Anda di halaman 1dari 52

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 5 TAHUN 1994


TENTANG
PENGESAHAN
UNITED NATIONS CONVENTION ON BIOLOGICAL DIVERSITY
(KONVENSI PERSERIKATAN BANGSA-BANGSA
MENGENAI KEANEKARAGAMAN HAYATI)
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang : a. bahwa keanekaragaman hayati di dunia, khususnya di Indonesia, berperan


penting untuk berlanjutnya proses evolusi serta terpeliharanya keseimbangan
ekosistem dan sistem kehidupan biosfer;
b. bahwa keanekaragaman hayati yang meliputi ekosistem, jenis dan genetik
yang mencakup hewan, tumbuhan, dan jasad renik (micro-organism), perlu
dijamin keberadaan dan keberlanjutannya bagi kehidupan;
c. bahwa keanekaragaman hayati sedang mengalami pengurangan dan
kehilangan yang nyata karena kegiatan tertentu manusia yang dapat
menimbulkan terganggunya keseimbangan sistem kehidupan di bumi, yang
pada gilirannya akan mengganggu berlangsungnya kehidupan manusia;
d. bahwa diakui adanya peranan masyarakat yang berciri tradisional seperti
tercermin dalam gaya hidupnya, diakui pula adanya peranan penting wanita,
untuk memanfaatkan kekayaan keanekaragaman hayati dan adanya
keinginan untuk membagi manfaat yang adil dalam penggunaan pengetahuan
tradisional tersebut melalui inovas-inovasi, dan praktik-praktik yang berkaitan
dengan konservasi keanekaragaman hayati dan pemanfaatannya secara
berkelanjutan;
e. bahwa adanya kesanggupan negara-negara maju untuk menyediakan sumber
dana tambahan dan dana baru serta kemudahan akses untuk memperoleh
alih teknologi bagi kebutuhan negara berkembang dan memperhatikan kondisi
khusus negara terbelakang serta negara kepulauan kecil sebagaimana diatur
dalam United Nations Convention on Biological Diversity merupakan peluang
yang perlu ditanggapi secara positif oleh Pemerintah Indonesia;
f. bahwa dalam rangka melestarikan keanekaragaman hayati, memanfaatkan
setiap unsurnya secara berkelanjutan, dan meningkatkan kerja sama
internasional di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi guna kepentingan
generasi sekarang dan yang akan datang, Konferensi Tingkat Tinggi Bumi di
Rio de Janeiro, Brazil, pada tanggal 3 sampai dengan 14 Juni 1992 telah
menghasilkan komitmen internasional dengan ditandatanganinya United
Nations Convention on Biological Diversity oleh sejumlah besar negara di
dunia, termasuk Indonesia yang kaya akan keanekaragaman hayati;
g. bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut di atas Pemerintah Indonesia
memandang perlu untuk mengesahkan United Nations Convention on
Biological Diversity tersebut dengan Undang-undang;

Mengingat : Pasal 5 ayat (1), Pasal 11, dan Pasal 20 ayat (1) Undang- Undang Dasar
1945;
Dengan Persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia
MEMUTUSKAN :
Menetapkan : UNDANG-UNDANG TENTANG PENGESAHAN UNITED NATIONS
CONVENTION ON BIOLOGICAL DIVERSITY (KONVENSI
PERSERIKATAN BANGSA-BANGSA MENGENAI KEANEKARAGAMAN
HAYATI)
Pasal 1
Mengesahkan United Nations Convention on Biological Diversity (Konvensi Perserikatan Bangsa-
Bangsa mengenai Keanekaragaman Hayati) yang salinan naskah aslinya dalam bahasa Inggeris
dan terjemahannya dalam bahasa Indonesia sebagaimana terlampir yang merupakan bagian tak
terpisahkan dari Undang-undang ini.

Pasal 2
Undang-undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-undang ini dengan
penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Disahkan di Jakarta
pada tanggal 1 Agustus 1994

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

ttd
SOEHARTO

Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 1 Agustus 1994

MENTERI NEGARA SEKRETARIS NEGARA


REPUBLIK INDONESIA

ttd.
MOERDIONO
PENJELASAN ATAS
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 5 TAHUN 1994
TENTANG
PENGESAHAN UNITED NATIONS CONVENTION
ON BIOLOGICAL DIVERSITY
(KONVENSI PERSERIKATAN BANGSA-BANGSA
MENGENAI KEANEKARAGAMAN HAYATI)

UMUM
Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 antara lain menggariskan agar Pemerintah Negara
Republik Indonesia melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia
dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, ikut
melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan
sosial. Selain itu Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945 menggariskan bahwa "bumi dan
air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan
untuk sebesar-besar kemakmuran Rakyat".
Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor II/MPR/1993 tentang
Garis-garis Besar Haluan Negara khususnya tentang Lingkungan Hidup dan Hubungan Luar
Negeri, antara lain, menegaskan sebagai berikut:
a. Pembangunan lingkungan hidup yang merupakan bagian penting dari ekosistem yang
berfungsi sebagai penyangga kehidupan seluruh makhluk hidup di muka bumi diarahkan
pada terwujudnya kelestarian fungsi lingkungan hidup dalam keseimbangan dan keserasian
yang dinamis dengna perkembangan kependudukan agar dapat menjamin pembangunan
nasional yang berkelanjutan. Pembangunan lingkungan hidup bertujuan meningkatkan mutu,
memanfaatkan sumber daya alam secara berkelanjutan, merehabilitasi kerusakan
lingkungan, mengendalikan pencemaran, dan meningkatkan kualitas lingkungan hidup.
b. Sumber daya alam di darat, di laut maupun di udara dikelola dan dimanfaatkan dengan
memelihara kelestarian fungsi lingkugan hidup agar dapat mengembangkan daya dukung
dan daya tampung lingkungan yang memadai untuk memberikan manfaat bagi sebesar-
besar kemakmuran rakyat, baik bagi generasi masa kini maupun bagi generasi masa depan.
Kesadaran masyarakat mengenai pentingnya peranan lingkungan hidup dalam kehidupan
manusia terus ditumbuhkembangkan melalui penerangan dan pendidikan dalam dan luar
sekolah, pemberian rangsangan, penegakan hukum, dan disertai dengan dorongan peran
aktif masyarakat untuk menjaga kelestarian lingkungan hidup dalam setiap kegiatan ekonomi
sosial.
c. Konservasi kawasan hutan nasional termasuk flora dan faunanya serta keunikan alam terus
ditingkatkan untuk melindungi keanekaragaman plasma nutfah, jenis spesies, dan ekosistem.
Penelitian dan pengembangan potensi manfaat hutan bagi kepentingan kesejahteraan
bangsa, terutama bagi pengembangan pertanian, industri, dan kesehatan terus ditingkatkan.
Inventarisasi, pemantauan, dan penghitungan nilai sumber daya alam dan lingkungan hidup
terus dikembangkan untuk menjaga keberlanjutan pemanfaatannya.
d. Kerja sama regional dan internasional mengenai pemeliharaan dan perlindungan lingkungan
hidup, dan peran serta dalam pengembangan kebijaksanaan internasional serta kemajuan
ilmu pengetahuan dan teknologi tentang lingkungan perlu terus ditingkatkan bagi
kepentingan pembangunan berkelanjutan.
e. Hubungan luar negeri merupakan kegiatan antar bangsa baik regional maupun global melalui
berbagai forum bilateral dan multilateral yang diabdikan pada kepentingan nasional, dilandasi
prinsip politik luar negeri bebas aktif dan diarahkan untuk turut mewujudkan tatanan dunia
baru berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial serta ditujukan untuk
lebih meningkatkan kerja sama internasional, dengan lebih memantapkan dan meningkatkan
peranan Gerakan Nonblok.
f. Peranan Indonesia di dunia internasional dalam membina dan mempererat persahabatan
dan kerjasama yang saling menguntungkan antara bangsa-bangsa terus diperluas dan
ditingkatkan. Perjuangan bangsa Indonesia di dunia internasional yang menyangkut
kepentingan nasional, seperti upaya lebih memantapkan dasar pemikiran kenusantaraan,
memperluas ekspor dan penanaman modal dari luar negeri serta kerja sama ilmu
pengetahuan dan teknologi, perlu ditingkatkan.
g. Langkah bersama antar negara berkembang untuk mempercepat terwujudnya perjanjian
perdagangan internasional dan meniadakan hambatan serta pembatasan yang dilakukan
oleh negara industri terhadap ekspor negara berkembang, dan untuk meningkatkan
kerjasama ekonomi dan kerjasama teknik antarnegara berkembang, terus dilanjutkan dalam
rangka mewujudkan tata ekonomi serta tata informasi dan komunikasi dunia baru.
A. Peraturan Perundang-undangan yang berlaku di Indonesia yang berkaitan dan
mendukung Konvensi.
Indonesia telah memiliki peraturan perundang-undangan yang berkaitan dan mendukung
untuk meratifikasi Konvensi dan pelaksanaannya. Peraturan perundang-undangan yang
berlaku antara lain:
a. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1967 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kehutanan
(Lembaran Negara Tahun 1967 Nomor 8, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2823);
b. Undang-undang Nomor 1 Tahun 1973 tentang Landas Kontinen Indonesia (Lembaran
Negara Tahun 1973 Nomor 1, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2924), jo
Pengumuman Pemerintah Republik Indonesia tentang Landas Kontinen Indonesia
tanggal 17 Pebruari 1969;
c. Undang-undang Nomor 4 Tahun 1982 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pengelolaan
Lingkugan Hidup (Lembaran Negara Tahun 1982 Nomor 12, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 3215);
d. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1983 tentang Zona Ekonomi Ekskusif Indonesia
(Lembaran Negara Tahun 1983 Nomor 44, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3260);
e. Undang-undang Nomor 9 Tahun 1985 tentang Perikanan (Lembaran Negara Tahun 1985
Nomor 46, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3299);
f. Undang-undang Nomor 17 Tahun 1985 tentang Pengesahan United Nations Conventions
on the Law of the Sea (Lembaran Negara Tahun 1985 Nomor 76, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 3319);
g. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati
dan Ekosistemnya (Lembaran Negara Tahun 1990 Nomor 49, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 3419);
h. Undang-undang Nomor 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budi Daya Tanaman (Lembaran
Negara Tahun 1992 Nomor 46, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3478);
i. Undang-undang Nomor 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara
Tahun 1992 Nomor 115, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3501);
j. Keputusan Presiden Nomor 43 Tahun 1978 tentang Pengesahan Convention on
International Trade in Endangered Species of Wild Flora and Fauna (Lembaran Negara
Tahun 1978 Nomor 51);
k. Keputusan Presiden Nomor 26 Tahun 1989 tentang Pengesahan Convention Concerning
the Protection of the World Cultural and Natura Heritage (Lembaran Negara Tahun 1989
Nomor 17);
l. Keputusan Presiden Nomor 48 Tahun 1991 tentang Pengesahan Convention on
Wetlands of International Importance Especially as Waterfowl Habitat (Lembaran Negara
Tahun 1991 Nomor 73);
Ketentuan-ketentuan dalam undang-undang yang telah berlaku dan konvensi-konvensi
yang telah disahkan tersebut sejalan dengan isi United Nations Convention on Biological
Diversity. Dengan demikian, pengesahan Konvensi ini tidak bertentangan dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia.
B. Latar Belakang Lahirnya Konvensi
Konvensi Keanekaragaman Hayati yang selanjutnya disebut Konvesi, dalam bahasa
aslinya bernama United Nations Convention on Biological Diversity. Konvensi ini telah
ditandatangani oleh 157 kepala negara dan/atau kepala pemerintahan atau wakil negara
pada waktu naskah Konvensi ini diresmikan di Rio de Janeiro, Brazil.
Penandatanganan ini terlaksana selama penyelenggaraan United Nations Conference on
Environment and Development (UNCED), pada tanggal 3 sampai dengan 14 Juni 1992.
Indonesia merupakan negara kedelapan yang menandatangani Konvensi di Rio de
Janeiro, Brazil, pada tanggal 5 Juni 1992.
Tanggal inilah yang tercantum pada naskah Konvensi sebagai tanggal peresmiannya.
Naskah akhir Konvensi terbentuk setelah melalui beberapa tahap perundingan yang
dilakukan di berbagai tempat dengan melibatkan berbagai kelompok kepakaran.
Konferensi di Rio de Janeiro, Brazil, yang sebelumnya didahului oleh tiga pertemuan
kepakaran teknis dan tujuh sidang, diselenggarakan antara Nopember 1988 sampai
dengan Mei 1992. Pertemuan dan sidang tersebut selalu dihadiri oleh delegasi
Indonesia.
Sebagai tindak lanjut keputusan Governing Council No. 14/17 tanggal 17 Juni 1987,
dibentuk Ad Hoc Working Group of Experts on Biological Diversity, yang kemudian
diselenggarakan tiga sidang dalam masa antara Nopember 1988 hingga Juli 1990.
Berdasarkan laporan akhir Ad Hoc Working Group Experts, Governing Council, dengan
keputusan No. 15/34 tanggal 25 Mei 1989, membentuk Ad Hoc Working Group of Legal
and Technical Experts. Ad Hoc Working Group ini mempunyai kewenangan
merundingkan perangkat hukum internasional untuk pelestarian dan pemanfaatan
berkelanjutan keanekaragaman hayati. Ad Hoc Working Group ini menyelenggarakan
sidang-sidang sebagai berikut:
a. First Session Ad Hoc Working Group of Legal and Technical Experts on Biological
Diversity di Nairobi, Kenya, pada tanggal 19 sampai dengan 24 Nopember 1990;
b. Second Session Ad Hoc Working Group of Legal and Technical Experts on Biological
Diversity di Nairobi, Kenya, pada tanggal 25 Pebruari sampai dengan 6 Maret 1991;
c. Third Session of Intergovernmental Negotiating COmmitee for a Convention on
Biological Diversity (INC-CBD) di Madrid, Spanyol, pada tanggal 24 Juni sampai
dengan 3 Juli 1991. Dalam sidang ini disajikan dan dibahas konsep (draft) Konvensi
Keanekaragaman Hayati;
d. Fourth Session INC-CBD di Nairobi, Kenya, pada tanggal 23 September sampai
dengan 2 Oktober 1991;
e. Fifth Session of INC-CBD di Geneva, Swiss, pada tanggal 25 Nopember sampai
dengan 4 Desember 1991;
f. Sixth Session of INC-CBD di Nairobi, Kenya, pada tanggal 6 sampai dengan 15
Pebruari 1992;
g. Sidang terakhir diadakan di Nairobi, Kenya, pada tanggal 11 sampai dengan 22 Mei
1992. Pada sidang terakhir ini disusun Nairobi Final Act of the Conference for the
Adoption of the Agreed Text of the Convention on Biological Diversity. Semua negara
diundang untuk berpartisipasi dalam pertemuan pengesahan teks Konvensi yang
telah disetujui. Selain negara-negara ini, ikut hadir pula Masyarakat Ekonomi Eropa
dan beberapa badan dalam Perserikatan Bangsa-Bangsa dan Lembaga Swadaya
Masyarakat internasional sebagai peninjau.
Sesudah pengesahan ini dikeluarkan empat Resolutions Adopted by the Conference for
the Adoption of the Agreed Text of the Convention on Biological Diversity. Semuanya
disahkan pada tanggal 22 Mei 1992.
Keempat resolusi tersebut ialah:
a. Interim Financial Agreement;
b. International Cooperation for the Conservation of Biological Diversity and the
Sustainable Use of Its Components Pending the Entry into Force of the Convention
on Biological Diversity;
c. The Interrelationship between the Convention on Biological Diversity and the
Promotion of Sustainable Agriculture;
d. Tribute to the Government of the Republic of Kenya.
Selain itu, dikeluarkan juga Declaration Made at the Time of Adoption of the Agreed Text
of the Convention on Biological Diversity, yang di antaranya berisi saran, keberatan, usul
perubahan, dan penyempurnaan.
C. Naskah Konvensi
Naskah Konvensi terdiri atas:
a. Batang Tubuh yang berisi pembukaan dan 42 pasal, yaitu:
1. Tujuan;
2. Pengertian;
3. Prinsip;
4. Lingkup Kedaulatan;
5. Kerja Sama Internasional;
6. Tindakan Umum bagi Konservasi dan Pemanfaatan secara Berkelanjutan;
7. Identifikasi dan Pemantauan;
8. Konservasi In-situ;
9. Konservasi Ex-situ;
10. Pemanfaatan secara Berkelanjutan Komponen-komponen Keanekaragaman
Hayati;
11. Tindakan Insentif;
12. Penelitian dan Pelatihan;
13. Pendidikan dan Kesadaran Masyarakat;
14. Pengkajian Dampak dan Pengurangan Dampak yang Merugikan;
15. Akses pada Sumber Daya Genetik;
16. Akses pada Teknologi dan Alih Teknologi;
17. Pertukaran Informasi;
18. Kerja Sama Teknis dan Ilmiah;
19. Penanganan Bioteknologi dan Pembagian Keuntungan;
20. Sumber Dana;
21. Mekanisme Pendanaan;
22. Hubungan dengan Konvensi Internasional yang lain;
23. Konferensi Para Pihak;
24. Sekretariat;
25. Badan Pendukung untuk Nasehat-nasehat Ilmiah, Teknis dan Teknologis;
26. Laporan;
27. Penyelesaian Sengketa;
28. Pengesahan Protokol;
29. Amandemen Konvensi atau Protokol;
30. Pengesahan dan Lampiran Amandemen;
31. hak Suara;
32. Hubungan antara Konvensi dan Protokolnya;
33. Penandatanganan;
34. Ratifikasi, Penerimaan atau Persetujuan;
35. Aksesi;
36. Hal Berlakunya;
37. Keberatan-keberatan (Reservasi);
38. Penarikan diri;
39. Pengaturan Pendanaan Interim;
40. Pengaturan Sekretariat Interim;
41. Depositari;
42. Teks Asli.
b. Lampiran
Lampiran I : Indentifikasi dan Pemantauan (Identification and Monitoring);
Lampiran II :
Bagian 1. Arbitrase (Arbitration) dan
Bagian 2. Konsiliasi (Concilitiation)
Uraian secara lengkap naskah konvensi tersebut di atas dapat dilihat pada salinan
naskah asli Konvensi dalam bahasa Inggeris dan terjemahannya dalam bahasa
Indonesia terlampir.
D. Manfaat Konvensi
Dengan meratifikasi Konvensi, Indonesia akan memperoleh manfaat berupa:
1. Penilaian dan pengakuan dari masyarakat internasional bahwa Indonesia peduli
terhadap masalah lingkungan hidup dunia, yang menyangkut bidang
keanekaragaman hayati, dan ikut bertanggung jawab menyelamatkan kelangsungan
hidup manusia pada umumnya dan bangsa Indonesia pada khususnya;
2. Penguasaan dan pengendalian dalam mengatur akses terhadap alih teknologi,
berdasarkan asas perlakuan dan pembagian keuntungan yang adil dan tidak
bertentangan dengan peraturan perundang-undangan nasional;
3. Peningkatan kemampuan pemanfaatan dan pengembangan teknologi yang
diperlukan untuk memanfaatkan secara lestari dan meningkatkan nilai tambah
keanekaragaman hayati Indonesia dengan mengembangkan sumber daya genetik;
4. Peningkatan pengetahuan yang berkenaan dengan keanekaragaman hayati
Indonesia sehingga dalam pemanfaatannya Indonesia benar-benar menerapkan
Asas Ilmu Pengetahuan dan Teknologi seperti yang diamanatkan dalam GBHN
1993;
5. Jaminan bahwa pemerintah Indonesia dapat menggalang kerja sama di bidang
teknik ilmiah baik antar sektor pemerintah maupun dengan sektor swasta, di dalam
dan di luar negeri, memadukan sejauh mungkin pelestarian dan pemanfaatan
keanekaragaman hayati ke dalam rencana, program, dan kebijakan baik secara
sektoral maupun lintas sektoral;
6. Pengembangan dan penanganan bioteknologi sehingga Indonesia tidak dijadikan
ajang uji coba pelepasan organisme yang telah direkayasa secara bioteknologi oleh
negara-negara lain;
7. Pengembangan sumber dana untuk penelitian dan pengembangan keanekaragaman
hayati Indonesia;
8. Pengembangan kerja sama internasional untuk peningkatan kemampuan dalam
konservasi dan pemanfaatan keanekaragaman hayati, meliputi:
a. Penetapan dan pemanfaatan keanekaragaman hayati baik in-situ maupun ex-
situ;
b. Pengembangan pola-pola insentif baik secara sosial budaya maupun ekonomi
untuk upaya perlindungan dan pemanfaatan secara lestari;
c. Pertukaran informasi;
d. Pengembangan pendidikan, pelatihan, penyuluhan, dan peningkatan peran serta
masyarakat.
Dengan meratifikasi konvensi itu, kita tidak akan kehilangan kedaulatan atas sumber daya
alam keanekaragaman hayati yang kita miliki karena Konvensi ini tetap mengakui bahwa
negara-negara, sesuai dengan Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa dan prinsip hukum
internasional, mempunyai hak berdaulat untuk memanfaatkan sumber daya alam
keanekaragaman hayati secara berkelanjutan sejalan dengan keadaan lingkungan serta
sesuai dengan kebijakan pembangunan dan tanggung jawab masing-masing sehingga tidak
merusak lingkungan.

PASAL DEMI PASAL


Pasal 1
Apabila terjadi perbedaan penafsiran terjemahannya dalam bahasa Indonesia, maka
dipergunakan salinan naskah aslinya dalam bahasa Inggeris.
Pasal 2
Cukup jelas
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3556
SALINAN NASKAH ASLI
UNITED NATIONS CONVENTION ON BIOLOGICAL DIVERSITY
UNITED NATIONS CONVENTION ON BIOLOGICAL DIVERSITY
Preamble
The Contracting Parties,
Conscious of the intrinsic value of biological diversity and of the ecological, genetic, social,
economic, scientific, educational, cultural, recreational and aesthetic values of biological diversity
and its components,
Conscious also of the importance of biological diversity for evolution and for maintaining life
sustaining systems of the biosphere,
Affirming that the conservation of biological diversity is a common concern of humankind,
Reaffirming that States have sovereign rights over their own biological resources,
Reaffirming also that States are responsible for conserving their biological diversity and for using
their biological resources in a sustainable manner,
Concerned that biological diversity is being significantly reduced by certain human activities,
Aware of the general lack of information and knowledge regarding biological diversity and of the
urgent need to develop scientific, technical and institutional capacities to provide the basic
understanding upon which to plan and implement appropriate measures,
Noting that it is vital to anticipate, prevent and attack the causes of significant reduction or loss of
biological diversity at source,
Noting also that where there is a threat of significant reduction or loss of biological diversity, lack
of full scientific certainty should not be used as a reason for postponing measures to avoid or
minimize such a threat,
Noting further that the fundamental requirement for the conservation of biological diversity is the
in-situ conservation of ecosystems and natural habitats and the maintenance and recovery of
viable populations of species in their natural surroundings,
Noting further that ex-situ measures, preferably in the country of origin, also have an important
role to play,
Recognizing the close and traditional dependence of many indigenous and local communities
embodying traditional lifestyles on biological resources, and the desirability of sharing equitably
benefits arising from the use of traditional knowledge, innovations and practices relevant to the
conservation of biological diversity and the sustainable use of its components,
Recognizing also the vital role that women play in the conservation and sustainable use of
biological diversity and affirming the need for the full participation of women at all levels of policy-
making and implementation for biological diversity conservation,
Stressing the importance of, and the need to promote, international, regional and global
cooperation among States and intergovernmental organizations and the non-governmental sector
for the conservation of biological diversity and the sustainable use of its components,
Acknowledging that the provision of new and additional financial resources and appropriate
access to relevant technologies can be expected to make a substantial difference in the world's
ability to address the loss of biological diversity,
Acknowledging further that special provision is required to meet the needs of developing
countries, including the provision of new and additional financial resources and appropriate
access to relevant technologies,
Noting in this regard the special conditions of the least developed countries and small island
States,
Acknowledging that substantial investments are required to conserve biological diversity and that
there is the expectation of a broad range of environmental, economic and social benefits from
those instruments,
Recognizing that economic and social development and poverty eradication are the first and
overriding priorities of developing countries,
Aware that conservation and sustainable use of biological diversity is of critical importance for
meeting the food, health and other needs of the growing world population, for which purpose
access to and sharing of both genetic resources and technologies are essential,
Noting that, ultimately, the conservation and sustainable use of biological diversity will strengthen
friendly relations among States and contribute to peace for humankind,
Desiring to enhance and complement existing international arrangements for the conservation of
biological diversity and sustainable use of its components, and
Determined to conserve and sustainable use biological diversity for the benefit of present and
future generations,
Have agreed as follows:
Article 1.

Objectives
The objectives of this Convention, to be pursued in accordance with its relevant provisions, are
the conservation of biological diversity, the sustainable use of its components and the fair and
equitable sharing of the benefits arising out of the utilization of genetic resources, including by
appropriate access to genetic resources and by appropriate transfer of relevant technologies,
taking into account all rights over those resources and to technologies, and by appropriate
funding.
Article 2.

Use of Terms
For the purposes of this Convention:
"Biological diversity" means the variability among living organisms from all sources including, inter
alia, terrestrial, marine and other aquatic ecosystems and the ecological complexes of which they
are part; this includes diversity within species, between species and ecosystems.
"Biological resources" includes genetic resources, organisms or parts thereof, populations, or any
other biotic component of the ecosystems with actual or potential use or value for humanity.
"Biotechnology" means any technological application that uses biological systems, living
organisms, or derivatives thereof; to make or modify products or processes for specific use.
"Country of origin of genetic resources" means the country which possesses those genetic
resources in in-situ conditions.
"Country providing genetic resources" means the country supplying genetic resources collected
from in-situ sources, including populations of both wild and domesticated species, or taken from
ex-situ sources, which may or may not have originated in that country.
"Domesticated or cultivated species" means species in which the evolutionary process has been
influenced by humans to meet their needs.
"Ecosystem" means a dynamic complex of plant, animal, and microorganism communities and
their non-living environment interacting as a functional unit.
"Ex-situ conservation" means the conservation of components of biological diversity outside their
natural habitats.
"Genetic material" means any material of plant, animal, microbial or other origin containing
functional units of heredity.
"Genetic resources" means genetic material of actual or potential value.
"Habitat" means the place or type of site where an organism or population naturally occurs.
"In-situ conditions" means conditions where genetic resources exist within ecosystems and
natural habitats, and, in the case of domesticated or cultivated species, in the surroundings where
they have developed their distinctive properties.
"In-situ conservation" means the conservation of ecosystems and natural habitats and the
maintenance and recovery of viable population of species in their natural surroundings and, in the
case of domesticated or cultivated species, in the surroundings where they have developed their
distinctive properties.
"Protected area" means a geographically defined area which is designated or regulated and
managed to achieve specific conservation objectives.
"Regional economic integration organization" means an organization constituted by sovereign
States of a given region, to which its member States have transferred competence in respect of
matters governed by this Convention and which has been duly authorized, in accordance with its
internal procedures, to sign, ratify, accept, approve or accede to it.
"Sustainable use" means the use of components of biological diversity in a way and at a rate that
does not lead to the long-term decline of biological diversity, thereby maintaining its potential to
meet the needs and aspirations of present and future generations.
"Technology" includes biotechnology.

Article 3.

Principle
State have, in accordance with the Charter of the United Nations and the principles of
international law, the sovereign right to exploit their own resources pursuant to their own
environmental policies, and the responsibility to ensure that activities within their jurisdiction or
control do not cause damage to the environment of other States or of areas beyond the limits of
national jurisdiction.

Article 4.

Jurisdictional Scope
Subject to the rights of other States, and expect as otherwise expressly provided in this
Convention, the provisions of this Convention apply, in relation to each Contracting Party:
a. In the case of components of biological diversity, in areas within the limits of its national
jurisdiction; and
b. In the case of processes and activities, regardless of where their effects occur, carried out
under its jurisdiction or control, within the area of its national jurisdiction or beyond the limits
of national jurisdiction.

Article 5.

Cooperation
Each Contracting Party shall, as far as possible and as appropriate, cooperate with other
Contracting Parties, directly or, where appropriate, through competent international organizations,
in respect of areas beyond national jurisdiction and on other matters of mutual interest, for the
conservation and sustainable use of biological diversity.
Article 6.

General Measures for Conservation and Sustainable Use


Each Contracting Party shall, in accordance with its particular conditions and capabilities:
a. Develop national strategies, plans or programmes for the conservation and sustainable use
of biological diversity or adapt for this purpose existing strategies, plans or programmers
which shall reflect, inter alia, the measures set out in this Convention relevant to the
Contracting Party concerned; and
b. Integrate, as far as possible and as appropriate, the conservation and sustainable use of
biological diversity into relevant sectoral or cross-sectoral plans, programmes and policies.
Article 7.

Identification and Monitoring


Each Contracting Party shall, as far as possible and as appropriate, in particular for the purposes
of Articles 8 to 10:
a. Identify components of biological diversity important for its conservation and sustainable use
having regard to the indicative list of categories set down in Annex I;
b. Monitor, through sampling and other techniques, the components of biological diversity.
Identified pursuant to subparagraph (a) above, paying particular attention to those requiring
urgent conservation measures and those which offer the greatest potential for sustainable
use;
c. Identify processes and categories of activities which have or are likely to have significant
adverse impacts on the conservation and sustainable use of biological diversity, and monitor
their effects through sampling and other technique; and
d. Maintain and organize, by any mechanism data, derived from identification and monitoring
activities pursuant to subparagraph (a), (b), and (c) above.

Article 8.

In-situ Conservation
Each Contracting Party shall, as far as possible and as appropriate:
a. Establish a system of protected areas or areas where special measures need to be taken to
conserve biological diversity;
b. Develop, where necessary, guidelines for the selection, establishment and management of
protected areas or areas where special measures need to be taken to conserve biological
diversity;
c. Regulate or manage biological resources important for the conservation of biological diversity
whether within or outside protected areas, with a view to ensuring their conservation and
sustainable use;
d. Promote the protection of ecosystems, natural habitats and the maintenance of viable
populations of species in natural surroundings;
e. Promote environmentally sound and sustainable development in areas adjacent to protected
areas with a view to furthering protection of these areas;
f. Rehabilitate and restore degrade ecosystems and promote the recovery of threatened
species, inter alia, through the development and implementation of plans or other
management strategies;
g. Establish or maintain means to regulate, manage or control the risks associated with the use
and release of living modified organism resulting from biotechnology which are likely to have
adverse environmental impacts that could affect the conservation and sustainable use of
biological diversity, taking also into account the risks to human health;
h. Prevent the introduction of control or eradicate those alien species which threaten
ecosystems, habitats or species;
i. Endeavour to provide the conditions needed for compatibility between present uses and the
conservation of biological diversity and the sustainable use of its components;
j. Subject to its national legislation, respect, preserve and maintain knowledge, innovations and
practices of indigenous and local communities embodying traditional lifestyles relevant for the
conservation and sustainable use of biological diversity and promote their wider application
with the approval and involvement of the holders of such knowledge, innovations and
practices and encourage the equitable sharing of the benefits arising from the utilization of
such knowledge, innovations and practices;
k. Develop or maintain necessary legislation and/or other regulatory provisions for the
protections of threatened species and populations;
l. Where a significant adverse effect on biological diversity has been determined pursuant to
Article 7, regulate or manage the relevant processes and categories of activities; and
m. Cooperate in providing financial and other support for in-situ conservation outlined in
subparagraph (a) to (l) above, particularly to developing countries

Article 9.
Ex-situ Conservation
Each Contracting Party shall, as far as possible and as appropriate, and predominantly for the
purpose of complementing in-situ measures:
a. Adopt measures for the ex-situ conservation of component of biological diversity, preferably
in the country of origin of such components;
b. Establish and maintain facilities for ex-situ conservation of and research on plants, animal
and micro-organisms, preferably in the country of origin of genetic resources;
c. Adopt measures for the recovery and rehabilitation of threatened species and for their
reintroduction into their natural habitats under appropriate conditions;
d. Regulate and manage collection of biological resources from natural habitats for ex-situ
conservation purposes so as not to threaten ecosystems and in-situ populations of species,
expect where special temporary ex-situ measures are required under subparagraph (c)
above, and
e. Cooperate in providing financial and other support for ex-situ conservation outlined in
subparagraph (a) to (d) above and in the establishment and maintenance of ex-situ
conservation facilities in developing countries.

Article 10.

Sustainable Use of Components of Biological Diversity


Each Contracting Party shall, as far as possible and as appropriate:
a. Integrate consideration of the conservation and sustainable use of biological resources into
national decision-making;
b. Adopt measures relating to the use of biological resources to avoid or minimize adverse
impacts on biological diversity;
c. Protect and encourage customary use of biological resources in accordance with traditional
cultural practices that are compatible with conservation or sustainable use requirements;
d. Support local populations to develop and implement remedial action in degraded areas where
biological diversity has been reduced; and
e. Encourage cooperation between is governmental authorities and its private sector in
developing methods for sustainable use of biological resources.

Article 11.

Incentive Measures
Each Contracting Party shall, as far as possible and as appropriate, adopt economically and
socially sound measures that act as incentives for the conservation and sustainable use of
components of biological diversity.

Article 12.

Research and Training


The Contracting Parties, taking into account the special needs of developing countries, shall:
a. Establish and maintain programmers for scientific and technical education and training in
measures for the identification, conservation and sustainable use of biological diversity and
its components and provide support for such education and training for the specific needs of
developing countries;
b. Promote and encourage research which contributes to the conservation and sustainable use
of biological diversity, particularly in developing countries, inter alia, in accordance with
decisions of the Conference of the Parties take in consequent of recommendations of the
Subsidiary Body on Scientific, Technical and Technological Advice; and
c. In keeping with the provisions of Articles 16, 18 and 20, promote and cooperate in the use of
scientific advances in biological diversity research in developing methods for conservation
and sustainable use of biological resources.

Article 13.

Public Education and Awareness


The Contracting Parties shall:
1. Promote and encourage understanding of the importance of, and the measures required for,
the conservation of biological diversity, as well as its propagation through media, and the
inclusion of these topics in educational programmes; and
2. Cooperate, as appropriate, with other States and international organizations in developing
educational and public awareness programmes, with respect to conservation and sustainable
use of biological diversity.
Article 14.

Impact Assessment and Minimizing Adverse Impacts


1. Each Contracting Party, as far as possible and as appropriate, shall:
a. Introduce appropriate procedures requiring environmental impact assessment of its proposed
that are likely to have significant adverse effects on biological diversity with a view to avoiding
or minimizing such effects and, where appropriate, allow for public participation in such
procedures;
b. Introduce appropriate arrangements to ensure that the environmental consequences of its
programmes and policies that are likely to have significant adverse impacts on biological
diversity are dully taken into account;
c. Promote, on the basis of reciprocity, notification, exchange of information and consultation on
activities under their jurisdiction or control which are likely to significantly affect adversely the
biological diversity of other States or areas beyond the limits of national jurisdiction, by
encouraging the conclusion of bilateral, regional or multilateral arrangements, as appropriate;
d. In the case of imminent or grave danger or damage, originating under its jurisdiction or
control, to biological diversity within the are under jurisdiction, notify immediately the
potentially affected States of such danger or damage, as well as initiate action to prevent or
minimize such danger or damage; and
e. Promote national arrangements for emergency responses to activities or events, whether
caused naturally or otherwise, which preset a grave and imminent danger to biological
diversity and encourage international cooperation to supplement such national efforts and,
where appropriate and agreed by the States or regional economic integration organizations
concerned, to establish joint contingency plants.
2. The Conference of the Parties shall examine, on the basis of studies to be carried out, the
issue of liability and redress, including restoration and compensation, for damage to
biological diversity, except where such liability is a purely internal matter.

Article 15.

Access to Genetic Resources


1. Recognizing the sovereign rights of States over their natural resources, the authority to
determine access to genetic resources rests with the national governments and is subject to
national legislation.
2. Each Contracting Party shall endeavour to create conditions to facilities access to genetic
resources for environmentally sound uses by other Contracting Parties and not to impose
restrictions that run counter to the objectives of this Convention.
3. For the purpose of this Convention, the genetic resources being provided by a Contracting
Party, as referred to in this Articles 16 and 19, are only those that are provided by Contracting
Parties that are countries of origin of such resources or by the Parties that have acquired the
genetic resources in accordance with this Convention.
4. Access, where granted, shall be on mutually agreed terms and subject to the provisions of
this Article.
5. Access to genetic resources shall be subject to prior informed consent of the Contracting
Party providing such resources, unless otherwise determined by that Party.
6. Each Contracting Party shall endeavour to develop and carry out scientific research based on
genetic resources provided by other Contracting Parties with the full participation of, and
where possible in, such Contracting Parties.
7. Each Contracting Party shall take legislative, administrative or policy measures, as
appropriate, and in accordance with Article 16 and 19 and, where necessary, through the
financial mechanism established by Article 20 and 21 with the aim of sharing in a fair and
equitable way the results of research and development and the benefits arising from the
commercial and other utilization of genetic resources with the Contracting Party providing
such resources. Such sharing shall be upon mutually agreed terms.
Article 16.

Access to and Transfer of Technology


1. Each Contracting Party, recognizing that technology includes biotechnology, and that both
access to and transfer of technology among Contracting Parties are essential elements for
the attainment of the objectives of this Convention, undertakes subject to the provisions of
this Article to provide and/or facilitate access for and transfer to other Contracting Parties of
technologies that are relevant to the conservation and sustainable use of biological diversity
or make use of genetic resources and do not cause significant damage to the environment.
2. Access to and transfer of technology referred to on paragraph 1 above to developing
countries shall be provided and/or facilitated under fair and most favourable terms, including
on concessional and preferential terms where mutually agreed, and, where necessary, in
accordance with the financial mechanism established by Articles 20 and 21. In the case of
technology subject to patents and other intellectual property rights, such access and transfer
shall be provided on terms which recognize and are consistent with the adequate and
effective protection of intellectual property rights. The application of this paragraph shall be
consistent with paragraphs 3, 4 and 5 below.
3. Each Contracting Party shall take legislative, administrative or policy measures, as
appropriate, with the aim that Contracting Parties, in particular those that are developing
countries, which provide genetic resources are provided access to and transfer of technology
which makes use of those resources, on mutually agreed terms, including technology
protected by patents and other intellectual property rights, where necessary, through the
provisions of Articles 20 and 21 and in accordance with international law and consistent with
paragraphs 4 and 5 below.
4. Each Contraction Party shall take legislative, administrative or policy measures, as
appropriate, with the aim that the private sector facilitates access to, joint development and
transfer of technology referred to in paragraph 1 above for the benefit of both governmental
institutions and the private sector of developing countries and in this regard shall abide by the
obligations included in paragraphs 1, 2 and 3 above.
5. The Contracting Parties, recognizing that patents and other intellectual property rights may
have an influence on the implementation of this Convention, shall cooperate in this regard
subject to national legislation and international law in order to ensure that such rights are
supportive of and do not run counter to its objectives.

Article 17.

Exchange Information
1. The Contracting Parties shall facilitate the exchange of information, from all publicy available
sources, relevant to the conservation and sustainable use of biological diversity, taking into
account the special needs of developing countries.
2. Such exchange of information shall include exchanger of results of technical, scientific and
socio-economic research, as well as information on training and surveying programmes,
specialized knowledge, indigenous and traditional knowledge as such and in combination
with the technologies referred to in Article 16, paragraph 1. It shall also, where feasible,
include repatriation of information.

Article 18.

Technical and Scientific Cooperation


1. The Contracting Parties shall promote international technical and scientific cooperation in the
field of conservation and sustainable use of biological diversity, where necessary, through
the appropriate international and national institutions.
2. Each Contracting Party shall promote technical and scientific cooperation with other
Contracting Parties, in particular developing countries, in implementing this Convention, inter
alia, through the development and implementation of national policies. In promoting such
cooperation, special attention should be given to the development and strengthening of
national capabilities, by means of human resources development and institution building.
3. The Conference of the Parties, at its first meeting, shall determine how to establish a
clearing-house mechanism to promote and facilitate technical and scientific cooperation.
4. The Contracting Parties shall, in accordance with national legislation and policies, encourage
and develop methods of cooperation for the development and use of technologies, including
indigenous and traditional technologies, in pursuance of the objectives of this Convention.
For this purpose, the Contracting Parties shall also promote cooperation in the training of
personnel and exchange of experts.
5. The Contracting Parties shall, subject to mutual agreement, promote the establishment of
joint research programmes and joint ventures for the development of technologies relevant to
the objectives of this Conversion.
Article 19.

Handling of Biotechnology and Distribution of Its Benefits


1. Each Contracting Party shall take legislative, administrative or policy measures, as
appropriate, to provide for the effective participation in biotechnological research activities by
those Contracting Parties, especially developing countries, which provide the genetic
resources for such research, and where feasible in such Contracting Parties.
2. Each Contracting Party shall take all practicable measures to promote and advance priority
access on a fair and equitable basis by Contracting Parties, especially developing countries,
to the result and benefits arising from biotechnologies based upon genetic resources
provided by those Contracting Parties. Such access shall be on mutually agreed terms.
3. The Parties shall consider the need for and modalities of a protocol setting out appropriate
procedures, including, in particular, advance informed agreement, in the field of the safe
transfer, handling and use of any living modified organism resulting from biotechnology that
may have adverse effect on the conservation and sustainable use of biological diversity.
4. Each Contracting Party shall, directly or by requiring any natural or legal person under its
jurisdiction providing the organisms referred to in paragraph 3 above, provide any available
information about the use and safety regulations required by that Contracting Party in
handling such organisms, as well as any available information on the potential adverse
impact of the specific organisms concerned to the Contracting Party into which those
organisms are to be introduced.

Article 20.

Financial Resources
1. Each Contracting Party undertakes to provide, in accordance with its capabilities, financial
support and incentives in respect of those national activities which are intended to achieve
the objectives of this Convention, in accordance with its national plans, priorities and
programmes.
2. The develop country Parties shall provide new and additional financial resources to enable
developing country Parties to meet the agreed full incremental costs to them of implementing
measures which fulfil the obligations of this Convention and to benefit from its provisions and
which costs are agreed between a developing country Party and the institutional structure
referred to in Article 21, in accordance with policy, strategy, programme priorities and
elgibility criteria and an indicative list of incremental costs established by the Conference of
the Parties. Other Parties, including countries undergoing the process of transition to a
market economy, may voluntarily assume the obligations of the developed country Parties.
For the purpose of this Article, the Conference of the Parties, shall at its first meeting
establish a list of developed country Parties and other Parties which voluntarily assume the
bligations of the developed country Parties. The Conference of the Prties shall periodically
review and if necessary amend the list. COntributions from other countries and sources on a
voluntary basis would also be encouraged. The implementation of these commitments shall
take into account the need for adequacy, predictability and timely flow of funds and the
importance of burden-sharing among the contributing Parties included in the list.
3. The developed country Parties may also provide, and developing country Parties avail
themselves of, financial resources related to the implementation of this Convention through
bilateral, regional and other multilateral channels.
4. The extent to which developing country Parties will effectively implement their commitments
under this Convention will depend on the effective implementation by developed country
Parties of their commitments under this Convention related to financial resources and transfer
of technology and will take fully into account the fact that economic and social development
and eradication of poverty are the first and overriding priorities of the developing country
Parties.
5. The Parties shall take full account of the specific needs and special situation of least
developed countries in their actions with regard to funding and transfer of technology.
6. The Contracting Parties shall also take into consideration the special conditions resulting
from the dependence on, distribution and location of, biological diversity within developing
country Parties, in particular small island States.
7. Consideration shall also be given to the special situation of developing countries, including
those that are most environmentally vulnerable, such as those with arid and semi-arid zones,
coastal and mountainous areas.

Article 21.

Financial Mechanism
1. There shall be amechanism for the provision of financial resources to developing country
Parties for purposes of this Convention on a grant or concessional basic the essential
elements of which ara described in this article. The mechanism shall function under the
authority and guidance of, and be accountable to, the Conference of the Parties for purposes
of this Convention. The operations of the mechanism shall be carried out by such institutional
structure as may be decided upon by the Conference of the Parties at its first meeting. For
purposes of this Convention, the Conference of the Parties shall determine the policy,
strategy, programme priorities and eligibility criteria relating to the access to and utilization of
such resources. The contributions shall be such as to take into account the need for
predictability, adequacy and timely flow of funds refered to in Article 20 in accordance with
the ammount of resources needed to be decided periodically by the Conference of the
Parties and the importance of burden-sharing among the contributing Parties included in the
list referred to in Article 20, paragraph 2. Voluntary contribution may also be made by the
developed country Parties and by other countries and sources. The mechanism shall operate
within a democrate and transparent system of governance.
2. Pursuant to the objectives of this Convention, the Conference of the Parties shall at its first
meeting determine the policy, strategy and programme priorities, as well as detailed criteria
and guidelines for eligibility for access to and utilization of the financial resources including
monitoring and evaluation on a regular basis of such utilizaton. The Conference of the Parties
shall decide on the arrangements to give effect to paragraph 1 above after consultation with
the institutional structure entrusted with the operation of the financial mechanism.
3. The Conference of the Parties shall review the effectiveness of the mechanism established
under this Article, including the criteria and guidelines referred to in paragraph 2 above, not
less than two years after the entry into force of this Convention and thereafter on a regular
basis. Based on such review, it shall take appropriate action to improve the effectiveness of
the mechanism if necessary.
4. The Contracting Parties shall consider strengthening existing financial institution to provide
financial resources for the conservation and sustainable use of biological diversity.

Article 22.

Relationship with Oher International Conventions


1. The provisions of this Convention shall not affect the rights and obligations of any Contracting
Party deriving from any existing international agreement, except where the exercise of those
rights and obligations would cause a serious damage or threat to biological diversity.
2. Contracting Parties shall implement this Convension with respect to the marine environment
consistently with the rights and obligations of States under the law of the sea.

Article 23.

Conference of the Parties


1. A Conference of the Parties is hereby established. The first meeting of the Conference of the
Parties shall be convened by the Executive Director of the United Nations Environment
Programme not later than one year after the entry into force of this Convention. Thereafter,
ordinary meetings of the Conference of the Parties shall be held at regular intervals to be
determined by the Conference at its first meeting.
2. Extraordinary meetings of the Conference of the Parties shall be held at such other times as
many be deemed necessary by the Conference, or at the written rwquest of any Party,
provided that, within six months of the request being communicated to them by the
Secretariat, it is supported by at least one third of the Parties.
3. The Conference of the Parties shall by consensus agree upon and adopt rules of procedure
for itself and for any subsidiary body it may establish, as well as financial rules governing the
funding of the Secretariat. At each ordinary meeting, it shall adopt a budget for the financial
period until the next ordinary meeting.
4. The Conference of the Parties shall keep under review the implementation of this
Convention, and, for this purpose, shall:
a. Establish the form and the intervals for transmitting the information to be submitted in
accordance with Article 26 and consider such information as well as reports submitted by
any subsidiary body;
b. Review scientific, technical and technological advice on biological diversity provided in
accordance with Article 25.
c. Consider and adopt, as required, protocols in accordance with Article 28;
d. Consider and adopt, as required, in accordance with Articles 29 and 30, amendments to
this Convention and its annexes;
e. Consider amendments to any protocol, as well as to any annexes thereto, and, if so
decided, recommend their adoption to the parties to the protocol concerned;
f. Consider and adopt, as required, in accordance with Article 30, additional annexes to this
Convention;
g. Establish such subsidiary bodies, particularly to provide scientific and technical advice, as
are deemed necessary for the implementation of this Convention;
h. Contact, through the Secretariat, the executive bodies of conventions dealing with
matters coverd by this Convention with a view to establishing appropriate forms of
cooperation with them; and
i. Consider and undertake any additional action that may be required for the achievement
of the purposes of this Convention in the light of experience gained in its operation.
5. The United Nations, its specialized agencies and the International Atomic Energy, as well as
any State not Party to this Convention, may be represented as observers at meeting of the
Conference of the Parties. Any other body or agency, wheter governmental or non-
governmental, qualified in fields relating to conservation and sustainable use of biological
diversity, which has informed the Secretariat of its wish to be represented as an observer ay
a meeting of the Conference of the Parties, may be admitted unless at least one third of the
Parties present object. The admission and participation of obeservers shall be subject to the
rules of procedure adopted by the Conference of the Parties.

Article 24.

Secretariat
1. A secretariat is hereby establised. Its function shall be:
a. To arrange for and service meetings of the Conference of the Parties provided for in
Article 23;
b. To perform the functions assigned to it by any protocol;
c. To prepare reports on the execution of its functions under this Convention and present
them to the Conference of the Parties;
d. To coordinate with other relevant international bodies and, in particular to enter into such
administrative and contractual arrangements as may be required for the effective
discharge of its functions; and
e. To perform such other functions as may be determined by the Conference of the Parties.
2. At its first ordinary meeting, the Conference of the Parties shall designate the secretariat from
amongst those existing competent international organizations which have signified their
willingness to carry out the secretariat functions under this Convention.

Article 25.

Subsidiary Body on Scientific, Technical and Technological Advice


1. A subsidiary body for the provision of scientific, technical and technological advise is hereby
established to provide the COnference of the Parties and, as appropriate, its other subsidiary
bodies with timely advice relating to the implementation of this Convention. This body shall be
open to participation by all Parties and shall be multidisciplinary. It shall comprise government
representatives competent in the relevant field of expertise. It shall report regularly to the
Conference of the Parties on all aspects of its work.
2. Under the authority of and in accordance with guidelines laid down by the Conference of the
Parties, and upon its request, this body shall:
a. Provide scientific and technical assessments of the status of biological diversity;
b. Prepare scientific and technical assessments of the effects of types of measures taken in
accordance with the provisions of this Convention;
c. Identify innovative, efficient and state-of-the-art technologies and know-how relating to
the conservation and sustainable use of biological diversity and advise on the ways and
means of promoting development and/or transfering such technologies;
d. Provide advice on scientific programmes and international cooperation in research and
development related to conservation and sustainable use of biological diversity; and
e. Respond to scientific, technical, technological and methodological questions that the
Conference of the Parties and its subsidiary bodies may put to the body.
3. The functions, term of reference, organization and operation of this body may be further
elaborated by the Conference of the Parties.
Article 26.

Reports
Each Contracting Party shall, at intervals to be determined by the Conference of the Parties,
present to the Conference of the Parties, reports on measures which it has taken for the
implementation of the provisions of this Convention and their effectiveness in meeting the
objectives of this Convention.

Article 27.

Settlement of Disputes
1. In the event of a dispute between Contracting Parties concerning the interpretation or
application of this Convention, the parties concerned shall seek solution by negotiation.
2. If the parties concerned cannot reach agreement by negotiation, they may jointly seek the
good offices if, or request mediation by, a third party.
3. When ratifying, accepting, approving or acceding to this Convention, or at any time thereafter,
a State or regional economic integation organization may declare in writing to the Depositary
that for a dispute not resolved in accordance with paragraph 1 or paragraph 2 above, it
accepts one or both of the following means of dispute settlement as compulsory:
a. Arbitration in accordance with the procedure laid down in Part 1 of Annex II;
b. Submission of the dispute to the International Count of Justice.
4. If the parties to the dispute have not, in accordance with paragraph 3 above, accepted the
same or any procedure, the dispute shall be submitted to conciliation in accordance with Part
2 of Annex II unless the parties otherwise agree.
5. The provisions of this Article shall apply with respect to any protocol except as otherwise
provided in the protocol concerned.

Article 28.

Adoption of Protocols
1. The Contracting Parties shall cooperate in the formulation and adoption of protocols to this
Convention.
2. Protocols shall be adopted at a meeting of the Conference of the Parties.
3. The text of any proposed protocol shall be communicated to the Contracting Parties by the
Secretariat at least six months before such a meeting.

Article 29.

Amendment of the Convention or Protocols


1. Amendments to this Convention may be proposed by any Contracting Party. Amandments to
any protocol may be proposed by any Party to that protocol.
2. Amendments to this COnvention shall be adopted at a meeting of the Conference of the
Parties. Amendments to any protocol shall be adopted at a meeting of the Parties to the
Protocol in question. The text of any proposed amendment to this Convention or to any
protocol, except as may otherwise be provided in such protocol, shall be communicated to
the Parties to the instrument in question by the Secretariat at least six months before the
meeting at which it is proposed for adoption. The Secretariat shall also communicate
proposed amendments to the signatories to this Convention for information.
3. The Parties shall make every effort to reach agreement on any proposed amendment to this
Convention or to any protocol by consensus. If all efforts at consensus have been exhausted,
and no agreement reached, the amendment shall as a last resort be adopted by a two-third
majority vote of the Parties to the instrument in question present and voting at the meeting,
and shall be submitted by the Depositary to all Parties for ratificaton, acceptance or approval.
4. Ratification, acceptance or approval of amendments shall be notified to the Depositary in
wirting. Amendments adopted in accordance with paragraph 3 above shall enter into force
among Parties having accepted them on the ninetieth day after the deposit of instruments of
ratification, acceptance or approval by at least two thirds of the Contracting Parties to this
Convention or of the Parties to the protocol concerned, except as may otherwise be provided
in such protocol. Thereafter the amendments shall enter into force for any other Party on the
ninetieth day after that Party deposits its instrument of ratification, acceptance or approval of
the amendments.
5. For the purposes of this Article, "Parties present an voting" means Parties present and
casting an affirmative or negative vote.

Article 30.

Adoption and Amendment of Annexes


1. The annexes to this Convention or to any protocol shall form an integral part of the
Convention or of such protocol, as the case may be, and, unless expressly provided
otherwise, a reference to this Convention or its protocol constitutes at the same time a
reference to any annexes thereto. Such annexes shall be restricted to procedural, scientific,
technical and administrative matters.
2. Except as may be otherwise provided in any protocol with respect to its annexes, the
following procedure shall apply to the proposal, adoption and entry into force of additional
annexes to this Convention or of annexes to any protocol:
a. Annexes to this Convention or to any protocol shall be proposed and adopted according to
the procedure laid down in Article 29;
b. Any Party that is unable to approve an additional annex to this Convention or an annex to any
protocol to which it is Party shall so notify the Depositary, in writing, within one year from the
date of the communication of the adoption by the Depositary. The Depositary shall without
delay notify all Parties of any such notification received. A Party may at any time withdraw a
previous declaration of objection and the annexes shall thereupon enter into force for that
Party subject to subparagraph (c) below;
c. On the expiry of one year from the date of the communication of the adoption by the
Depositary, the annex shall enter into force for all Parties to this Convention or to any
protocol concerned which have not submitted a notification in accordance with the provisions
of subparagraph (b) above.
3. The proposal, adoption and entry into force of amendments to annexes to this Convention or
to any protocol shall be subject to the same procedure as for the proposal, adoption and
entry into force of annexes to the Convention or annexes to any protocol.
4. If an additional annex or an amendment to an annex is related to an amendment to this
Convention or to any protocol, the additional annex or amendment shall not enter intor force
until such time as the amendment to the Convention or to the protocol concerned enters into
force.

Article 31.

Right to Vote
1. Except as provided for in paragraph 2 below, each Contracting Party to this Convention or to
any protocol shall have one vote.
2. Regional economic integration organizations, in matters within their competence, shall
exercise their right to vote with a number of votes equal to the number of their member State
which are Contracting Parties to this Convention or the relevant protocol. Such organizations
shall not exercise their right to vote if their member States exercise theirs, and vice versa.

Article 32.

Relationship between This Convention and Its Protocols


1. A State or a regional economic integration organization may not become a Party to a protocol
unless it is, or becomes at the same time, a Contracting Party to this Convention.
2. Decisions under any protocol shall be taken only by the Parties to the protocol concerned.
Any Contraction Party that has not ratified, accepted or approved a protocol may participate
as an observer in any meeting of the parties to that protocol.

Article 33.

Signature
This Convention shall be open for signature at Rio de Janeiro by all States and any regional
economic integration organization from 5 June 1992 until 14 June 1992, and at the United
Nations Headquarters in New York from 15 June 1992 to 4 June 1993.

Article 34.

Ratification, Acceptance or Approval


1. This Convention and any protocol shall be subject to ratification, acceptance or approval by
States and by regional economic integration organizations. Instruments of ratification,
acceptance or approval shall be deposited with the Depositary.
2. Any organization referred to in paragraph 1 above which becomes a Contracting Party to this
Convention or any protocol without any of its member States being a Contracting Party shall
be bound by all the obligations under the Convention or the protocol, as the case may be. In
the case of such organizations, one or more of whose member States is a Contracting Party
to this Convention or relevant protocol, the organization and its member States shall decide
on their respective responsibilities for the performance of their obligations under the
Convention or protocol, as the case may be. In such cases, the organization and the member
States shall not be entitled to exercise rights under the Convention or relevant protocol
concurrently.
3. In their instruments of ratification, acceptance or approval, the organizations referred to in
paragraph 1 above shall declare the extent of their competence with respect to the matters
governed by the Convention or the relevant protocol. These organization shall also inform the
Depositary of any relevant modification in the extent of their competence.

Article 35.

Accession
1. This Convention and any protocol shall be open for accession by States and by regional
economic integration organizations from the date on which the Convention or the protocol
concerned is closed for signature. The instruments of accession shall be deposited with the
Depositary.
2. In theri instruments of accession, the organizations referred to in paragraph 1 above shall
declare the extent of their compotence with respect to the matters governed by the
Convention or the relevant protocol. These organizations shall also inform the Depositary of
any relevant modification in the extent of their competence.
3. The provisions of Article 34, paragraph 2, shall apply to regional economic integration
organizations which accede to this Convention or any protocol.

Article 36.

Entry Into Force


1. This Convention shall enter into force on the ninetieth day after the date of deposit of the
thirtieth instrument of ratification, acceptance, approval or accession.
2. Any protocol shall enter into force on the ninetieth day after the date of deposit of the number
of instruments of ratification, acceptance, approval or accession, specified in that protocol,
has been deposited.
3. For each Contracting Party which ratifies, accepts or approves this Convention or accedes
thereto after the deposit of the thirtieth instrument of ratification, acceptance, approval or
accession, it shall enter into force on the ninetieth day after the date of deposit by such
Contracting Party of its instrument of ratification, acceptance, approval or accession.
4. Any protocol, except as otherwise provided in such protocol, shall enter into force for a
Contractiong Party that ratifies, accepts or approves that protocol or accedes thereto after its
entry into force pursuant to paragraph 2 above, on the ninetieth day after the date on which
that Contracting Party deposits its instrument of ratification, acceptance, approval or
accession, or on the date on which this Convention enters into force for that Contraction
Party, whichever shall be the later.
5. For the purposes of paragraphs 1 and 2 above, any instrument deposited by a regional
economic integration organization shall not be counted as additional to those deposited by
member States of such organization.

Article 37.

Reservations
No reservations may be made to this Convention.

Article 38.

Withdrawals

1. At any time after two years from the date on which this Convention has entered into force for
a Contracting Party, that Contracting Party may withdraw the Convention by giving written
notification to the Depositary.
2. Any such withdrawal shall take place upon expiry of one year after the date of its receipt by
the Depositary, or on such later date as may be specified in the notification of the withdrawal.
3. Any Contracting Party which withdraws from this Convention shall be considered as also
having withdrawn from any protocol to which it is party.

Article 39.
Financial Interim Arrangements
Provided that it has been fully restructured in accordance with the requirements of Article 21, the
Global Environment Facility of the United Nations Development Programme, the United Nations
Environment Programme and the International Bank for Reconstruction and Development shall
be the institutional structure referred to in Article 21 on an interim basis, for the period between
the entry into force of this Convention and the first meeting of the Conference of the Parties or
until the Conference of the Parties decides which institutional structure will be designated in
accordance with Article 21.

Article 40.

Secretariat Interim Arrangements

The secretariat to be provided by the Executive Director of the United Nations Environment
Programme shall be the secretariat referred to in Article 24, paragraph 2, on an interim basis for
the period between the entry into force of this Convention and the first meeting of the Conference
of the Parties.

Article 41.

Depositary
The Secretary-General of the United Nations shall assume the function of Depositary of this
Convention and any protocols.

Article 42.

Authentic Texts
The original of this Convention, of which the Arabic, Chinese, English, French, Russian and
Spanish text are equally authentic, shall be deposited with the Secretary-General of the United
Nations.
IN WITNESS WHEREOF the undersigned, being duly authorized to that effect, have signed this
Convention.
Done at Rio de Janeiro on this fifth day of June, one thousand nine hundred and ninety-two.
Annex I
IDENTIFICATION AND MONITORING
1. Ecosystems and habitats: containing high diversity, large numbers of endemic or threatened
species, or wilderness; required by migratory species; of social, economic, cultural or
scientific importance; or, which are representative, unique or associated with key evolutionary
or other biological processes;
2. Species and communities which are: threatened; wild relatives of domesticated or cultivated
species; of medicinal, agricultural or other economic value; or social, scientific or cultural
importance; or importance for research into the conservation and sustainable use of
biological diversity, such as indicator species; and
3. Described genomes and genes of social, scientific or economic importance.

Annex II
Part 1
ARBITRATION
Article 1
The claimant party shall notify the secretariat that the parties are referring a dispute to arbitration
pursuant to Article 27. The notification shall state the subject-matter of arbitration and include, in
particular, the articles of the Convention or the protocol, the interpretation or application of which
are at issue. If the parties do not agree on the subject matter of the dispute before the President
of the tribunal is designated, the arbitral tribunal shall determine the subject matter. The
secretariat shall forward the information thus received to all Contracting Parties to this Convention
or to the protocol concerned.

Article 2
1. In disputes between two parties, the arbitral tribunal shall consist of three members. Each of
the parties to the dispute shall appoint an arbitrator and the two arbitrators so appointed shall
designate by common agreement the third arbitrator who shall be the President of the
tribunal. The latter shall not be a national of one of the parties to the dispute, nor have his or
her usual place of residence in the territory of one of these parties, nor be employed by any
of them, nor have dealt with the case in any other capacity.
2. In disputes between more than two parties, parties in the same interest shall appoint one
arbitrator jointly by agreement.
3. Any vacancy shall be filled in the manner prescribed for the initial appointment.

Article 3
1. If the President of the arbitral tribunal has not been designated within two months of the
appointment of the second arbitrator, the Secretary-General of the United Nations shall, at
the request of a party, designate the President within a further two-month period.
2. If one of the parties to the dispute does not appoint an arbitrator within two months of receipt
of the request, the other party may inform the Secretary-General who shall make the
designation within a further two-month period.
Article 4
The arbitral tribunal shall render its decisions in accordance with the provisions of this
Convention, any protocol concerned, and international law.

Article 5
Unless the parties to the dispute otherwise agree, the arbitral tribunal shall determine its own
rules of procedure.
Article 6
The arbitral tribunal may, at the request of one of the parties, recommend essential interim
measures of protection.
Article 7
The parties to the dispute shall facilitate the work of the arbitral tribunal and, in particular, using all
means at their disposal, shall:
a. Provide it with all relevant documents, information and facilities; and
b. Enable it, when necessary, to call witnesses or experts and receive their evidence.

Article 8
The parties and the arbitrators are under an obligation to protect the confidentiality of any
information they receive in confidence during the proceedings of the arbitral tribunal.
Article 9
Unless the arbitral tribunal determines otherwise because of the particular circumstances of the
case, the costs of the tribunal shall be borne by the parties to the dispute in equal shares. The
tribunal shall keep a record of all its costs, and shall furnish a final statement thereof to the
parties.
Article 10
Any Contracting Party that has an interest of a legal nature in the subject-matter of the dispute
which may be affected by the decision in the case, may intervene in the proceedings with the
consent of the tribunal.
Article 11
The tribunal may hear and determine counterclaims arising directly out of the subject-matter of
the dispute.
Article 12
Decisions both on procedure and substance of the arbitral tribunal shall be taken by a majority
vote of its members.
Article 13
If one of the parties to the dispute does not appear before the arbitral tribunal or fails to defend its
case, the other party may request the tribunal to continue the proceedings and to make its award.
Absence of a party or a failure of a party to defend its case shall not constitute a bar to the
proceedings. Before rendering its final decision, the arbitral tribunal must satisfy itself that the
claim is well founded in fact and law.
Article 14
The tribunal shall render its final decision within five months of the date on which it is fully
constituted unless it finds it necessary to extend the time-limit for a period which should not
exceed five nore months.
Article 15
The final decision of the arbitral tribunal shall be confined to the subject-matter of the dispute ad
shall state the reasons on which it is based. It shall contain the names of the members who have
participated and the date of the final decision. Any member of the tribunal may attach a separate
or dissenting opinion to the final decision.
Article 16
The award shall be binding on the parties to the dispute. It shall be without appeal unless the
parties to the dispute have agreed in advance to an appellate procedure.
Article 17
Any controversy which may arise between the parties to the dispute as regards the interpretation
or manner of implementation of the final decision may be submitted by either party for decision to
the arbitral tribunal which rendered it.
Part 2
CONCILIATION
Article 1
A conciliation commission shall be created upon the request of one ot the parties to the dispute.
The commission shall, unless the parties otherwise agree, be composed of five members, two
appointed by each Party concerned and a President chosen jointly by those members.
Article 2
In disputes between more than two parties, parties in the same interest shall appoint their
members of the commission jointly by agreement. Where two or more parties have separate
interests or there is disagreement as to wether they are of the same interest, they shall appoint
their members separately.

Article 3
If any appointments by the parties are not made within two months of the date of the request to
create a conciliation commission, the Secretary-General of the United Nations shall, if asked to
do so by the party that made the request, make those appointments within a further two-month
period.

Article 4
If a President of the conciliation commission has not been chosen within two months if the last of
the members of the commission being appointed, the Secretary-General of the United Nations
shall, if asked to do so by a party, designate a President within a further two-month period.

Article 5
The conciliation commission shall take its decisions by majority vote of its members. It shall,
unless the parties to the dispute otherwise agree, determine its own procedure. It shall render a
proposal for resolution of the dispute, which the parties shall consider in good faith.

Article 6
A disagreement as to whether the conciliation commission has competence shall be decided by
the commission.
TERJEMAHAN RESMI
KONVESI PERSERIKATAN BANGSA-BANGSA
MENGENAI KEANEKARAGAMAN HAYATI
KONVENSI PERSERIKATAN BANGSA-BANGSA
TENTANG KEANEKARAGAMAN HAYATI

PEMBUKAAN

Para Pihak,
Sadar akan nilai instrinsik (bawaan) keanekaragaman hayati dan nilai ekologi, genetik, sosial,
ekonomi, ilmiah, pendidikan, budaya, rekreasi dan estetis keanekaragaman hayati dan
komponen-komponennya,
Sadar juga akan pentingnya keanekaragaman hayati bagi evolusi dan untuk memelihara sistem-
sistem kehidupan di biosfer yang berkelanjutan,
Menegaskan bahwa konservasi keanekaragaman hayati merupakan kepedulian bersama seluruh
umat manusia,
Menegaskan kembali bahwa Negara-negara mempunyai hak berdaulat atas sumber daya
hayatinya,
Menegaskan kembali juga bahwa Negara-negara bertanggung jawab terhadap konservasi
keanekaragaman hayatinya dan terhadap pemanfaatan sumber daya hayatinya secara
berkelanjutan,
Memperdulikan bahwa keanekaragaman hayati sedang mengalami pengurangan yang nyata
karena kegiatan tertentu manusia,
Sadar akan kurangnya informasi dan pengetahuan mengenai keanekaragaman hayati dan akan
kebutuhan yang mendesak untuk mengembangkan kapasitas-kapasitas ilmiah, teknis dan
kelembagaan untuk menyediakan pengertian dasar yang dijadikan landasan untuk
merencanakan dan melaksanakan tindakan-tindakan yang sesuai,
Memperhatikan bahwa merupakan hal yang sangat penting untuk mengantisipasi, mencegah dan
mengatasi penyebab pengurangan yang nyata atau hilangnya keanekaragaman hayati pada
sumbernya,
Memperhatikan juga bahwa jika ada ancaman terhadap pengurangan yang nyata atau hilangnya
keanekaragaman hayati, kekurangpastian ilmiah tidak seharusnya dijadikan alasan penangguhan
tindakan-tindakan untuk menghindarkan atau memperkecil ancaman tersebut,
Memperhatikan lebih lanjut bahwa persyaratan dasar bagi konservasi keanekaragaman hayati
ialah konservasi in-situ ekosistem dan habitat alami, serta pemeliharaan dan pemulihan populasi
jenis-jenis yang dapat berkembang biak dalam lingkungan alaminya,
Memperhatikan lebih lanjut bahwa tindakan-tindakan ex-situ, diutamakan di dalam negara asal
jenis, juga mempunyai peranan penting untuk dilaksanakan,
Mengakui ketergantungan yang erat dan berciri tradisional sejumlah besar masyarakat asli dan
masyarakat lokal/setempat seperti tercermin dalam gaya hidup tradisional terhadap sumber daya
hayati, dan keinginan untuk membagi keuntungan yang dihasilkan dari pemanfaatan
pengetahuan, inovasi-inovasi dan praktik-praktik tradisional yang berkaitan dengan konservasi
keanekaragaman hayati dan pemanfaatan secara berkelanjutan komponen-komponennya secara
adil,
Mengakui juga peranan penting wanita dalam konservasi dan pemanfaatan secara berkelanjutan
keanekaragaman hayati dan mempertegaskan partisipasi penuh wanita pada semua taraf
penyusunan kebijakan dan pelaksanaan konservasi keanekaragaman hayati,
Menekankan pentingnya dan perlunya untuk mendorong kerja sama internasional, regional dan
global di antara Negara-Negara serta organisasi antarnegara dan sektor swadaya masyarakat
bagi konservasi keanekaragaman hayati dan pemanfaatan secara berkelanjutan komponen-
komponennya,
Mengakui bahwa penyediaan sumber-sumber dana baru dan tambahan serta akses yang sesuai
pada teknologi yang berkaitan dapat diharapkan mampu membuat perbedaan yang cukup nyata
dalam kemampuan dunia untuk menangani hilangnya keanekaragaman hayati,
Mengakui lebih lanjut bahwa diperlukan persediaan khusus untuk memenuhi kebutuhan negara-
negara berkembang, termasuk persediaan sumber-sumber dana baru dan tambahan serta akses
yang tepat pada teknologi-teknologi yang berkaitan,
Memperhatikan dalam hal ini kondisi khusus pada negara-negara terbelakang dan negara-
negara kepulauan kecil,
Mengakui bahwa diperlukan investasi yang besar untuk mengkonservasikan keanekaragaman
hayati dan bahwa ada harapan untuk keuntungan-keuntungan lingkungan, ekonomi dan sosial
dengan kisaran yang luas dari investasi tersebut,
Mengakui bahwa pembangunan ekonomi dan sosial serta pengentasan kemiskinan merupakan
prioritas pertama dan utama negara-negara berkembang,
Sadar bahwa konservasi dan pemanfaatan secara berkelanjutan keanekaragaman hayati
merupakan kepentingan yang menentukan untuk memenuhi kebutuhan pangan, kesehatan dan
kebutuhan-kebutuhan lain bagi kependudukan dunia yang selalu berkembang, yang bagi maksud
tersebut akses dan pembagian secara adil sumber yang genetik maupun teknologi merupakan
hal yang sangat penting,
Memperhatikan bahwa konservasi dan pemanfaatan secara berkelanjutan keanekaragaman
hayati pada akhirnya akan memperkokoh hubungan persahabatan antara Negara-negara dan
menyumbangkan kedamaian bagi umat manusia,
Berkeinginan untuk meningkatkan dan melengkapi peraturan-peraturan internasional bagi
konservasi keanekaragaman hayati serta pemanfaatan secara berkelanjutan komponen-
komponen yang telah ada, dan
Bertekad untuk mengkonservasi dan memanfaatkan keanekaragaman hayati secara
berkelanjutan demi kemakmuran generasi sekarang dan yang akan datang,
Telah bersepakat dalam hal-hal sebagai berikut:

Pasal 1
TUJUAN
Tujuan Konvensi ini, seperti tertuang dalam ketetapan-ketetapannya, ialah konservasi
keanekaragaman hayati, pemanfaatan komponen-komponennya secara berkelanjutan dan
membagi keuntungan yang dihasilkan dari pendayagunaan sumber daya genetik secara adil dan
merata, termasuk melalui akses yang memadai terhadap sumber daya genetik dan dengan alih
teknologi yang tepat guna, dan dengan memperhatikan semua hak atas sumber-sumber daya
dan teknologi itu, maupun dengan pendanaan yang memadai.

Pasal 2
PENGERTIAN
Untuk maksud konvensi ini:
"Keanekaragaman hayati" ialah keanekaragaman di antara makhluk hidup dari semua sumber,
termasuk diantaranya, daratan, lautan dan ekosistem akuatik lain serta kompleks-kompleks
ekologi yang merupakan bagian dari keanekaragamannya; mencakup keanekaragaman di dalam
spesies, antara spesies dan ekosistem.
"Sumber daya hayati" mencakup sumber daya genetik, organisme atau bagiannya, populasi atau
komponen biotik ekosistem-ekosistem lain dengan manfaat atau nilai yang nyata atau potensial
untuk kemanusiaan.
"Bioteknologi" ialah penerapan teknologi yang menggunakan sistem-sistem hayati, makhluk
hidup atau derivatifnya, untuk membuat atau memodifikasi produk-produk atau proses-proses
untuk penggunaan khusus.
"Negara asal sumber daya genetik" ialah negara yang memiliki sumber-sumber daya genetik
yang berada dalam kondisi in-situ.
"Negara penyedia sumber daya genetik" ialah negara yang memasok sumber daya genetik yang
dikumpulkan dari sumber-sumber in-situ, mencakup populasi jenis-jenis liar dan terdomestikasi,
atau diambil dari sumber-sumber ex-situ, yang mungkin berasal atau tidak berasal dari negara
yang bersangkutan.
"Jenis terdomestikasi atau budidaya’ ialah spesies yang proses evolusinya telah dipengaruhi oleh
manusia untuk memnuhi kebutuhannya.
"Ekosistem" ialah kompleks komunitas tumbuhan, binatang dan jasad renik yang dinamis dan
lingkungan tak hayati/abiotik-nya yang berinteraksi sebagai unit fungsional.
"Konservasi ex-situ" ialah konservasi komponen-komponen keanekaragaman hayati di luar
habitat alaminya.
"Material genetik" ialah bahan dari tumbuhan, binatang, jasad renik atau asal lain yang
mengandung unit-unit fungsional pewarisan sifat (hereditas). ,p> "Sumber daya genetik" ialah
bahan genetik yang mempunyai nilai nyata atau potensial.
"Habitat" ialah tempat atau tipe tapak tempat organisme atau populasi terjadi secara alami.
"Kondisi in-situ" ialah kondisi sumber daya genetik yang terdapat di dalam ekosistem dan habitat
alami, dan dalam hal jenis-jenis terdomestikasi atau budidaya, di dalam lingkungan tempat sifat-
sifat khususnya berkembang.
"Konservasi in-situ" ialah korservasi ekosistem dan habitat alami serta pemeliharaan dan
pemukiman populasi jenis-jenis berdaya hidup dalam lingkungan alaminya, dan dalam hal jenis-
jenis terdomestikasi atau budidaya, di dalam lingkungan tempat sifat-sifat khususnya
berkembang.
"Kawasan terlindungi" ialah kawasan yang ditetapkan secara geografis yang dirancang atau
diatur dan dikelola untuk mencapai tujuan konservasi yang spesifik.
"Organisasi kerja sama ekonomi regional" ialah suatu organisasi yang didirikan oleh Negara-
Negara berdaulat dari suatu kawasan tertentu, yang kepadanya Negara-Negara anggota telah
mengalihkan kewenangan dalam hal permasalahan yagn diatur Konvensi ini dan yang telah
diberi kewenangan penuh, sehubungan dengan prosedur-prosedur (tata cara) internal, untuk
menandatangani, meratifikasi, menerima, menyetujui atau menyatakan keikutsertaannya.
"Pemanfaatan secara berkelanjutan" ialah pemanfaatan komponen-komponen keanekaragaman
hayati dengan cara dan pada laju yang tidak menyebabkan penurunannya dalam jangka panjang,
dengan demikian potensinya dapat dipertahankan untuk memenuhi kebutuhan dan aspirasi
generasi-generasi masakini dan masa depan.
"Teknologi" mencakup juga bioteknologi.
Pasal 3.
PRINSIP
Sesuai dengan Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa dan asas-asas hukum internasional, setiap
Negara mempunyai hak berdaulat untuk memanfaatkan sumber-sumber dayanya sesuai dengan
kebijakan pembangunan lingkungannya sendiri, dan tanggung jawab untuk menjamin bahwa
kegiatan-kegiatan yang dilakukan di dalam yurisdiksinya atau kendalinya tidak akan
menimbulkan kerusakan terhadap lingkungan Negara lain atau kawasan di luar batas yurisdiksi
nasionalnya.
Pasal 4.
LINGKUP KEDAULATAN

Mengakui hak-hak Negara-Negara lain, dan kecuali dengan tegas ditetapkan berbeda dalam
Konvensi ini, ketentuan-ketentuan dalam Konvensi ini berlaku, terhadap masing-masing Pihak
a. Dalam hal komponen keanekaragaman hayati, ialah yang terdapat di dalam batas-batas
yurisdiksi nasionalnya; dan
b. Dalam hal proses dan kegiatan, ialah yang dilaksanakan di bawah yurisdiksi atau
pengendaliannya, di dalam atau di luar batas nasionalnya, tanpa memperhatikan tempet
terjadinya akibat proses atau kegiatan tersebut.
Pasal 5.
KERJA SAMA INTERNASIONAL
Setiap Pihak wajib bekerja sama dengan Pihak-Pihak lain, secara langsung, atau jika dirasa
tepat, melalui organisasi internasional yang kompeten, dengan menghormati kawasan di luar
yurisdiksi nasional dan hal-hal yang menjadi minat bersama, untuk konservasi dan pemanfaatan
secara berkelanjutan keanekaragaman hayati bila dimungkinkan dan dapat dilaksanakan.
Pasal 6.
TINDAKAN UMUM BAGI KONSERVASI DAN
PEMANFAATAN SECARA BERKELANJUTAN
Setiap pihak, dengan kondisi dan kemampuan khususnya wajib:
a. Mengembangkan strategi, rencana atau program nasional untuk konservasi dan
pemanfaatan secara berkelanjutan keanekaragaman hayati atau menyesuaikan strategi,
rencana atau program yang sudah ada untuk maksud ini yang harus mencerminkan, di
antaranya upaya-upaya yang dirumuskan dalam konvensi ini yang berkaitan dengan
kepentingan para pihak; dan
b. Memadukan konservasi dan pemanfaatan secara berkelanjutan keanekaragaman hayati ke
dalam rencana, program dan kebijakkan sektoral atau lintas sektoral yang berkaitan, sejauh
mungkin dan jika sesuai.
Pasal 7.
IDENTIFIKASI DAN PEMANTAUAN
Sejauh mungkin dan sesuai mungkin, khususnya untuk tujuan Pasal-Pasal 8 sampai 10, setiap
Pihak wajib:
a. Mengidentifikasi komponen-komponen keanekaragaman hayati yang penting untuk
konservasi dan pemanfaatannya secara berkelanjutan, dengan memperhatikan daftar
indikatif katagori yang disusun dalam Lampiran I;
b. Memantau komponen-komponen keanekaragaman hayati yang diidentifikasi seperti tersebut
dalam sub-ayat (a) di atas, melalui pengambilan sample dan teknik-teknik lain, dengan
memberikan perhatian khusus pada komponen-komponen yang memerlukan upaya
konservasi segera dan komponen-komponen yang berpotensi terbesar bagi pemanfaatan
secara berkelanjutan;
c. Mengidentifikasi proses-proses dan kategori-kategori kegiatan yang mempunyai atau
diperkirakan mempunyai dampak merugikan yang nyata pada konservasi dan pemanfaatan
secara berkelanjutan keanekaragaman hayati, dan memantau akibat-akabatnya melalui
pengambilan sample dan teknik-teknik lain; dan
d. Memellihara dan mengorganisasikan, data-data yang berasal dari kegiatan-kegiatan
pengidentifikasian dan pemantauan seperti yang tersebut dalam sub-sub ayat (a), (b), dan (c)
di atas dengan berbagai mekanisme pendataan.
Pasal 8.
KONSERVASI IN-SITU
Sejauh dan sesuai mungkin, setiap Pihak wajib:
a. Mengembangkan sistem kawasan lindung atau kawasan yang memerlukan penanganan
khusus untuk mengkonservasi keanekaragaman hayati;
b. Mengembangkan pedoman untuk penyeleksian, pendirian dan pengelolaan kawasan lindung
atau kawasan-kawasan yang memerlukan upaya-upaya khusus untuk mengkonservasikan
keanekaragaman hayati;
c. Mengatur atau mengelola sumber daya hayati yang penting bagi konservasi
keanekaragaman hayati baik di dalam maupun di luar kawasan lindung, dengan maksud
untuk menjamin konservasi dan pemanfaatan secara berkelanjutannya;
d. Memajukan perlindungan ekosistem, habitat alami dan pemeliharaan populasi yang berdaya
hidup dari spesies di dalam lingkungan alaminya;
e. Memajukan pembangunan berwawasan lingkungan dan berkelanjutan di kawasan yang
berdekatan dengan kawasan lindung dengan maksud untuk dapat lebih melindungi
kawasan-kawasan ini;
f. Merehabilitasi dan memulihkan ekosistem yang rusak dan mendorong pemulihan jenis-jenis
terancam, di antaranya melalui pengembangan dan pelaksanaan rencana-rencana atau
strategi pengelolaan lainnya;
g. Mengembangkan atau memelihara cara-cara untuk mengatur, mengelola atau
mengendalikan risiko yang berkaitan dengan penggunaan dan pelepasan organisme
termodifikasi hasil bioteknologi, yang mungkin mempunyai dampak lingkungan merugikan,
yang dapat mempengaruhi konservasi dan pemanfaatan secara berkelanjutan
keanekaragaman hayati, dengan memeperhatikan pula risiko terhadap kesehatan manusia;
h. Mencegah masuknya serta mengendalikan atau membasmi jenis-jenis asing yang
mengancam ekosistem, habitat atau spesies;
i. Mengusahakan terciptanya kondisi yang diperlukan untuk keselarasan antara pemanfaatan
kini dan konservasi keanekaragaman hayati serta pemanfaatan secara berkelanjutan
komponen-komponennya;
j. Tergantung perundang-undangan nasionalnya, menghormati, melindungi dan
mempertahankan pengetahuan, inovasi-inovasi dan praktik-praktik masyarakat asli dan lokal
yang mencerminkan gaya hidup yang berciri tradisional, sesuai dengan konservasi dan
pemanfaatan secara berkelanjutan keanekaragaman hayati dan memajukan penerapannya
secara lebih luas dengan persetujuan dan keterlibatan pemilik pengetahuan, inovasi-inovasi
dan praktik-praktik tersebut semacam itu dan mendorong pembagian yang adil keuntungan
yang dihasilkan dari pendayagunaan pengetahuan, inovasi-inovasi dan praktik-praktik
semacam itu;
k. Mengembangkan atau mempertahankan perundang-undangan yang diperlukan dan/atau
peraturan-peraturan bagi perlindungan jenis-jenis dan populasi terancam;
l. Mengatur atau mengelola proses dan katagori kegiatan yang sesuai, bila akibat yang nyata-
nyata merugikan terhadap keanekaragaman hayati telah ditentukan seperti tersebut dalam
pasal 7; dan
m. Bekerja sama dalam penyediaan dana dan dukungan lainnya untuk konservasi in-situ yang
dirumuskan dalam sub-sub ayat (a) sampai (l) di atas, terutama bagi negara-negara
berkembang.
Pasal 9.
KONSERVASI EX-SITU
Sejauh dan sesuai mungkin, serta khususnya untuk maksud melengkapi upaya in-situ setiap
Pihak wajib:
a. Memberlakukan upaya-upaya konservasi ex-situ komponen-komponen keanekaragamn
hayati, terutama di negeri asal komponen-komponen yang dimaksud;
b. Memantapkan dan mempertahankan sarana untuk konservasi ex-situ dan penelitian
tumbuhan, binatang dan jasad renik, terutama di negara asal sumber daya genetik;
c. Memberlakukan upaya-upaya untuk pemulihan dan perbaikan spesies terancam dan untuk
mengintroduksinya kembali ke habitat alaminya dengan kondisi yang sesuai;
d. Mengatur dan mengelola koleksi sumber daya alam hayati dari habitat alami untuk maksud
konservas ex-situ sehingga tidak mengancam ekosisitem dan spesies populasi in-situ,
kecuali jika tindakan ex-situ sementara yang khusus diperlukan seperti dalam sub-ayat (c) di
atas; dan
e. Bekerja sama dalam menyediakan dana dan bantuan lainnya untuk konservasi ex-situ yang
dirumuskan dalam sub-sub ayat (a) sampai (d) di atas serta dalam pemantapan dan
pemeliharaan sarana konservasi ex-situ di negara-negara berkembang.

Pasal 10.
PEMANFAATAN SECARA BERKELANJUTAN KOMPONEN-KOMPONEN
KEANEKARAGAMAN HAYATI

Sejauh dan sesuai mungkin, setiap Pihak wajib:


a. Memadukan pertimbangan konservasi dan pemanfaatan secara berkelanjutan sumber daya
alam hayati ke dalam pengambilan keputusan nasional;
b. Memberlakukan upaya-upaya tindakan yang berkenaan dengan pemanfaatan sumber daya
alam hayati untuk menghindarkan atau memperkecil dampak merugikan terhadap
keanekaragaman hayati;
c. Melindungi dan mendorong pemanfaatan sumber daya alam hayati yang sesuai dengan
praktik-praktik budaya tradisional, yang cocok dengan persyaratan konservasi atau
pemanfaatan secara berkelanjutan;
d. Mendukung penduduk setempat untuk mengembangkan dan melaksanakan upaya perbaikan
kawasan yang rusak, yang keanekaragaman hayatinya telah berkurang; dan
e. Mendorong kerja sama antara pejabat-pejabat pemerintah dan sektor swasta dalam
mengembangkan metode pemanfaatan secara berkelanjutan sumber daya alam hayati.
Pasal 11.
TINDAKAN INSENTIF
Sejauh dan sesuai mungkin, setiap Pihak wajib memberlakukan upaya-upaya yang layak secara
ekonomi dan sosial yang merupakan insentif bagi konservasi dan pemanfaatan secara
berkelanjutan komponen-komponen keanekaragaman hayati.
Pasal 12.
PENELITIAN DAN PELATIHAN
Dengan memperhatikan kebutuhan khusus negara-negara berkembang, semua Pihak akan:
a. Memantapkan dan mempertahankan program pendidikan dan pelatihan ilmiah dan teknis
untuk upaya identifikasi, konservasi, dan pemanfaatan secara berkelanjutan
keanekaragaman hayati dan komponen-komponennya, serta menyediakan bantuan untuk
pendidikan dan pelatihan semacam itu untuk kebutuhan khusus negara-negara berkembang;
b. Meningkatkan dan memajukan penelitian yang memberikan sumbangan kepada konservasi
dan pemanfaatan secara berkelanjutan keanekaragaman hayati, khususnya di negara
berkembang, di antaranya, yang berkaitan dengan keputusan Konferensi Para Pihak sebagai
konsekuensi rekomendasi Badan Pendukung untuk Nasihat-Nasihat Ilmiah, Teknis, dan
Teknologis; dan
c. Untuk memenuhi persyaratan Pasal-Pasal 16, 18 dan 20, memajukan dan bekerja sama
dalam pemanfaatan kemajuan ilmiah di bidang penelitian keanekaragaman hayati dalam
pengembangan metode bagi konservasi dan pemanfaatan secara berkelanjutan sumber
daya alam hayati.
Pasal 13.
PENDIDIKAN DAN KESADARAN MASYARAKAT
Para Pihak wajib:
a. Memajukan dan mendorong pemahaman akan pentingnya, dan upaya yang diperlukan bagi,
konservasi keanekaragaman hayati, sebagai propagandanya melalui media, serta
pencantuman topik ini dalam program pendidikan; dan
b. Bekerja sama, bila sesuai, dengan Negara-Negara lain dan organisasi-organisasi
internasional dalam mengembangkan program-program pendidikan dan kesadaran
masyarakat, di bidang konservasi dan pemanfaatan secara berkelanjutan keanekaragaman
hayati.
Pasal 14.
PENGKAJIAN DAMPAK DAN PENGURANGAN DAMPAK YANG MERUGIKAN
1. Sejauh dan sesuai mungkin, setiap Pihak akan:
a. Memperkenalkan prosedur tepat guna yang memerlukan pengkajian dampak lingkungan
terhadap proyek-proyek yang diusulkan, yang diperkirakan mempunyai akibat yang
merugikan terhadap keanekaragaman hayati untuk menghindarkan atau memperkecil
akibat semacam itu dan, bila sesuai, mengizinkan partisipasi masyarakat melalui
prosedur tertentu;
b. Memperkenalkan pengaturan yang tepat untuk menjamin bahwa akibat program dan
kebijakannya terhadap lingkungan yang mungkin mempunyai dampak merugikan
terhadap keanekaragaman hayati telah dipertimbangkan secara seksama;
c. Memajukan atas dasar timbal balik, notifikasi, pertukaran informasi dan konsultasi
kegiatan-kegiatan yang dilakukan dalam kewenangan atau pengendaliannya, yang
diperkirakan menimbulkan akibat merugikan pada keanekaragman hayati milik Negara-
Negara lain atau kawasan diluar batas yurisdiksi nasionalnya, dengan mendorong
pengaturan bilateral, regional, atau multilateral, bila sesuai;
d. Dalam hal bahaya atau kerusakan yang mengancam keanekaragaman hayati Negara-
Negara lain atau kawasan di luar batas yurisdiksi nasional, yang berasal dari kawasan
yurisdiksi atau pengendaliannya, segera memberitahu Negara-Negara yang secara
potensial terkena bahaya atau kerusakan semacam itu, dan memulai kegiatan untuk
mencegah atau memperkecil bahaya atau kerusakan tersebut; dan
e. Meningkatkan pengaturan nasional untuk tindakan darurat terhadap kegiatan-kegiatan
atau kejadian-kejadian, baik oleh sebab-sebab alami maupun lainnya, yang menimbulkan
bahaya yang mengancam dan mengkhawatirkan terhadap keanekaragaman hayati dan
mendorong kerja sama internasional untuk membantu upaya nasional tersebut dan untuk
mengembangkan rencana-rencana tak terduga bersama bila sesuai dan disetujui oleh
Negara-Negara atau organisasi kerja sama ekonomi regional yang mempunyai
kepedulian.
2. Berdasarkan kajian yang akan dilaksanakan, Konferensi Para Pihak wajib memeriksa,
persoalan (issue) penggantian kerugian dan pembayaran, termasuk pemulihan dan
kompensasi, untuk kerusakan terhadap keanekaragaman hayati, kecuali bila penggantian
kerugian semacam itu sepenuhnya merupakan permasalahan internal.

Pasal 15.
AKSES PADA SUMBER DAYA GENETIK
1. Mengakui hak berdaulat Negara-Negara atas sumber daya alamnya, kewewenangan
menentukan akses kepada sumber daya genetik terletak pada pemerintah nasional dan
tergantung pada perundang-undangan nasionalnya.
2. Setiap Pihak wajib berupaya menciptakan kondisi untuk memperlancar akses kepada
sumber daya genetik untuk pemanfaatannya yang berwawasan lingkungan oleh Pihak-Pihak
yang lain dan tidak memaksakan pembatasan yang bertentangan dengan Konvensi ini.
3. Demi maksud Konvensi ini, sumber daya genetik yang disediakan oleh satu Pihak, menurut
ketentuan Pasal 16 dan 19, hanyalah yang disediakan oleh Pihak-Pihak yang merupakan
negara asal sumber daya tersebut atau oleh Pihak Pihak yang telah memperoleh sumber
daya genetik sesuai Konvensi ini.
4. Akses, bila diberikan, harus atas dasar persetujuan bersama dan tergantung pada
persyaratan dalam pasal ini.
5. Akses pada sumber daya genetik wajib didasarkan mufakat Pihak yang menyediakan
sumber daya tersebut yang diinformasikan sebelumnya, kecuali ditentukan berbeda oleh
Pihak pemiliknya.
6. Setiap Pihak wajib berupaya mengembangkan dan melaksanakan penelitian ilmiah yang
didasarkan sumber daya genetik, yang disediakan oleh Pihak-Pihak lain dengan peran serta
penuh Pihak-Pihak yang bersangkutan.
7. Setiap Pihak wajib menyiapkan upaya legislatif, administratif atau upaya kebijakan, jika
sesuai, dan menurut Pasal 16 dan 19, dan bila perlu melalui mekanisme pendanaan yang
dirumuskan dalam Pasal 20 dan 21 dengan tujuan membagi hasil-hasil penelitian dan
pengembangan serta keuntungan yang dihasilkan dari pendayagunaan komersial dan lain-
lainnya sumber daya genetik secara adil dengan pihak yang menyediakan sumber daya
tersebut. Pembagian ini harus didasarkan atas persyaratan yang disetujui bersama.
Pasal 16.
AKSES PADA TEKNOLOGI DAN ALIH TEKNOLOGI
1. Dengan pengertian bahwa teknologi mencakup bioteknologi, dan bahwa akses dan
pengalihan teknologi di antara para Pihak merupakan unsur-unsur penting bagi pencapaian
tujuan Konvensi ini, setiap Pihak dengan mengikuti persyaratan Pasal ini menyediakan
dan/atau menciptakan akses pada dan alih teknologi yang sesuai dengan konservasi dan
pemanfaatan secara berkelanjutan keanekaragaman hayati atau pemanfaatan sumber daya
genetik dan tidak menyebabkan kerusakan yang nyata terhadap lingkungan kepada Pihak-
Pihak lain.
2. Akses dan alih teknologi yang dimaksud dalam ayat (1) di atas bagi negara-negara
berkembang wajib dilengkapi dan/atau diperlancar dengan persyaratan yang adil dan paling
menguntungkan, termasuk persyaratan konsesi dan preferensi yang disepakati bersama dan,
jika perlu, berkaitan dengan mekanisme pendanaan yang dirumuskan dalam Pasal 20 dan
21. Dalam hal teknologi yang memperoleh paten dan hak-hak milik intelektual, akses dan alih
teknologi tersebut harus diatur berdasarkan persyaratan yang mengakui dan konsisten
dengan perlindungan hak-hak milik intelektual yang memadai dan efektif. Penerapan ayat ini
harus konsisten dengan hukum internasional dan konsisten dengan ayat (3), (4), dan (5)
berikut ini.
3. Setiap Pihak wajib memberlakukan tindakan-tindakan legislatif, administratif dan kebijakan
yang sesuai, dengan tujuan bahwa para Pihak, khususnya Negara-Negara berkembang,
yang menyediakan sumber daya genetik diberi akses pada dan alih teknologi yang
dipergunakan untuk memanfaatkan sumber-sumber daya tersebut, berdasarkan persyaratan
yang disepakati bersama, bila diperlukan termasuk teknologi yang dilindungi hak paten dan
hak-hak milik intelektual, melalui persyaratan dalam Pasal 20 dan 21 dan berkaitan dengan
hukum internasional dan konsisten dengan ayat (4), dan (5) berikut ini.
4. Setiap Pihak wajib memberlakukan tindakan-tindakan legislatif, administratif, dan kebijakan,
yang sesuai, dengan tujuan bahwa sektor swasta memperlancar akses pada,
pengembangan bersama dan alih teknologi yang diuraikan dalam ayat (1) di atas bagi
keuntungan lembag-lembaga pemerintah dan sektor swasta negara-negara berkembang dan
dalam hal ini harus mematuhi ketentuan-ketentuan yang dicakup dalam ayat (1), (2), dan (3)
di atas.
5. Para Pihak, menyadari bahwa hak paten dan hak milik intelektual lain mungkin mempunyai
pengaruh pada pelaksanaan Konvensi ini, para Pihak wajib bekerja sama atas dasar
perundang-undangan nasional dan hukum internasional yang berlaku agar menjamin bahwa
hak-hak semacam itu mendukung dan tidak bertentangan dengan tujuannya.
Pasal 17.
PERTUKARAN INFORMASI
1. Para Pihak wajib memperlancar pertukaran informasi, dari semua sumber yang tersedia
secara umum, yang berkaitan dengan Konservasi dan pemanfaatan secara berkelanjutan
keanekaragaman hayati, dengan memperhatikan kebutuhan khusus negara-negara
berkembang.
2. Pertukaran informasi semacam itu wajib meliputi baik pertukaran hasil-hasil penelitian teknis,
ilmiah dan sosial ekonomi, maupun informasi tentang program-program pelatihan dan survei,
pengetahuan khusus, pengetahuan asli dan tradisional, serta dalam kombinasi dengan
teknologi yang diuraikan dalam Pasal 16, ayat (1). Pertukaran semacam itu juga harus
melibatkan repatriasi informasi.
Pasal 18.
KERJA SAMA TEKNIS DAN ILMIAH
1. Para Pihak wajib meningkatkan kerja sama internasional teknis dan ilmiah dalam bidang
konservasi dan pemanfaatan secara berkelanjutan keanekaragaman hayati, jika perlu melalui
lembaga-lembaga internasional dan nasional yang sesuai.
2. Setiap Pihak wajib meningkatkan kerja sama internasional teknis dan ilmiah dengan Pihak-
Pihak lain, khususnya negara-negara berkembang, dalam pelaksanaan Konvensi ini, antara
lain, melalui pengembangan dan pelaksanaan kebijakan nasional. Dalam memajukan kerja
sama semacam itu, perhatian khusus harus diberikan kepada pembinaan dan peningkatan
kemampuan nasional, dengan cara pengembangan sumber daya manusia dan pembinaan
kelembagaan.
3. Konferensi Para Pihak, pada pertemuan yang pertama, harus menentukan cara menciptakan
mekanisme pertukaran informasi untuk meningkatkan dan memperlancar kerja sama teknis
dan ilmiah.
4. Berkaitan dengan perundang-undangan dan kebijakan nasional, para Pihak wajib mendorong
dan mengembangkan metode kerja sama bagi pengembangan dan penggunaan teknologi,
termasuk teknologi asli dan tradisional, dalam upaya mencapai tujuan Konvensi ini. Untuk
maksud ini, para Pihak wajib juga meningkatkan kerja sama dalam pelatihan personalia dan
pertukaran pakar.
5. Para Pihak, menurut kesepakatan timbal balik, wajib meningkatkan pengembangan program
penelitian bersama dan usaha bersama bagi pengembangan teknologi yang sesuai dengan
tujuan Konvensi ini.
Pasal 19.
PENANGANAN BIOTEKNOLOGI DAN PEMBAGIAN KEUNTUNGAN
1. Setiap Pihak wajib memberlakukan upaya-upaya legislatif, administratif dan kebijakan, bila
diperlukan untuk memungkinkan peran serta yang efektif dalam kegiatan penelitian
bioteknologi yang dilakukan para Pihak, khususnya negara-negara berkembang, yang
menyediakan sumber daya genetik bagi penelitian tersebut, dan bila layak.
2. Setiap Pihak wajib melakukan upaya praktis untuk mendorong dan mengembangkan akses
prioritas, dengan dasar adil oleh para Pihak, terutama negara-negara berkembang, kepada
hasil dan keuntungan yang timbul dari bioteknologi yang didasarkan pada sumber daya
genetik, yang disediakan oleh Pihak-Pihak tersebut. Akses semacam itu harus didasarkan
persyaratan yang disetujui bersama.
3. Para Pihak wajib mempertimbangkan kebutuhan akan protokol dan model-modelnya yang
menentukan prosedur yang sesuai, mencakup, khususnya persetujuan yang diinformasikan
lebih dulu, di bidang pengalihan, penanganan, dan pemanfaatan secara aman terhadap
organisme termodifikasi hasil bioteknologi, yang mungkin mempunyai akibat merugikan
terhadap konservasi dan pemanfaatan secara berkelanjutan keanekaragaman hayati.
4. Setiap Pihak yang secara langsung atau dengan melalui pejabat resmi menurut yurisdiksinya
menyediakan organisme seperti dalam ayat (3) di atas, harus menyediakan informasi yang
ada tentang peraturan penggunaan dan keamanan yang diperlukan oleh Pihak tersebut
dalam menangani organisme semacam itu, maupun informasi yang ada mengenai dampak
potensial organisme tertentu kepada Pihak yang akan menerima organisme tersebut.
Pasal 20.
SUMBER DAYA
1. Sesuai dengan kemampuannya, setiap Pihak wajib menyediakan bantuan dan insentif untuk
kegiatan nasional untuk mencapai tujuan Konvensi ini, yang sesuai dengan rencana,
prioritas, dan program nasionalnya.
2. Pihak negara maju wajib menyediakan sumber dana baru dan tambahan untuk
memungkinkan pihak negara berkembang menutup secara penuh peningkatan biaya, yang
telah disetujui, yang timbul dari pelaksanaan upaya-upaya untuk memenuhi kewajiban-
kewajiban Konvensi ini dan untuk memperoleh keuntungan dari persediaannya dan biaya-
biaya tersebut yang telah disetujui bersama antara satu Pihak negara berkembang dengan
struktur kelembagaan menurut Pasal 21, sesuai dengan prioritas kebijakan, strategi, program
dan kriteria yang memenuhi syarat dan suatu daftar indikatif biaya-biaya tambahan yang
disusun oleh konferensi Para Pihak. Pihak-Pihak lain, termasuk negara-negara yang sedang
mengalami proses peralihan ke ekonomi pasar, dapat secara sukarela menerima
persyaratan dari Pihak-Pihak negara maju. Untuk maksud Pasal ini, Konferensi Para Pihak
harus secara periodik meninjau dan bila perlu memperbaharui daftar. Sumbangan dari
negara-negara dan sumber lain dengan dasar sukarela juga akan ditingkatkan. Pelaksanaan
komitmen ini harus memperhitungkan kebutuhan untuk kecukupan, perkiraan, serta aliran
dana yang tepat pada waktunya dan pentingnya pembagian beban di antara Pihak-Pihak
penyumbang yang termasuk dalam daftar.
3. Pihak-Pihak negara maju dapat juga menyediakan sumber-sumber dana, dan Pihak-Pihak
negara berkembang dapat memperolehnya, menurut pelaksanaan Konvensi ini, melalui
saluran bilateral, regional, dan multilateral lain.
4. Sampai berapa jauh Pihak-Pihak negara berkembang akan melaksanakan komitmen mereka
secara efektif dalam Konvensi ini akan tergantung pada pelaksanaan efektif oleh Pihak-Pihak
negara maju dalam komitmennya dalam Konvensi ini, yang berkenaan dengan sumber dana
dan alih teknologi dengan mempertimbangkan pula secara seksama kenyataan bahwa
perkembangan ekonomi dan sosial, serta pengentasan kemiskinan merupakan prioritas
pertama dan utama Pihak-Pihak negara berkembang.
5. Para Pihak wajib memperhitungkan dengan seksama kebutuhan khusus dan situasi istimewa
negara-negara yang paling tertinggal dalam kegiatannya, berkaitan dengan pendanaan dan
alih teknologi.
6. Para Pihak wajib mempertimbangkan kondisi khusus yang terjadi sebagai akibat dari
ketergantungan pada, penyebaran dan lokasi keanekaragaman hayati di Pihak negara
berkembang, terutama Negara-Negara berkepulauan kecil.
7. Pertimbangan juga wajib diberikan kepada situasi khusus negara-negara berkembang,
termasuk yang lingkungannya paling rawan, seperti negara-negara dengan lingkungan kering
dan semi-kering, pesisir, dan bergunung.
Pasal 21.
MEKANISME PENDANAAN
1. Harus ada mekanisme penyediaan sumber dana Pihak negara berkembang untuk keperluan
Konvensi ini, dengan dasar hibah atau konsesi, yang unsur-unsur pentingnya digambarkan
dalam Pasal ini. Mekanisme ini, untuk maksud-maksud dalam Konvensi, akan berfungsi di
bawah penguasaan dan bimbingan Konferensi Para Pihak dan dipertanggungjawabkan
kepadanya. Pelaksanaan mekanisme ini harus dilakukan oleh sebuah struktur kelembagaan
yang akan ditentukan oleh Konferensi Para Pihak dalam pertemuan pertamanya. Untuk
maksud Konvensi ini, Konferensi Para Pihak wajib menentukan kebijakan, strategi, prioritas
program dan kriteria yang sah yang berkaitan dengan akses kepada pendayagunaan
sumber-sumber semacam itu. Sumbangan harus sedemikian rupa, sehingga
memperhitungkan kebutuhan yang dapat diduga, kecukupannya dan ketersediaan dana
dalam waktu yang tepat yang diacu dalam Pasal 20, sehubungan dengan jumlah sumber
yang diperlukan untuk diputuskan secara periodik oleh Konferensi Para Pihak dan
pentingnya pembagian beban di antara Pihak-Pihak penyumbang yang termasuk dalam
daftar, yang dimaksud dalam Pasal 20 ayat (2). Sumbangan sukarela mungkin juga dapat
dikembangkan oleh Pihak negara maju dan oleh negara-negara dan sumber-sumber lain.
Mekanisme ini harus berlaku di dalam suatu sistem pengelolaan yang demokratis dan
transparan.
2. Menurut tujuan Konvensi ini, Konferensi Para Pihak dalam pertemuannya yang pertama
wajib menentukan kebijakan, strategi dan prioritas program, serta kriteria dan pedoman rinci
bagi keabsahan untuk akses kepada pemanfaatan sumber dana termasuk pemantauan dan
evaluasi pemanfaatannya secara teratur. Konferensi Para Pihak wajib menentukan
pengaturan menurut ayat (1) di atas sesudah berkonsultasi dengan struktur kelembagaan
yang diberi wewenang melaksanakan mekanisme pendanaan.
3. Konferensi Para Pihak wajib meninjau keefektifan mekanisme yang dibuat dalam Pasal ini,
termasuk kriteria dan pedoman seperti diuraikan dalam ayat (2) di atas, dilaksanakan tidak
kurang dari dua tahun sesudah berlakunya Konvensi ini dan kemudian peninjauan ini
dilaksanakan secara teratur sesudahnya. Berdasarkan tinajuan semacam itu, jika perlu, wajib
dilakukan tindakan untuk menyempurnakan keefektifan mekanisme.
4. Para Pihak wajib mempertimbangkan cara memperkokoh kelembagaan pendanaan yang ada
agar tersedia sumber dana konservasi dan pemanfaatan secara berkelanjutan
keanekaragaman hayati.

Pasal 22.
HUBUNGAN DENGAN KONVENSI INTERNASIONAL YANG LAIN
1. Ketentuan-ketentuan Konvensi ini harus tidak mempengaruhi hak-hak dan kewajiban setiap
Pihak yang berasal dari setiap perjanjian intenasional yang ada, kecuali jika pelaksanaan
hak-hak dan kewajiban tersebut akan mengakibatkan kerusakan parah atau ancaman pada
keanekaragaman hayati.
2. Para pihak wajib melaksanakan Konvensi ini dengan memperhatikan lingkungan kelautan
secara konsisten dengan hak-hak dan kewajiban Negara berdasarkan kedaulatan hukum
kelautan.
Pasal 23.
KONFERENSI PARA PIHAK
1. Konferensi Para Pihak dengan ini telah ditetapkan, pertemuan pertama Konferensi Para
Pihak wajib diselenggarakan oleh Direktur Eksekutif United Nations Environment Programme
(UNEP) tidak lebih dari satu tahun sesudah berlakunya Konvensi ini. Sesudah itu, pertemuan
rutin Konferensi Para Pihak wajib diadakan secara teratur, yang jadwalnya ditentukan oleh
Konferensi pada pertemuan pertamanya.
2. Pertemuan luar biasa Konferensi Para Pihak wajib diselenggarakan pada waktu-waktu yang
dianggap perlu oleh Konferensi, atau atas permintaan tertulis salah satu Pihak, dengan
syarat bahwa dalam waktu enam bulan sejak permohonan disampaikan kepada mereka oleh
Sekretariat, didukung oleh palling sedikit sepertiga jumlah Pihak.
3. Konferensi Para Pihak wajib dengan musyawarah menyetujui dan menerima aturan prosedur
untuknya sendiri dan untuk badan-badan pendukung lain yang dibentuknya, maupun aturan
finansiil yang mengatur pendanaan Sekretariat. Pada setiap pertemuan biasa, wajib disetujui
anggaran untuk periode finansiil sampai pertemuan biasa berikutnya.
4. Konferensi Para Pihak wajib selalu meninjau pelaksanaan Konvensi ini, dan untuk maksud ini
akan:
a. Menetapkan formulir dan interval penerusan informasi untuk disampaikan kepada Konferensi
sehubungan dengan Pasal 26 dan mempertimbangkan baik informasi semacam itu maupun
laporan yang disampaikan oleh setiap badan pendukung;
b. Mengkaji nasihat ilmiah, teknis dan teknologis mengenai keanekaragaman hayati yang
disiapkan sesuai Pasal 25;
c. Mempertimbangkan dan menerima, seperti dipersyaratkan protokol sesuai Pasal 28;
d. Mempertimbangkan dan menerima, seperti dipersyaratkan sesuai Pasal 29 dan 30,
amandemen terhadap Konvensi dan lampiran-lampirannya;
e. Mempertimbangkan pembaharuan pada protokol yang mana saja, maupun lampiran,
merekomendasikan penerimaannya kepada para Pihak mengenai protokol yang
bersangkutan, bila diputuskan demikian;
f. Mempertimbangkan dan menerima, seperti dipersyaratkan sesuai Pasal 30, lampiran
tambahan pada Konvensi ini;
g. Mendirikan badan-badan pendukung tertentu, terutama untuk memberikan nasihat ilmiah dan
teknis, seperti yang diperlukan untuk pelaksanaan Konvensi ini;
h. Menghubungi, melalui Sekretariat, badan-badan eksekutif konvensi-konvensi yang berkaitan
dengan hal-hal yang tercakup dalam Konvensi ini dengan maksud untuk mengembangkan
bentuk-bentuk kerja sama yang sesuai dengan mereka; dan
i. Mempertimbangkan dan melaksanakan kegiatan tambahan yang mungkin diperlukan bagi
pencapaian maksud Konvensi ini berdasarkan pengalaman yang diperoleh dalam
pelaksanaannya.
5. Perserikatan Bangsa-Bangsa, badan-badan khususnya dan Badan Tenaga Atom
Internasional (International Atomic Energy Agency), maupun Negara mana saja yang bukan
Penandatangan Perjanjian pada Konvensi ini, dapat hadir sebagai peninjau pada pertemuan-
pertemuan Konferensi Para pihak. Badan-badan lainnya, baik pemerintah maupun non
pemerintah, yang mempunyai kualifikasi dalam bidang yang berkaitan dengan konservasi
dan pemanfaatan secara berkelanjutan keanekaragaman hayati, yang telah memberitahu
Sekretariat tentang keinginannya untuk hadir sebagai peninjau pada pertemuan Konferensi
Para Pihak, dapat diizinkan hadir kecuali bila paling sedikit sepertiga pada Pihak yang hadir
berkeberatan. Izin dan peran serta peninjau harus mengikuti aturan prosedur yang diterima
oleh Konferensi Para pihak.
Pasal 24.
SEKRETARIAT
1. Sekretariat yang dibentuk, fungsinya ialah sebagai berikut:
a. Mengatur dan melayani pertemuan-pertemuan Konferensi Para Pihak yang dirumuskan
dalam Pasal 23;
b. Melaksanakan fungsi yang ditugaskan kepadanya oleh protokol;
c. Mempersiapkan laporan mengenai pelaksanaan fungsi-fungsinya dalam Konvensi ini dan
menyampaikan laporan tersebut kepada Konferensi Para Pihak;
d. Mengkoordinasikan dengan badan-badan internasional lain yang terkait, dan terutama
melaksanakan pengaturan administratif dan kontrak yang mungkin diperlukan dalam
pelaksanaan fungsinya secara efektif;
e. Melaksanakan fungsi-fungsi lainnya yang mungkin ditentukan oleh Konferensi Para
Pihak.
2. Pada pertemuan rutin pertama, Konferensi Para Pihak wajib menunjuk sekretariat dari antara
organisasi-organisasi internasional kompoten yang ada, yang telah menyatakan
kesediaannya untuk melaksanakan fungsi Sekretariat pada konvensi ini.

Pasal 25.
BADAN PENDUKUNG UNTUK NASIHAT-NASIHAT ILMIAH,
TEKNIS DAN TEKNOLOGIS
1. Badan pendukung yang memberi nasihat ilmiah, teknis dan teknologis dengan ini ditetapkan
untuk melayani Konferensi Para Pihak dan badan-badan pendukung lainnya, selama sesuai,
dengan nasihat yang tepat waktu yang berkaitan dengan pelaksanaan Konvensi ini. Badan
ini wajib terbuka bagi keikutsertaan semua Para Pihak dan sifatnya multi disiplin. Badan ini
wajib terdiri atas wakil-wakil pemerintah yang kompoten dalam bidang kepakaran yang
sesuai. Badan ini wajib melaporkan kepada Konferensi Para Pihak mengenai semua aspek
pekerjaannya secara teratur.
2. Berdasarkan kewenangan dan sesuai dengan pedoman yang dibuat oleh Konferensi Para
Pihak, dan berdasarkan permintaannya, badan ini akan:
a. Menyediakan pengkajian ilmiah dan teknis mengenai status keanekaragaman hayati;
b. Menyiapkan pengkajian ilmiah dan teknis mengenai akibat bentuk-bentuk tindakan yang
diambil, sesuai dengan persyaratan dalam Konvensi ini;
c. Mengidentifikasi teknologi dan pengetahuan yang inovatif, efisien dan mutakhir yang
berkaitan dengan konservasi dan pemanfaatan secara berkelanjutan keanekaragaman
hayati dan memberikan nasihat mengenai cara peningkatan pengembangan dan/atau
pengalihan teknologi semacam itu;
d. Memberikan nasihat dalam program ilmiah dan kerja sama internasional mengenai
penelitian dan pengembangan yang berkaitan dengan konservasi dan pemanfaatan
secara berkelanjutan keanekaragaman hayati; dan
e. Menanggapi pertanyaan-pertanyaan ilmiah, teknis tekonologis dan metodologis yang
mungkin diajukan oleh Konferensi Para Pihak dan badan-badan pendukungnya kepada
badan ini.
3. Fungsi, kerangka acuan, organisasi dan kegiatan badan ini dapat dijabarkan lebih lanjut oleh
Konferensi Para Pihak.
Pasal 26.
LAPORAN
Setiap Pihak menurut interval yang ditentukan oleh Konferensi Para Pihak, harus hadir pada
Konferensi Para Pihak, dan menyampaikan laporan mengenai tindakan-tindakan pelaksanaan
yang merupakan ketentuan-ketentuan Konvensi ini serta keefektifannya dalam memenuhi tujuan
Konvensi ini.
Pasal 27.
PENYELESAIAN SENGKETA
1. Bila terjadi perselisihan antar Pihak-Pihak mengenai interprestasi atau penerapan Konvensi
ini, Pihak-Pihak yang bersangkutan harus mencari penyelesaian dengan musyawarah.
2. Bila Pihak-Pihak yang bersangkutan tidak dapat mencapai kesepakatan dengan
musyawarah, mereka dapat bersama-sama mencari jasa baik, atau meminta perantaraan
dari pihak ketiga.
3. Pada saat meratifikasi, menerima, menyetujui dan menyepakati Konvensi ini, atau pada
waktu lain sesudahnya, suatu Negara atau organisasi kerja sama ekonomi regional dapat
menyatakan secara tertulis kepada Depositari bahwa untuk perselisihan yang tak
terpecahkan sesuai dengan ayat (1) atau ayat (2) di atas, Negara ini wajib menerima satu
atau kedua-dua cara penyelesaian sengketa berikut ini:
a. Arbitrase (penengahan) dengan prosedur yang dirumuskan dalam Bagian 1 Lampiran II;
b. Penyerahan sengketa kepada Pengadilan Internasional.
4. Bila Pihak-Pihak yang berselisih tidak dapat menerima prosedur yang sama atau prosedur
lainnya, sesuai dengan ayat (3) di atas, sengketa ini harus didamaikan sesuai dengan Bagian
2 Lampiran II kecuali para Pihak-Pihak menyetujui yang lain.
5. Ketetapan pada Pasal ini berlaku dengan memperhatikan setiap protokol kecuali telah
ditentukan dalam protokol yang bersangkutan.

Pasal 28.
PENGESAHAN PROTOKOL
1. Para pihak wajib bekerja sama dalam perumusan dan pengesahan protokol-protokol
Konvensi ini.
2. Protokol-protokol harus disahkan pada pertemuan Konferensi Para Pihak.
3. Teks setiap protokol yang diusulkan harus disampaikan kepada para Pihak oleh Sekretariat
setidak-tidaknya enam bulan sebelum pertemuan tersebut dilaksanakan.
Pasal 29.
AMANDEMEN KONVENSI ATAU PROTOKOL
1. Amandemen terhadap Konvensi ini dapat diusulkan oleh setiap Pihak. Amandemen terhadap
setiap protokol dapat diusulkan oleh setiap Pihak dalam protokol tersebut.
2. Amandemen terhadap Konvensi ini wajib disahkan pada pertemuan Konferensi Para Pihak.
Amandemen terhadap protokol wajib disahkan pada pertemuan penandatanganan protokol
yang bersangkutan. Teks setiap amandemen yang diusulkan untuk Konvensi ini atau untuk
setiap protokol, kecuali bila dinyatakan berbeda dalam protokol semacam itu, wajib
dikomunikasikan pada Para Pihak pada instrumen yang dimaksud itu, oleh Sekretariat paling
sedikit enam bulan sebelum pertemuan untuk pengesahannya. Sekretariat juga wajib
mengkomunikasikan amandemen yang diusulkan kepada penandatanganan Konvensi ini
sebagai pemberitahuan.
3. Para Pihak wajib berusaha untuk mencapai persetujuan mengenai setiap amandemen yang
diusulkan terhadap Konvensi ini atau untuk setiap protokol dengan konsensus. Bila semua
usaha dengan konsensus tidak berhasil, amandemen wajib disahkan oleh dua per tiga suara
Pihak-Pihak yang hadir pada pertemuan dalam membahas intrumen bersangkutan, dan wajib
disampaikan oleh Depositari kepada semua Pihak untuk ratifikasi, penerimaan atau
persetujuan.
4. Ratifikasi, penerimaan atau persetujuan amandemen wajib diberitahukan kepada Depositari
secara tertulis. Amandemen yang disahkan sesuai dengan ayat (3) di atas mulai berlaku
untuk semua para Pihak yang telah menerimanya pada hari kesembilanpuluh sesudah
penyimpanan instrumen ratifikasi, penerimaan atau persetujuan oleh paling sedikit dua
pertiga Pihak-Pihak pada Konvensi atau Pihak-Pihak protokol yang bersangkutan, kecuali
dinyatakan berbeda pada protokol yang bersangkutan. Sesudah itu amandemen wajib mulai
berlaku untuk setiap Pihak lain pada hari kesembilanpuluh sesudah Pihak tersebut
menyerahkan instrumen ratifikasi, penerimaan atau persetujuan terhadap amandemen.
5. Untuk maksud Pasal ini para Pihak yang hadir dan memberikan suara ialah Penandatangan
yang hadir dan memberikan suara setuju atau tidak setuju.
Pasal 30.
PENGESAHAN DAN LAMPIRAN AMANDEMEN
1. Lampiran pada Konvensi ini atau setiap protokol merupakan bagian tidak terpisahkan dari
Konvensi atau protokol tersebut, kecuali ditetapkan lain dengan suatu acuan terhadap
Konvensi ini atau protokolnya, yang pada waktu yang sama merupakan suatu acuan
terhadap setiap lampirannya. Lampiran semacam itu terbatas pada hal-hal prosedural,
ilmiah, teknis dan administratif;
2. Kecuali bila protokol yang berkaitan dengan lampirannya menyatakan lain, maka dalam
protokol mengenai lampirannya, prosedur berikut ini wajib berlaku pada usulan, pengesahan
dan berlakunya lampiran tambahan pada Konvensi ini atau lampiran pada setiap protokol:
a. Lampiran pada Konvensi ini atau pada setiap protokol wajib diusulkan dan disahkan
sesuai prosedur yang dirumuskan dalam Pasal 29;
b. Setiap Pihak yang tidak dapat menyetujui lampiran tambahan Konvensi ini atau lampiran
pada setiap protokol yang melibatkan Pihak tersebut wajib memberitahu Depositari,
secara tertulis, dalam waktu satu tahun sejak tanggal disampaikannya pengesahan oleh
Depositari. Depositari dengan segera wajib memberitahu semua pihak mengenai
pemberitahuan yang diterimanya. Suatu Pihak satiap saat dapat membatalkan
pernyataan keberatan yang sebelumnya disampaikan dan lampiran-lampiran wajib mulai
diberlakukan sesuai dengan persyaratan dalam sub-ayat (c) dibawah ini;
c. Sesudah masa satu tahun dari tanggal diumumkannya pengesahan oleh Depositari,
lampiran wajib mulai diberlakukan untuk semua Pihak pada Konvensi ini atau pada
setiap protokol yang bersangkutan, yang belum menyampaikan pemberitahuan sesuai
dengan persyaratan sub-ayat (b) di atas.
3. Usulan, pengesahan dan berlakunya amandemen terhadap lampiran pada Konvensi ini atau
setiap protokol wajib mengikuti prosedur yang sama dengan prosedur untuk usulan,
pengesahan dan berlakunya lampiran Konvensi atau lampiran pada setiap protokol.
4. Bila lampiran tambahan atau amandemen terhadap lampiran berkaitan dengan amandemen
terhadap Konvensi ini atau setiap protokol, lampiran tambahan atau amandemen tidak boleh
diberlakukan sampai suatu saat amandemen terhadap Konvensi atau protokol yang
bersangkutan mulai dinyatakan berlaku.
Pasal 31.
HAK SUARA
1. Selain yang ditetapkan dalam ayat (2) di bawah, setiap Pihak dalam Konvensi ini atau dalam
setiap protokol hanya memiliki satu suara.
2. Organisasi kerja sama ekonomi regional, dalam hal yang berkaitan dengan kewenangannya,
dapat menggunakan hak suaranya dengan sejumlah suara yang sama banyaknya dengan
jumlah Negara-Negara anggotanya yang merupakan Pihak dalam Konvensi ini atau protokol
yang bersangkutan. Organisasi semacam itu tidak dapat menggunakan hak-hak suaranya
bila Negara-negara anggotanya telah menggunakan hak suaranya, dan demikian pula
sebaliknya.

Pasal 32.
HUBUNGAN ANTARA KONVENSI DAN PROTOKOLNYA
1. Suatu negara atau organisasi kerja sama ekonomi regional tidak dapat menjadi Pihak dalam
protokol kecuali pada waktu yang bersamaan menjadi Pihak dalam Konvensi ini.
2. Keputusan-keputusan dalam setiap protokol hanya dapat diambil oleh Pihak dalam protokol
yang bersangkutan. Setiap Pihak yang belum meratifikasi, menerima atau menyetujui
protokol boleh berperan serta sebagai peninjau dalam setiap pertemuan yang
diselenggarakan Pihak-Pihak protokol tersebut.
Pasal 33.
PENANDATANGANAN
Konvensi ini dibuka untuk penandatanganannya di Rio De Janeiro oleh semua Negara dan
organisasi kerja sama ekonomi regional dari tanggal 5 Juni 1992 sampai dengan 14 Juni 1992
dan di Markas Besar Perserikatan Bangsa-Bangsa di New York dari tanggal 15 Juni 1992 sampai
dengan 4 Juni 1993.
Pasal 34.
RATIFIKASI, PENERIMAAN ATAU PERSETUJUAN
1. Konvensi dan setiap protokol wajib tunduk pada ratifikasi, penerimaan atau persetujuan oleh
Negara-Negara dan oleh organisasi kerja sama ekonomi regional. Instrumen ratifikasi,
penerimaan dan persetujuannya wajib diserahkan kepada Depositari.
2. Organisasi yang dimaksud dalam ayat (1) di atas yang menjadi Pihak dalam Konvensi ini
atau setiap protokol, yang Negara-Negara anggotanya tidak menjadi pihak Konvensi terikat
oleh semua peraturan Konvensi atau setiap protokol, apapun halnya. Dalam organisasi seprti
itu, yang satu atau lebih Negara anggotanya menjadi Pihak dalam Konvensi ini atau protokol
yang berkaitan, organisasi ini dan Negara-Negara anggotanya harus memutuskan tanggung
jawabnya masing-masing dalam pelaksanaan kewajibannya menurut Konvensi atau protokol,
apapun halnya. Dalam hal seperti ini, organisasi atau Negara-Negara anggotanya tidak
berhak menggunakan hak-hak dalam Konvensi atau protokol yang berkaitan secara
bersamaan.
3. Dalam instrumen ratifikasi, penerimaan atau persetujuannya, organisasi yang dimaksud
dalam ayat (1) di atas wajib mengumumkan kewenangannya yang berkaitan dengan hal-hal
seperti yang diatur oleh Konvensi atau protokol yang berkaitan. Organisasi ini juga wajib
memberitahu Depositari tentang modifikasi yang berkaitan dengan kewenangannya.
Pasal 35.
AKSESI
1. Konvensi ini dan setiap protokol harus terbuka untuk keikutsertaan Negara-Negara dan
organisasi kerja sama ekonomi regional sejak tanggal ditutupnya penandatanganan
Konvensi dan protokol yang berkaitan. Instrumen pernyataan keikutsertaan wajib diserahkan
kepada Depositari.
2. Dalam instrumen keikutsertaannya organisasi yang dimaksud dalam ayat (1) di atas harus
menyatakan keterkaitannya dengan memperhatikan hal-hal yang diatur oleh Konvensi atau
protokol yang berkaitan. Organisasi ini juga wajib memberitahu Depositari mengenai
modifikasi yang berkaitan dengan kewenangannya.
3. Ketetapan Pasal 34, ayat (2), berlaku bagi organisasi kerja sama ekonomi regional yang
menyepakati Konvensi ini atau setiap protokol.

Pasal 36.
HAL BERLAKUNYA
1. Konvensi ini berlaku pada hari ke sembilanpuluh sesudah tanggal penyerahan instrumen
ratifikasi, penerimaan atau persetujuan yang ke tigapuluh.
2. Setiap protokol harus mulai berlaku pada hari kesembilanpuluh sesudah tanggal penyerahan
instrumen, ratifikasi, penerimaan, persetujuan, yang ditentukan dalam protokol.
3. Bagi setiap Pihak yang meratifikasi, menerima dan menyetujui Konvensi ini atau
menyepakati sesudah penyerahan instrumen ratifikasi, penerimaan, persetujuan ketigapuluh,
Konvensi ini mulai berlaku pada hari kesembilanpuluh sesudah tanggal penyerahan
instrumen ratifikasi, penerimaan, persetujuan oleh Pihak tersebut.
4. Setiap protokol, kecuali bila ditetapkan lain oleh protokol tersebut, harus mulai diberlakukan
untuk Pihak yang meratifikasi, menerima atau menyetujui protokol tersebut sesudah mulai
diberlakukannya sesuai ayat (2) di atas, pada hari kesembilanpuluh sesudah tanggal Pihak
tersebut menyerahkan instrumen ratifikasi, penerimaan dan persetujuannya, atau pada
tanggal ketika Konvensi ini mulai diberlakukan untuk Pihak tersebut.
5. Untuk maksud ayat (1) dan (2) di atas, setiap instrumen yang diserahkan oleh organisasi
kerja sama ekonomi regional harus tidak dianggap sebagai instrumen-instrumen yang telah
diserahkan oleh Negara-Negara anggota organisasi tersebut.
Pasal 37.
KEBERATAN-KEBERATAN (RESERVASI)
Tidak ada keberatan yang dapat diajukan terhadap Konvensi ini.
Pasal 38.
PENARIKAN DIRI
1. Setiap saat sesudah dua tahun dari tanggal Konvensi ini diberlakukan untuk setiap Pihak,
Pihak tersebut dapat mengundurkan diri dari Konvensi dengan menyampaikan
pemberitahuan tertulis kepada Depositari.
2. Setiap pengunduran diri tersebut akan berlaku satu tahun setelah tanggal pemberitahuannya
diterima oleh Depositari, atau beberapa waktu kemudian, seperti dijelaskan dalam
pemberitahuan mengenai penarikan diri ini.
3. Pihak yang mengundurkan diri dari Konvensi ini akan dianggap mengundurkan diri pula dari
protokol yang diikutinya.
Pasal 39.
PENGATURAN PENDANAAN INTERIM
Dengan pengertian bahwa sudah direstrukturisasi sepenuhnya sesuai dengan ketetapan Pasal
21, Global Environment Facility dari United Nations Development Programme, United Nations
Environment Programme dan International Bank of Reconstruction Development akan menjadi
struktur kelembagaan yang dimaksud dalam Pasal 21 secara sementara, untuk masa antara
mulai diberlakukannya Konvensi ini dan pertemuan pertama Konferensi Para Pihak atau sampai
Konferensi Para Pihak menentukan struktur kelembagaan yang sesuai dengan Pasal 21.
Pasal 40.
PENGATURAN SEKRETARIAT INTERIM
Sekretariat yang dibentuk oleh Direktur Eksekutif United Nations Environment Programme ialah
Sekretariat yang dimaksud dalam Pasal 24, ayat (2), berlaku sementara untuk masa antara mulai
diberlakukannya Konvensi ini dan pertemuan pertama Konvensi Para Pihak.
Pasal 41.
DEPOSITARIS
Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa akan menjalankan fungsi Depositari Konvensi
ini protokol-protokolnya.
Pasal 42.
TEKS ASLI
Naskah asli Konvensi ini yang ditulis baik dalam bahasa Arab, Cina, Inggris, Perancis, Rusia dan
Spanyol sama otentiknya, dan harus ditempatkan pada Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-
Bangsa.
DENGAN KESAKSIAN yang bertandatangan di bawah ini, yang diberi kewenangan untuk
bertindak, telah menandatangani Konvensi ini.
Dilaksanakan di Rio de Janeiro pada hari kelima bulan Juni, seribu sembilanratus sembilanpuluh
dua.

LAMPIRAN I

IDENTIFIKASI DAN PEMANTAUAN


1. Ekosistem dan habitat: berisi keragaman yang tinggi, sejumlah besar jenis atau hidupan liar
endemik atau terancam kepunahan; yang diperlukan oleh jenis yang bermigrasi; mempunyai
nilai penting secara ekonomi, budaya atau ilmiah; atau yang mewakili, unik atau dihubungkan
dengan kunci proses-proses evolusi atau biologi lain;
2. Jenis dan komunitas yang terancam; berkerabat dengan jenis domestik atau budidaya;
mempunyai nilai penting untuk obat-obatan, pertanian atau nilai ekonomis yang lain; atau
mempunyai nilai sosial, ilmiah atau budaya yang penting; atau bernilai penting untuk
penelitian bagi konservasi dan pemanfaatan secara berkelanjutan keanekaragaman hayati,
seperti halnya jenis indikator; dan
3. Genome dan gene tertentu yang mempunyai nilai sosial, ilmiah dan ekonomi penting.

LAMPIRAN II
Bagian 1
ARBITRASE
Pasal 1
Pihak penuntut harus memberitahu sekretariat bahwa pihak-pihak tersebut mengajukan
persengketaan kepada arbitrase menurut Pasal 27. Pemberitahuan tersebut harus menyebutkan
pokok permasalahan arbitrase dan mencantumkan secara khusus pasal-pasal dalam Konvensi
atau protokol, tafsiran atau penerapan hal-hal yang menjadi pokok permasalahan. Jika pihak-
pihak tersebut tidak sepakat dengan pokok permasalahan persengketaan sebelum Presiden
pengadilan ditunjuk, sidang arbitrase (arbitral) wajib menjelaskan pokok permasalahan tersebut.
Sekretariat wajib menyampaikan informasi ini sehingga diterima oleh semua pihak-pihak
penandatangan Konvensi ini atau kepada protokol yang berkaitan.

Pasal 2
1. Dalam persengketaan antara dua pihak, sidang arbitrase harus terdiri dari tiga anggota.
Setiap pihak yang bersengketa harus menunjuk seorang penengah dan kedua penengah
yang ditunjuk wajib menunjuk, dengan persetujuan bersama, penengah ketiga yang akan
menjadi Presiden pengadilan. Penengah ketiga harus bukan warga negara salah satu pihak
yang bersengketa, atau mempunyai tempat tinggal di dalam wilayah salah satu pihak
tersebut, atau bekerja pada salah satu dari pihak tersebut, atau mempunyai urusan apapun
dengan kasus ini dalam kapasitas apapun.
2. Dalam persengketaan di antara lebih dari dua pihak, pihak-pihak yang mempunyai
kepentingan sama dapat menunjuk satu penengah atas dasar persetujuan bersama.
3. Setiap lowongan harus diisi dengan cara yang telah ditentukan bagi penunjukan awal.

Pasal 3
Jika Presiden sidang arbitrase belum ditunjuk dalam jangka waktu dua bulan sejak penunjukan
penengah kedua, Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa akan, atas permintaan
salah satu pihak, menunjuk Presiden dalam jangka dua bulan berikutnya.
Jika salah satu pihak yang bersengketa tidak menunjuk seorang penengah dalam jangka waktu
dua bulan sejak penerimaan permohonan, pihak yang lain dapat memberitahu Sekretaris
Jenderal yang wajib mengadakan penunjukan dalam jangka dua bulan berikutnya.

Pasal 4
Sidang arbitrase wajib membuat keputusannya sesuai dengan ketetapan Konvensi ini, semua
protokol yang berkaitan, dan hukum internasional.

Pasal 5
Jika pihak-pihak yang bersengketa tidak setuju, sidang arbitrase wajib menentukan peraturan-
peraturan prosedur persidangan sendiri.

Pasal 6
Sidang arbitrase dapat, dengan permintaan salah satu pihak, merekomendasikan langkah-
langkah sementara untuk perlindungan.

Pasal 7
Pihak-pihak yang bersengketa wajib membantu pekerjaan sidang arbitrase dan khususnya,
menggunakan semua sarana yang dimilikinya, akan:
a. Memberi sidang segala dokumen, informasi dan fasilitas yang berkaitan; dan
b. Membantu sidang, bilamana perlu untuk memanggil saksi-saksi atau para ahli dan menerima
bukti-bukti mereka.
Pasal 8
Pihak-pihak yang bersengketa dan para hakim di bawah sumpah untuk melindungi kerahasian
setiap informasi yang mereka terima secara rahasia selama berlangsungnya sidang arbitrase.
Pasal 9
Jika sidang arbitrase tidak menetapkan hal yang berlawanan, karena keadaan khusus kasus
tersebut, biaya sidang arbitrase wajib ditanggung oleh pihak-pihak yang bersengketa dengan
pembagian yang sama. Sidang wajib mencatat segala pembiayaannya, dan harus membuat
pernyataan akhir kepada pihak-pihak yang bersengketa.
Pasal 10
Setiap pihak pada Konvensi yang mempunyai kepentingan bersifat hukum dalam pokok
permasalahan persengketaan yang dapat terpengaruh oleh keputusan kasus tersebut, dapat
campur tangan dalam proses persidangan dengan izin sidang.
Pasal 11
Sidang dapat mendengarkan dan menentukan tuntutan balik yang muncul secara langsung dari
pokok permasalahan persengketaan.
Pasal 12

Keputusan, baik pada prosedur dan substansi sidang arbitrase harus ditentukan melalui hasil
pemungutan suara terbanyak anggota-anggota sidang.
Pasal 13

Jika salah satu pihak yang bersengketa tidak muncul dalam sidang arbitrase atau gagal dalam
mempertahankan kasusnya, pihak yang lain dapat meminta sidang untuk melanjutkan acara
persidangan dan memberikan keputusannya. Ketidakhadiran satu pihak atau kegagalan satu
pihak untuk mempertahankan kasusnya harus tidak merupakan penghalang bagi acara
persidangan. Sebelum membuat keputusan akhirnya, sidang arbitrase harus meyakinkan diri
bahwa tuntutan tersebut berdasarkan pada fakta dan hukum yang kuat.

Pasal 14

Sidang wajib membuat keputusan akhirnya dalam jangka lima bulan sejak sidang tersebut
sepenuhnya diangkat kecuali jika dirasa perlu untuk memperpanjang batas waktu hingga pada
periode yang tidak lebih dari lima bulan lagi.

Pasal 15

Keputusan akhir sidang arbitrase harus dibatasi pada pokok permasalahan persengketaan dan
harus menyatakan pertimbangan-pertimbangan yang menjadi dasarnya. Keputusan tersebut
harus memuat nama-nama anggota yang telah berperan serta dan tanggal keputusan akhirnya.
Setiap anggota sidang arbitrase dapat melampirkan opini terpisah atau ketidaksepakatannya
pada keputusan akhir tersebut.

Pasal 16
Keputusan sidang wajib mengikat pihak-pihak yang bersengketa. Keputusan tersebut harus
tanpa permohonan banding kecuali pihak-pihak yang bersengketa sebelumnya telah menyetujui
prosedur untuk naik banding.

Pasal 17

Setiap perbedaan pendapat yang dapat timbul diantara pihak-pihak yang bersengketa sebagai
akibat penafsiran atau cara pelaksanaan keputusan akhir tersebut dapat diajukan oleh masing-
masing pihak pada sidang arbitrase yang mengeluarkan keputusan tersebut untuk ketegasannya.

Bagian 2
KONSILIASI (CONCILIATION)

Pasal 1

Dewan konsiliasi wajib dibentuk berdasarkan permohonan salah satu pihak yang bersengketa.
Dewan tersebut akan terdiri dari lima anggota, dua dipilih oleh setiap yang bersengketa dan
seorang Presiden yang dipilih secara bersama oleh keempat anggota tersebut, kecuali bilamana
pihak-pihak yang bersengketa tidak setuju.

Pasal 2

Dalam persengketaan antara lebih dari dua pihak, pihak-pihak yang mempunyai kepentingan
yang sama wajib menunjuk anggota mereka pada dewan konsiliasi secara bersama-sama
melalui persetujuan. Jika dua atau lebih pihak yang bersengketa tersebut mempunyai
kepentingan yang berbeda-beda atau bilamana ada ketidaksetujuan bilamana pihak-pihak
tersebut mempunyai kepentingan yang sama, mereka dapat memilih angota-anggota mereka
secara terpisah.
Pasal 3

Jika penunjukan angota-anggota dewan dari setiap pihak yang bersengketa tidak dilaksanakan
dalam jangka waktu dua bulan sejak tanggal permohonan untuk membentuk dewan konsiliasi,
Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa jika diminta oleh pihak yang mengajukan
permohonan, dapat membuat penunjukan tersebut dalam jangka dua bulan berikutnya.

Pasal 4
Jika Presiden dewan konsiliasi tidak terpilih dalam jangka waktu dua bulan sejak anggota dewan
terakhir terpilih, Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa jika diminta oleh salah satu
pihak, dapat menunjuk seorang Presiden dalam jangka waktu dua bulan berikutnya.

Pasal 5
Dewan konsiliasi wajib membuat keputusannya melalui pemungutan suara terbanyak dari para
anggotanya. Dewan tersebut harus, kecuali bila pihak-pihak yang bersengketa tidak setuju,
menetapkan prosedurnya sendiri. Dewan wajib membuat usulan untuk pemecahan
persengketaan, yang harus diterima oleh semua pihak yang bersengketa dengan itikad baik.
Pasal 6

Ketidaksepakatan mengenai kewenangan dewan konsiliasi wajib diputuskan oleh dewan


tersebut.

Anda mungkin juga menyukai