PEMBUKTIAN
PENDAHULUAN
Semakin maraknya kegiatan bisnis, tidak mungkin di hindari adanya sengketa
diantara para pihak-pihak yang terlibat. Secara konvensional penyelesaian sengketa dilakukan
secara ligitasi (pengadilan), dimana posisi para pihak berlawanan satu sama lain. Proses ini
oleh kalangan bisnis dianggap tidak efektif dan tidak efesien, terlalu formalistic, berbelitbelit, penyelesaiannya membutuhkan waktu yang lama dan biayanya relative mahal. Apalagi
putusan
pengadilan
bersifat
win-lose
solution
(menang
kalah),
sehingga
dapat
merenggangkan hubungan kedua belah pihak di masa-masa yang akan datang. Sebagai
solusinya, kemudian berkembanglah model penyelesaian sengketa non litigasi, yang
dianggap lebih bisa mengakomodir kelemahan-kelemahan model litigasi dan memberikan
jalan keluar yang lebih baik. Proses diluar litigasi dipandang lebih menghasilkan kesepakatan
yang win-win solution, menjamin kerahasiaan sengketa para pihak, menghindari
keterlambatan yang diakibatkan karena hal prosedural dan administratif, menyelesaikan
masalah secara komprehensif dalam kebersamaan, dan tetap menjaga hubungan baik.
Pertumbuhan ekonomi yang pesat dan kompleks melahirkan berbagai macam bentuk
kerja sama bisnis. mengingat kegiatan bisnis yang semakin meningkat, maka tidak mungkin
dihindari terjadinya sengketa diantara para pihak yang terlibat. Sengketa muncul dikarenakan
berbagai alasan dan masalah yang melatar belakanginya, terutama karena adanya conflict of
interest diantara para pihak. Sengketa yang timbul diantara para pihak yang terlibat dalam
berbagai macam kegiatan bisnis atau perdagangan dinamakan sengketa bisnis. Secara rinci
sengketa bisnis dapat berupa sengketa sebagai berikut :
1. Sengketa Perniagaan
2. Sengketa Perbankan
3. Sengketa Keuangan
4. Sengketa Penanaman Modal
5. Sengketa Perindustrian
6. Sengketa HKI
7. Sengketa Konsumen
8. Sengketa Kontrak
9. Sengketa Pekerjaan
10. Sengketa Perburuhan
11. Sengketa Perusahaan
12. Sengketa Hak
13. Sengketa Property
14. Sengketa Pembangunan Konstruksi
LITIGASI
Litigasi merupakan mekanisme penyelesaian sengketa melalui jalur pengadilan. Adapun sisi
positif menyelesaikan sengketa di jalur pengadilan adalah :
Proses peradilan memakan waktu yang lama. Karena terbukanya kesempatan untuk
mengajukan upaya hukum atas putusan hakim, melalui banding, kasasi dan
peninjauan kembali.
2. Keputusan dibuat oleh pihak ketiga yang ditunjuk oleh negara (hakim)
3. Para pihak tidak terlibat dalam pembuatan keputusan
4. Sifat keputusan memaksa dan mengikat (coercive and binding
5. Orientasi pada fakta hukum (mencari pihak yang salah)
6. Proses persidangan bersifat terbuka
7. Waktu singkat.
NON-LITIGASI
Non litigasi merupakan mekanisme penyelesaian sengketa diluar pengadilan. Pada masa
sekarang ini masyarakat mulai beralih ke metode alternative penyelesaian sengketa diluar
pengadilan yang sering dikenal dengan istilah ADR (Alternative Dispute Resolution).
Menurut Yahya Harahap dkk, ada faktor-faktor yang menjadi alasan perlunya alternative
penyelesaian sengketa (ADR) sebagai berikut :
a.Adanya tuntutan dunia bisnis.
b.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
Konsultasi
Negosiasi.
Mediasi.
Konsiliasi.
Arbitrase.
KONSULTASI
Dalam Blacks Law Dictionary yang dikutip oleh Gunawan Widjaja, pada prinsipnya
konsultasi merupakan suatu tindakan yang bersifat personal antara suatu pihak tertentu, yang
disebut dengan klien dengan pihak lain yang merupakan pihak konsultan, yang memberikan
pendapatnya kepada kliennya untuk memenuhi keperluan dan kebutuhan kliennya tersebut
(Widjaya, 2001). Peran konsultan dalam menyelesaikan perselisihan atau sengketa yang ada
tidaklah dominan sama sekali. Konsultan hanyalah memberikan pendapat (hukum),
sebagaimana diminta oleh kliennya, yang untuk selanjutnya keputusan mengenai
penyelesaian sengketa tersebut akan diambil sendiri oleh para pihak, meskipun adakalanya
pihak konsultan juga diberikan kesempatan untuk merumuskan bentuk-bentuk penyelesaian
sengketa yang dikehendaki oleh para pihak yang bersengketa tersebut.
NEGOSIASI
Istilah negosiasi berasal dari bahasa Inggris Negotiation yang berarti perundingan,
sedangkan orang yang mengadakan perundingan disebut dengan negosiator.
Pengertian negosiasia secara umum adalah : suatu upaya penyelesaian sengketa pihak tanpa
melalui proses peradilan dengan tujuan untuk mencapai kesepakatan bersama atas dasar kerja
sama yang lebih harmonis dan kreatif.
Menurut Alan Fowler menjelaskan bahwa negosiasi terdiri dari beberapa elemen yang
merupakan prinsip-prinsip umum, yaitu :
1) Negosiasi melibatkan dua pihak atau lebih.
2) Pihak-pihak itu harus membutuhkan keterlibatan satu sama lain dalam mencapai hasil
yang diinginkan bersama.
3) Pihak-pihak yang bersangkutan setidak-tidaknya pada awalnya menganggap negosiasi
sebagai cara yang lebih memuaskan untuk menyelesaikan perbedaan mereka
dibandingkan dengan metode lain.
4) Masing-masing pihak harus beranggapan bahwa ada kemungkinan untuk membujuk
pihak lain untuk memodifikasi posisi awal mereka.
5) Setiap pihak harus mempunyai harapan akan sebuah hasil akhir yang mereka terima
dan suatu konsep tentang seperti apakah hasil akhir itu.
6) Masing-masing pihak harus mempunyai suatu tingkat kuasa atas kemampuan pihak
lain untuk bertindak.
7) Proses negosiasi itu sendiri pada dasarnya merupakan salah satu interaksi diantara
orang-orang, terutama antar komunikasi lisan yang langsung, walaupun kadang
dengan elemen tertulis yang penting.
Mereka memposisikan pihak sebagai musuh yang harus dikalahkan bukan sebagai
teman untuk menyelesaikan masalah
Interest Based, Perundingan interest based ini didasarkan pada kepentingan bersama (joint
problem solving). Para pihak melihat permasalahan yang ada tidak hanya milik satu orang,
tetapi permasalahan bersama, sehingga dicari bagaimana cara menyelesaikan persoalan yang
ada.
Perundingan berdasar kepentingan dimulai dengan:
1. Mengembangkan dan menjaga hubungan
2. Para pihak berusaha mendidik satu dengan yang lain akan kebutuhan mereka
3. Mereka akan selalu mencoba menyelesaikan masalah berdasarkan pada kepentingan
atau kebutuhan belah pihak
Ciri-Ciri Perundingan Berdasarkan Kepentingan
Para negosiator adalah adalah individu yang menyelesaikan masalah secara kooperatif
Bagaimana mereka saling menjaga kepercayaan diri dan kepercayaan pihak lain.
Kunci negosiasi adalah trust.
Faktor-Faktor Negosiasi, menurut garry Goodp aster terdapat beberapa hal yang sangat
mempengaruhi jalannya negosiasi, antara lain :
1
Dalam negosiasi akan selalu terdapat tawar menawar diantara para pihak, tawar menawar
tersebut bersifat relatif yang tergantung pada beberapa hal, yaitu :
1) Bagaimana kebutuhan anda terhadap pihak lain.
2) Bagaimana kebutuhan pihak lain terhadap anda.
3) Bagaimana alternatif kedua belah pihak.
4) Apa persepsi para pihak mengenai kebutuhann serta pilihan-pilihannya.
Dengan kata lain proses negosiasi pemecahan masalah adalah : proses dimana pihak luar
yang tidak memihak (impartial) dan netral bekerja dengan pihak yang bersengketa untuk
membantu mereka memperoleh kesepakatan perjanjian secara memuaskan.
Beberapa elemen mediasi antara lain :
1. Penyelesaian sengketa sukarela.
2. Intervensi/bantuan.
3. Pihak ketiga yang tidak berpihak.
4. Pengambilan keputusan oleh para pihak secara konsesus.
5. Partisipasi aktif.
Keuntungan-keuntungan dari metode penyelesaian melalui mediasi sebagai berikut :
1. Keputusan yang hemat.
2. Penyelesaian secara cepat.
3. Hasil yang memuaskan bagi seluruh pihak.
4. Kesepakatan komprehensif dan customizea.
5. Praktek dan belajar prosedur penyelesaian masalah secara kreatif.
6. Tingkat pengendalian lebih besar dan hasil yang bisa didengar.
7. Pemberdayaan individu.
8. Keputusan-keputusan yang bisa dilaksanakan.
9. Melestarikan hubungan yang sudah berjalan.
10. Keputusan yang berlaku tanpa mengenal waktu.
Tujuan penyelesaian konflik melalui mediasi adalah sebagai berikut :
1. Untuk menghasilkan suatu rencana/kesepakatan kedepan yang dapat diterima dan
dijalankan oleh para pihak yang bersengketa.
2. Untuk mempersiapkan para pihak yang bersengketa untuk menerima konsekuensi dari
keputusan yang mereka buat.
3. Mengurangi kekhawatiran dan dampak negatif lainnya dari suatu konflik.
Mediator yang dipilih atau yang ditunjuk akan membantu penyelesaian konflik, seperti :
a. Sebagai katalisator (mendorong suasana yang kondusif).
b. Sebagai pendidik (memahami kehendak, aspirasi, prosedur kerja, dan kendala usaha
para pihak).
Rapat gabungan.
Pernyataan pembukaan oleh mediator, dalam hal ini yang dilakukan adalah:
cara-cara interaksi.
Jika mengacu kepada asal kata konsiliasi yaitu conciliation dalam bahasa Inggris yang
berarti perdamaian dalam bahasa Indonesia, maka dapat dikatakan bahwa pada prinsipnya
konsiliasi merupakan perdamaian. Konsiliasi sebagai proses penyelesaian sengketa yang
melibatkan pihak ketiga yang netral dan tidak memihak dengan tugas sebagai fasilitator untuk
menemukan para pihak agar dapat dilakukan penyelesaian sengketa. Konsiliator dalam
menjalankan tugasnya harus mengetahui hak dan kewajiban para pihak, kebiasaan bisnis,
sehingga dapat mengarahkan penyelesaian sengeta dengan berpegang kepada prinsip
keadilan, kepastian dan objektivitas dari setiap kasus tertentu.
Tugas dari konsiliator seperti juga mediator hanyalah sebagai pihak fasilitator untuk
melakukan komunikasi diantara pihak sehingga dapat ditemukan solusi oleh para pihak.
Pihak konsiliator hanya melakukan tindakan- tindakan seperti mengatur waktu dan tempat
pertemuan para pihak, mengarahkan subjek pembicaraan, membawa pesan dari satu pihak
kepada pihak lain jika pesan tersbut tidak mungkin disampaikan langsung, dan lain-lain.
Sementara pihak mediator melakukan lebih jauh dari itu. Namun, keputusan dan persetujuan
terhadap keputusan perkara tetap terletak penuh di tangan para pihak yang bersengketa.
ARBITRASE
Kata arbitrase berasal dari bahasa Latin arbitrare yang artinya kekuasaan untuk
menyelesaikan sesuatu menurut kebijaksanaan. Dikaitkannya istilah arbitrase dengan
kebijaksanaan seolah olah memberi petunjuk bahwa majelis arbitrase tidak perlu
memerhatikan hukum dalam menyelesaikan sengketa para pihak, tetapi cukup mendasarkan
pada kebijaksanaan. Pandangan tersebut keliru karena arbiter juga menerapkan hukum seperti
apa yang dilakukan oleh hakim di pengadilan.
Secara umum arbitrase adalah suatu proses di mana dua pihak atau lebih menyerahkan
sengketa mereka kepada satu orang atau lebih yang imparsial (disebut arbiter) untuk
memperoleh suatu putusan yang final dan mengikat. Dari pengertian itu terdapat tiga hal yang
harus dipenuhi, yaitu : adanya suatu sengketa; kesepakatan untuk menyerahkan ke pihak
ketiga; dan putusan final dan mengikat akan dijatuhkan.
Menurut Mertokusumo, arbitrase adalah suatu prosedur penyelesaian sengketa di luar
pengadilan berdasarkan persetujuan para pihak yang berkepentingan untuk menyerahkan
sengketa mereka kepada seorang wasit atau arbiter.
Dalam Pasal 1 butir 1 Undang Undang Nomor 30 Tahun 1999 disebutkan : Arbitrase
adalah cara penyelesaian suatu sengketa perdata di luar peradilan umum yang didasarkan
pada perjanjian arbitrase yang dibuat secara tertulis oleh para pihak yang bersengketa. Dari
pengertian Pasal 1 butir 1 tersebut diketahui pula bahwa dasar dari arbitrase adalah perjanjian
di antara para pihak sendiri, yang didasarkan pada asas kebebasan berkontrak. Hal ini sesuai
dengan ketentuan dalam Pasal 1338 KUHPerdata, yang menyatakan bahwa apa yang telah
diperjanjikan oleh para pihak mengikat mereka sebagai undang undang.
Pada tanggal 12 Agustus 1999, telah disahkan Undang Undang Nomor 30 Tahun 1999.
Undang Undang ini merupakan perubahan atas pengaturan mengenai arbitrase yang sudah
tidak memadai lagi
dengan tuntutan perdagangan Internasional.
JENIS ARBITRASE, Jenis jenis arbitrase menurut Rv yaitu :
a. Arbitrase Ad Hoc (Volunter Arbitrase)
b. Arbitrase Institusional (Lembaga Arbitrase)
Arbitrase Ad Hoc (Volunter Arbitrase); Disebut dengan arbitrase ad hoc atau volunteer
arbitrase karena sifat dari arbitrase ini yang tidak permanan atau insidentil. Arbitrase ini
keberadaannya hanya untuk memutuskan dan menyelesaikan suatu kasus sengketa tertentu
saja. Setelah sengketa selesai diputus, maka keberadaan arbitrase ad hoc inipun lenyap dan
berakhir dengan sendirinya. (para) arbiter yang menangani penyelesaian sengketa ini
ditentukan dan dipilih sendiri oleh para pihak yang bersengketa; demikian pula tata cara
pengangkatan (para) arbiter, pemeriksaan dan penyelesaian sengketa, tenggang waktu
penyelesaian sengketa tidak memiliki bentuk yang baku. Hanya saja dapat dijadikan patokan
bahwa pemilihan-pemilihan dan penentuan halhal tersebut terdahulu tidak boleh
menyimpang dari apa yang telah ditentukan oleh undang undang.
Arbitrase Institusional (Lembaga Arbitrase); Arbitrase Institusional ini merupakan suatu
lembaga arbitrase yang khusus didirikan untuk menyelesaikan sengketa yang terbit dari
kalangan dunia usaha. Hampir pada semua negara negara maju terdapat lembaga arbitrase
ini, yang pada umumnya pendiriannya diprakarsai oleh Kamar Dagang dan Industri Negara
tersebut. Lembaga arbitrase ini mempunyai
dibakukan. Secara umum dapat dikatakan bahwa penunjukan lembaga ini berarti
menundukkan diri pada aturan aturan main dari dan dalam lembaga ini. Untuk jelasnya, hal
ini dapat dilihat dari peraturan peraturan yang berlaku untuk masingmasing lembaga
tersebut.
Arbitrase Institusional adalah arbitrase yang melembaga yang didirikan dan melekat pada
suatu badan (body) atau lembaga (Institution) tertentu. Sifatnya permanen dan sengaja
dibentuk guna menyelesaikan sengketa yang terjadi sebagai akibat pelaksanaan perjanjian.
Setelah selesai memutus sengketa, arbitrase institusional tidak berakhir. Pada umumnya,
arbitrase institusional memiliki prosedur dan tata cara pemeriksaan sengketa tersendiri.
Arbiternya ditentukan dan diangkat oleh lembaga arbitrase institusional sendiri.
SYARAT SYARAT ARBITRASE
Berdasarkan ketentuan Pasal 2 UndangUndang Nomor 30 Tahun 1999 yang dapat
diselesaikan melalui Arbitrase atau Alternatif penyelesaian Sengketa adalah sengketa atau
perbedaan pendapat yang timbul atau mungkin timbul antar para pihak dalam suatu hubungan
hukum tertentu yang telah diperjanjikan sebelumnya bahwa penyelesaiannya akan ditentukan
dengan cara arbitrase atau Alternatif Penyelesaian Sengketa. Selanjutnya dalam Pasal 9 ayat
(3) Undang Undang Nomor 30 Tahun 1999 dinyatakan perjanjian tertulis arbitrase harus
memuat :
a. Masalah yang dipersengketakan
b. Nama lengkap dan tempat tinggal para pihak;
c. Nama lengkap dan tempat tinggal arbiter atau majelis arbiter;
d. Tempat arbiter atau majelis arbiter akan mengambil keputusan;
e. Nama lengkap Sekretaris;
f. Jangka waktu penyelesaian sengketa;
g. Pernyataan kesediaan dari arbiter, dan
h. Pernyataan kesediaan dari para pihak yang bersengketa untuk menanggung segala
biaya yang diperlukan untuk penyelesaian sengketa melalui arbitrase.
Apabila perjanjian yang dibuat tidak memuat syarat syarat seperti yang disebutkan di atas,
maka perjanjian tersebut batal demi hukum, akan tetapi dalam Pasal 10 Undang Undang
Nomor 30 Tahun 1999 suatu perjanjian arbitrase tidak menjadi batal dengan alasan alasan
sebagai berikut :
a. Meninggalkan salah satu pihak;
b. Bangkrutnya salah satu pihak;
c. Novasi;
d. Insolvensi salah satu pihak;
e. Pewarisan;
f. Berlakunya syarat syarat hapusnya perikatan pokok
g. Bilamana pelaksanaan perjanjian tersebut dialih tugaskan pada pihak ketiga
dengan persetujuan pihak yang melakukan perjanjian arbitrase tersebut; atau
h. Berakhirnya atau batalnya perjanjian pokok.
Dalam hal para pihak sudah memperjanjikan bahwa sengketa yang terjadi atau yang akan
terjadi antara mereka akan diselesaikan melalui arbitrase, maka apabila timbul sengketa,
pemohon harus memberitahukan dengan surat tercatat, telegram, teleks, faksimili, email atau
dengan buku ekspedisi kepada termohon bahwa syarat arbitrase yang diadakan oleh pemohon
atau termohon berlaku. Surat pemberitahuan untuk mengadakan arbitrase tersebut harus
memuat dengan jelas;
1
Perjanjian yang diadakan oleh para pihak tentang jumlah arbitrase atau apabila tidak
pernah diadakan perjanjian semacam itu, pemohon dapat mengajukan usul tentang
jumlah arbiter yang dikehendaki dalam jumlah ganjil.
MEKANISME ARBITRASE
Pada prinsipnya para pihak yang bersengketa bebas untuk menentukan acara arbitrase yang
digunakan dalam pemeriksaan sengketa sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan
Undang- Undang Nomor 30 Tahun 1999, penentuan acara arbitrase ini harus diperjanjikan
secara tegas dan tertulis. Penyelesaian sengketa melalui arbitrase dapat dilakukan dengan
menggunakan lembaga arbitrase nasional atau internasional berdasarkan kesepakatan para
pihak. Apabila sudah ditentukan lembaga yang dipilih, maka penyelesaian sengketa dilakukan
menurut peraturan dan acara dari lembaga yang dipilih kecuali ditetapkan lain oleh para
pihak. Dalam perjanjian tersebut harus ada kesepakatan mengebnai ketentuan jangka waktu
dan tempat diselenggarakan arbitrase. Apabila jangka waktu dan tempat arbitrase tidak
ditentukan, maka arbiter atau majelis arbitrase berwenang untuk memperpanjang jangka
waktu tugasnya apabila.
1) Diajukan permohonan oleh salah satu pihak mengenai hal khusus tertentu,
misalnya karena adanya gugatan antara atau gugatan insidentil di luar pokok
sengketa, seperti permohonan jaminan;
2) Sebagai akibat ditetapkan putusan provisional atau putusan sela lainnya, atau
3) Dianggap perlu oleh arbiter atau majelis arbitrase untuk kepentingan pemeriksaan.
Sebaliknya apabila para pihak tidak menentukan sendiri ketentuan mengenai acara arbitrase
yang akan digunakan dalam pemeriksaan dan arbiter atau majelis arbitrase telah terbentuk
baik yang ditunjuk oleh para pihak, atau diperiksa dan diputus menurut ketentuan Undang
Undang Nomor 30 Tahun 1999. Pemeriksaan sengketa dalam arbitrase harus dilakukan secara
tertulis tetapi tidak menutup kemungkinan pemeriksaan sengketa dilakukan secara lisan
apabila hal ini disetujui oleh para pihak atau dianggap perlu oleh arbiter atau majelis
arbitrase.
Arbiter atau majelis arbitrase dapat memerintahkan agar setiap dokumen atau bukti disertai
dengan terjemahan dalam bahasa yang ditetapkan oleh arbiter atau majelis arbitrase . dalam
pemeriksaan sengketa, para pihak yang bersengketa diberi kesempatan yang sama dalam
mengemukakan pendapat masing masing dan para pihak dapat diwakili oleh kuasanya yang
dikuasakan dengan kuasa khusus.
Dalam jangka waktu yang ditentukan oleh arbiter atau majelis arbitrase, pemohon harus
menyampaikan surat gugatannya kepada arbiter atau majelis arbitrase. Surat gugatan tersebut
harus memuat sekurangkurangnya :
Nama lengkap dan tempat tinggal atau tempat kedudukan para pihak ;
Uraian singkat tentang sengketa disertai dengan lampiran bukti bukti ; dalam
hal ini salinan perjanjian arbitrase harus juga diajukan sebagai lampiran ;
Isi gugatan yang jelas. Apabila isi gugatan berupa uang, harus disebutkan
jumlahnya yang pasti.
Setelah menerima surat gugatan dari pemohon, arbiter atau majelis arbitrase menyampaikan
satu salinan gugatan tersebut kepada termohon dengan disertai perintah bahwa termohon
harus menanggapi dan memberikan jawabannya secara tertulis dalam waktu paling lama 14
(empat belas) hari sejak diterimanya salinan gugatan tersebut oleh termohon. Apabila setelah
14 (empat belas) hari, termohon tidak menyampaikan jawabannya, maka termohon akan
dipanggil untuk menghadap dimuka sidang arbitrase selambatlambatnya 14 (empat belas)
hari sejak dikeluarkannya perintah itu. Kepada termohon akan diperintahkan untuk
menyerahkan salinan jawaban kepada pemohon, arbiter atau majelis arbitrase memerintahkan
agar para pihak atau kuasa mereka menghadap dimuka sidang arbitrase selambat lambatnya
14 (empat belas) hari terhitung sejak dikeluarkannya perintah itu. Apabila selambat
lambatnya 10 (sepuluh) hari setelah pemanggilan dilakukan, termohon masih juga tidak
datang kemuka persidangan tanpa alasan yang sah, maka pemeriksaan akan diteruskan tanpa
kehadiran termohon dan gugatan pemohon dikabulkan seluruhnya kecuali apabila gugatan
tidak beralasan atau tidak berdasarkan hukum. Apabila para pihak datang menghadap pada
hari sidang yang
telah ditetapkan, arbiter atau majelis arbitrase akan mengusahakan perdamaian dan apabila
usaha perdamaian tercapai, maka arbiter atau majelis arbitrase akan membuat akta
perdamaian . akta perdamaian yang dikeluarkan oleh arbiter atau majelis arbitrase, bersifat
final dan mengikat para pihak. Sebaliknya apabilla usaha perdamaian yang dilakukan arbiter
atau majelis arbitrase tidak berhasil, maka pemeriksaan terhadap pokok sengketa akan
dilanjutkan.
Kepada para pihak akan diberi kesempatan terakhir untuk menjelaskan secara tertulis
pendirian masingmasing serta mengajukan bukti yang dianggap perlu untuk menguatkan
pendiriannya dalam jangka wakyu yang ditetapkan oleh arbiter atau majelis arbitrase. Arbiter
atau arbitrase juga berhak untuk meminta kepada para pihak guna mengajukan penjelasan
tambahan secara tertulis, dokumen atau bukti lainnya yang dianggap perlu dalam jangka
waktu yang ditentukan oleh arbiter atau majelis arbitrase.
Selama pemeriksaan sengketa, pihak ketiga di luar perjanjian arbitrase dapat turut serta dan
menggabungkan diri dalam proses penyelesaian sengketa melalui arbitrase, apabila terdapat
unsure kepentingan yang terkait dan keturutsertaanya disepakati oleh para pihak yang
bersengketa serta disetujui oleh arbiter atau majelis arbitrase yang memeriksa sengketa yang
bersangkutan. Selama pemeriksaan sengketa atas permohonan satu pihak, arbiter atau majelis
arbitrase dapat mengambil putusan provisional atau putusan sela lainnya untuk mengatur
ketertiban jalannya pemeriksaan sengketa tersebut :
- Penetapan sita jaminan;
- Memerintahkan penitipan barang kepada pihak ketiga;
- Menjual barang yang mudah rusak.
Pemeriksaan atau sengketa harus diselesaikan dalam waktu paling lama 180 ( seratus delapan
puluh ) hari sejak arbiter atau majelis arbitrase terbentuk, namun dengan persetujuan para
pihak dan apabila diperlukan, jangka waktu tersebut dapat diperpanjang,
BIAYA ARBITRASE
Pasal 76 dan Pasal 77 Undang Undang Nomor 30 Tahun 1999 telah mengatur ketentuan
biaya arbitrase yang ditentukan oleh arbiter dan pihak yang membayar biaya arbitrase
tersebut. Dikatakan bahwa arbiter bertugas menentukan biaya arbitrase yang meliputi biaya
biaya sebagai berikut :
a. honorarium arbiter;
b. biaya perjalanan dan biaya lainnya yang dikeluarkan oleh arbiter ;
c. biaya saksi dan / atau saksi ahli yang diperlukan dalam pemeriksaan sengketa;
d. biaya administrasi.
Beban biaya arbitrase dipikul pihak yang kalah, kecuali dalam hal tuntutan hanya dikabulkan
sebagian, maka beban biaya arbitrase dipikul kepada para pihak secara berimbang.
KELEBIHAN DAN KEKURANGAN ARBITRASE
KELEBIHAN ARBITRASE
Badan arbitrase komersial Internasional ini sekarang menjadi cara penyelesaian sengketa
bisnis yang paling disukai. Alasanalasan para pengusaha menyukai badan ini daripada
pengadilan nasional bermacam macam. Yakni :
umumnya pengadilan nasional kurang mendapat kepercayaan dari masyarakat
penguasa (bisnis), sedangkan arbitrase komersial internasional merupakan pengadilan
pengusaha yang eksis untuk menyelesaikan sengketasengketa di antara mereka
(kalangan bisnis) dan sesuai kebutuhan mereka.
Banyak pengadilan negara tidak mempunyai hakimhakim yang berkompeten atau
yang berspesialisasi hukum komersial internasional, sehingga karena keadaan ini pula
mengapa para pihak lebih suka cara arbitrase.
Berperkara melalui arbitrase lebih murah. Sebagai contoh, biaya administratif (untuk
pendaftaran) yang di dalam kerangka arbitrase ICSID adalah US$ 100. Biaya untuk
arbitrator adalah US$ 650 per hari plus biaya biaya perjalanan dan biaya hidup
lainnya.
Berperkara melalui badan arbitrase tidak begitu formal dan lebih fleksibel. Hakim,
dalam hal ini arbitratornya, tidak perlu terikat dengan aturan aturan proses
berperkara seperti halnya yang terjadi pada pengadilan nasional.
Karena sifat fleksibilitas dan tidak adanya acara formilformilan ini nantinya
berpengaruh pula pada para pihak yang bersengketa. Yakni, mereka menjadi tidak
terlalu bersitegang di dalam proses penyelesaian perkara.
Melalui badan arbitrase, para pihak yang bersengketa diberi kesempatan untuk
memilih hakim (arbitrator) yang mereka anggap dapat memenuhi harapan mereka
baik dari segi keahlian atau pengetahuannya pada sesuatu bidang tertentu.
Faktor kerahasiaan proses berperkara dan keputusan yang dikeluarkan merupakan
alasan utama mengapa badan arbitrase ini menjadi primadona para pengusaha.
Tidak adanya pilihan hukum yang kaku dan tidak ditentukan sebelumnya.
Penyelesaian sengketa melalui arbitrase ini tidak harus melulu diselesaikan menurut
proses hukum (tertentu saja), tetapi juga dimungkinkan suatu penyelesaian secara
kompromi di antara para pihak.
KEKURANGAN ARBITRASE
Meskipun arbitrase menyandang berbagai keuntungan seperti telah dikemukakan di atas,
namun di dalam prakteknya pun ternyata arbitrase memiliki kelemahankelemahan yakni :
Dalam arbitrase tidak dikenal adanya preseden hukum atau keterikatan kepada
putusan putusan arbitrase sebelumnya. Jadi, setiap sengketa yang telah diputus
dibuang begitu saja, meski di dalam putusan tersebut mengandung argumentasiargumentasi hukum para ahli ahli hukum kenamaaan.
Menurut Prof. Dr. Komar Kantaatmadja, SH.,LLM ternyata arbitrase pun dapat
berlangsung lama dan karenanya membawa akibat biaya yang tinggi, terutama
dalam hal arbitrase luar negeri.
harus diketahui
bagaimana dan apa yang perlu dibuktikan atau objek dari pembuktian tersebut, didalam
pembahasan kali ini, pembuktian dikhususkan pada ranah Hukum Acara Perdata yang dimana
ada kaitannya dengan tugas hakim dalam mengkonstatirkan peristiwa atau fakta yang
diajukan para pihak.
Kebenaran yang diperoleh dari pembuktian berhubungan langsung dengan
keputusan yang adil oleh hakim. Ada hal atau peristiwa yang dikecualikan atau tidak perlu
diketahui oleh hakim, diantaranya :
a.
Peristiwanya memang dianggap tidak perlu diketahui oleh atau tidak mungkin diketahui
oleh hakim.
b.
Hakim secara ex officio dianggap mengenall peristiwanya, sehingga tidak perlu dibuktikan
lebih lanjut.
c.
2.
3.
4.
Menurut teori ini mencari kebenaran suatu peristiwa didalam peradilan merupakan
kepentingan publik.
5.
2.
saja
melainkan dapat pula diperoleh dari alat bukti apapun asal dapat diterima secara hukum
kebenarannya dan tidak mertentangan denga kepentingan umum. Artinya alat bukti yang sah
dan dibenarkan sebagai alat bukti tidak disebutkan satu persatu.
Namun demikian, oleh karena sampai sekarang hukum pembuktian di Indonesia
ini belum mengalami pembaharuan seperti yang terjadi di beberapa Negara lainnya, para
pihak yang berperkara maupun hakim masih berpegang pada system lama karena sampai
sekarang pengadilan belum berani melakukan terobosan menerima alat bukti baru, diluar
yang disebutkan Undang-Undang.
2.2 Macam-macam Alat Bukti
Menurut Sistem HIR, dalam hukum acara perdata hakim terikat pada alat-alat
bukti yang sah, yang artinya hakim hanya boleh memutuskan perkara melalui alat bukti yang
telah ditentukan sebelumnya oleh undang-undang. Alat-alat bukti yang disebutkan oleh
undang-undang adalah : alat bukti tertulis, pembuktian dengan saksi, persangkaanpersangkaan, pengakuan dan sumpah (ps. 164 HIR, ps. 1866 KUH Perdata).
a.
Akta dibawah tangan dirumuskan dalam Pasal 1874 KUH Perdata, yang mana
menurut pasal diatas, akata dibawah tangan ialah :
a.
Tulisan atau akta yang ditandatangani dibawah tangan,
b. Tidak dibuat atau ditandatangani pihak yang berwenang.
c. Secara khusus ada akta dibawah tangan yang bersifat partai yang dibuat oleh paling sedikit
dua pihak.
Akta pengakuan sepihak ialah akta yang bukan termasuk dalam akta dibawah
tangan yang bersifat partai , tetapi merupakan surat pengakuan sepihak dari tergugat. Oleh
karena bentuknya adalah akta pengakuan sepihak maka penilaian dan penerapannya tunduk
pada ketentuan Pasal 1878 KUH Perdata. Dengan demikian harus memenuhi syarat :
a.
b.
Seluruh isi akta harus ditulis dengan tulisan tangan si pembuat dan si penandatangan;
Atau paling tidak, pengakuan tentang jumlah atau objek barang yang disebut didalamnya,
ditulis tangan sendiri oleh pembuat dan penanda tangan.
Selanjutnya ada penambahan alat bukti tertulis yang sifatnya melengkapi namun
membutuhkan bukti otentik atau butuh alat bukti aslinya, diantaranya adalah alat bukti
salinan, alat bukti kutipan dan alat bukti fotokopi. Namun kembali ditegaskan kesemuanya
alat bukti pelengkap tersebut membutuhkan penunjukan barang aslinya.
c.
presumptive.
Alat bukti pengakuan
Pengakuan (bekentenis confession) diatur dalam HIR pasal 174-176 dan KUH
Perdata pasal 1923-1928.
Pengakuan merupakan sebuah keterangan sepihak, karenanya tidak diperlukan
persetujuan dari pihak lawan.
Pengakuan merupakan pernyataan yang tegas, karena pengakuan secara diamdiam tidaklah member kepastian kepada hakim tentang kebenaran suatu peristiwa, pada hal
alat bukti dimaksudkan untuk memberi kepastian kepada hakim tentang kebenaran suatu
peristiwa.
f.
Alat bukti sumpah
Sumpah sebagai alat bukti ialah suatu keterangan atau pernyataan yang
dikuatkan atas nama Tuhan, dengan tujuan agar orang yang memberi keterangan tersebut
takut akan murka Tuhan bilamana ia berbohong. Sumpah tersebut diikrarkan dengan lisan
diucapkan di muka hakim dalam persidangan dilaksanakan di hadapan pihak lawan
dikarenakan tidak adanya alat bukti lain.
g. Pemeriksaan setempat
Salah satu hal yang erat kaitannya dengan hukum pembuktian adalah
pemeriksaan setempat, namun secara formil ia tidak termasuk alat bukti dalam Pasal 1866
KUH Perdata. Sumber formil dari pemeriksaan setempat ini adalah ada pada pasal 153 HIR
a.