Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
I.
Definisi
Hiperbilirubinemia merupakan peningkatan kadar bilirubin total pada minggu
pertama kelahiran. Kadar normal maksimal adalah 12-13 mg% (205-220 mikromol/L).
Hiperbilirubinemia adalah kadar bilirubin di dalam darah melampui 1 mg/dL
(17,1umol/L). Hiperbilirubinemia dapat disebabkan oleh produksi bilirubin yang
melebihi kemampuan hati normal untuk mengekskresikannya, atau dapat terjadi karena
kegagalan hati yang rusak untuk mengekskresikan bilirubin yang di hasilkan dengan
jumlah normal. Pada semua keadaan ini, bilirubin bertumpuk di dalam darah dan ketika
mencapai suatu konsentrasi tertentu ( yaitu sekitar 2-2,5 mg/dL ), bilirubin akan berdifusi
ke dalam jaringan yang kemudian warnanya berubah menjadi kuning. Keadaan ini
dinamakan jaundice atau ikterus. Istilah jaundice (berasal dari bahasa Perancis jaune,
yang berarti kuning) atau ikterus (dari bahasa Yunani icteros) menunjukkan pewarnaan
kuning pada kulit, sklera atau membran mukosa sebagai akibat penumpukan bilirubin
yang berlebihan pada jaringan.
Hiperbilirubinemia fisiologis yang terjadi pada bayi adalah ketika kadar bilirubin
indirek tidak melebihi 12 mg/dL pada hari ketiga dan bayi premature pada 15 mg/dL
pada hari kelima.
Sedangkan ikterus neonatorum adalah keadaan klinis pada bayi yang ditandai oleh
pewarnaan ikterus pada kulit dan sclera akibat akumulasi bilirubin tidak terkonjugasi
yang berlebih. Ikterus secara klinis akan mulai tampak pada bayi baru lahir bila kadar
bilirubin darah 5-7 mg/dL. Ikterus dibagi menjadi dua yaitu ikterus fisiologis dan ikterus
non-fisiologis.
II.
Etiologi
Terdapat 4 mekanisme umum dimana hiperbilirubinemia dan ikterus dapat terjadi :
pembentukan bilirubin secara berlebihan, gangguan pengambilan bilirubin tak
terkonjugasi oleh hati, gangguan konjugasi bilirubin, penurunan ekskresi bilirubin
terkonjugasi dalam empedu akibat faktor intra hepatik yang bersifat opbtruksi fungsional
atau mekanik. Hiperbilirubinemia tak terkonjugasi terutama disebabkan oleh tiga
mekanisme yang pertama, sedangkan mekanisme yang keempat terutama mengakibatkan
terkonjugasi.
A. Pembentukan bilirubin secara berlebihan
terkonjugasi adalah dengan fototerapi. Fototerapi berupa pemberian sinar biru atau
sinar fluoresen atau (gelombang yang panjangnya 430 sampai dengan 470 nm) pada
kulit bayi yang telanjang. Penyinaran ini menyebabkan perubahan struktural Bilirubin
(foto isumerisasi) menjadi isomer-isomer yang larut dalam air, isomer ini akan di
ekskresikan dengan cepat ke dalam empedu tanpa harus di konjugasi terlebih dahulu.
Fenobarbital (Luminal) yang meningkatkan aktivitas glukororil transferase sering kali
dapat menghilang ikterus pada penderita ini.
D. Penurunan eksresi bilirubin terkonjugasi
Gangguan eskresi bilirubin, baik yang disebabkan oleh faktor-faktor Fungsional
maupun obstruksi, terutama mengakibatkan hiperbilirubinemia terkonjugasi .Karena
bilirubin terkonjugasi latut dalam air,maka bilirubin ini dapat di ekskresi ke dalam
kemih, sehingga menimbulkan bilirubin dan kemih berwarna gelap. Urobilinogen
feses dan urobilinogen kemih sering berkurang sehingga terlihat pucat. Peningkatan
kadar bilirubin terkonjugasi dapat di sertai bukti-bukti kegagalan ekskresi hati lainnya,
seperti peningkatan kadar fostafe alkali dalam serum, AST, Kolesterol, dan garamgaram empedu. Peningkatan garam-garam empedu dalam darah menimbulkan gatalgatal pada ikterus. Ikterus yang diakibatkan oleh hiperbilirubinemia terkonjugasi
biasanya lebih kuning di bandingkan dengan hiperbilirubinemia tak terkonjugasi.
Perubahan warna berkisar dari kuning jingga muda atau tua sampai kuning hijau bila
terjadi obstruksi total aliran empedu perubahan ini merupakan bukti adanya ikterus
kolestatik, yang merupakan nama lain dari ikterus obstruktif. Kolestasis dapat bersifat
intrahepatik ( mengenai sel hati, kanalikuli, atau kolangiola ) atau ekstra hepatik
( mengenai saluran empedu di luar hati ). Pada ke dua keadaan ini terdapat gangguan
niokimia yang sama.
Sumber lain ada juga yang menyatakan penyebab dari hiperbilirubinemia adalah :
Produksi bilirubin yang meningkat : peningkatan jumlah sel darah merah, penurunan
umur sel darah merah, peningkatan pemecahan sel darah merah (inkompatibilitas
golongan darah dan Rh), defek sel darah merah pada
III.
Patofisiologi
A. Metabolisme Bilirubin
Bilirubin adalah pigmen kristal berwarna jingga ikterus yang merupakan bentuk
akhir dari pemecahan katabolisme heme melalui proses reaksi oksidasi reduksi.
Langkah oksidasi yang pertama adalah biliverdin yang di bentuk dari heme
dengan bantuan enzim heme oksigenase yaitu suatu enzim yang sebagian besar
terdapat dalam sel hati, dan organ lain. Pada reaksi tersebut juga terdapat besi yang
digunakan kembali untuk pembentukan haemoglobin dan karbon monoksida yang
dieksresikan ke dalam paru. Biliverdin kemudian akan direduksi menjadi bilirubin
oleh enzim biliverdin reduktase. Biliverdin bersifat larut dalam air dan secara cepat
akan dirubah menjadi bilirubin melalui reaksi bilirubin reduktase. Berbeda dengan
biliverdin, bilirubin bersifat lipofilik dan terikat dengan hydrogen serta pada pH
normal bersifat tidak larut. Jika tubuh akan mengeksresikan, diperlukan mekanisme
transport dan eliminasi bilirubin.
Bayi baru lahir akan memproduksi bilirubin 8-10 mg/kgBB/hari, sedangkan
orang dewasa sekitar 3-4 mg/kgBB/hari. Peningkatan produksi bilirubin pada bayi
baru lahir disebabkan oleh masa hidup eritrosit bayi lebih pendek (70-90 hari)
dibandingkan dengan orang dewasa (120 hari), peningkatan degradasi heme, turn
over sitokrom yang meningkat dan juga reabsorpsi bilirubin dari usus yang
meningkat (sirkulasi enterohepatik).
B. Transportasi Bilirubin
Kecepatan produksi bilirubin adalah 6-8 mg/kgBB per 24 jam pada neonatus
cukup bulan sehat dan 3-4 mg/kgBB per 24 jam pada orang dewasa sehat. Sekitar
pertama. Ikterus ini biasanya timbul pada hari kedua, kemudian menghilang pada hari ke
sepuluh, atau pada akhir minggu ke dua. Bayi dengan gejala ikterus ini tidak sakit dan
tidak
memerlukan
pengobatan,kecuali
dalam
pengertian
mencegah
terjadinya
waktu.
Ikterus yang berkaitan dengan penyakit hemoglobin, infeksi,
atau suatu keadaan patologik lain yang telah diketahui.
V.
Derajat Ikterus
Berdasarkan Kramer dapat dibagi :
Derajat ikterus
I
II
III
Daerah Ikterus
Kepala dan leher
Sampai badan atas (diatas
umbilicus)
Sampai
badan
bawah
12,4 mg%
16,0 mg%
Selanjutnya bayi akan demam, high pitched cry, kemudian akan menjadi drowsiness
dan hipotoni.
Pada tahap yang kronis bilirubin ensefalopati, bayi yang bertahan hidup, akan
berkembang menjadi bentuk athetoid cerebral palsy yang berat, gangguan pendengaran,
displasia dental enamel, paralysis upward gaze.
VI.
Manifestasi Klinis
Secara umum gejala dari penyakit hiperbilirubin ini antara lain:
VII.
ketegangan otot
Perut membuncit
Pembesaran pada hati
Feses berwarna seperti dempul
Muntah, anoreksia, fatigue,
Warna urin gelap.
Diagnosis
Dari anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan laboratorium terdapat beberapa
faktor risiko terjadinya hiperbilirubinemia berat.
Ikterus yang timbul dalam 24 jam pertama (usia bayi < 24 jam)
Inkompatibilitas golongan darah (dengan Coombs test positip)
Usia kehamilan < 38 minggu
Penyakit-penyakit hemolitik (end tidal CO)
Ikterus / terapi sinar / transfusi tukar pada bayi sebelumnya
Hematoma sefal, bruising
ASI eksklusif (bila berat badan turun > 12 % BB lahir)
Ras Asia Timur, jenis kelamin laki-laki, usia ibu < 25 tahun
Ikterus sebelum bayi dipulangkan
Infant Diabetic Mother, makrosomia
Polisitemia
Anamnesis
Riwayat kehamilan dengan komplikasi (obat-obatan, ibu DM, gawat janin, malnutrisi
intra uterin, infeksi intranatal)
Riwayat persalinan dengan tindakan / komplikasi
Riwayat ikterus / terapi sinar / transfusi tukar pada bayi sebelumnya
Riwayat inkompatibilitas darah
Riwayat keluarga yang menderita anemia, pembesaran hepar dan limpa.
Pemeriksaan Fisik
Secara klinis ikterus pada neonatus dapat dilihat segera setelah lahir atau beberapa
hari kemudian. Amati ikterus pada siang hari dengan lampu sinar yang cukup. Ikterus
akan terlihat lebih jelas dengan sinar lampu dan bisa tidak terlihat dengan penerangan
yang kurang, terutama pada neonatus yang kulitnya gelap. Penilaian ikterus akan lebih
sulit lagi apabila penderita sedang mendapatkan terapi sinar.
Tekan kulit secara ringan memakai jari tangan untuk memastikan warna kulit dan
jaringan subkutan. Waktu timbulnya ikterus mempunyai arti penting pula dalam
diagnosis dan penatalaksanaan penderita karena saat timbulnya ikterus mempunyai kaitan
erat dengan kemungkinan penyebab ikterus tersebut.
Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan serum bilirubin (bilirubin total dan direk) harus dilakukan pada
neonatus yang mengalami ikterus. Terutama pada bayi yang tampak sakit atau bayi-bayi
yang tergolong risiko tinggi terserang hiperbilirubinemia berat. Namun pada bayi yang
mengalami ikterus berat, lakukan terapi sinar sesegera mungkin, jangan menunda terapi
sinar dengan menunggu hasil pemeriksaan kadar serum bilirubin
10
VIII.
Penatalaksanaan
Tujuan utama
dalam
penatalaksanaan
ikterus
neonatorum
adalah
untuk
mengendalikan agar kadar bilirubin serum tidak mencapai nilai yang dapat
menbimbulkan kern-ikterus/ensefalopati bilirubin, serta mengobati penyebab langsung
ikterus tadi. Pengendalian kadar bilirubin dapat dilakukan dengan mengusahakan agar
konjugasi bilirubin dapat lebih cepat berlangsung. Hal ini dapat dilakukan dengan
merangsang terbentuknya glukoronil transferase dengan pemberian obat-obatan
(luminal).
Pemberian substrat yang dapat menghambat metabolisme bilirubin (plasma atau
albumin), mengurangi sirkulasi enterohepatik (pemberian kolesteramin), terapi sinar atau
transfusi tukar, merupakan tindakan yang juga dapat mengendalikan kenaikan kadar
bilirubin. Dikemukakan pula bahwa obat-obatan (IVIG : Intra Venous Immuno Globulin
11
A. Strategi Pencegahan
Pencegahan Primer
Menganjurkan ibu untuk menyusui bayinya paling sedikit 8 12 kali/ hari untuk
beberapa hari pertama.
Tidak memberikan cairan tambahan rutin seperti dekstrose atau air pada bayi yang
mendapat ASI dan tidak mengalami dehidrasi.
Pencegahan Sekunder
Semua wanita hamil harus diperiksa golongan darah ABO dan rhesusu serta
penyaringan serum untuk antibody isoimun yang tidak biasa.
Harus memastikan bahwa semua bayi secar rutin di monitor terhadap timbulnya
ikterus dan menetapkan protocol terhadap penilaian ikterus yang harus dinilai saat
memeriksa tanda tanda vital bayi, tetapi tidak kurang dari setiap 8 12 jam.
B. Penggunaan Farmakoterapi
Imunoglobulin intravena telah digunakan pada bayi bayi dengan rhesus yang
berat dan inkompatibilitas ABO untuk menekan hemolisis isoimun dan
lebih
cepat
.Pemberian
phenobarbital
untuk
mengobatan
diperlukan waktu paling kurang 3 hari untuk mendapat hasil yang berarti.
Metalloprotoprophyrin adalah analog sintesis heme.
12
Molekul-molekul bilirubin pada kulit yang terpapar sinar akan mengalami reaksi
fotokimia yang relatif cepat menjadi isomer konfigurasi, dimana sinar akan merubah
bentuk molekul bilirubin dan bukan mengubah struktur bilirubin. Bentuk bilirubin 4Z,
15Z akan berubah menjadi bentuk 4Z,15E yaitu bentuk isomer nontoksik yang bisa
diekskresikan. Isomer bilirubin ini mempunyai bentuk yang berbeda dari isomer asli,
13
lebih polar dan bisa diekskresikan dari hati ke dalam empedu tanpa mengalami
konjugasi atau membutuhkan pengangkutan khusus untuk ekskresinya. Bentuk isomer
ini mengandung 20% dari jumlah bilirubin serum. Eliminasi melalui urin dan saluran
cerna sama-sama penting dalam mengurangi muatan bilirubin. Reaksi fototerapi
menghasilkan suatu fotooksidasi melalui proses yang cepat. Fototerapi juga
menghasilkan lumirubin, dimana lumirubin ini mengandung 2% sampai 6% dari total
bilirubin serum. Lumirubin diekskresikan melalui empedu dan urin karena bersifat
larut dalam air.
Penelitian Sarici mendapatkan 10,5% neonatus cukup bulan dan 25,5% neonatus
kurang bulan menderita hiperbilirubinemia yang signifikan dan membutuhkan
fototerapi.
Fototerapi diindikasikan pada kadar bilirubin yang meningkat sesuai dengan umur
pada neonatus cukup bulan atau berdasarkan berat badan pada neonatus kurang bulan,
sesuai dengan rekomendasi American Academy of Pediatrics (AAP).
Sinar Fototerapi
Sinar yang digunakan pada fototerapi adalah suatu sinar tampak yang merupakan
suatu gelombang elektromagnetik. Sifat gelombang elektromagnetik bervariasi
menurut
frekuensi
dan
panjang
gelombang,
yang
menghasilkan
spektrum
elektromagnetik. Spektrum dari sinar tampak ini terdiri dari sinar merah, oranye,
kuning, hijau, biru, dan ungu. Masing masing dari sinar memiliki panjang gelombang
yang berbeda beda.
14
Panjang gelombang sinar yang paling efektif untuk menurunkan kadar bilirubin
adalah sinar biru dengan panjang gelombang 425-475 nm.Sinar biru lebih baik dalam
menurunkan kadar bilirubin dibandingkan dengan sinar biru-hijau, sinar putih, dan
sinar hijau. Intensitas sinar adalah jumlah foton yang diberikan per sentimeter kuadrat
permukaan tubuh yang terpapar. Intensitas yang diberikan menentukan efektifitas
fototerapi, semakin tinggi intensitas sinar maka semakin cepat penurunan kadar
bilirubin serum.Intensitas sinar, yang ditentukan sebagai W/cm2/nm.
Intensitas sinar yang diberikan menentukan efektivitas dari fototerapi. Intensitas
sinar diukur dengan menggunakan suatu alat yaitu radiometer fototerapi.28,36
Intensitas sinar 30 W/cm2/nm cukup signifikan dalam menurunkan kadar bilirubin
untuk intensif fototerapi. Intensitas sinar yang diharapkan adalah 10 40 W/cm2/nm.
Intensitas sinar maksimal untuk fototerapi standard adalah 30 50 W/cm2/nm.
Semakin tinggi intensitas sinar, maka akan lebih besar pula efikasinya.
Faktor-faktor yang berpengaruh pada penentuan intensitas sinar ini adalah jenis
sinar, panjang gelombang sinar yang digunakan, jarak sinar ke neonatus dan luas
permukaan tubuh neonatus yang disinari serta penggunaan media pemantulan sinar.
Intensitas sinar berbanding terbalik dengan jarak antara sinar dan permukaan tubuh.
Cara mudah untuk meningkatkan intensitas sinar adalah menggeser sinar lebih dekat
pada bayi.
Rekomendasi AAP menganjurkan fototerapi dengan jarak 10 cm kecuali dengan
menggunakan sinar halogen.Sinar halogen dapat menyebabkan luka bakar bila
diletakkan terlalu dekat dengan bayi. Bayi cukup bulan tidak akan kepanasan dengan
sinar fototerapi berjarak 10 cm dari bayi. Luas permukaan terbesar dari tubuh bayi
15
yaitu badan bayi, harus diposisikan di pusat sinar, tempat di mana intensitas sinar
paling tinggi.
Tabel 2.1. Rekomendasi AAP penanganan hiperbilirubinemia pada neonatus sehat dan
cukup bulan.
Usia ( jam )
Pertimbangan
25-48
terapi sinar
>12mg/dl
(>200 mol/L)
49-72
>72
Terapi sinar
Transfusi tukar
Transfusi tukar
>15 mg/dl
( >250 mol/L)
>20 mg/dl
(>340 mol/L)
>15mg/dl
(>250 mol/L)
>18 mg/dl
(>300mol/L)
>25mg/dl
(425 mol/L)
>30 mg/dl
(510mol/L)
>17 mg/dl
(>290 mol/L)
>20mg/dl
(>340mol/L
>25mg/dl
(>425 mol/L)
>30mg/dl
(>510 mol/L)
Tabel 2.2 Tatalaksana hiperbilirubinemia pada Neonatus Kurang Bulan Sehat dan
Sakit ( >37 minggu )
Berat
Hingga 1000 g
1001-1500 g
1501-2000 g
>2000 g
Serum (mg/dl)
Terapi sinar
Transfusi
(mg/dl)
Terapi sinar
Transfusi
5-7
7-10
10
10-12
tukar
10
10-15
17
18
4-6
6-8
8-10
10
tukar
8-10
10-12
15
17
16
biasa. Untuk hal ini pemberian cairan pada penderita dengan terapi sinar perlu
peristaltik
usus
(Windorfer
(1976)
mengemukakan bahwa diare yang terjadi akibat efek sekunder yang terjadi pada
pembentukan enzim lactase karena meningkatnya bilirubin indirek pada usus.
Pemberian susu dengan kadar laktosa rendah akan mengurangi timbulnya diare.
diteruskan.
Gangguan pertumbuhan
Pada binatang percobaan ditemukan gangguan pertumbuhan (Ballowics 1970).
Lucey (1972) dan Drew dkk (10976) secara klinis tidak dapat menemukan
gangguan tumbuh kembang pada bayi yang mendapat terapi sinar. Meskipun
demikian hendaknya pemakaian terapi sinar dilakukan dengan indikasi yang tepat
kelainan gonad, adanya hemolisis darah dan beberapa kelainan metabolisme lain.
Sampai saat ini tampaknya belum ditemukan efek lanjut terapi sinar pada bayi.
Komplikasi segera juga bersifat ringan dan tidak berarti dibandingkan dengan manfaat
17
penggunaannya. Mengingat hal ini, adalah wajar bila terapi sinar mempunyai tempat
tersendiri dalam penatalaksanaan hiperbilirubinemia pada bayi baru lahir.
Tranfusi Tukar
Transfusi tukar adalah suatu tindakan pengambilan sejumlah kecil darah yang
dilanjutkan dengan pengembalian darah dari donor dalam jumlah yang sama yang
dilakukan berulang-ulang sampai sebagian besar darah penderita tertukar (Friel,
1982).
Pada hiperbilirubinemia, tindakan ini bertujuan mencegah terjadinya ensefalopati
bilirubin dengan cara mengeluarkan bilirubin indirek dari sirkulasi. Pada bayi dengan
isoimunisasi, transfusi tukar memiliki manfaat tambahan, karena membantu
mengeluarkan antibodi maternal dari sirkulasi bayi. Sehingga mencegah hemolisis
lebih lanjut dan memperbaiki anemia.
Darah Donor Untuk Tranfusi Tukar
Darah yang digunakan golongan O.
Gunakan darah baru (usia < style="">whole blood. Kerjasama dengan dokter
kandungan dan Bank Darah adalah penting untuk persiapan kelahiran bayi yang
18
Usia
Hari ke-1
Hari ke-2
Hari ke-3
Hari ke-4 dan
Sehat (mg/dL)
15
25
30
30
(mg/dL)
13
15
20
20
seterusnya
Bila transfusi tukar memungkinkan untuk dilaksanakan di tempat atau bayi bisa
dirujuk secara cepat dan aman ke fasilitas lain, dan kadar bilirubin bayi telah mencapai
kadar di atas, sertakan contoh darah ibu dan bayi.
Tabel 3. Indikasi Transfusi Tukar Pada Bayi Berat Badan Lahir Rendah
Berat badan (gram)
<> >
> 1000
1000-1500
12-15
1500-2000
15-18
2000-2500
18-20
Pada penyakit hemolitik segera dilakukan tranfusi tukar apabila ada indikasi:
Kadar bilirubin tali pusat > 4,5 mg/dL dan kadar Hb <>
Kadar bilirubin meningkat > 6 mg/dL/12jam walaupun sedang mendapatkan terapi
sinar
Selama terapi sinar bilirubin meningkat > 6 mg/dL/12jam dan kadar Hb 11 13
gr/dL
Didapatkan anemia yang progresif walaupun kadar bilirubin dapat dikontrol secara
DAFTAR PUSTAKA
21
Sholeh K, Ari Y, Rizalya D, Gatot IS, Ali U. 2010. Buku Ajar Neonatologi. Edisi pertama.
Jakarta: Ikatan Dokter Anak Indonesia; p. 147-169
Behrmand Kliegelman. Nelson Essential of Pediatrics,hal 592-98. Edisi 17. 2014. EGC:
Jakarta
HTA Indonesia. 2004. Tatalaksana Ikterus Neonatorum.
HTA Indonesia. 2010. Buku Panduan Tatalaksana Bayi Baru Lahir di Rumah Sakit.
Meredith L. Porter, Beth L. Dennis. Hyperbilirubinemia In The Term Newborn. American
Family Physician. 2002. Dewitt Army Community Hospital, Fort Belvoir, Virginia.
Etika, Risa, Dkk. 2010. Hiperbilirubinemia Pada Neonatus. Surabaya: Divisi Neonatologi
Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fk Unair/Rsu Dr. Soetomo.
Pudjiadi, Antonius H, dkk. 2011. Pedoman Pelayanan Medis Ikatan Dokter Anak Indonesia,
Jilid 2. Jakarta: Ikatan Dokter Anak Indonesia.
22