan variasi dari satu atau lebih faktor lainberdasarkan koefisien tertentu.
6. Studi sebab akibat (causal comparative study), yang menyelidikikemungkinan hubungan
sebab akibat dengan mengamati berbagaikonsekuensi yang ada dan menggalinya kembali
melalui data untuk faktor menjelaskan penyebabnya.
9

7. Eksperimen murni (true esperimental), yang menyelidiki kemungkinanhubungan sebabakibat dengan membuat satu kelompok percobaanatau lebih terpapar akan suatu
perlakuan atau kondisi danmembandingkan hasilnya dengan satu atau lebih kelompok
kontrolyang tidak menerima perlakuan atau kondisi. Pemilihan kelompok-kelompok
secara sembarang (random) sangat penting.
8. Eksperimen semu (quasi experimental), merupakan cara yangmendekati eksperimen,
tetapi di mana kontrol tidak ada dan manipulasitidak bias dilakukan.
9. Riset aksi (action research), bertujuan mengembangkan pengalamanbaru melalui aplikasi
langsung di berbagai kesempatan.
Kekuatan dan kelemahan dari proses pembelajaran dalam pendidikan kesehatan yang
telah dilakukan, dapat diketahui lebih jelas setelah diaplikasikan dan dievaluasi secara seksama.
Hasil yang diperoleh dari evaluasi akan memberi petenjuk kepada seorang perawat tentang
bagian-bagian mana dari proses pendidikan kesehatan yang sudah baik dan belum baik.
Atas dasar hasil evaluasi tersebut dapat dilakukan perbaikan-perbaikan yang diperlukan.
Beberapa tujuan evaluasi dari pendidikan kesehatan adalah : Sebagai pertimbangan untuk
pemilihan media pendidikan kesehatan yang efektif, proses pemilihan media perlu pertimbangan
dengan matang sehingga media yang dipilih betul-betul efektif dalam mendukung proses
pendidikan kesehatan yang memadai, menilai kemampuan seorang perawat dalam memberikan
pendidikan kesehatan, untuk menilai atau melihat prosedur penggunaan media yang digunakan,
untuk memeriksa apakah proses yang berlangsung sudah sesuai dengan tujuan yang ditetapkan,
memberikan informasi yang berkaitan dengan administrasi, keberadaan dan keberfungsian media
harus selalu dievaluasi secara berkala untuk meningkatkan kualitas dalam pemberian promosi
kesehatan.
Berdasarkan

prosesnya,

evaluasi

terdiri

dari

evaluasi

formatif

dan

evaluasi

sumatif.Evaluasi Formatif adalah proses yang dimaksudkan untuk mengumpulkan data tentang
efektifitas dan efisiensi dari pendidikan kesehatan yang sudah dilaksanakan.Evaluasi Sumatif
adalah Evaluasi Akhir, evaluasi terhadap keseluruhan penyuluhan atau pendidikan kesehatan
yang sudah berlangsung. Atau secara khusus, dalam pemberian pendidikan kesehatan adah tiga
macam evaluasi yaitu evaluasi persiapan yaitu apakah SAP sudah sesuai, apakah sudah kontrak
waktu dengan warga masyarakat, dsb.Evaluasi Proses, diharapkan sesorang perawat mampu
10

memberikan materi pendidikan kesehatan secara benar dan tepat, serta masyarakat kooperatif
didalam mengikuti pendidikan kesehatan, evaluasi hasil yaitu penilaian yang dilakukan apakah
pendidikan kesehatan yang dilakukan sudah sesuai dengan tujuan yang ditetapkan atau belum.

BAB III
SUPERVISI PROGRAM MALARIA
3.1

Pengertian Supervisi
Supervisi merupakan upaya untuk membantu pembinaan dan peningkatan

kemampuan pihak yang di supervisi agar mereka dapat melaksanakan tugas kegiatan yang telah
ditetapkan secara efisien dan efektif (Sudjana D,2004).
Arief, Z (1987) merumuskan supervisi sebagai suatu proses kegiatan dalam upaya
meningkatkan kemampuan dan keterampilan tenaga pelaksana program, sehingga program itu
dapat terlaksana sesuai dengan proses dan hasil yang diharapkan.
11

Sedangkan menurut Suherman dkk (1988) yang dikutip oleh Sudjana D dalam bukunya
yang berjudul Manajemen Program Pendidikan menjelaskan bahwa supervisi diartikan
sebagai suatu kegiatan yang dilaksanakan untuk memberikan bantuan teknis kepada para petugas
atau pelaksana program dalam melaksanakan tugas yang diserahkan kepadanya.
Supervisi keperawatan adalah kegiatan pengawasan dan pembinaan yang dilakukan
secara berkesinambungan oleh supervisor mencakup masalah pelayanan keperawatan, masalah
ketenagaan dan peralatan agar pasien mendapat pelayanan yang bermutu setiap saat
(Depkes,2000).
3.2 Unsur pokok
Dalam melaksanakan supervisi terdapat beberapa unsur pokok. Unsur-unsur pokok yang
dimaksud menurut Azwar A,1996 adalah :
1. Pelaksana
Pelaksana atau yang bertanggung jawab melaksanakan supervisi adalah atasan,yakni
mereka yang memiliki kelebihan dalam organisasi. Kelebihan yang dimaksud sering
dikaitkan dengan status yang lebih tinggi (Supervisor) dan karena itu fungsi supervisi
memang dimiliki oleh atasan. Namun untuk keberhasilan supervisi, yang lebih diutamakan
adalah kelebihan pengetahuan atau keterampilan.

Menurut Ali. Zaidin dalam bukunya yang berjudul Dasar-Dasar Kepemimpin dalam
Keperawatan membagi tingkatan atas kelas manajer dalam melakukan supervisi, yaitu :
1. Manajer puncak (Top Manajer)
Manajer puncak bertanggung jawab atas seluruh kegiatan dari hasil kegiatan serta
proses

manajamen

organisasi.Tugas

utamanya

menetapkan

kebijaksanaan

(policy),memberi petunjuk atau pengarahan umum berkaitan dengan tujuan misalnya :


Ka Kakanwil Depkes Propinsi, Kadinkes Daerah, Direktur RSUD dan sebagainya.
2. Manajer Menengah (Middle Manager)
Manajer menengah ini memimpin sebagian manajer tingkat pertama.Tugasnya
menjabarkan kebijaksanaan top manajer kedalam program-program Misalnya : Kepala
Bagian Tata Usaha, Kepala Bidang, Kasubdin Propinsi, Kasubbag Dati II.
12

3. Manajer Tingkat Pertama ( First Line, First Level Manajer, Supervisor Manager )
Manajer tingkat bawah yang bertugas memimpin langsung para pelaksana atau pekerja.
Melaksanakan supervisi sebagai mandor atau supervisor. Misalnya : Kepala Seksi,
Kepala Urusan.
Untuk dapat melasaksanakan supervisi dengan baik diperlukan beberapa syarat atau
karakteristik yng harus dimiliki oleh pelaksana supervisi atau supervisor (Azwar A, 1996) :
1. Sebaiknya pelaksana supervisi adalah atasan langsung dari yang disupervisi, atau
apabila tidak mungkin dapat ditunjuk staf khusus dengan batas-batas wewenang dan
tanggung jawab yang jelas.
2. Pelaksana supervisi harus memiliki pengetahuan dan keterampilan yang cukup untuk
jenis pekerjaan yang di supervisi.
3. Pelaksana supervisi harus memiliki keterampilan melakukan supervisi, artinya
memahami prinsip-prinsip pokok serta tehnik supervisi.
4. Pelaksana supervisi harus mempunyai sifat edukatif, suportif dan bukan otoriter.
5. Pelaksana harus mempunyai waktu yang cukup, tidak tergesa-tergesa melainkan secara
sabar berupaya meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan sikap bawahan yang di
supervisi.
Pelaksana supervisi yang baik, memerlukan bekal kemampuan yang banyak. Selain
lima syarat atau karakteristik diatas juga dibutuhkan kemampuan melakukan komunikasi,
motivasi, pengarahan, bimbingan dan kepemimpinan.
Dalam pelaksanaan supervisi akan terdapat dua pihak yang melakukan hubungan
kegiatan yaitu pihak supervisor dan pihak yang disupervisi. Supervisor melakukan kegiatan
pelayanan profesional untuk membantu atau membimbing pihak yang dilayani. Pihak yang
disupervisi inilah yang menerima layanan profesional berupa bantuan dan bimbingan agar
mereka dapat meningkatkan kemampuan dalam melaksanakan kegiatan secara efisien dan
efektif (Sudjana,D,2004).
Sedangkan menurut WHO (1999) dalam buku Manajemen Pelayanan Kesehatan,
Primer, proses pengawasan pegawai yang baik harus :
1. Tepat waktu, artinya untuk mempertahankan standar kerja, tindakan pengawasan harus
dilakukan pada saat yang tepat.
13

2. Sederhana, artinya tindakan pengawasan harus sederhana, bila tidak akan memerlukan
waktu lama untuk menerapkan dan menghasilkan efek yang diinginkan.
3. Minimal, artinya pengawsan harus disediakan sedikit mungkin, yakni sedikit yang
diperlukan untuk menjamin pekerjaan akan diselesaikan dan standart dipertahankan.
4. Luwes, artinya pengawasan yang selalu kaku dapat menjadi seperti senjata makan tuan,
para pekerja akan mencoba menghindarinya.
2. Sasaran
Saran atau objek dari supervisi adalah pekerjaan yang dilakukan oleh bawahan yang
melakukan pekerjaan. Sasaran yang dilakukan oleh bawahan disebut sebagai sasaran
langsung.
3. Frekwensi
Supervisi harus dilakukan dengan frekuensi yang berbeda. Supervisi yang dilakukan
hanya sekali, bukan supervisi yang baik. Tidak ada pedoman yang pasti seberapa sering
supervisi dilakukan. Pegangan umum yang digunakan tergantung dari derajat kesulitan
pekerjaan yang dilakukan serta sifat penyesuaian yang akan dilakukan.
Menurut Nursalam (2002) melakukan supervisi yang tepat, harus bisa menentukan
kapan dan apa yang perlu dilakukan supervisi dan bantuan. Sepanjang kontrol / supervisi
penting, tergantung bagaimana staf melihatnya :
1. Overcontrol. Kontrol yang terlalu berlebihan akan merusak delegasi yang diberikan.
Staf tidak akan dapat memikul tanggung jawabnya.
2. Undercontrol. Kontrol yang kurang juga akan berdampak buruk terhadap delegasi,
dimana staf akan tidak produktif melaksanakan tugas limpah dan berdampak secara
signifikan terhadap hasil yang diharapkan. Hal ini akan berdampak terhadap
pemborosan waktu dan anggaran yang sebenarnya dapat dihindarkan. Berikan
kesempatan waktu yang cukup kepada staf untuk berfikir dan melaksanakan tugas
tersebut.
4. Tujuan

14

Tujuan supervisi adalah memberikan bantuan kepada bawahan secara langsung,


sehingga bawahan memiliki bekal yang cukup untuk dapat melaksanakan tugas atau
pekerjaan dengan hasil yang baik dan mengorientasi, melatih kerja, memimpin, memberi
arahan, dan mengembangkan kemampuan personil.
Menurut WHO,1999, tujuan dari pengawasan yaitu:
1. Menjamin bahwa pekerjaan dilaksanakan sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan
dalam tempo yang diberikan dengan menggunakan sumber daya yang tersedia.
2. Memungkinkan pengawas menyadari kekurangan-kekurangan para pekerja kesehatan
dalam hal kemampuan, pengetahuan dan pemahaman serta mengatur pelatihan yang
sesuai.
3. Memungkinkan para pengawas mengenali dan memberi penghargaan atas pekerjaan
yang baik dan mengenali staf yang layak diberikan kenaikan jabatan dan pelatihan lebih
lanjut.
4. Memungkinkan manajemen bahwa sumber yang disediakan bagi pekerja telah cukup
dan dipergunakan dengan baik.
5. Memungkinkan manajemen menentukan penyebab kekurangan-kekurangan pada
kinerja tersebut.
5. Tehnik
Supervisi

adalah

merencanakan,

mengarahkan,

membimbing,

mengajar,

mengobservasi, mendorong, memperbaiki, mempercayai, mengevaluasi secara terus


menerus pada setiap personil dengan sabar, adil serta bijaksana sehingga setiap personil
dapat memberikan asuhan kepersonilan dengan baik, terampil, aman, cepat, dan tepat
secara menyeluruh sesuai dengan kemampuan dan keterbatasan dari personil (Kron,1981,
dikutip oleh Zakaria,A,2003).
Kegiatan pokok pada supervisi pada dasarnya mencakup empat hal yang bersifat pokok yaitu:
a. Menetapkan masalah dan prioritas;
b. Menetapkan penyebab masalah, prioritas dan jalan keluarnya;
c. Melaksanakan jalan keluar
d. Menilai hasil yang dicapai untuk tindak lanjut berikutnya.

15

Untuk dapat melaksanakan supervisi yang baik ada dua tehnik, yaitu:
1) Pengamatan langsung
Pengamatan yang langsung dilaksanakan supervisi dan harus memperhatikan:
a. Sasaran pengamatan.
Pengamatan langsung yang tidak jelas sasarannya, dapat menimbulkan kebingungan.
Untuk mencegah keadaan ini maka pengamatan langsung ditujukan pada sesuatu yang
bersifat pokok dan strategis saja.
b. Obyektifitas pengamatan.
Pengamatan langsung yang tidak terstandarisasi dapat mengganggu obyektifitas. Untuk
mencegah keadaan seperti ini maka diperlukan suatu daftar isian atau check list yang telah
dipersiapkan.
c. Pendekatan pengamatan.
Pengamatan langsung sering menimbulkan berbagai dampak dan kesan negatif, misal; rasa
takut, tidak senang atau kesan mengganggu pekerjaan. Untuk itu dianjurkan pendekatan
pengamatan dilakukan secara edukatif dan suportif, bukan kekuasaan atau otoriter.
2) Kerjasama
Untuk berhasilnya pemberian bantuan dalam upaya meningkatkan penampilan bawahan di
dalam supervisi, perlu terjalin kerjasama antara pelaksana supervisi dengan yang disupervisi.
Kerjasama tersebut akan terwujud bila ada komunikasi yang baik, sehingga mereka yang
disupervisi merasakan masalah yang dihadapi adalah juga masalah mereka sendiri (Azwar A,
1996).
Menurut Ali Zaidin tehnik atau metoda dalam melaksanakan pengawasan adalah bertahap,
dengan langkah-langkah sebagai berikut :
1) Langkah I : Mengadakan persiapan pengawasan.
a. Menentukan tujuan.
b. Menentukan metoda pengawasan yang tepat.
c. Menentukan standart / kriteria pengukuran
2) Langkah II : Menjalankan pengawasan.

16

a. Membuat dan menentukan rencana pengawasan, dimana rencana pengawasan harus


memuat sistem pengawasan, standart yang dipakai dan cara pelaksanaan.
b. Pelaksanaan pengawasan dapat dilakukan dengan berbagai sistem, yaitu :
Sistem Preventif, dimana dilaksanakan sebelum suatu usaha dilakukan.
Sistem Represif, dilaksanakan setelah suatu usaha dilakukan, misalnya memberikan
laporan-laporan kegiatan.
Sistem Verifikatif, pemeriksaan secara terperinci dengan memberikan laporan-laporan
perincian dan analisa dari segala hal yang terjadi dalam pelaksanaan rencana.
Sistem Inspektif, yaitu suatu sistem pengawasan dengan mengadakan pemeriksaan
setempat secara langsung dengan tujuan mengetahui sendiri keadan yang sebenarnya.
Sistem Investigatif

yaitu suatu pengawasan dengan jalan mengadakan penelitian,

penyelidikan untuk mengetahui kesalahan dan membongkar adanya penyelewengan.


Sistem ini terdiri dari inspektif dan verifikatif.
Kombinasi sistem Preventif dan represif yaitu suatu sistem pengawasan dari suatu
usaha yang dilakukan baik sebelum maupun sesudah usaha tersebut berjalan.
c. Penilaian dari pelaksanaan pengawasan.
Penilaian adalah proses penetapan secara sistematis tentang nilai, tujuan, efektivitas, atau
kecocokan sesuatu sesuai dengan kriteria dan tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya.
Penilaian sebagai kegiatan sistematis untuk mengumpulkan, mengolah, menganalisis,
mendeskripsikan, dan menyajikan data atau informasi yang diperlukan sebagai masukan
untuk pengambilan keputusan (Sudajana, D 2004). Menurut UNESCO (1982) dikutip
oleh Sudjana, D, 2004) evaluasi adalah ; dilakukan sejak perencanaan program, berkaitan
dengan dimensi kualitatif tentang efeltifitas program, mengarah pada upaya menyiapkan
bahan masukan untuk pengambilan keputusan tentang ketepatan, perbaikan perluasan,
atau pengembangan program, terkait dengan pengambilan keputusan tentang penyusunan
rancangan dan isi program.
3) Langkah III : Memperbaiki penyimpangan
Tujuan dari hal ini adalah mengadakan perbaikan dari hasil kerja yang kurang atau salah
untuk memperoleh hasil yang lebih besar dan lebih efisien. Setelah data melalui pengawas
diperoleh, dianalisa serta masalah yang timbul dicarikan pemecahannya serta mencegah
17

membuat masalah pada waktu mendatang. Menurut Sudjana, D pembinaan yang efektif
dapat digambarkan melalui lima langkah pokok yang berurutan, yaitu :
a. Mengumpulkan informasi. Informasi yang dihimpun meliputi kenyataan atau peristiwa
yang benar-benar terjadi dalam kegiatan berdasarkan rencana yang telah ditetapkan.
Pengumpulan informasi yang dianggap efektif adalah yang dilakukan secara berkala dan
berkelanjutan dengan menggunakan pemantauan dan penelaahan laporan kegiatan.
b. Mengidentifikasi masalah. Masalah ini diangkat dari informasi yang telah dikumpulkan
dalam langkah pertama. Masalah akan muncul apabila terjadi ketidaksesuaian dengan
atau penyimpangan dari kegiatan yang telah direncanakan. Ketidaksesuaian atau
penyimpangan menyebabkan adanya jarak (perbedaan) antara kegiatan yang seharusnya
terlaksana dengan dengan kegiatan yang benar-benar terjadi. Jarak atau perbedaan antara
kegiatan inilah yang disebut masalah.
c. Menganalisis masalah. Kegiatan analisis adalah untuk mengetahui jenis-jenis masalah
dan faktor-faktor penyebab timbulnya masalah tersebut. Faktor-faktor itu mungkin datang
dari para pelaksana kegiatan, sasaran kegiatan, fasilitas, biaya, proses, waktu, kondisi
lingkungan. Disamping faktor penyebab, diidentifikasi pula sumber-sumber dan potensi
yang dapat digunakan untuk memecahkan masalah yang timbul. Hasil analisis ini penting
untuk diperhatikan dalam upaya pemecahan masalah.
d. Mencari dan menetapkan alternatif pemecahan masalah. Kegiatan pertama yang perlu
dilakukan adalah mengidentifikasi alternatif upaya yang dapat dipertimbangkan untuk
memecahkan masalah. Alternatif ini disusun setelah memperhatikan sumber-sumber
pendukung dan kemungkinan hambatan yang akan ditemui dalam upaya pemecahan
masalah. Kegiatan selanjutnya adalah menetapkan prioritas upaya pemecahan masalah
yang dipilih dari alternatif yang tersedia.
e. Melaksanakan upaya pemecahan masalah. Pelaksanaan upaya ini dapat dilakukan
pembina baik secara langsung maupun secara tidak langsung. Pembinaan secara langsung
dapat dibagi dua macam ; pertama, pembinaan individual (perorangan), yaitu pembinaan
yang dilakukan terhadap seseorang pelaksana kegiatan. Pihak pembina memberikan
dorongan, bantuan, dan bimbingan langsung pada pelaksana kegiatan. Cara ini tepat
dilakukan apabila pihak yang dibina mempunyai kegiatan beraneka ragam atau
memerlukan pembinaan bervariasi. Tehnik-tehnik yang dapat digunakan antara lain
18

adalah dialog, diskusi, bimbingan individual dan peragaan. Kedua, pembinaan kelompok.
Pihak supervisor melayani para pelaksana kegiatan secara kelompok. Pembinaan ini
dapat digunakan apabila para pelaksana kegiatan atau pihak yang dibina memiliki
kesamaan kegiatan atau kesamaan permasalahan yang dihadapi. Pembinaan kelompok
dapt menghemat biaya, waktu dan tenaga. Tehnik-tehnik yang dapat digunakan dalam
pembinaan kelompok antara lain diskusi, penataran, rapat kerja, demonstrasi, lokakarya.
Secara tidak langsung apabila upaya pemecahan masalah yang diputuskan oleh pihak
pembina itu dilakukan melalui pihak lain, seperti melalui orang lain atau media tertulis.
Melalui orang lain adalah pembinaan yang dilakukan oleh pejabat dari organisasi yang
lebih tinggi atau melalui tenaga khusus yang diberi tugas pembinaan. Sedangkan melalui
media tertulis antara lain ialah pembinaan yang dilakukan dalam bentuk pedoman,
petunjuk pelaksanaan, dan korespondensi. Tehnik-tehnik pembinaan tidak langsung
mencakup kegiatan memberikan petunjuk, pedoman, dan informasi kepada pihak yang
dibina tentang kegiatan yang harus dikerjakan. Alat atau media yang digunakan
mencakup media tertulis seperti surat menyurat, media cetak seperti lembaran pedoman,
brosur dan buletin.
3.3

Prinsip Pokok
Menurut Azwar Azrul, 1996 secara sederhana prinsip pokok supervisi dapat diuraikan

sebagai berikut :
1.

Tujuan utama supervisi adalah untuk lebih meningkatkan penampilan bawahan, bukan untuk
mencari kesalahan. Peningkatan penampilan ini dilakukan dengan melakukan pengamatan
langsung terhadap pekerjaan bawahan, untuk kemudian bila ditemukan masalah, segera
diberikan petunjuk atau bantuan untuk mengatasinya.

2.

Sejalan dengan tujuan utama yang ingin dicapai, maka sifat supervisi harus edukatif dan
suportif, bukan otoriter

3.

Supervisi harus dilakukan secara teratur dan berkala.

4.

Supervisi harus dapat dilaksanakan sedemikian rupa sehingga terjalin kerjasama yang baik
antara atasan dan bawahan, terutama pada waktu melaksanakan upaya penyelesaian masalah
dalam rangka lebih meningkatkan penampilan bawahan.

19

5.

Strategi dan tata cara supervisi yang akan dilakukan harus sesuai dengan kebutuhan masingmasing bawahan secara individu.

6.

Supervisi harus dilaksanakan secara fleksibel dan selalu disesuaikan dengan perkembangan.
Sedangkan menurut Arief, Z yang dikutip oleh Sudjana,D mengemukakan empat prinsip

yang dapat digunakan dalam supervisi. Prinsip-prinsip itu mencakup saling mempercayai,
hubungan mendatar, komunikatif, dan pemberian bantuan. Prinsip mempercayai harus tumbuh
antara pihak supervisor dan pihak yang disupervisi karena kedua pihak melakukan interaksi.
Makna mempengaruhi ialah bahwa pihak supervisor menghendaki pihak yang disupervisi dapat
melaksanakan, meluruskan, atau memperbaiki kegiatan sesuai dengan kegiatan yang telah
direncanakan. Oleh karena itu pihak supervisor harus memiliki sikap percaya bahwa pihak yang
disupervisi mampu melaksanakan kegiatan yang menjadi tugasnya. Sebaliknya pihak yang
disupervisi percaya bahwa pihak supervisor mampu memberikan bimbingan kepadanya.
Hubungan mendatar (horisontal) diperlukan dalam supervisi karena kegiatan ini
melibatkan komunikasi sekurang-kurangnya antara dua orang. Secara psikologis pada diri kedua
belah pihak terdapat aspek-aspek internal yang perlu dihormati yaitu konsep diri, pengalaman,
latar belakang pendidikan, integritas diri, kebutuhan, kepentingan, minat, dorongan dan lain
sebagainya. Di samping itu, kedua belah pihak memiliki status sosial dan kondisi fisiologis
masing-masing. Dalam pelaksanaan supervisi, supervisor harus menghormati kondisi psikologis,
fisiologis dan sosial yang dimiliki oleh pihak yang disupervisi. Oleh karena itu supervisor perlu
melakukan hubungan yang sejajar, mendatar atau horisontal dengan pihak yang disupervisi dan
memandang sebagai rekan kerja atau teman sejawat. Dengan hubungan ini diharapkan dapat
tumbuh suasana kegiatan supervisi yang demokratis dan bukan otokratis.
Komunikasi merupakan proses supervisi. Supervisi yang komunikatif berarti bahwa pihak
supervisor berkedudukan sebagai komunikator dan pihak yang disupervisi sebagai komunikan.
Supervisor menyampaikan pesan kepada pihak yang disupervisi dan pada gilirannya, pihak yang
disupervisi memberikan umpan balik, berupa pesan atau respon. Kepada pihak supervisor pesan
yang disampaikan harus jelas, mudah dipahami dan dilaksanakan, tidak rancu, menggunakan
bahasa yang mudah dimengerti, dan mendorong pihak yang disupervisi untuk melaksanakan,
meluruskan, atau memperbaiki kegiatan sesuai dengan yang telah direncanakan. Dengan
komunikasi dapat ditimbulkan pemahaman atau pengertian bersama (mutual understanding).
20

Prinsip pemberian bantuan mengandung arti bahwa supervisi adalah upaya membantu
pihak yang disupervisi agar agar ia atau mereka mampu memahami permasalahan yang dihadapi
dan mampu memecahkan masalah tersebut. Supervisor hendaknya tidak menggurui, main
perintah, atau memaksakan kehendak kepada pihak yang disupervisi, melainkan mendorong agar
ia atau mereka belajar untuk memahami permasalahan dan menemukan cara pemecahannya
serta mampu melaksanakan upaya pemecahan berbagai masalah yang berkaitan dengan kegiatan
dalam melaksanakan program.
Berdasarkan uraian diatas, proses supervisi perlu dilakukan di atas prinsip-prinsip
hubungan kemanusiaan (human relationship) yang sejajar, saling menghargai, obyektifitas,
kesejawatan, saling mempercayai, komunikatif, dan pemberian bantuan profesional.

3.4

Manfaat Supervisi
Apabila supervisi dapat dilakukan dengan baik, akan diperoleh banyak manfaat. Manfaat

yang dimaksud apabila ditinjau dari sudut manajemen dapat dibedakan atas dua macam:
1. Dapat lebih meningkatkan efektivitas kerja.
Peningkatan efektivitas kerja ini erat hubungannya dengan makin meningkatnya
pengetahuan dan keterampilan bawahan, serta makin terbinanya hubungan dan suasana
kerja yang lebih harmonis antara atasan dengan bawahan.
2. Dapat lebih meningkatkan efesiensi kerja.
Peningkatan efisiensi kerja ini erat hubungannya dengan makin berkurangnya kesalahan
yang dilakukan oleh bawahan, dan karena itu pemakaian sumber daya (tenaga, dana dan
sarana) yang sia-sia akan dapat dicegah (Azwar, A,1996).
Supervisi mempunyai tiga kegunaan. Pertama, supervisi berguna untuk meningkatkan
kemampuan supervisor dalam memberikan layanan kepada para pelaksana kegiatan.
Kemantapan kemampuan akan dialami apabila supervisor sering melakukan supervisi. Kedua,
supervisi bermanfaat untuk meningkatkan kemampuan para pelaksana kegiatan. Ketiga, hasil
supervisi berguna untuk menyusun pedoman atau petunjuk pelaksanaan layanan profesional
kepada pelaksana kegiatan. Proses memberikan layanan, format-format yang digunakan, catatan
dan laporan supervisi, serta interaksi melalui hubungan kemanusiaan antara supervisor dan yang
21

disupervisi merupakan informasi yang bermanfaat untuk menyusun patokan-patokan supervisi


berdasarkan pengalaman lapangan. Dengan demikian supervisi berguna untuk meningkatkan
pengetahuan, keterampilan dan sikap para pelaksana kegiatan agar program itu dapat
dilaksanakan dengan baik sesuai dengan yang telah direncanakan.
Supervisi akan mencapai tingkat kegunaan yang tinggi apabila kegiatannya dilakukan
melalui tiga prinsip hubungan kemanusiaan, yaitu; pengakuan dan penghargaan, obyektifitas, dan
kesejawatan. Hubungan kemanusiaan mengisyaratkan bahwa supervisi dilakukan secara wajar,
terbuka dan partisipatif. (Sudjana D, 2004).

Contoh 1:
Program Penanggulangan Penyakit Malaria
Dinas Kesehatan Kabupaten
A. Tujuan Penanggulangan Penyakit
1. Jangka Panjang.
Menurunkan

angka

cara memutuskan

mata

kesakitan
rantai

dan

kematian

penularan,

sehingga

penyakit
penyakit

malaria
malaria

dengan
tidak

lagi merupakan masalah kesehatan masayarakat.


2. Jangka Pendek
a. tercapainya angka kesembuhan minimal 85% dari semua penderita baru malaria yang
ditemukan.
b. tercapainya cakupan penemuan penderita secara bertahap sehingga mencapai 70% dari
perkiraan semua penderita baru malaria.
B. Kebijakan Operasional
Untuk mencapai tujuan tersebut, ditetapkan kebijakan operasinal sbb :
1.

Penanggulangan malaria dilaksanakan dengan desentralisasi sesuai kebijakan Kementrian


Kesehatan

22

2.

Penanggulangan malaria

dilaksanakan oleh seluruh Unit

Pelayanan Kesehatan

(UPK), dengan melibatkan peran serta masyarakat secara paripurna dan terpadu
3.

Dalam

rangka

prioritas ditujukan
yang rasional

mensukseskan
terhadap

dan

paduan

pelaksanaan

peningkatan
yang

mutu

sesuai

penanggulangan
pelayanan,

dengan

strategi

malaria,

pengguanaan
DOTS

obat

(Directly

Observed Treatment Shortcourse)


4. Target program adalah angka konversi pada akhir pengobatan tahap intensif minimal 80%
, angka kesembuhan minimal 85 % dari kasus baru.
5. Untuk mendapatkan pemeriksaan darah yang bermutu, maka dilaksanakan pemeriksaan
rutin oleh puskesmas dan Balai Laboratorium Kesehatan (BLK) serta Laboratorium yang
ditunjuk.
6.

Untuk

mempertahankan

kualitas

pelaksanaan

program,

diperlukan

system pemantauan, supervise dan evaluasi program.


7. Menggalang

kerja

sama

dan

kemitraan

dengan

program

terkait,

sektor Pemerintah dan Swasta


C. Strategi
1. Paradigma sehat.
2. Peningkatan mutu pelayanan
3. Pengembangan program dilakukan secara bertahap ke seluruh UPK
4. Peningkatan kerja sama dengan semua pihak melalui kegiatan advokasi,
5. Diseminasi informasi dengan memperhatikan peran masing-masing.
6. Kabupaten/kota sebagai titik berat manajemen program meliputi : Perencanaan, pelaksanaa
n, monitoring dan evaluasi serta mengupayakan sumber daya (dana, tenaga, sarana dan pra
sarana)
D. Kegiatan
1.

Penemuan dan diagnosis penderita

2.

Penentuan klasifikasi penyakit

3.

Pemeriksaan labor secara mikroskopis langsung

4.

Pengobatan penderita dan pengawasan pengobatan


23

5.

Penyuluhan

6.

Pencatatan dan pelaporan

7.

Supervise

8.

Monitoring dan evaluasi

9.

Perencanaan

10. Pengelolaan logistic


11. Pelatihan

Contoh 2:
Supervisi Program Penanggulangan Penyakit Malaria
A. Tujuan Supervisi
Untuk meningkatkan kinerja petugas, melalui suatu proses yang sistematis dengan :
1. Peningkatan pengetahuan petugas
2. Peningkatan ketrampilan petugas
3. Perbaikan sikap petugas dalam bekerja
4. Peningkatan motivasi petugas
B. Pelaksanaan Supervisi
1. Supervise harus dilakasanakan secara teratur, rutin dan terencana.
Supervise dilakukan ke UPK dan dilaksanakan sekurang-kurangnya 3 bulan sekali
pada kasus tertentu.
2. Pada keadaan tertentu frekuensi supervise perlu ditingkatkan.
a. Pada tahap awal pelaksanaan program
b. Bila kinerja dari suatu unit pelayanan kurang baik dari target yang ditetapkan
3. Keberhasilan supervise.
Keberhasilan supervise tergantung pada :
a. Kepribadian pelaksana supervise atau supervisor
Harus mempunyai kepribadian yang menyenang kan dan bersahabat
24

Dapat membina hubungan baik dengan petugas yang dikunjungi


Supervisor harus mendengar dengan tulus semua masalah yg disampaikan
Bersama petugas setempat mencari pemecahan masalah yang ada
b. Persiapan supervisi
Rencana supervisi disusun setiap tahun.
Supervisor harus mereview data pendukung, laporan,dan temuan pada supervise seb
elumnya.
Daerah yang akan disupervisi perlu

diberitahu sebelumnya.

Supervisi tanpa pemberitahuan sebelumnya memberi kesan sidak , yang


tentunya tidak sesuai dengan tujuan supervise
C. Hal-Hal Yang Perlu Diperhatikan Dalam Supervisi
Kegiatan yang akan dilaksanakan pada supervise ditulis dalam suatu daftar
tilik atau

checklist.

Dengan

checklist,

supervisor

dipandu

bekerja

secara

sistematis sehingga tidak ada hal yang luput dari perhatian (lihat contoh daftar TiliK)
Daftar tilik minimal harus memuat kegiatan pelaksanaan Program Malaria, yaitu :
1.

Sumber daya

2.

Kegiatan penanggulangan Malaria

3.

Ringkasan masalah yang ditemukan

4.

Saran pemecahan masalah dan rencana tindak lanjut

D. Pemecahan Masalah Dalam Supervisi


Dalam supervise, supervisor dapat menemukan beberapa masalah atau kesalahan.
Misalnya pemeriksaan labor ulang tidak dikerjakan, hasil pemeriksaan labor ulang dicatat pada
kolom yang salah, tidak melakukan crosscek, dll. Dalam kondisi tersebut, maka supervisor
bersama-sama petugas

yang dikunjungi mendiskusikan permasalahan tersebut serta

bersama-sama mencari alternative pemecahannya. Bila perlu mintalah petugas melakukan


perbaikan langsung terhadap kesalahan yang ada. Bila masih ada masalah yang belum
terpecahkan, maka bersama petugas dan pimpinan unit kerja menyusun Rencana Kegiatan
Tindak Lanjut (RKTL)

untuk pemecahan

masalah
25

tersebut.

Kesimpulan

dan saran

pemecahan masalah

harus

ditulis

dalam

laporan

supervise

sebagai

dokumen

untuk disampaikan kepada pimpinan unit kerja yang dikunjungi.


E. Laporan Supervisi
Supervisor harus membuat laporan supervise segera setelah menyelesaikan kunjungan.
Laporan supervise paling sedikit harus memuat :
1.

Tujuan supervise

2.

Temuan-temuan : keberhasilan dan kekurangan

3.

Kemungkinan penyebab masalah atu kesalahan

4.

Saran pemecahan masalah

5.

Rencana Kerja Tindak Lanjut (RKTL)

6.

Laporan supervise :
a. Diumpan balikkan ke unit kerja yang di supervise
b. Disampaikan kepada atasan langsung supervisor
c. Arsip

Contoh Daftar Tilik Supervisi


DAFTAR TILIK SUPERVISI
PROGRAM PENANGGULANGAN PENYAKIT MALARIA
KE UNIT PELAYANAN KESEHATAN
Kabupaten / Kota :.

Tanggal kunjungan :

Unit pelayanan kes yg dikunjungi:


Nama petugas yg disupervisi

Jabatan

1. Sumber daya manusia :


a. Tulis nama petugas yang bekerja dalam penanggulangan malaria di unit kerja tsb
b. Siapa yang sudah dan siapa yang belum mendapat pelatihan program malaria
2. Review kegiatan bersama petugas:
a. Penemuan penderita
26

1) Berapa jumlah suspek yang diperiksa?


2) Berapa jumlah penderita malaria positif diantara suspek?
3) Bandingkan jumlah suspek yang diperiksa dengan jumlah penderita malaria positif yang
ditemukan
4) Berapa jumlah penderita malaria negatitf, labor positif yang ditemukan?
5) Bila ditemukan masalah atau hasil kegiatannya tidak sesuai yang diharapkan,
diskusikan hal tersebut dengan petugas apa kemungkinan penyebab masalah dan bagaim
ana penyelesaiannya.
b. Pengobatan penderita
1) Apakah semua penderita yang ditemukan mendapatkan pengobatan?
2) Apakah jenis kategori obat yang diberikan sesuai dengan klasifikasi dan tipe penderita?
3).Bagaimana cara pemberian obat dalam tahap intensif?
4) Apakah penderita minum obat secara teratur dirumah?
5) Apakah setiap penderita telah ditunjuk PMO?
7) Apakah pemeriksaan labor telah dilaksanakan sesuai protap?
8) Apakah ada penderita yang mangkir tidak minum obat?
9) Berapa persen penderita yang mengalami konversi?
10) Berapa persen penderita yang sembuh?
11) Periksa logistic obat yang tersedia
12) Bila ditemukan masalah atau hasil kegiatan tidak sesuai harapakan, diskusikan hal
tersebut

dengan

petugas

apa

kemungkinan

penyebabnya

dan

bagaimana

menyelesaikannya?
3. Periksa persediaan obat dan bahan-bahan pelengkap untuk kesehatan
a.

Berapa jumlah persediaan obat, apakah jumlahnya cukup, apa ada obat yang
hampir kadaluarsa?

b.

Berapa jumlah kesediaan alat labor untuk pemeriksaan malaria?

c.

Berapa jumlah ketersediaan tenaga analis kesehatan

4. Khusus untuk unit pelayanan kesehatan yang melakukan pemeriksaan Mikroskopis :


a.

Apakah buku register laboratorium diisi dengan lengkap dan benar?

b.

Apakah

semua

penderita

malaria

positif dan negatif

Laboratorium sudah dicatat dalam buku register Kabupaten?


27

dalam buku

register

c.

Mikroskop yang digunakan binokuler atau monokuler?

d.

Apakah penyimpanan mikroskop sesuai dengan petunjuk?

e.

Bagaimana kondisi mikroskop?

f.

Apakah slide positip dan slide negative disimpan dalam kotak sendiri-sendiri

g.

Bagaimana cara pembuangan limbah laboratorium?

5. Ringkasan masalah-masalah yang ditemukan :

6. Saran pemecahan masalah :

..

..
7. Rencana Tindak Lanjut :

., tgl .
Mengetahui,

Pelaksana Supervisi

Kepala Unit yg disupervisi

28

(.)

(..)

29

BAB IV
KESIMPULAN
4.1 KESIMPULAN
Monitoring merupakan upaya supervisi dan review kegiatan yang dilaksanakan secara
sistematis oleh pengelola program untuk melihat apakah pelaksanaan program sudah sesuai
dengan yang direncanakan.
Evaluasi adalah bagian integral (terpadu) dari proses manajemen, termasuk manajemen
promosi kesehatan. Mengapa orang melakukan evaluasi, tidak lain karena orang ingin
mengetahui apa yang telah dilakukan telah berjalan sesuai rencana, apakah semua masukan yang
diperkirakan sesuai dengan kebutuhan dana apakah kegiatan yang dilakukan memberi hasil dan
dampak yang seperti yang diharapkan.
Monitoring dan evaluasi setiap kegiatan yang sedang berlangsung serta melakukan telaah
(review) secara berkala dapat memberikan informasi atau peringatan secara dini terhadap
masalah atau kendala yang dihadapi. Informasi ini dapat dijadikan dasar untuk melakukan
pengarahan kembali untuk rencana kegiatan selanjutnya. Evaluasi Hasil atau (Out Come
Evaluation) harus dapat mengukur indikator yang berbeda dari hasil yang diharapkan. Akibat
atau hasil kegiatan yang tidak diharapkan juga harus dicatat dengan teliti dan segera dicari
solusinya.
4.2 SARAN
Sebagai seorang promotor kesehatan hendaknya kita menjalankan monitoring dan
evaluasi. Guna mengetahui keberhasilan yang telah kita lakukan kepada masyarakat. Dalam
meningkatkan kesehatan masyarakat dengan mengukur indicator yang berbeda dari hasil yang
diharapkan.

DAFTAR PUSTAKA
30

Azwar, A (1996) Pengantar Administrasi Kesehatan. ed. 3, Jakarta ; Penerbit Bina Rupa Aksara.
Ali, Z (1997) Dasar- Dasar Keperawatan Profesional. Jakarta: Widya Medika.
Maulana, Heri DJ. 2009. Promosi kesehatan. Jakarta : EGC
Notoatmodjo, Soekidjo dkk 2005. Promosi Kesehatan Teori dan Aplikasi, Rineka Cipta. Jakarta
Rudi Susilana, Cepi Riyana.Media Pembelajaran.2007.CV Wacana Prima.Bandung
WHO (1999). Manejemen Pelayanan Kesehatan Primer. Ed. 2, Jakarta ; Penerbit Buku
Kedokteran EGC.
Zakaria, A. Sistem Supervisi. disampaikan pada Pelatihan Manajemen Keperawatan
http://kartikasari2013.blogspot.com/2013/04/makalah-monitoring-dan-evaluasi-promosi.html

31

Anda mungkin juga menyukai