Anda di halaman 1dari 22

TINJAUAN PUSTAKA

I.

Definisi
Hiperbilirubinemia merupakan peningkatan kadar bilirubin total pada minggu
pertama kelahiran. Kadar normal maksimal adalah 12-13 mg% (205-220 mikromol/L).
Hiperbilirubinemia adalah kadar bilirubin di dalam darah melampui 1 mg/dL
(17,1umol/L). Hiperbilirubinemia dapat disebabkan oleh produksi bilirubin yang
melebihi kemampuan hati normal untuk mengekskresikannya, atau dapat terjadi karena
kegagalan hati yang rusak untuk mengekskresikan bilirubin yang di hasilkan dengan
jumlah normal. Pada semua keadaan ini, bilirubin bertumpuk di dalam darah dan ketika
mencapai suatu konsentrasi tertentu ( yaitu sekitar 2-2,5 mg/dL ), bilirubin akan berdifusi
ke dalam jaringan yang kemudian warnanya berubah menjadi kuning. Keadaan ini
dinamakan jaundice atau ikterus. Istilah jaundice (berasal dari bahasa Perancis jaune,
yang berarti kuning) atau ikterus (dari bahasa Yunani icteros) menunjukkan pewarnaan
kuning pada kulit, sklera atau membran mukosa sebagai akibat penumpukan bilirubin
yang berlebihan pada jaringan.
Hiperbilirubinemia fisiologis yang terjadi pada bayi adalah ketika kadar bilirubin
indirek tidak melebihi 12 mg/dL pada hari ketiga dan bayi premature pada 15 mg/dL
pada hari kelima.
Sedangkan ikterus neonatorum adalah keadaan klinis pada bayi yang ditandai oleh
pewarnaan ikterus pada kulit dan sclera akibat akumulasi bilirubin tidak terkonjugasi
yang berlebih. Ikterus secara klinis akan mulai tampak pada bayi baru lahir bila kadar
bilirubin darah 5-7 mg/dL. Ikterus dibagi menjadi dua yaitu ikterus fisiologis dan ikterus
non-fisiologis.

II.

Etiologi
Terdapat 4 mekanisme umum dimana hiperbilirubinemia dan ikterus dapat terjadi :
pembentukan bilirubin secara berlebihan, gangguan pengambilan bilirubin tak
terkonjugasi oleh hati, gangguan konjugasi bilirubin, penurunan ekskresi bilirubin
terkonjugasi dalam empedu akibat faktor intra hepatik yang bersifat opbtruksi fungsional
atau mekanik. Hiperbilirubinemia tak terkonjugasi terutama disebabkan oleh tiga
mekanisme yang pertama, sedangkan mekanisme yang keempat terutama mengakibatkan
terkonjugasi.
A. Pembentukan bilirubin secara berlebihan

Penyakit hemolitik atau peningkatan kecepatan destruksi sel darah merah


merupakan penyebab utama dari pembentukan bilirubin yang berlebihan. Ikterus yang
timbul sering disebut ikterus hemolitik. Konjugasi dan transfer pigmen empedu
berlangsungnormal, tetapi suplai bilirubin tak terkonjugasi melampaui kemampuan.
Beberapa penyebab ikterus hemolitik yang sering adalah hemoglobin abnormal
( hemoglobin S pada animea sel sabit), sel darah merah abnormal (sterositosis
herediter), anti body dalam serum (Rh atau autoimun), pemberian beberapa obatobatan, dan beberapa limfoma atau pembesaran (limpa dan peningkatan hemolisis).
Sebagaian kasus Ikterus hemolitik dapat di akibatkan oleh peningkatan destruksi sel
darah merah atau prekursornya dalam sum-sum tulang (talasemia, anemia persuisiosa,
porviria). Proses ini dikenal sebagai eritropoiesis tak efektif Kadar bilirubin tak
terkonjugasi yang melebihi 20 mg / 100 ml pada bayi dapat mengakibatkan Kern
Ikterus.
B. Gangguan pengambilan bilirubin
Pengambilan bilirubin tak terkonjugasi yang terikat abulmin oleh sel-sel hati
dilakukan dengan memisahkannya dari albumin dan mengikatkan pada protein
penerima. Hanya beberapa obat yang telah terbukti menunjukkan pengaruh terhadap
pengambilan bilirubin oleh sel-sel hati, asam flafas pidat (dipakai untuk mengobati
cacing pita), nofobiosin, dan beberapa zat warna kolesistografik. Hiperbilirubinemia
tak terkonjugasi dan Ikterus biasanya menghilang bila obat yang menjadi penyebab di
hentikan. Dahulu Ikterus Neonatal dan beberapa kasus sindrom Gilbert dianggap oleh
defisiensi protein penerima dan gangguan dalam pengambilan oleh hati. Namun pada
kebanyakan kasus demikian, telah di temukan defisiensi glukoronil tranferase
sehingga keadaan ini terutama dianggap sebagai cacat konjugasi bilirubin.
C. Gangguan konjugasi bilirubin
Hiperbilirubinemia tak terkonjugasi yang ringan ( < 12,9 / 100 ml ) yang mulai
terjadi pada hari ke dua sampai ke lima lahir disebut Ikterus Fisiologis pada Neonatus.
Ikterus Neonatal yang normal ini disebabkan oleh kurang matangnya enzim
glukoronik transferase. Aktivitas glukoronil tranferase biasanya meningkat beberapa
hari setelah lahir sampai sekitar minggu ke dua, dan setelah itu Ikterus akan
menghilang.
Kern Ikterus atau Bilirubin enselopati timbul akibat penimbunan Bilirubin tak
terkonjugasi pada daerah basal ganglia yang banyak lemak. Bila keadaan ini tidak di
obati maka akan terjadi kematian atau kerusakan Neorologik berat tindakan
pengobatan saat ini dilakukan pada Neonatus dengan Hiperbilirubinemia tak

terkonjugasi adalah dengan fototerapi. Fototerapi berupa pemberian sinar biru atau
sinar fluoresen atau (gelombang yang panjangnya 430 sampai dengan 470 nm) pada
kulit bayi yang telanjang. Penyinaran ini menyebabkan perubahan struktural Bilirubin
(foto isumerisasi) menjadi isomer-isomer yang larut dalam air, isomer ini akan di
ekskresikan dengan cepat ke dalam empedu tanpa harus di konjugasi terlebih dahulu.
Fenobarbital (Luminal) yang meningkatkan aktivitas glukororil transferase sering kali
dapat menghilang ikterus pada penderita ini.
D. Penurunan eksresi bilirubin terkonjugasi
Gangguan eskresi bilirubin, baik yang disebabkan oleh faktor-faktor Fungsional
maupun obstruksi, terutama mengakibatkan hiperbilirubinemia terkonjugasi .Karena
bilirubin terkonjugasi latut dalam air,maka bilirubin ini dapat di ekskresi ke dalam
kemih, sehingga menimbulkan bilirubin dan kemih berwarna gelap. Urobilinogen
feses dan urobilinogen kemih sering berkurang sehingga terlihat pucat. Peningkatan
kadar bilirubin terkonjugasi dapat di sertai bukti-bukti kegagalan ekskresi hati lainnya,
seperti peningkatan kadar fostafe alkali dalam serum, AST, Kolesterol, dan garamgaram empedu. Peningkatan garam-garam empedu dalam darah menimbulkan gatalgatal pada ikterus. Ikterus yang diakibatkan oleh hiperbilirubinemia terkonjugasi
biasanya lebih kuning di bandingkan dengan hiperbilirubinemia tak terkonjugasi.
Perubahan warna berkisar dari kuning jingga muda atau tua sampai kuning hijau bila
terjadi obstruksi total aliran empedu perubahan ini merupakan bukti adanya ikterus
kolestatik, yang merupakan nama lain dari ikterus obstruktif. Kolestasis dapat bersifat
intrahepatik ( mengenai sel hati, kanalikuli, atau kolangiola ) atau ekstra hepatik
( mengenai saluran empedu di luar hati ). Pada ke dua keadaan ini terdapat gangguan
niokimia yang sama.
Sumber lain ada juga yang menyatakan penyebab dari hiperbilirubinemia adalah :
Produksi bilirubin yang meningkat : peningkatan jumlah sel darah merah, penurunan
umur sel darah merah, peningkatan pemecahan sel darah merah (inkompatibilitas
golongan darah dan Rh), defek sel darah merah pada

defisiensi G6PD atau

sferositosis, polisetemia, sekuester darah, infeksi)


Penurunan konjugasi bilirubin, prematuritas, ASI, defek congenital yang jarang)
Peningkatan reabsorpsi bilirubin dalam saluran cerna : ASI, asfiksia, pemberian ASI
yang terlambat, obstruksi saluran cerna.
Kegagalan eksresi cairan empede : infeksi intrauterine, sepsis, hepatitis, sindrom
kolestatik, atresia biliaris, fibrosis kistik).

III.

Patofisiologi
A. Metabolisme Bilirubin
Bilirubin adalah pigmen kristal berwarna jingga ikterus yang merupakan bentuk
akhir dari pemecahan katabolisme heme melalui proses reaksi oksidasi reduksi.

Langkah oksidasi yang pertama adalah biliverdin yang di bentuk dari heme
dengan bantuan enzim heme oksigenase yaitu suatu enzim yang sebagian besar
terdapat dalam sel hati, dan organ lain. Pada reaksi tersebut juga terdapat besi yang
digunakan kembali untuk pembentukan haemoglobin dan karbon monoksida yang
dieksresikan ke dalam paru. Biliverdin kemudian akan direduksi menjadi bilirubin
oleh enzim biliverdin reduktase. Biliverdin bersifat larut dalam air dan secara cepat
akan dirubah menjadi bilirubin melalui reaksi bilirubin reduktase. Berbeda dengan
biliverdin, bilirubin bersifat lipofilik dan terikat dengan hydrogen serta pada pH
normal bersifat tidak larut. Jika tubuh akan mengeksresikan, diperlukan mekanisme
transport dan eliminasi bilirubin.
Bayi baru lahir akan memproduksi bilirubin 8-10 mg/kgBB/hari, sedangkan
orang dewasa sekitar 3-4 mg/kgBB/hari. Peningkatan produksi bilirubin pada bayi
baru lahir disebabkan oleh masa hidup eritrosit bayi lebih pendek (70-90 hari)
dibandingkan dengan orang dewasa (120 hari), peningkatan degradasi heme, turn
over sitokrom yang meningkat dan juga reabsorpsi bilirubin dari usus yang
meningkat (sirkulasi enterohepatik).
B. Transportasi Bilirubin

Pembentukan bilirubin yang terjadi di system retikulo endothelial, selanjutnya


dilapaskan ke sirkulasi yang akan berikatan dengan albumin. Bayi baru lahir
mempunyai kapasitas ikatan plasma yang rendah terhadap bilirubin karena
konsentrasi albumin yang rendahdan kapasitas ikatan molar yang kurang.Bilirubin
yang terikat pada albumin serum ini merupakan zat non polar dan tidak larut dalam
air dan kemudian akan di transportasi kedalam sel hepar. Bilirubin yang terikat
dengan albumin tidak dapat memasuki susuna syaraf pusat dan bersifat nontoksik.
Selain itu albumin juga mempunyai afinitas yang tinggi terhadap obat obatan
yang bersifat asam seperti penicillin dan sulfonamide. Obat obat tersebut akan
menempati tempat utama perlekatan albumin untuk bilirubin sehingga bersifat
competitor serta dapat pula melepaskan ikatan bilirubin dengan albumin.
Obat obat yang dapat melepaskan ikatan bilirubin dengan albumin:

Analgetik, antipiretik (Natrium salisilat, fenilbutazon)

Antiseptik, desinfektan (metal, isopropyl)

Antibiotik dengan kandungan sulfa (Sulfadiazin, sulfamethizole, sulfamoxazole)

Penicilin (propicilin, cloxacillin)

Lain lain (novabiosin, triptophan, asam mendelik, kontras x ray)

Bilirubin dalam serum terdapat dalam 4 bentuk yang berbeda, yaitu:


1) Bilirubin tak terkonjugasi yang terikat dengan albumin dan membentuk sebagian
besar bilirubin tak terkonjugasi dalam serum.
2) Bilirubin bebas
3) Bilirubin terkonjugasi yaitu bilirubin yang siap dieksresikan melalui ginjal.
4) Bilirubin terkonjugasi yang terikat denga albumin serum.
C. Asupan Bilirubin
Pada saat kompleks bilirubin albumin mencapai membrane plasma hepatosit,
albumin terikat ke reseptor permukaan sel. Kemudian bilirubin, di transfer melalui
sel membran yang berikatan dengan ligandin ( protein y ), mungkin juga dengan
protein ikatan sitosilik lainnya
D. Konjugasi Bilirubin
Bilirubin tak terkonjugasi dikonversikan kebentuk bilirubin konjugasi yang larut
dalam air di reticulum endoplasma dengan bantuan enzim uridine diphospate
glukuronosyl transferase (UDPG T). Katalisa oleh enzim ini akan merubah
formasi menjadi bilirubin monoglukoronida yang selanjutnya akan dikonjugasi
5

menjadi bilirubin diglukoronida. Bilirubin ini kemudian dieksresikan kedalam


kalanikulus empedu. Sedangkan satu molekul bilirubin tak terkonjugasi akan
kembali ke reticulum endoplasmic untuk rekonjugasi berikutnya.
E. Eksresi Bilirubin
Setelah mengalami proses konjugasi , bilirubin akan dieksresikan kedalam
kandung empedu, kemudian memasuki saluran cerna dan di eksresikan melalui
feses. Setelah berada dalam usus halus bilirubin yang terkonjugasi tidak langsung
dapat diresorbsi, kecuali jika dikonversikan kembali menjadi bentuk tidak
terkonjugasi oleh enzim beta glukoronidase yang terdapat dalam usus. Resorbsi
kembali bilirubin dari saluran cerna dan kembali ke hati untuk di konjugasi kembali
disebut sirkulasi enterohepatik.
Terdapat perbedaan antara bayi baru lahir dan orang dewasa, yaitu pada mukosa
usus halus dan feses bayi baru lahir mengandung enzim -glukoronidase yang
dapat menghidrolisa monoglukoronida dan diglukoronida kembali menjadi
bilirubin yang tak terkonjugasi yang selanjutnya dapat diabsorbsi kembali. Selain
itu pada bayi baru lahir, lumen usus halusnya steril sehingga bilirubin konjugasi
tidak dapat dirubah menjadi sterkobilin (suatu produk yang tidak dapat diabsorbsi).

Kecepatan produksi bilirubin adalah 6-8 mg/kgBB per 24 jam pada neonatus
cukup bulan sehat dan 3-4 mg/kgBB per 24 jam pada orang dewasa sehat. Sekitar

80 % bilirubin yang diproduksi tiap hari berasal dari hemoglobin. Bayi


memproduksi bilirubin lebih besar per kilogram berat badan karena massa eritrosit
lebih besar dan umur eritrositnya lebih pendek.
Pada sebagian besar kasus, lebih dari satu mekanisme terlibat, misalnya
kelebihan bilirubin akibat hemolisis dapat menyebabkan kerusakan sel hati atau
kerusakan duktus biliaris, yang kemudian dapat mengganggu transpor, sekresi dan
ekskresi bilirubin. Di pihak lain, gangguan ekskresi bilirubin dapat menggangu
ambilan dan transpor bilirubin. Selain itu, kerusakan hepatoseluler memperpendek
umur eritrosit, sehngga menmbah hiperbilirubinemia dan gangguan proses ambilan
bilirubin olah hepatosit.
IV.

Klasifikasi Ikterus Pada Neonatus


A. Ikterus fisiologis
Terjadi setelah 24 jam pertama. Pada bayi cukup bulan nilai puncak 6-8 mg/dL
biasanya tercapai pada hari ke 3-5. Pada bayi kurang bulan nilainya 10-12 mg/dL,
bahkan sampai 15 mg/dL. Peningkatan/akumulasi bilirubin serum < 5 mg/dL/hr.
B. Ikterus patologis
Terjadi dalam 24 jam pertama. Peningkatan akumulasi bilirubin serum > 5
mg/dL/hr. Bayi yang mendapat ASI, kadar bilirubin total serum > 17mg/dL. Ikterus
menetap setelah 8 hari pada bayi cukup bulan dan setelah 14 hari pada bayi kurang
bulan. Bilirubin direk >2 mg/dL.
Sebagai neonatus , terutama bayi prematur, menunjukkan gejala

ikterus pada hari

pertama. Ikterus ini biasanya timbul pada hari kedua, kemudian menghilang pada hari ke
sepuluh, atau pada akhir minggu ke dua. Bayi dengan gejala ikterus ini tidak sakit dan
tidak

memerlukan

pengobatan,kecuali

dalam

pengertian

mencegah

terjadinya

penumpukan bilirubin tidak langsung yang berlebihan.


Ikterus dengan kemungkinan besar menjadi patologik dan memerlukan pemeriksaan
yang mendalam antara lain :

Ikterus yang timbul dalam 24 jam pertama

Bilirubin serum meningkat lebih dari 5 mg % per hari

Bilirubin melebihi 10mg% pada bayi cukup bulan

Bilirubin melebihi 15mg% pada bayi prenatur

Ikterus yang menetap sesudah minggu pertama

Ikterus dengan bilirubin langsung melebihi 1mg%pada setiap

waktu.
Ikterus yang berkaitan dengan penyakit hemoglobin, infeksi,
atau suatu keadaan patologik lain yang telah diketahui.

V.

Derajat Ikterus
Berdasarkan Kramer dapat dibagi :
Derajat ikterus
I
II
III

Daerah Ikterus
Kepala dan leher
Sampai badan atas (diatas
umbilicus)
Sampai
badan

bawah

Perkiraan Kadar Bilirubin


5,0 mg%
9,0 mg%
11,4 mg%

(dibawah umbilicus sampai


IV

tungkai atas diatas lutut)


Seluruh
tubuh
kecuali

12,4 mg%

telapak tangan dan kaki


Seluruh tubuh

16,0 mg%

Bilirubin Ensefalopati Dan kernikterus


Istilah bilirubin ensefalopati lebih menunjukkan kepada manifestasi klinis yang
mungkin timbul akibat efek toksis bilirubin pada system syaraf pusat yaitu basal ganglia
dan pada berbagai nuclei batang otak. Sedangkan istilah kern ikterus adalah perubahan
neuropatologi yang ditandai oleh deposisi pigmen bilirubin pada beberapa daerah di otak
terutama di ganglia basalis, pons, dan serebelum.
Manifestasi klinis akut bilirubin ensefalopati
Pada fase awal, bayi dengan ikterus berat akan tampak letargi, hipotonik, dan reflek
hisap buruk.
Pada fase intermediate dan moderate, bayi akan mrngalami stupor, iritabilitas dan
hipertoni.

Selanjutnya bayi akan demam, high pitched cry, kemudian akan menjadi drowsiness
dan hipotoni.
Pada tahap yang kronis bilirubin ensefalopati, bayi yang bertahan hidup, akan
berkembang menjadi bentuk athetoid cerebral palsy yang berat, gangguan pendengaran,
displasia dental enamel, paralysis upward gaze.
VI.

Manifestasi Klinis
Secara umum gejala dari penyakit hiperbilirubin ini antara lain:

VII.

Pada permulaan tidak jelas, tampak mata berputar-putar


Letargi
Kejang
Tidak mau menghisap
Dapat tuli, gangguan bicara, retardasi mental
Bila bayi hidup pada umur lanjut disertai spasme otot, kejang, stenosis yang disertai

ketegangan otot
Perut membuncit
Pembesaran pada hati
Feses berwarna seperti dempul
Muntah, anoreksia, fatigue,
Warna urin gelap.

Diagnosis
Dari anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan laboratorium terdapat beberapa
faktor risiko terjadinya hiperbilirubinemia berat.
Ikterus yang timbul dalam 24 jam pertama (usia bayi < 24 jam)
Inkompatibilitas golongan darah (dengan Coombs test positip)
Usia kehamilan < 38 minggu
Penyakit-penyakit hemolitik (end tidal CO)
Ikterus / terapi sinar / transfusi tukar pada bayi sebelumnya
Hematoma sefal, bruising
ASI eksklusif (bila berat badan turun > 12 % BB lahir)
Ras Asia Timur, jenis kelamin laki-laki, usia ibu < 25 tahun
Ikterus sebelum bayi dipulangkan
Infant Diabetic Mother, makrosomia
Polisitemia

Anamnesis
Riwayat kehamilan dengan komplikasi (obat-obatan, ibu DM, gawat janin, malnutrisi
intra uterin, infeksi intranatal)
Riwayat persalinan dengan tindakan / komplikasi
Riwayat ikterus / terapi sinar / transfusi tukar pada bayi sebelumnya
Riwayat inkompatibilitas darah
Riwayat keluarga yang menderita anemia, pembesaran hepar dan limpa.
Pemeriksaan Fisik
Secara klinis ikterus pada neonatus dapat dilihat segera setelah lahir atau beberapa
hari kemudian. Amati ikterus pada siang hari dengan lampu sinar yang cukup. Ikterus
akan terlihat lebih jelas dengan sinar lampu dan bisa tidak terlihat dengan penerangan
yang kurang, terutama pada neonatus yang kulitnya gelap. Penilaian ikterus akan lebih
sulit lagi apabila penderita sedang mendapatkan terapi sinar.
Tekan kulit secara ringan memakai jari tangan untuk memastikan warna kulit dan
jaringan subkutan. Waktu timbulnya ikterus mempunyai arti penting pula dalam
diagnosis dan penatalaksanaan penderita karena saat timbulnya ikterus mempunyai kaitan
erat dengan kemungkinan penyebab ikterus tersebut.

Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan serum bilirubin (bilirubin total dan direk) harus dilakukan pada
neonatus yang mengalami ikterus. Terutama pada bayi yang tampak sakit atau bayi-bayi
yang tergolong risiko tinggi terserang hiperbilirubinemia berat. Namun pada bayi yang
mengalami ikterus berat, lakukan terapi sinar sesegera mungkin, jangan menunda terapi
sinar dengan menunggu hasil pemeriksaan kadar serum bilirubin

10

Transcutaneous bilirubin (TcB) dapat digunakan untuk menentukan kadar serum


bilirubin total, tanpa harus mengambil sampel darah. Namun alat ini hanya valid untuk
kadar bilirubin total < 15 mg/dL (<257 mol/L), dan tidak reliable pada kasus ikterus
yang sedang mendapat terapi sinar.
Pemeriksaan tambahan yang sering dilakukan untuk evaluasi menentukan penyebab
ikterus antara lain :
Golongan darah dan Coombs test
Darah lengkap dan hapusan darah
Hitung retikulosit, skrining G6PD atau ETCOc
Bilirubin direk
Pemeriksaan serum bilirubin total harus diulang setiap 4-24 jam tergantung usia bayi
dan tingginya kadar bilirubin. Kadar serum albumin juga perlu diukur untuk menentukan
pilihan terapi sinar ataukah tranfusi tukar.

VIII.

Penatalaksanaan
Tujuan utama

dalam

penatalaksanaan

ikterus

neonatorum

adalah

untuk

mengendalikan agar kadar bilirubin serum tidak mencapai nilai yang dapat
menbimbulkan kern-ikterus/ensefalopati bilirubin, serta mengobati penyebab langsung
ikterus tadi. Pengendalian kadar bilirubin dapat dilakukan dengan mengusahakan agar
konjugasi bilirubin dapat lebih cepat berlangsung. Hal ini dapat dilakukan dengan
merangsang terbentuknya glukoronil transferase dengan pemberian obat-obatan
(luminal).
Pemberian substrat yang dapat menghambat metabolisme bilirubin (plasma atau
albumin), mengurangi sirkulasi enterohepatik (pemberian kolesteramin), terapi sinar atau
transfusi tukar, merupakan tindakan yang juga dapat mengendalikan kenaikan kadar
bilirubin. Dikemukakan pula bahwa obat-obatan (IVIG : Intra Venous Immuno Globulin

11

dan Metalloporphyrins) dipakai dengan maksud menghambat hemolisis, meningkatkan


konjugasi dan ekskresi bilirubin.

A. Strategi Pencegahan
Pencegahan Primer
Menganjurkan ibu untuk menyusui bayinya paling sedikit 8 12 kali/ hari untuk
beberapa hari pertama.
Tidak memberikan cairan tambahan rutin seperti dekstrose atau air pada bayi yang
mendapat ASI dan tidak mengalami dehidrasi.
Pencegahan Sekunder
Semua wanita hamil harus diperiksa golongan darah ABO dan rhesusu serta
penyaringan serum untuk antibody isoimun yang tidak biasa.
Harus memastikan bahwa semua bayi secar rutin di monitor terhadap timbulnya
ikterus dan menetapkan protocol terhadap penilaian ikterus yang harus dinilai saat
memeriksa tanda tanda vital bayi, tetapi tidak kurang dari setiap 8 12 jam.
B. Penggunaan Farmakoterapi
Imunoglobulin intravena telah digunakan pada bayi bayi dengan rhesus yang
berat dan inkompatibilitas ABO untuk menekan hemolisis isoimun dan

menurunkan tindakan transfusi tukar.


Fenobarbital merangsang aktivitas dan konsentrasi UDPG T dan ligandin serta
dapat meningkatkan jumlah tempat ikatan bilirubin sehingga konjugasi bilirubin
berlangsung

lebih

cepat

.Pemberian

phenobarbital

untuk

mengobatan

hiperbilirubenemia pada neonatus selama tiga hari baru dapat menurunkan


bilirubin serum yang berarti. Bayi prematur lebih banyak memberikan reaksi
daripada bayi cukup bulan. Phenobarbital dapat diberikan dengan dosis 8 mg/kg
berat

badan sehari, mula-mula parenteral, kemudian dilanjutkan secara oral.

Keuntungan pemberian phenobarbital dibandingkan dengan terapi sinar ialah


bahwa pelaksanaanya lebih murah dan lebih mudah. Kerugiannya ialah

diperlukan waktu paling kurang 3 hari untuk mendapat hasil yang berarti.
Metalloprotoprophyrin adalah analog sintesis heme.

12

Tin Protoporphyrin ( Sn Pp ) dan Tin Mesoporphyrin ( Sn Mp ) dapat

menurunkan kadar bilirubin serum.


Pemberian inhibitor b - glukuronidasi seperti asam L aspartikdan kasein
holdolisat dalam jumlah kecil ( 5 ml/dosis 6 kali/hari ) pada bayi sehat cukup
bulan yang mendapat ASI dan meningkatkan pengeluaran bilirubin feses dan

ikterus menjadi berkurang dibandingkan dengan bayi contro.


C. Fototerapi
Pengaruh sinar terhadap ikterus pertama sekali diperhatikan dan dilaporkan oleh
seorang perawat di salah satu rumah sakit di Inggris. Perawat Ward melihat bahwa
bayi bayi yang mendapat sinar matahari di bangsalnya ternyata ikterusnya lebih
cepat menghilang dibandingkan bayi bayi lainnya. Cremer (1958) yang
mendapatkan laporan tersebut mulai melakukan penyelidikan mengenai pengaruh
sinar terhadap hiperbilirubinemia ini. Dari penelitiannya terbukti bahwa disamping
pengaruh sinar matahari, sinar lampu tertentu juga mempunyai pengaruh dalam
menurunkan kadar bilirubin pada bayi bayi prematur lainnya.
Sinar fototerapi akan mengubah bilirubin yang ada di dalam kapiler-kapiler
superfisial dan ruang-ruang usus menjadi isomer yang larut dalam air yang dapat
diekstraksikan tanpa metabolisme lebih lanjut oleh hati. Maisels, seorang peneliti
bilirubin, menyatakan bahwa fototerapi merupakan obat perkutan.3 Bila fototerapi
menyinari kulit, akan memberikan foton-foton diskrit energi, sama halnya seperti
molekul-molekul obat, sinar akan diserap oleh bilirubin dengan cara yang sama
dengan molekul obat yang terikat pada reseptor.

Molekul-molekul bilirubin pada kulit yang terpapar sinar akan mengalami reaksi
fotokimia yang relatif cepat menjadi isomer konfigurasi, dimana sinar akan merubah
bentuk molekul bilirubin dan bukan mengubah struktur bilirubin. Bentuk bilirubin 4Z,
15Z akan berubah menjadi bentuk 4Z,15E yaitu bentuk isomer nontoksik yang bisa
diekskresikan. Isomer bilirubin ini mempunyai bentuk yang berbeda dari isomer asli,

13

lebih polar dan bisa diekskresikan dari hati ke dalam empedu tanpa mengalami
konjugasi atau membutuhkan pengangkutan khusus untuk ekskresinya. Bentuk isomer
ini mengandung 20% dari jumlah bilirubin serum. Eliminasi melalui urin dan saluran
cerna sama-sama penting dalam mengurangi muatan bilirubin. Reaksi fototerapi
menghasilkan suatu fotooksidasi melalui proses yang cepat. Fototerapi juga
menghasilkan lumirubin, dimana lumirubin ini mengandung 2% sampai 6% dari total
bilirubin serum. Lumirubin diekskresikan melalui empedu dan urin karena bersifat
larut dalam air.
Penelitian Sarici mendapatkan 10,5% neonatus cukup bulan dan 25,5% neonatus
kurang bulan menderita hiperbilirubinemia yang signifikan dan membutuhkan
fototerapi.
Fototerapi diindikasikan pada kadar bilirubin yang meningkat sesuai dengan umur
pada neonatus cukup bulan atau berdasarkan berat badan pada neonatus kurang bulan,
sesuai dengan rekomendasi American Academy of Pediatrics (AAP).

Sinar Fototerapi
Sinar yang digunakan pada fototerapi adalah suatu sinar tampak yang merupakan
suatu gelombang elektromagnetik. Sifat gelombang elektromagnetik bervariasi
menurut

frekuensi

dan

panjang

gelombang,

yang

menghasilkan

spektrum

elektromagnetik. Spektrum dari sinar tampak ini terdiri dari sinar merah, oranye,
kuning, hijau, biru, dan ungu. Masing masing dari sinar memiliki panjang gelombang
yang berbeda beda.

14

Panjang gelombang sinar yang paling efektif untuk menurunkan kadar bilirubin
adalah sinar biru dengan panjang gelombang 425-475 nm.Sinar biru lebih baik dalam
menurunkan kadar bilirubin dibandingkan dengan sinar biru-hijau, sinar putih, dan
sinar hijau. Intensitas sinar adalah jumlah foton yang diberikan per sentimeter kuadrat
permukaan tubuh yang terpapar. Intensitas yang diberikan menentukan efektifitas
fototerapi, semakin tinggi intensitas sinar maka semakin cepat penurunan kadar
bilirubin serum.Intensitas sinar, yang ditentukan sebagai W/cm2/nm.
Intensitas sinar yang diberikan menentukan efektivitas dari fototerapi. Intensitas
sinar diukur dengan menggunakan suatu alat yaitu radiometer fototerapi.28,36
Intensitas sinar 30 W/cm2/nm cukup signifikan dalam menurunkan kadar bilirubin
untuk intensif fototerapi. Intensitas sinar yang diharapkan adalah 10 40 W/cm2/nm.
Intensitas sinar maksimal untuk fototerapi standard adalah 30 50 W/cm2/nm.
Semakin tinggi intensitas sinar, maka akan lebih besar pula efikasinya.
Faktor-faktor yang berpengaruh pada penentuan intensitas sinar ini adalah jenis
sinar, panjang gelombang sinar yang digunakan, jarak sinar ke neonatus dan luas
permukaan tubuh neonatus yang disinari serta penggunaan media pemantulan sinar.
Intensitas sinar berbanding terbalik dengan jarak antara sinar dan permukaan tubuh.
Cara mudah untuk meningkatkan intensitas sinar adalah menggeser sinar lebih dekat
pada bayi.
Rekomendasi AAP menganjurkan fototerapi dengan jarak 10 cm kecuali dengan
menggunakan sinar halogen.Sinar halogen dapat menyebabkan luka bakar bila
diletakkan terlalu dekat dengan bayi. Bayi cukup bulan tidak akan kepanasan dengan
sinar fototerapi berjarak 10 cm dari bayi. Luas permukaan terbesar dari tubuh bayi

15

yaitu badan bayi, harus diposisikan di pusat sinar, tempat di mana intensitas sinar
paling tinggi.
Tabel 2.1. Rekomendasi AAP penanganan hiperbilirubinemia pada neonatus sehat dan
cukup bulan.
Usia ( jam )

Pertimbangan

25-48

terapi sinar
>12mg/dl
(>200 mol/L)

49-72
>72

Terapi sinar

Transfusi tukar

Transfusi tukar

>15 mg/dl
( >250 mol/L)

>20 mg/dl
(>340 mol/L)

dan terapi sinar


>25 mg/dl
(425 mol/L)

>15mg/dl
(>250 mol/L)

>18 mg/dl
(>300mol/L)

>25mg/dl
(425 mol/L)

>30 mg/dl
(510mol/L)

>17 mg/dl
(>290 mol/L)

>20mg/dl
(>340mol/L

>25mg/dl
(>425 mol/L)

>30mg/dl
(>510 mol/L)

Tabel 2.2 Tatalaksana hiperbilirubinemia pada Neonatus Kurang Bulan Sehat dan
Sakit ( >37 minggu )

Berat
Hingga 1000 g
1001-1500 g
1501-2000 g
>2000 g

Neontaus kurang bulan

Neontaus kurang bulan sakit :

sehat : Kadar Total Bilirubin

Kadar Total Bilirubin Serum

Serum (mg/dl)
Terapi sinar
Transfusi

(mg/dl)
Terapi sinar
Transfusi

5-7
7-10
10
10-12

tukar
10
10-15
17
18

4-6
6-8
8-10
10

tukar
8-10
10-12
15
17

Kontraindikasi fototerapi adalah pada kondisi dimana terjadi peningkatan kadar


bilirubin direk yang disebabkan oleh penyakit hati atau obstructive jaundice.
Komplikasi terapi sinar
Setiap cara pengobatan selalu akan disertai efek samping. Di dalam penggunaan
terapi sinar, penelitian yang dilakukan selama ini tidak memperlihatkan hal yang dapat
mempengaruhi proses tumbuh kembang bayi, baik komplikasi segaera ataupun efek
lanjut yang terlihat selama ini ebrsifat sementara yang dapat dicegah atau
ditanggulangi dengan memperhatikan tata cara pengunaan terapi sinar yang telah
dijelaskan diatas.
Peningkatan insensible water loss pada bayi
Hal ini terutama akan terlihat pada bayi yang kurnag bulan. Oh dkk (1972)
melaporkan kehilangan ini dapat meningkat 2-3 kali lebih besar dari keadaan

16

biasa. Untuk hal ini pemberian cairan pada penderita dengan terapi sinar perlu

diperhatikan dengan sebaiknya.


Frekuensi defekasi yang meningkat
Banyak teori yang menjelaskan keadaan ini, antara lain dikemukankan karena
meningkatnya

peristaltik

usus

(Windorfer

dkk, 1975). Bakken

(1976)

mengemukakan bahwa diare yang terjadi akibat efek sekunder yang terjadi pada
pembentukan enzim lactase karena meningkatnya bilirubin indirek pada usus.
Pemberian susu dengan kadar laktosa rendah akan mengurangi timbulnya diare.

Teori ini masih belum dapat dipertentangkan.


Timbulnya kelainan kulit yang sering disebut flea bite rash di daerah muka,
badan dan ekstremitas. Kelainan ini segera hilang setelah terapi dihentikan. Pada
beberapa bayi dilaporkan pula kemungkinan terjadinya bronze baby syndrome
(Kopelman dkk, 1976). Hal ini terjadi karena tubuh tidak mampu mengeluarkan
dengan segera hasil terapi sinar. Perubahan warna kulit yang bersifat sementara

ini tidak mempengaruhi proses tumbuh kembang bayi.


Gangguan retina
Kelainan retina ini hanya ditemukan pada binatang percibaan (Noel dkk 1966).
Pnelitain Dobson dkk 1975 tidak dapat membuktikan adanya perubahan fungsi
mata pada umumnya. Walaupin demikian penyelidikan selanjutnya masih

diteruskan.
Gangguan pertumbuhan
Pada binatang percobaan ditemukan gangguan pertumbuhan (Ballowics 1970).
Lucey (1972) dan Drew dkk (10976) secara klinis tidak dapat menemukan
gangguan tumbuh kembang pada bayi yang mendapat terapi sinar. Meskipun
demikian hendaknya pemakaian terapi sinar dilakukan dengan indikasi yang tepat

selama waktu yang diperlukan.


Kenaikan suhu
Beberapa penderita yang mendapatkan terapi mungkin memperlihatkan
kenaikan suhu, Bila hal ini terjadi, terapi dapat terus dilanjutkan dengan

mematikan sebagian lampu yang dipergunakan.


Beberapa kelainan lain seperti gangguan minum, letargi, iritabilitas kadangkadang ditemukan pada penderita. Keadaan ini hanya bersifat sementara dan akan

menghilang dengan sendirinya.


Beberapa kelainan yang sampai saat ini masih belim diketahui secara pasti adalah

kelainan gonad, adanya hemolisis darah dan beberapa kelainan metabolisme lain.
Sampai saat ini tampaknya belum ditemukan efek lanjut terapi sinar pada bayi.
Komplikasi segera juga bersifat ringan dan tidak berarti dibandingkan dengan manfaat
17

penggunaannya. Mengingat hal ini, adalah wajar bila terapi sinar mempunyai tempat
tersendiri dalam penatalaksanaan hiperbilirubinemia pada bayi baru lahir.
Tranfusi Tukar
Transfusi tukar adalah suatu tindakan pengambilan sejumlah kecil darah yang
dilanjutkan dengan pengembalian darah dari donor dalam jumlah yang sama yang
dilakukan berulang-ulang sampai sebagian besar darah penderita tertukar (Friel,
1982).
Pada hiperbilirubinemia, tindakan ini bertujuan mencegah terjadinya ensefalopati
bilirubin dengan cara mengeluarkan bilirubin indirek dari sirkulasi. Pada bayi dengan
isoimunisasi, transfusi tukar memiliki manfaat tambahan, karena membantu
mengeluarkan antibodi maternal dari sirkulasi bayi. Sehingga mencegah hemolisis
lebih lanjut dan memperbaiki anemia.
Darah Donor Untuk Tranfusi Tukar
Darah yang digunakan golongan O.
Gunakan darah baru (usia < style="">whole blood. Kerjasama dengan dokter
kandungan dan Bank Darah adalah penting untuk persiapan kelahiran bayi yang

membutuhkan tranfusi tukar.


Pada penyakit hemolitik rhesus, jika darah disiapkan sebelum persalinan, harus
golongan O dengan rhesus (-), crossmatched terhadap ibu. Bila darah disiapkan

setelah kelahiran, dilakukan juga crossmatched terhadap bayi.


Pada inkomptabilitas ABO, darah donor harus golongan O, rhesus (-) atau rhesus
yang sama dengan ibu dan bayinya. Crossmatched terhadap ibu dan bayi yang
mempunyai titer rendah antibodi anti A dan anti B. Biasanya menggunakan
eritrosit golongan O dengan plasma AB, untuk memastikan bahwa tidak ada

antibodi anti A dan anti B yang muncul.


Pada penyakit hemolitik isoimun yang lain, darah donor tidak boleh berisi antigen

tersensitisasi dan harus di crossmatched terhadap ibu.


Pada hiperbilirubinemia yang nonimun, darah donor ditiping dan crossmatched

terhadap plasma dan eritrosit pasien/bayi.


Tranfusi tukar biasanya memakai 2 kali volume darah (2 volume exchange) ---160 mL/kgBB, sehingga diperoleh darah baru sekitar 87%.

18

Teknik Transfusi Tukar


a. SIMPLE DOUBLE VOLUME
Push-Pull tehnique : jarum infus dipasang melalui kateter vena umbilikalis/ vena
saphena magna. Darah dikeluarkan dan dimasukkan bergantian.
b. ISOVOLUMETRIC
Darah secara bersamaan dan simultan dikeluarkan melalui arteri umbilikalis dan
dimasukkan melalui vena umbilikalis dalam jumlah yang sama.
c. PARTIAL EXCHANGE TRANFUSION
Tranfusi tukar sebagian, dilakukan biasanya pada bayi dengan polisitemia.
Di Indonesia, untuk kedaruratan, transfusi tukar pertama menggunakan golongan darah O
rhesus positif.
Pelaksanaan tranfusi tukar:
a. Personel. Seorang dokter dan minimal 2 orang perawat untuk membantu persiapan,
pelaksanaan dan pencatatan serta pengawasan penderita.
b. Lokasi. Sebaiknya dilakukan di ruang NICU atau kamar operasi dengan penerangan
dan pengaturan suhu yang adekuat, alat monitor dan resusitasi yang lengkap serta
terjaga sterilitasnya.
c. Persiapan Alat.
Alat dan obat-obatan resusitasi lengkap
Lampu pemanas dan alat monitor
Perlengkapan vena seksi dengan sarung tangan dan kain penutup steril
Masker, tutup kepala dan gaun steril
Nier bekken (2 buah) dan botol kosong, penampung darah
Set tranfusi 2 buah
Kateter umbilikus ukuran 4, 5, 6 F sesuai berat lahir bayi atau abbocath
Three way stopcock semprit 1 mL, 5 mL, 10 mL, 20 mL, masing-masing 2 buah
Selang pembuangan
Larutan Calsium glukonas 10 %, CaCl2 10 % dan NaCl fisiologis
Meja tindakan
Indikasi
Hingga kini belum ada kesepakatan global mengenai kapan melakukan transfusi
tukar pada hiperbilirubinemia. Indikasi transfusi tukar berdasarkan keputusan WHO
tercantum dalam tabel 2.
Tabel 2. Indikasi Transfusi Tukar Berdasarkan Kadar Bilirubin Serum
19

Bayi Cukup Bulan Dengan Faktor Risiko

Usia
Hari ke-1
Hari ke-2
Hari ke-3
Hari ke-4 dan

Sehat (mg/dL)
15
25
30
30

(mg/dL)
13
15
20
20

seterusnya
Bila transfusi tukar memungkinkan untuk dilaksanakan di tempat atau bayi bisa
dirujuk secara cepat dan aman ke fasilitas lain, dan kadar bilirubin bayi telah mencapai
kadar di atas, sertakan contoh darah ibu dan bayi.
Tabel 3. Indikasi Transfusi Tukar Pada Bayi Berat Badan Lahir Rendah
Berat badan (gram)
<> >

> 1000

KadKadar Bilirubin (mg/dL)


10-12

1000-1500

12-15

1500-2000

15-18

2000-2500

18-20

Pada penyakit hemolitik segera dilakukan tranfusi tukar apabila ada indikasi:
Kadar bilirubin tali pusat > 4,5 mg/dL dan kadar Hb <>
Kadar bilirubin meningkat > 6 mg/dL/12jam walaupun sedang mendapatkan terapi
sinar
Selama terapi sinar bilirubin meningkat > 6 mg/dL/12jam dan kadar Hb 11 13

gr/dL
Didapatkan anemia yang progresif walaupun kadar bilirubin dapat dikontrol secara

adekuat dengan terapi sinar.


Transfusi tukar harus dihentikan apabila terjadi:
Emboli (emboli, bekuan darah), trombosis
Hiperkalemia, hipernatremia, hipokalsemia, asidosis, hipoglikemia
Gangguan pembekuan karena pemakaian heparin
Perforasi pembuluh darah
Komplikasi tranfusi tukar
Vaskular: emboli udara atau trombus, trombosis
Kelainan jantung: aritmia, overload, henti jantung
Gangguan elektrolit: hipo/hiperkalsemia, hipernatremia, asidosis
Koagulasi: trombositopenia, heparinisasi berlebih
Infeksi: bakteremia, hepatitis virus, sitomegalik, enterokolitis nekrotikan
Lain-lain: hipotermia, hipoglikemia
Perawatan pasca tranfusi tukar
Lanjutkan dengan terapi sinar
20

Awasi ketat kemungkinan terjadinya komplikasi


Persiapan Tindakan Tranfusi Tukar:
Berikan penjelasan tentang tujuan dan risiko tindakan, mintakan persetujuan tertulis
dari orang tua penderita
Bayi jangan diberi minum 3 4 jam sebelum tindakan. Bila tranfusi harus segera
dilakukan isi lambung dikosongkan dengan sonde dan menghisapnya
Pasang infus dengan tetesan rumatan dan bila tali pusat telah mengering kompres
dengan NaCl fisiologis
Bila memungkinkan 2 jam sebelumnya berikan infus albumin terutama jika kadar
albumin <>
Pemeriksaan laboratorium pra tranfusi tukar antara lain semua elektrolit, dekstrostik,
Hb, hematokrit, retikulosit, trombosit, kadar bilirubin indirek, albumin, golongan
darah, rhesus, uji coombs direk dan indirek, kadar G6PD dan enzim eritrosit lainnya
serta kultur darah
Koreksi gangguan asam basa, hipoksia, dan hipotermi sebelum memulai tranfusi tukar
Periksa ulang apakah donor yang diminta telah sesuai dengan permintaan (cek label
darah).

DAFTAR PUSTAKA

21

Sholeh K, Ari Y, Rizalya D, Gatot IS, Ali U. 2010. Buku Ajar Neonatologi. Edisi pertama.
Jakarta: Ikatan Dokter Anak Indonesia; p. 147-169
Behrmand Kliegelman. Nelson Essential of Pediatrics,hal 592-98. Edisi 17. 2014. EGC:
Jakarta
HTA Indonesia. 2004. Tatalaksana Ikterus Neonatorum.
HTA Indonesia. 2010. Buku Panduan Tatalaksana Bayi Baru Lahir di Rumah Sakit.
Meredith L. Porter, Beth L. Dennis. Hyperbilirubinemia In The Term Newborn. American
Family Physician. 2002. Dewitt Army Community Hospital, Fort Belvoir, Virginia.
Etika, Risa, Dkk. 2010. Hiperbilirubinemia Pada Neonatus. Surabaya: Divisi Neonatologi
Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fk Unair/Rsu Dr. Soetomo.
Pudjiadi, Antonius H, dkk. 2011. Pedoman Pelayanan Medis Ikatan Dokter Anak Indonesia,
Jilid 2. Jakarta: Ikatan Dokter Anak Indonesia.

22

Anda mungkin juga menyukai