Kadar hormon tiroid dan paratiroid yang berlebihan dapat mengakibatkan hilangnya kalsium dalam
jumlah yang lebih banyak. Obat-obat golongan steroid pun dapat mengakibatkan hilangnya kalsium dari
tulang.
Proses pembentukan dan penimbunan sel-sel tulang sampai tercapai kepadatan maksimal berjalan paling
efisien sampai umur kita mencapai 30 tahun.
Semakin tua usia kita, semakin sedikit jaringan tulang yang dibuat. Padahal, di usia tersebut, jaringan
tulang yang hilang semakin banyak. Penelitian memperlihatkan bahwa sesudah usia mencapai 40 tahun,
kita semua akan kehilangan tulang sebesar setengah persen setiap tahunnya. Pada wanita dalam masa
pascamenopause, keseimbangan kalsium menjadi negatif dengan tingkat 2 kali lipat dibanding sebelum
menopause.
Faktor hormonal menjadi sebab mengapa wanita dalam masa pascamenopause mempunyai resiko lebih
besar untuk menderita osteoporosis. Pada masa menopause, terjadi penurunan kadar hormon estrogen.
Estrogen memang merupakan salah satu faktor terpenting dalam mencegah hilangnya kalsium tulang.
Selain itu, estrogen juga merangsang aktivitas osteoblas serta menghambat kerja hormon paratiroid
dalam merangsang osteoklas.
Estrogen memperlambat atau bahkan menghambat hilangnya massa tulang dengan meningkatkan
penyerapan kalsium dari saluran cerna. Dengan demikian, kadar kalsium darah yang normal dapat
dipertahankan.
Semakin tinggi kadar kalsium di dalam darah, semakin kecil kemungkinan hilangnya kalsium dari
tulang (untuk menggantikan kalsium darah).
Penurunan kadar estrogen yang terjadi pada masa pascamenopause membawa dampak pada percepatan
hilangnya jaringan tulang. Resiko osteoporosis lebih meningkat lagi pada mereka yang mengalami
menopause dini (pada usia kurang dari 45 tahun).
Pada pria, hormon testosteron melakukan fungsi yang serupa dalam hal membantu penyerapan kalsium.
Bedanya, pria tidak pernah mencapai usia tertentu dimana testis berhenti memproduksi testosteron.
Dengan demikian, pria tidak begitu mudah/ beresiko kecil mengalami osteoporosis dibanding wanita.
Selain estrogen, berbagai faktor yang lain juga dapat mempengaruhi derajat kecepatan hilangnya massa
tulang. Salah satu hal yang utama adalah kandungan kalsium di dalam makanan kita. Masalahnya,
semakin usia kita bertambah, kemampuan tubuh untuk menyerap kalsium dari makanan juga berkurang.
1. Osteoporosis postmenopausal terjadi karena kekurangan estrogen (hormon utama pada wanita), yang
membantu mengatur pengangkutan kalsium ke dalam tulang pada wanita.
Biasanya gejala timbul pada wanita yang berusia di antara 51-75 tahun, tetapi bisa mulai muncul lebih
cepat ataupun lebih lambat. Tidak semua wanita memiliki risiko yang sama untuk menderita
osteoporosis postmenopausal, wanita kulit putih dan daerah timur lebih mudah menderita penyakit ini
daripada wanita kulit hitam.
2. Osteoporosis senilis kemungkinan merupakan akibat dari kekurangan kalsium yang berhubungan
dengan usia dan ketidakseimbangan diantara kecepatan hancurnya tulang dan pembentukan tulang yang
baru.
Senilis berarti bahwa keadaan ini hanya terjadi pada usia lanjut. Penyakit ini biasanya terjadi pada usia
diatas 70 tahun dan 2 kali lebih sering menyerang wanita. Wanita seringkali menderita osteoporosis
senilis dan postmenopausal.
3. Osteoporosis sekunder dialami kurang dari 5% penderita osteoporosis, yang disebabkan oleh keadaan
medis lainnya atau oleh obat-obatan.
Penyakit osteoporosis bisa disebabkan oleh gagal ginjal kronis dan kelainan hormonal (terutama tiroid,
paratiroid dan adrenal) dan obat-obatan (misalnya kortikosteroid, barbiturat, anti-kejang dan hormon
tiroid
yang
berlebihan).
Pemakaian alkohol yang berlebihan dan merokok bisa memperburuk keadaan osteoporosis.
4. Osteoporosis juvenil idiopatik merupakan jenis osteoporosis yang penyebabnya tidak diketahui.
Hal ini terjadi pada anak-anak dan dewasa muda yang memiliki kadar dan fungsi hormon yang normal,
kadar vitamin yang normal dan tidak memiliki penyebab yang jelas dari rapuhnya tulang.
PATOFISIOLOGI
Dalam keadaan normal, pada tulang kerangka tulang kerangka akan terjadi suatu proses yang berjalan
secara terus menerus dan terjadi secara seimbang, yaitu proses resorbsi dan proses pembentukan tulang
(remodeling). Setiap perubahan dalam keseimbangan ini, misalnya apabila proses resorbsi lebih besar
daripada proses pembentukan tulang, maka akan terjadi pengurangan massa tulang dan keadaan inilah
yang kita jumpai pada osteoporosis.
Dalam massa pertumbuhan tulang, sesudah terjadi penutupan epifisis, pertumbuhan tulang akan sampai
pada periode yang disebut dengan peride konsolidasi. Pada periode ini terjadi proses penambahan
kepadatan tulang atau penurunan porositas tulang pada bagian korteks. Proses konsolidasi secara
maksimal akan dicapai pada usia kuarang lebih antara 30-45 tahun untuk tulang bagian korteks dan
mungkin keadaan serupa akan terjadi lebih dini pada tulang bagian trabekula.
Sesudah manusia mencapai umur antara 45-50 tahun, baik wanita maupun pria akan mengalami proses
penipisan tulang bagian korteks sebesar 0,3-0,5% setiap tahun, sedangkan tulang bagian trabekula akan
mengalami proses serupa pada usia lebih muda. Pada wanita, proses berkurangnya massa tulang tersebut
pada awalnya sama dengan pria, akan tetapi pada wanita sesudah menopause, proses ini akan
berlangsung lebiuh cepat. Pada pria seusia wanita menopause massa tulang akan menurun berkisar
antara 20-30%, sedang pada wanita penurunan massa tulang berkisar antara 40-50%. Pengurangan
massa tulang ini berbagai bagian tubuh ternyata tidak sama.
Dengan teknik pemeriksaan tertentu dapat dibuktikan bahwa penurunan massa tulang tersebut lebih
cepat terjadi pada bagian-bagian tubuh seperti berikut: metacarpal, kolum femoris serta korpus vertebra,
sedang pada bagian tubuh yang lain, misalnya: tulang paha bagian tengah, tibia dan panggul, mengalami
proses tersebut secara lambat.
Pada osteoporosis, terjadi proses pengurangan massa tulang dengan mengikuti pola yang sama dan
berakhir dengan terjadinya penipisan bagian korteks serta pelebaran lumen, sehingga secara anatomis
tulang tersebut tampak normal. Titik kritis proses ini akan tercapai apabila massa tulang yang hilang
tersebut sudah sedemikian berat sehingga tulang yang bersangkutan sangat peka terhadap trauma
mekanis dan akan mengakibatkan terjadinya fraktur. Saat-saat inilah merupakan masalah bagi para
klinisi.
Bagian-bagian tubuh yang sering mengalami fraktur pada kasus osteoporosis adalah vertebra, paha
bagian prosimal dan radius bagian distal. Osteoporosis dapat terjadi oleh karena berbagai sebab, akan
tetapi yang paling sering dan paling banyak dijuumpai adalah osteoporosis oleh karena bertambahnya
usia.
FAKTOR-FAKTOR RESIKO
1. GENDER(Otto, 1999)
Osteoporosis diyakini sebagai penyakit pada wanita, tapi prevalen pada laki-laki juga meningkat seiring
dengan usia. Sekitar usia 90, 17% dari pria memiliki hip fraktur, dibandingkan dengan 32% wanita.
Insiden dari hip fraktur di U.S., orang dengan usia lebih dari 65, 8/1000 pada wanita dan 4.3/1000 pada
pria. Pria memiliki usia hidup lebih pendek dari wanita, sehingga mereka ditotal hanya 21% dari semua
hip fraktur.
7. Gaya hidup
Aktivitas fisik mempengaruhi resiko berkembangnya osteoporosis. Tulang dibentuk sebagai tanggapan
terhadap aktivitas berat. Orang yang kurang aktif secara fisik selama hidup lebih beresiko terkena
osteoporosis. Orang yang merokok atau minum-minuman beralkohol terlalu banyak, atau tidak rutin
berolah raga memiliki peluang meningkatkan terkena osteoporosis. Asap rokok meningkatkan risiko
karena mengganggu pembentukan kembali tulang.
8. Diet
Diet memainkan peran penting dalam mencegah dan mempercepat kehilangan tulang pada pria dan
wanita. Kekurangan atau berlebihan nutrisi tertentu dapat meningkatkan risiko kepadatan tulang yang
rendah dan osteoporosis. Kekurangan Kalsium dan vitamin D, tentu saja, merupakan faktor penting
dalam risiko osteoporosis. Mereka yang tidak mendapatkan cukup kalsium atau protein mungkin lebih
cenderung mengalami osteoporosis. Itu sebabnya orang-orang yang terus-menerus diet lebih rentan
terhadap penyakit. Orang yang tidak mengkonsumsi kalsium yang cukup atau yang memiliki
kekurangan vitamin D juga lebih mungkin untuk mengembangkan osteoporosis.
9. Kurangnya sinar matahari
Pengaruh fotokimia sinar matahari pada kulit merupakan sumber utama untuk pembentukan tulang
vitamin D. puncak di musim panas dan peningkatan kerusakan tulang di musim dingin. Orang yang
menghindari paparan sinar matahari untuk mencegah kanker kulit mungkin menghadapi risiko
kekurangan vitamin D, terutama itu mereka sudah berusia lanjut.
Faktor resiko berdasarkan Tipe Osteoporosis (Anonim. 2005):
1. Osteoporosis Primer
Merupakan prediktor massa tulang yang rendah pada perempuan, bertambahnya usia, defisiensi
estrogen, ras putih, berat badan rendah dan indeks massa tubuh (IMT), riwayat keluarga osteoporosis,
merokok, dan riwayat fraktur. Konsumsi alkohol dan minuman yang mengandung kafein adalah faktor
risiko yang tidak pasti. menopause dini, dan tingkat rendah estrogen endogen merupakan peran yang
penting.
2. Osteoporosis sekunder
Gangguan banyak dikaitkan dengan meningkatnya risiko osteoporosi yang terjadi pada 30-60% kasus,
seperti hipogonadisme, (kekurangan testosteron atau estrogen oleh testis atau ovarium), gangguan
endokrin, gangguan genetik, gangguan hematologi, gastrointestinal penyakit (seperti penyakit celiac),
gangguan jaringan ikat, kekurangan gizi, alkoholisme, stadium akhir penyakit ginjal, dan gagal jantung
kongestif. menggunakan obat, seperti kortikosteroid yang sangat berpengaruh. Dalam satu studi, 10 mg /
d prednisone selama 20 minggu mengakibatkan kehilangan 8% dari BMD (Bone Mineral Density) di
tulang belakang. Bahkan terhirup atau secara lokal diterapkan kortikosteroid dapat menyebabkan
keropos tulang.