DEMAM TYPHOID
Moderator:
dr. Rachmanto HSA, Sp.A
Tutor:
dr. Yenny Purnama, Sp.A, M.Kes
Disusun oleh:
Mutiara Insan Sangaji, S.Ked
07120090082
LEMBAR PENGESAHAN
Demam Typhoid
Diajukan sebagai salah satu syarat kegiatan Kepaniteraan Klinik di bagian
Ilmu Kesehatan Anak di Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat Gatot Soebroto
Periode 26 Mei 2014 - 9 Agustus 2014
Disusun oleh:
Mutiara Insan Sangaji, S.Ked
07120090082
Moderator
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa yang
telah memberikan rahmat-Nya kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan Laporan
Kasus yang berjudul Demam Typhoid ini dalam waktu yang ditetapkan. Laporan
Kasus ini disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan kepaniteraan klinik bagian
Ilmu Kesehatan Anak di Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat Gatot Soebroto pada
periode 26 Mei 2014 s/d 9 Agustus 2014.
Dengan disusunnya Laporan Kasus ini, besar harapan penulis agar dapat
memberikan beberapa gambaran umum kepada pembaca mengenai Demam Typhoid
khususnya bagi para dokter umum.
Laporan Kasus ini dapat diselesaikan atas bantuan dari berbagai pihak, dengan
rendah hati penulis ingin menyampaikan terimakasih kepada:
1. dr. Rachmanto HSA, Sp.A, selaku moderator presentasi kasus
2. dr. Yenny Purnaama, Sp.A, M.Kes, selaku tutor penulisan laporan kasus
ini.
3. Segenap staf Departemen Ilmu Kesehatan Anak RSPAD Gatot Soebroto
4. Pasien dan keluarga pasien, sebagai sumber pembelajaran ilmu.
5. Orang tua kami yang selalu mendoakan, memberi motivasi, dan semangat
dalam penyusunan laporan kasus ini.
Akhir kata, penulis menyadari sepenuhnya bahwa masih banyak kelemahan
yang terdapat dalam penulisan laporan kasus ini. Oleh karena itu kritik dan saran
diharapkan oleh penulis untuk perbaikan penulisan selanjutnya. Semoga tulisan ini
dapat bermanfaat.
Jakarta, Juli 2014
Penulis
DAFTAR ISI
Cover ........................................................................................................................ 1
Lembar Pengesahan ................................................................................................. 2
Kata Pengantar ......................................................................................................... 3
Daftar Isi .................................................................................................................. 4
BAB I STATUS PASIEN ........................................................................................ 6
I.
Identitas ........................................................................................... 6
II.
Anamnesis ....................................................................................... 6
III.
IV.
Pemeriksaan Penunjang.................................................................... 17
V.
Resume...........................................................................................
18
VI.
19
VII.
19
VIII.
IX.
Penatalaksanaan ............................................................................. 19
X.
Prognosis .......................................................................................
XI.
Follow up ....................................................................................... 20
19
22
Epidemiologi .............................................................................................. 22
Etiologi .....................................................................................................
23
Patogenesis ..............................................................................................
24
27
31
Prognosis .................................................................................................
33
Pencegahan ..............................................................................................
33
34
4
35
40
BAB I
STATUS PASIEN
: 16 34 35
: 16 Juni 2014
: 23 Juni 2014
I. IDENTITAS
Nama
: An. R.B
Jenis kelamin
: Laki-Laki
TTL
Umur
: 13 tahun 6 bulan
Nama Ayah
: (Alm) T.I
Pekerjaan
: Pemusik
Nama Ibu
: Ny. S
Pekerjaan
: PNS
Hub. dengan orangtua : Anak kandung, anak kedua dari tiga bersaudara
Alamat rumah
Agama
: Islam
Suku Bangsa
: Jawa
II. ANAMNESIS
Autoanamnesis dan Allanamnesis dari ibu pasien pada tangggal 16 Juni 2014
Keluhan Utama
: Demam
Keluhan Tambahan
: Tidak ada
Riwayat kebiasaan
Pasien memiliki kebiasaan jajan sembarangan di lingkungan sekolah dan
sekitar rumahnya.
RIWAYAT KEHAMILAN
Saat mengandung pasien, ibu pasien memeriksakan kandungan secara teratur
ke bidan setiap bulan. Ibu pasien menyangkal adanya tekanan darah tinggi,
kadar gula yang tinggi, demam, keputihan pada saat hamil
RIWAYAT KELAHIRAN
Tempat bersalin
: Rumah Sakit
Penolong
: Bidan
Cara persalinan
: Spontan
Keadaan bayi
: 3000 gram
: 49 cm
Masa gestasi
: Langsung menangis
Kelainan bawaan
: Tidak ada
Anak ke
: 2 dari 3 bersaudara
Perkembangan
Pertumbuhan
gigi
I
Umur
6
bulan
Tengkurap
6 Bulan
Duduk
6 bulan
Berdiri
10 bulan
Berjalan
12 bulan
Bicara
Membaca
dan
Menulis
2
tahun
5
tahun
Perkembanan Pubertas
Perkembangan
Rambut
pubis
Umur
-
Mamae
Usia menarche
RIWAYAT MAKANAN
Umur
ASI /PASI
Buah /Biskuit
Bubur susu
Nasi Tim
0-2 Bulan
ASI
2-4 Bulan
ASI
4-6 Bulan
ASI
6-8 Bulan
Ya
Ya
Ya
8-10 Bulan
Ya
Ya
Ya
10-12 Bulan
Ya
Ya
Ya
Frekuensi makan
Jenis Makanan
Frekuensi
Nasi
Sayur
Daging
Telur
Ikan
Susu
Kesulitan makanan
: Tidak ada
Kesan
RIWAYATT IMUNISASI
Jenis Imunisasi
BCG
Hepatitis B
Polio
DPT
Campak
Kesan
I
2 bulan
2 hari
2 bulan
2 bulan
9 bulan
II
1 bulan
4 bulan
4 bulan
-
III
6 bulan
6 bulan
6 bulan
-
IV
-
V
-
Disangkal
Asma
Disangkal
Batuk berulang
Disangkal
Biduran
Disangkal
Cacingan
Disangkal
Demam berdarah
Usia
Umur 10 tahun
Demam tifoid
Disangkal
Difteri
Disangkal
Kejang
Disangkal
Kecelakaan
Disangkal
Morbili
Disangkal
Operasi
Disangkal
Parotitis
Disangkal
Penyakit kuning
Disangkal
Penyakit jantung
Disangkal
Pertusis
Disangkal
Radang paru
Disangkal
Tuberkulosis
Disangkal
Varicella
Disangkal
10
RIWAYAT KELUARGA
No
Tanggal
Lahir
Kelamin
Hidup
Lahir
Mati
Abortus
Mati/
sebab
Keterangan
kesehatan/
Pendidikan
17 tahun
Perempuan Hidup
SMA, sehat
13 tahun
Laki-laki
SMP, (pasien)
8 tahun
Perempuan Hidup
Hidup
SD, sehat
: Nenek
Keadaan rumah
Ayah
Ibu
Umur sekarang
33 Tahun (alm)
40
Perkawinan ke
24
23
Pendidikan terahkir
D3
D3
Agama
Islam
Islam
Suku bangsa
Jawa
Jawa
Keadaan kesehatan
Meninggal
Baik
Tidak ada
Tidak ada
11
v Kesadaran
: Compos Mentis
v Tanda Vital
v Suhu
v Laju nadi
v Laju pernapasan
: 23x/menit, teratur,
torakoabdominal
v Tekanan Darah
: 110/60 mmHg
Data Antropometri
Berat badan
= 42 kg
Tinggi badan
= 157cm
= 45 kg
(berdasarkan kurva NCHS)
= 158 cm
(berdasarkan kurva NCHS)
= 93.3%
-
12
Status Generalis
Kepala
Bentuk
: Normocephal
Rambut
Ubun-ubun besar
: Menutup
Sutura
: Tidak melebar
Raut muka
: Normal
Kulit
: Tidak ada
Kelopak
: Edema (-/-)
Konjungtiva
Muka
Mata
sekret (-)
Sklera
Kornea
: Jernih
Pupil
Lensa
: Jernih
Bola mata
Penglihatan
: Normal
Daun telinga
Telinga
kiri
Lubang
Membran Timpani
: Sulit dinilai
Perdarahan
: Tidak ada
13
Hidung
Bentuk
: Normal
Kulit
: Normal
Septum
: Deviasi (-)
Konka
: Normal
Selaput lendir
Lain-lain
Mulut
Bibir
Lidah
Selaput lendir
: tidak ada
Gigi
: Karies (-)
Gusi
Langit-langit
: Hiperemis (-)
Tonsil
: T1-T1, Tenang
Bentuk
: Normal
Kulit
Pergerakan
Tiroid
Trakea
Leher
Submental
: tidak teraba
Submandibula
: tidak teraba
Preaurikular
: tidak teraba
Postaurikular
: tidak teraa
Suboccipital
: tidak teraba
Servikalis anterior
: tidak teraba
Servikalis posterior
: tidak teraba
Supraklavikula
: tidak teraba
Axilaris
: tidak teraba
Inguinal
: tidak teraba
14
Thoraks
Bentuk normochest, tidak ada retraksi, tidak tampak ruam pada kulit dinding
thoraks.
Jantung
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
-
Auskultasi
Paru-paru
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
Abdomen
Inspeksi
Auskultasi
Palpasi
Perkusi
Lain-lain
15
Tulang Belakang
Ekstremitas Atas
Ekstremitas Bawah
Pergerakan bebas
+/+
+/+
Akral hangat
+/+
+/+
Edema
-/-
-/-
Sianosis
-/-
-/-
Clubbing Finger
-/-
-/-
Atrofi otot
-/-
-/-
Tonus otot
Baik/baik
Baik/baik
Kulit
Warna kecoklatan, tidak tampak pucat, tidak ikterik, tidak sianosis, tidak
tampak ruam pada seluruh tubuh.
Pemeriksaan Neurologis
Refleks Fisiologis
o Refleks Biseps
: +/+ normal
o Refleks Triseps
: +/+ normal
o Refleks Patella
: +/+ normal
o Refleks Achilles
: +/+ normal
Refleks Patologis
o Refleks Hoffmann-Trommer
: -/-
o Refleks Babinski
: -/-
o Refleks Oppenheim
: -/-
o Refleks Chaddock
: -/16
:-
o Brudzinski I
: -/-
o Brudzinski II
: -/-
o Kernig sign
: -/-
o Laseque sign
: -/-
15-06-2014
Nilai Normal
Hematologi
Darah Rutin
Hb
11,7 gr/dl
13 18gr/dl
Ht
36 %
40 52%
Eritrosit
5.2 juta/ul
4.3-6.0 juta/ul
Leukosit
5100/mm3
4.800-10.800
Trombosit
288.000/mm3
150.000-400.000
MCV
70 fl
80-96 fl
MCH
23 pg
27-32 pg
MCHC
32 g/dl
32-36 g/dl
14.1 mmol/L
132-145 mmol/L
Kimia Klinik
Natrium
Kalium
3.9 mmol/L
3.1-5.1 mmol/L
Klorida
103 mmol/L
96-111 mmol/L
Negatif
Negatif
Immunoserologi (WIDAL)
S. Typhi O
S. Paratyphi AO
Negatif
Negatif
S. Paratyphi BO
Negatif
Negatif
S. Paratyphi CO
Negatif
Negatif
S. Typhi H
Negatif
Negatif
S. Paratyphi AH
Negatif
Negatif
S. Paratyphi BH
Negatif
Negatif
S. Paratyphi CH
Negatif
Negatif
17
V. RESUME
Pasien anak laki-laki berusia 13 tahun 6 bulan dengan berat badan 42
kg datang ke RSPAD mengeluhkan demam sudah 13 hari. Demam muncul
perlahan, demam dirasa semakin meningkat, demam naik turun dan terutama
dirasakan ketika malam hari dan pasien merasa lebih baik ketika pagi harinya.
Pasien pernah berobat dan diberi obat penurun panas namun demam tidak
membaik. Keluhan disertai dengan lemas, menggigil, mual, keringat dingin,
nafsu makan menurun dan batuk kering sudah 4 hari. Dari pemeriksaan fisik
keadaan umum tampak sakit sedang dengan kesadaran compos mentis,
tekanan darah 110/60 mmHg, nadi 90x/ menit teratur isi cukup, pernapasan
23x/menit teratur torakoabdominal dengan suhu pada axila adalah 38.5 0C,
status generalis dalam batas normal, dan status neurologis tidak ada kelainan.
Dari pemeriksaan penunjang pada hematologi terdapat Hb turun 11.7 mg/dL,
Ht turun 36%, MCV turun 70 fL, MCH 23 pg, kimia klinik tidak ada kelainan,
tes widal negatif.
18
Ad vitam
: dubia ad bonam
Ad functionam
: dubia ad bonam
Ad sanationam
: dubia ad bonam
19
XI. FOLLOW UP
Demam
Hari ke
(tanggal)
S
H-14 (17-6-2017)
H-15 (18-6-2017)
H-16 (19-6-2017)
Hb/Ht/Eritro/Leu/tromb
10.8/32/4.7/4340/307000
MCV/MCH/MCHC
68/23/34
Bs/E/Bt/S/L/M
0/2/3/52/32/11
LED : 36
RDW :14.8
Retikulosit : 0.3
Urinalisis
Warna : Kuning
Kejernihan : Jernih
pH : 6.5
Berat jenis : 1030
Protein : Glukosa : Bilirubin : Nitrit : Keton : Uroilinogen : Eritrosit : 0 -1 - 0
Leukosit : 2 1 - 2
Silinder : Kristal : Epitel : +
Lain-lain : Konsul Spesialis THT :
20
Demam
Hari ke
H-17 (20-6-2017)
H-18 (21-6-2017)
H-19 (22-6-2017)
(tanggal)
S
batuk
batuk
P: 23x/menit, S: 36 C
P: 24x/menit, S: 37 C
P: 22x/menit, S: 36.5 C
Kepala : normocephal
Kepala : normocephal
Kepala : normocephal
tidak ikterik
wheezing
Gallop
wheezing
Cor : BJ I-II normal reguler, murmur -,
Gallop
wheezing
Cor : BJ I-II normal reguler, murmur -,
Gallop
Teraba
Teraba
Teraba
couted tongue
tidak ikterik
tidak ikterik
Demam tifoid
Demam tifoid
Demam tifoid
Inj. Cefotaxime 3 x 1 gr
Inj. Cefotaxime 3 x 1 gr
Inj. Cefotaxime 3 x 1 gr
21
Demam Hari
H-20 (23-6-2017)
ke (tanggal)
S
Kepala : normocephal
Mata : konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik
demam.
P: 23x/menit, S: 36 C
clubbing finger -
Demam tifoid
22
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
PENDAHULUAN
Demam tifoid merupakan suatu penyakit infeksi sistemik yang disebabkan
oleh Salmonella typhi yang masih dijumpai secara luas di berbagai negara
berkembang yang terutama terletak di daerah tropis dan subtropis. Penyakit ini juga
merupakan masalah kesehatan masyarakat yang penting karena penyebarannya
berkaitan erat dengan urbanisasi, kepadatan penduduk, kesehatan lingkungan, sumber
air dan sanitasi yang buruk serta standar higiene industri pengolahan makanan yang
masih rendah.1
Besarnya angka pasti kasus demam tifoid di dunia sangat sulit ditentukan
karena penyakit ini dikenal mempunyai gejala dengan spektrum klinis yang sangat
luas. Data World Health Organization (WHO) tahun 2003 memperkirakan terdapat
sekitar 17 juta kasus demam tifoid di seluruh dunia dengan insidensi 600.000 kasus
kematian tiap tahun.4 Di negara berkembang, kasus demam tifoid dilaporkan sebagai
penyakit endemis dimana 95% merupakan kasus rawat jalan sehingga insidensi yang
sebenarnya adalah 15-25 kali lebih besar dari laporan rawat inap di rumah sakit. Di
Indonesia kasus ini tersebar secara merata di seluruh propinsi dengan insidensi di
daerah pedesaan 358/100.000 penduduk/tahun dan di daerah perkotaan 760/100.000
penduduk/ tahun atau sekitar 600.000 dan 1.5 juta kasus per tahun. Umur penderita
yang terkena di Indonesia dilaporkan antara 3-19 tahun pada 91% kasus.2
23
EPIDEMIOLOGI
Demam typhoid endemik di Indonesia. Penyakit ini jarang ditemukan secara
epidemik, lebih bersifat sporadis, terpencar-pencar disuatu daerah dan jarang terjadi
lebih dari satu kasus pada orang-orang serumah. Sumber penularan biasanya tidak
dapat ditemukan. Ada dua sumber penularan S.typhi, yaitu pasien dengan demam
typhoid dan yang lebih sering carrier. Di daerah endemik transmisi terjadi melalui air
yang tercemar. Makanan yang tercemar oleh carrier merupakan sumber penularan
yang paling sering di daerah non-endemik.
Distribusi Demam Tifoid
Geografi
Demam tifoid terdapat diseluruh dunia dan penyebarannya tidak tergantung
pada keadaan iklim,tetapi lebih banyak dijumpai di negara-negara sedang
berkembang di daerah tropis. Hal ini disebabkan karena penyediaan air bersih,
sanitasi lingkungan dan kebersihan individu yang kurang baik.
Musim
Di Indonesia demam tifoid dapat ditemukan sepanjang tahun. Tidak ada
kesesuaian faham mengenai hubungan antara musim dan peningkatan jumlah
kasus demam tifoid.
Jenis kelamin
Tidak ada perbedaan yang nyata antara insiden demam tifoid pada pria dan
wanita.
Umur
Di daerah endemik demam tifoid, insiden tertinggi didapatkan pada anakanak. Orang dewasa sering mengalami infeksi ringan yang sembuh sendiri dan
menjadi kebal.
24
ETIOLOGI
Salmonella typhi sama dengan Salmonella yang lain adalah bakteri Gramnegatif, mempunyai flagela, tidak berkapsul, tidak membentuk spora fakultatif
anaerob. Mempunyai antigen somatik (O) yang terdiri dari oligosakarida, flagelar
antigen (H) yang terdiri dari protein dan envelope antigen (K) yang terdiri
polisakarida.
Mempunyai
makromolekular
lipopolisakarida
kompleks
yang
membentuk lapis luar dari dinding sel da dinamakan endotoksin. Salmonella typhi
juga dapat memperoleh plasmid faktor-R yang berkaitan dengan resistensi terhadap
multipel antibiotik.3
PATOGENESIS
Kuman S.typhi masuk ke dalam tubuh manusia melalui makanan atau minuman
yang tercemar oleh kuman tersebut. Sebagian kuman di musnahkan oleh asam
lambung dan sebagian lagi masuk ke usus halus dan mencapai jaringan limfoid plaque
peyeri di ileum terminalis yang kemudian mengalami hipertrofi. Kuman S.typhi
kemudian menembus ke lamina propia, masuk aliran limfe dan mencapai kelenjar
limfe mesenterial yang juga mengalami hipertrofi. Setelah melewati kelenjar-kelenjar
limfe ini
Retikulo Endotelial Sistem (RES) terutama hati dan limpa melalui sistem portal. Di
tempat ini kuman difagosit oleh sel-sel fagosit RES dan kuman yang lolos dari
fagositosis tetap berkembang biak. Pada akhir masa inkubasi 5-9 hari kuman kembali
masuk ke darah menyebar ke seluruh tubuh (bakteremia sekunder) dan sebagian
kuman masuk ke organ tubuh terutama limfa, kandung empedu yang selanjutnya
kuman tersebut dikeluarkan kembali dari kandung empedu ke rongga usus dan
menyebabkan reinfeksi di usus. Dalam masa bakteremia ini kuman melepaskan
endotoksin Lipopolisakarida yang semula diduga bertanggung jawab terhadap
terjadinya gejala-gejala dari demam typhoid. Tapi kemudian berdasarkan penelitian
eksperimental disimpulkan bahwa endotoksin bukan merupakan penyebab utama
demam dan gejala-gejala toksemia pada demam typhoid. Endotoksin S.typhi berperan
pada patogenesis demam typhoid,karena membantu terjadinya proses inflamasi lokal
pada jaringan tempat S.typhi berkembang biak. Demam pada typhoid disebabkan
25
karena S.typhi dan endotoksinnya merangsang sintesis dan pelepasan zat pirogen oleh
leukosit pada jaringan yang meradang. Selanjutnya zat pirogen yang beredar di dalam
darah mempengaruhi pusat termoregulator di hipotalamus yang mengakibatkan
timbulnya gejala demam.
Pada demam typhoid ini kelainan utama terjadi di ileum terminal dan plaque
peyeri yang hiperplasia (minggu pertama), nekrosis (minggu kedua) dan ulserasi
(minggu ketiga) serta bila sembuh tanpa adanya pembentukan jaringan parut. Sifat
ulkus berbentuk bulat lonjong sejajar dengan sumbu panjang usus dimana ulkus ini
dapat menyebabkan perdarahan bahkan perforasi.
26
MANIFESTASI KLINIS3,4
Pada anak, periode inkubasi demam tifoid antara 5-40 hari dengan rata-rata
antara 10-14 hari. Gejala klinis demam tifoid sangat bervariasi, dari gejala klinis
ringan dan tidak memerlukan perawatan khusus sampai dengan berat sehingga harus
dirawata. Variasi gejala ini disebabkan faktor galur salmonella, status nutrisi dan
imunologik penjamu serta lama sakit di rumahnya.
Demam
Penampilan demam pada kasus demam tifoid memiliki istilah khusus yaitu
step-ladder temperature chart yang ditandai dengan demam timbul insidius,
kemudian naik secara bertahap tiap harinya dan mencapai titik tertinggi pada
akhir minggu pertama, setelah itu demam akan bertahan tinggi dan pada
minggu ke-4 demam akan turun perlahan secara lisis, kecuali apabila terjadi
fokus infeksi seperti kolesistitis, abses jaringan lunak maka demam akan
menetap. Banyak orang tua pasien demam tifoid melaporkan bahwa demam
lebih tinggi saat sore dan malam hari dibandingkan dengan pagi harinya
27
Gangguan kesadaran
Umumnya terdapat gangguan kesadaran yang kebanyakan berupa penurunan
kesadaran ringan. Sering didapatkan kesadaran apatis dengan kesadaran
seperti berkabut. Bila klinis berat, tak jarang penderita sampai somnolen dan
koma. Pada penderita dengan toksik, gejala delirium lebih menonjol.
Hepatosplenomegali
Terkadang ditemukan pembesaran pada hepar dan limpa. Hepar terasa kenyal
dan terdapat nyeri tekan. Berbeda dengan buku bacaan Barat, pada anak di
Indonesia lebih banyak dijumpai hepatomegali dibandingkan dengan
splenomegali.
28
KOMPLIKASI4
Pada minggu ke-2 atau lebih, sering timbul komplikasi demam tifoid mulai
yang ringan sampai berat bahkan kematian. Beberapa komplikasi yang sering terjadi
diantaranya :
Syok Septik
Adalah akibat lanjut dari respon inflamasi sistemik, karena bakteremia
Salmonella. Disamping gejala-gejala tifoid diatas, penderita jatuh ke dalam
fase kegagalan vaskular (syok). Tensi turun, nadi cepat dan halus, berkeringat
serta akral dingin. Akan berbahaya bila syok menjadi irreversible
Peritonitis
Biasanya menyertai perfotasi, tetapi dapat terjadi tanpa perforasi. Ditemukan
gejala abdomen akut yakni nyeri perut hebat, kembung serta nyeri lepas pada
penekanan.
Hepatitis Tifosa
Demam tifoid yang disertai gejala ikterus, hepatomegali, dan peningkatan
SGOT, SGPT, dan bilirubin darah. Pada histopatologi didapatkan nodul tifoid
dan hiperplasi sel-sel kuffer.
29
Pankreatitis Tifosa
Merupakan komplikasi yang jarang terjadi. Gejalanya adalah nyeri perut hebat
disertai dengan mual dan muntah kehijauan, meteorismus dan bising usus
menurun. Enzim amilase dan lipase meningkat, dapat dibantu dengan
pemeriksaan USG atau CT Scan.
Pneumonia
Dapat disebabkan oleh basil Salmonella atau koinfeksi dengan mikroba lain
yang menyebabkan pneumonia. Pada pemeriksaan didapatkan gejala klinis
pneumonia serta gambaran khas pneumonia pada foto polos thoraks.
Komplikasi lain
Karena basil salmonella bersifat intra makrofag dan dapat beredar keseluruh
bagian tubuh, maka dapat mengenai banyak organ yang menimbulkan infeksi
yang bersifat fokal antara lain seperti osteomielitis, artritis, miokarditis,
perikarditis, endokarditis, pielonefritis, serta peradangan di tempat lainnya.
PEMERIKSAAN PENUNJANG3,4
Pemeriksaan Bakteriologis3
Pada dua minggu pertama sakit kemungkinan mengisolasi S.typhi dari dalam
darah pasien lebih besar dari pada minggu berikutnya. Biakan yang dilakukan
pada urin dan feses, kemungkinan keberhasilan lebih kecil. Biakan spesismen
yang berasal dari aspirasi sumsum tulang mempunyai sensitivitas tertinggi,
30
hasi positif didapat pada 90% kasus. Akan tetapi prosedur ini sangat invasif,
sehingga tidak dipakai dalam praktek sehari-hari. Pada keadaan tertentu dapat
dilakukan biakan spesimen empedu yang diambil dari duodenum dan
memberikan hasil yang cukup baik.
Tes Widal3
Uji serologi widal suatu metode serologik yang memeriksa antibodi aglutinin
terhadap antigen somatik (O), flagela (H) banyak dipakai untuk membuat
diagnosis demam tifoid. Di Indonesia pengambilan angka titer O aglutinin
1/40 dengan memakai uji widal slide aglutination (prosedur pemeriksaan
membutuhkan waktu 45 menit) menunjukakan nilai normal positif 96%.
Artinya apabila hasil tes positif, 96% kasus benar sakit demam tifoid, akan
tetapi bila negatif tidak menyingkirkan. Banyak senter mengatur pendapat
apabila titer O aglutinin sekali periksa 1/200 atau pada titer sepasang terjadi
31
TUBEX
Tes Tubex merupakan tes aglutinasi kompetitif semi kuantitatif yang
sederhana dan cepat (kurang lebih 2 menit) dengan menggunakan partikel
yang berwarna untuk meningkatkan sensitivitas. Spesifisitas ditingkatkan
dengan menggunakan antigen O9 yang benar-benar spesifik yang hanya
ditemukan pada Salmonella serogroup D. Tes ini sangat akurat dalam
diagnosis infeksi akut karena hanya mendeteksi adanya antibodi IgM dan
tidak mendeteksi antibodi IgG dalam waktu beberapa menit. Walaupun belum
banyak penelitian yang menggunakan Tes Tubex ini, beberapa penelitian
menyimpulkan bahwa tes ini mempunyai sensitivitas dan spesifisitas yang
lebih baik daripada uji widal.5
Penelitian mendapatkan sensitivitas sebesar 78% dan spesifisitas sebesar 89%.
Tes ini dapat menjadi pemeriksaan yang ideal, dapat digunakan untuk
pemeriksaan secara rutin karena cepat, mudah, dan sederhana, terutama di
negara yang berkembang.6
Pemeriksaan lain3
Pada akhir-akhir ini banyak dimunculkan beberapa jenis pemeriksaan untuk
mendeteksi antibodi S.typhi dalam serum, antigen terhadap S.typhi dalam
darah, serum, dan urin bahkan DNA S.typhi dalam darah dan feses.
Polymerase Chain Reaction telah digunakan untuk memperbanyak gen
Salmonella ser. Typhi secara spesifik pada darah pasien dan hasil dapat
diperoleh dalam beberapa jam. Metode ini spesifik dan lebih sensitif
dibandingkan dengan biakan darah.
32
DIAGNOSIS BANDING3
Pada stadium dini demam tifoid, beberapa penyakit kadang-kadang secara
klinis dapat menjadi diagnosis bandingnya yaitu influenza, gastroenteritis, bronchitis,
dan bronkopneumonia. Beberapa penyakit yang disebabkan oleh mikroorganisme
intraseluler seperti tuberculosis, infeksi jamur sistemik, bruselosis, tularemia,
shigelosis, dan malaria juga perlu dipikirkan. Pada demam tifoid yang berat, sepsis,
leukemia, limfoma dan penyakit Hodgkin dapat sebagai diagnosis banding.
TATA LAKSANA3
Sebagian besar pasien demam tifoid dapat diobati di rumah dengan tirah
baring, isolasi yang memadai, pemenuhan kebutuhan cairan dan nutrisi, serta
pemberian antibiotik. Sedangkan untuk kasus berat harus dirawat di rumah sakit agar
pemenuhan cairan, elektrolit, serta nutrisi disamping observasi kemungkinan timbul
penyulit dapat dilakukan dengan seksama. Pengobatan antibiotik merupakan
pengobatan utama karena pada dasarnya pathogenesis infeksi Salmonella typhi
berhubungan dengan keadaan bakteremia.
Kloramfenikol masih merupakan pilihan pertama pada pengobatan penderita
demam tifoid. Dosis yang diberikan adalah 100 mg/kgBB/hari dibagi dalam 4 kali
pemberian selama 10-14 hari atau sampai 5-7 hari setelah demam turum, sedangkan
pada kasus dengan malnutrisi atau penyakit, pengobatan dapat diperpanjang sampai
21 hari, 4-6 minggu untuk osteomyelitis akut, dan 4 minggu untuk meningitis. Salah
satu kelemahan kloramfenikol adalah tingginya angka relaps dan karier. Namun pada
anak hal tersebut jarang dilaporkan.
Ampisilin memberikan respon perbaikan klinis yang kurang apabila
dibandingkan dengan kloramfenikol. Dosis yang dianjurkan adalah 200 mg/kgBB/hari
dibagi dalam 4 kali pemberian secara intravena. Amoksisilin dengan dosis
100mg/kgBB/hari dibagi dalam 4 kali pemberian per oral memberikan hasil yang
setara dengan kloramfenikol walaupun penurunan demam lebih lama. Kombinasi
Trimethoropin Sulfametoksazol (TMP-SMZ) memberikan hasil yang kurang baik
disbanding kloramfenikol. Dosis yang dianjurkan adalah TMP 10 mg/kg/hari atau
SMZ 50 mg/kg/hari dibagi dalam 2 dosis. Di beberapa Negara sudah dilaporkan kasus
demam tifoid yang resisten terhadap kloramfenikol. Pemberian sefalosporin generasi
ketiga seperti seftriakson 100mg/kgBB/hari dibagi dalam 1 atau 2 dosis (maksimal 4
gram/hari) selama 5-7 hari atau sefotaksim 150-200 mg/kg/hari dibagi dalam 3-4
33
dosis efektif pada isolat yang rentan. Efikasi kuinolon baik tetapi tidak dianjurkan
untuk anak. Akhir-akhir ini cefixime oral 10-15 mg/kgBB/hari selama 10 hari dapat
diberikan sebagai alternatif, terutama apabila jumlah leukosit <200/l atau dijumpai
resistensi terhadap S. typhi.
Pada demam tifoid kasus berat seperti delirium, obtundasi, stupor, koma,
shock, pemberian deksametason intravena (3 mg/kg diberikan dalam 30 menit untuk
dosis awal, dilanjutkan dengan 1 mg/kg tiap 6 jam sampai 48 jam) disamping
antibiotik yang memadai, dapat menurunkan angka mortalitas dari 35-55% menjadi
10%. Demam tifoid dengan penyulit perdarahan usus kadang-kadang memerlukan
transfuse darah. Sedangkan apabila diduga terjadi perforasi, adanya cairan pada
peritoneum dan udara bebas pada foto abdomen dapat membantu menegakkan
diagnosis. Laparatomi harus segera dilakukan pada perforasi usus disertai
penambahan antibiotik metronidazole dapat memperbaiki prognosis. Reseksi 10 cm di
setiap sisi perforasi dilaporkan dapat meningkatkan angka harapan hidup. Transfusi
trombosit dianjutkan untuk pengobatan trombositopenia yang dianggap cukup berat
sehingga menyebabkan perdarahan saluran cerna pada pasien-pasien yang masih
dalam pertimbangan untuk dilakukan intervensi bedah.
Ampisilin (atau amoksisilin) dosis 40 mg/kgBB/hari dalam 3 dosis peroral
ditambah dengan probenecid 30 mg/kgBB/hari dalam 3 dosis peroral atau TMP-SMZ
selama 4-6 minggu memberikan angka kesembuhan 80% pada karier tanpa penyakit
saluran empedu. Bila terdapat kolelitiasis atau kolesistitis, pemberian antibiotik saja
jarang berhasil, kolesistektomi dianjurkan setelah pemberian antibiotik (ampisilin
200mg/kgBB/hari dalam 4-6 dosis IV) selama 7-10 hari, setelah kolesistektomi
dilanjutkan dengan amoksisilin 30 mg/kgBB/hari dalam 3 dosis peroral selama 30
hari.
Kasus demam tifoid yang mengalami relaps diberi pengobatan sebagai kasus
demam tifoid yang pertama.
PROGNOSIS3
Prognosis pasien demam tifoid tergantung ketepatan terapi, usia, keadaan
kesehatan sebelumnya, da nada tidaknya komplikasi. Di Negara maju dengan teraoi
antibiotik yang adekuat, angka mortalitas < 1%. Di Negara berkembang, angka
mortalitasnya > 10%, biasanya karena keterlambatan diagnosis, perawatan, dan
pengobatan. Munculnya komplikasi seperti perforasi gastrointestinal atau perdarahan
34
35
BAB III
ANALISIS KASUS
Anak R.B usia 13 tahun 6 bulan dengan berat badan 42 kg datang ke bangsal
IKA Lt. 2 melalui IGD RSPAD, pada pasien ini didagnosis dengan demam
typhoid berdasarkan dengan :
Anamnesis
Demam sudah 13 hari. Secara teori, demam terbagi menjadi 2 tipe
berdasarkan onsetnya yaitu demam kurang dari 7 hari dan lebih dari 7 hari.
Penyakit untuk demam lebih dari 7 hari antara lain disebabkan karena infeksi
seperti demam typhoid, malaria, infeksi sistem saraf pusat (meningitis,
ensefalitis, meningoensefalitis, infeksi saluran pernapasan (pneumonia,
tuberkulosis), hepatitis akut, infeksi saluran kemih, otitis media. Demam lebih
dari 7 hari dapat juga disebabkan akibat autoimun seperti demam reumatik,
bahkan dapat dipikirkan kearah keganasan seperti limfoma dan leukemia.
Pasien menyangkal adanya keluhan pusing, muntah, kejang, diare,
susah buang air besar, nyeri ketika buang air kecil, buang air kecil lebih
sering, nyeri pinggang, mimisan, gusi berdarah, ruam pada kulit, sakit telinga,
keluarnya cairan dari telinga, nyeri telinga, gangguan pendengaran, nyeri dan
begkak pada daerah sendi, penurunan berat badan drastis dalam beberapa
bulan terakhir, riwayat berpergian keluar kota akhir-akhir ini seperti ke
maluku, papua, NTT, NTB, sukabumi. Pada pasien dapat disingkirkan
malaria, infeksi sistem saraf pusat (meningitis, ensefalitis, meningoensefalitis,
infeksi saluran pernapasan (pneumonia, tuberkulosis), hepatitis akut, infeksi
saluran kemih, otitis media, demam reumatik, limfoma, leukemia.
Pada pasien demam disertai lemas, menggigil, mual, keringat dingin,
nafsu makan menurun. Pasien juga mengeluhkan batuk kering sejak 4 hari,
tidak disertai dengan pilek, nyeri menelan, suara serak, sesak napas dan mengi
Keluhan tersebut dapat pula merupakat tanda penyakit infeksi akut. Pasien
36
37
Pemeriksaan Penunjang
Pada pemeriksaan tanggal 16-6-2014 ditemukan widal negatif. Pada
pemeriksan darah rutin tanggal 17-6-2014 ditemukan leukopenia dimana
kadar leukosit 4340 (nilai normal 4800-10.800) hal ini dapat terjadi pada
demam typhoid akibat depresi sumsum tulang oleh endotoksin da mediator
endogen yang ada.. Kemudian hasil urinalisis tidak ditemukan kelainan
sehingga infeksi saluran kemih dapat disingkirkan. Pada pemeriksaan foto
thorax tanggal 18-6-2014 ditemukan corakan bronkovasuler kedua paru kasar
dengan kesan bronkitis.
Pada pemeriksaan tanggal 19-6-2014 ditemukan pada imunoserologi
Anti Salmonella Thyphii IgM (+) sehinggga diagnosis terarah menjadi demam
tifoid. Pemeriksaan Tubex ini merupakan tes aglutinasi kompetitif semi
kuantitatif yang sederhana dan cepat (kurang dari 2 menit) dengan
menggunakan partikel yang berwarna untuk meningkatkan sensitivitas. Tes ini
sangat akurat daalam diagnosis infeksi akut karena hanya mendeteksi IgM dan
tidak mendeteksi IgG.
Anjuran pemeriiksaan penunjang:
Gall culture
Menurut kepustakaan Buku ajar IDAI infeksi dan penyakit tropis,
diagnosis pasti demam tifoid dapat ditegakkan bila ditemukan bakteri
Salmonella typhii dalam biakan darah, urin, feses, sumsum tulang,
cairan duodenum. Berkaitan dengan patogenesis penyakit, maka
bakteri akan lebih mudah ditemukan dalam darah dan sumsum tulang
pada awal penyakit / minggu pertama demam, sedangkan pada minggu
ke-2 demam dan seterusnya dapat ditemukan di feses dan urine. Media
pembiakan yang direkomendasikan adalah media empedu dari sapi
dimana dikatakan media gall ini dapat meningkatkan positivitas hasil
dari biakan.
38
Diagnosa Banding
ISK
merupakan salah satu penyebab demam lebih dari 7 hari, namun pada
pasien ini tidak ada keluhan dalam BAK nya seperti nyeri buang air
kecil, buang air kecil lebih sering, nyeri pinggang. Dari pemeriksaan
fisik didapatkan suhu yang meningkat namun tidak terdapat nyeri
ketok CVA. Dari pemeriksaan urinalis tidak tampak kelainan.
Tuberkulosis
Menurut buku Pedoman Pelayanan Medis IDAI, pada anamnesis
didapatkan berkurangnya berat badan 2 bulan berturut-turut tanpa
sebab yang jelas atau gagal tumbuh, demam tanpa sebab jelas,
39
Malaria
Menurut buku Pedoman Pelayanan Medis IDAI, Dari anamnesis
didapatkan pasien berasal dari daerah endemis malaria atau riwayat
berpergian ke daerah yang endemis, lemah, mual, muntah, tidak nafsu
makan, nyeri punggung, nyeri perut, pucat, mialgia, atralgia, serangan
demam dengan interval tertentu. Pada pasien ini didapatkan bahwa
pasien tidak memiliki riwayat berpergian ke daerah endemis malaria.
Penatalaksanaan pasien
Pasien demam typhoid perlu dirawat di RS untuk isolasi, observasi dan
pengobatan. Pasien harus tirah baring absolut sampai minimal 7 hari bebas
demam atau kurang lebih selama 14 hari. Maksud tirah baring adalah untuk
mencegah terjadinya komplikasi perdarahan usus atau perforasi usus.
Mobilisasi pasien dilakukan secara bertahap,sesuai dengan pulihnya kekuatan
pasien. Defekasi dan buang air kecil perlu diperhatikan, karena kadang-kadang
terjadi obstipasi dan retensi air kemih.
Pemberian IVFD D5 saline 1500cc/24 jam dirasakan perlu karena
anak tersebut sangat sulit untuk makan dan nafsu makan menurun sehingga
40
selain sebagai IV line tempat obat masuk secara IV maka IVFD juga
diharapkan dapat memantain kebutuhan cairan pada penderita ini. Pemberian
cairan pada pasien ini dilihat dari berat badan pasien 42 kg dengan
menggunakan rumus Halliday Segar adalah 1500 + 20 (BB-20) = 1940 cc/24
jam. Jadi total kebutuhan caitan yang dibutuhkan sebenarnya adalah 1940
cc/24 jam. Pemberian cairan yang diberikan adalah 1500 cc/24 jam karena
sisanya dapat diberikan secara oral.
Kebutuhan diet per hari menurut RDA untuk pasien ini adalah 60
kkal/hari dikali dengan berat badan idela (45kg) sehingga didapatkan 2700
kkal. Sehingga terbagi Karbohidrat 55% 1485 kkal, Lemak 30% 810 kkal,
Protein 15% 405 kkal.
Pemerian antibiotik yang digunakan adala cefotaxime secara intravena.
Cefotaxime adalah sefalosporin generasi ketiga yang merupakan terapi lini
kedua pada demam tifoid. Cefotaxime merupakan broad spectrum untuk gram
positif dan gram negatif. Antibiotik sefalosporin generasi ketiga seperti
ceftriaxone dan
Sehingga pada pasien dibutuhkan sekitar 3360 mg. Pada pasien diberikan 3 x
1 gram. Hal ini sudah sesuai dengan dosis yang diberikan. Menurut Pedoman
Pengendalian Demam Tifoid yang dikeluarkan oleh Menteri Kesehatan
Indonesia, seharusnya pada pasien typhoid diberikan antibiotik lini pertama
terlebih dahulu, namun hal ini bisa dipertimbangkan karena sudah banyak
kasus multiple drug resistance salmonella typhii (MDRST) pada demam tifoid
anak di Indonesia. Anti-mikroba lini pertama untuk tifoid yang memiliki
sensitifitas yang tinggi adalah Kloramfenikol, Ampisilin atau Amoxicilin,
Trimetropim-Sulfametaksazol.
Pada pasien ini Omeprazole digunakan sebagi terapi simptomatik yaitu
untuk mengobati mualnya. Omeprazole yang diberikan adalah 1 x 40 mg
secara intra vena. Omeprazole adalah senyawa proton pump inhibitor (PPI)
yang merupakan agen antisekretorik lambung. Omeprazole dapat mengurangi
sekresi asam lambung dengan menghambat secara spesifik enzim lambung
H+/K+-ATPase pada permukaan kelenjar sel parietal grastik pada pH<4.
41
42
DAFTAR PUSTAKA
2006,
Keputusan
Menteri
Kesehatan
RI
Nomor
43