Anda di halaman 1dari 21

BAB I

PENDAHULUAN
1.1Latar belakang
Kejang merupakan salah satu keadaan yang merupakan suatu tanda bahaya yang
sering terjadi pada neonatus, karena kejang dapat menyebabkan hipoksia otak yang
berbahaya bagi kehidupan bayi sekaligus dapat menyebabkan terbentuknyan sekuele yang
menetap dan berakibat buruk pada kehidupan bayi di masa depan. Selain itu, kejang dapat
merupakan suatu tanda atau gejala signifikan dari suatu masalah SSP pada neonatus.
Diagnosis dan intervensi dini sangat dibutuhkan bukan hanya karena kejang merupakan tanda
suatu penyakit serius yang tersembunyi, tapi juga dapat berpengaruh pada metode suportif
seperti alat bantu pernafasan dan perlengkapan yang dibutuhkan untuk pemberian
nutrisi.Seperti yang tertulis di buku neonatologi IDAI , saat ini diketahui neonatus
memilikidaya tahan terhadap kerusakan otak yang lebih baik, namun efek jangka panjang
berupa penurunan ambang kejang, gangguan belajar dan daya ingat tetap dapat terjadi di
masa depan3.
Sampai sekarang sangat sulit untuk mempelajari dan mengenal secara pastiterjadinya
suatu bangkitan kejang pada neonatus, sehingga insidensi dan prevalensi yang pasti sampai
sekarang belum dapat diketahui.
Gejala klinis yang terlihat pada kejang neonatus sangat terlihat berbeda dibandingkan
kejang yang terjadi pada bayi dengan umur lebih tua. Ini dikarenakan otak pada
neonatusmasih merupakan otak imatur, sehingga lebih inkompeten dalam menyalurkan
gelombang listrik secara umum atau sebagian.
1.2 Masalah
Ada beberapa masalah penting yang harus diperhatikan dari kejang pada neonatus,
seperti :
1. Kejang pada neonatus seringkali merefleksikan penykit berat dan
memerlukan penanganan spesifik
2. Kejang pada neonatus memerlukan penanganan khusus berupa terapi suportif
seperti bantuan nutrisi dan respirasi yang berhubungan dengan penyakit
bersangkutan.
3. Kejang dapat menyebabkan hipoksia otak dan pada akhirnya menyebabkan
sekuele atau kelainan pada otak.
Kejang neonatus
Page 1

4. Kejang yang terjadi berulang dapat menyebabkan hipoksia serebral progresif,


perubahan aliran darah otak, edema serebral dan asidosis laktat.

Kejang neonatus
Page 2

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Kejang didefinikan secara klinis sebagai perubahan paroksismal dari fungsi
neurologis seperti fungsi kebiasaan, motorik atau otonom. Neonatal adalah bayi dengan
kelahiran berumur kurang dari 28 hari.2,3
2.2 Epidemiologi
Karena sampai sekarang sangat sulit untuk mempelajari dan mengenal secxara pasti
bangkitan kejang pada neonatus, insidensi dan prevalensi yang pasti sampai sekarang belum
diketahui. Sulitnya mempelajari hal tersebut dikarenakan banyak kejadian kejang pada
neonatus yang tidak disertai manifestasi klinis yang jelas. Meskipun demikian, menurut buku
neonatologi IDAI, perkiraan angka kejadian di Amerika Serikat berkisar antara 0.8-1.2 setiap
1000 neonatus setiap tahun, sedang pada literatur lain menyebutkan 1-5% bayi pada bulan
pertama mengalami kejang. Insidensi meningkat kelahiran bayi kurang bulan sebesar 57.5132 dibanding bayi cukup bulan sebesar 0.7-2.7 setiap 1000 kelahiran hidup. Pada
kepustakaan lain menyebutkan insidensi 20% pada bayi kurang bulan dan 1.4% pada bayi
cukup bulan. Sekitar 70-80% neonatus secara klinis tidak tampak kejang, namun pada
elektrografik tampak gambaran masih kejang.3
Menurut data data dari Queensland Maternity and Neonatal clinical guideline, kejang
sangat sering terjadi dengan perkiraan 70% dari bayi kurang bulan dengan pendarahan
intraventriikular atau leukomalasia periventricular. Kejang biasanya dikenali lebih sering
dengan penggunaan monitor EEG berkelanjutan.4

2.3 Etiologi
Ada banyak penyebab kejang pada neonatus, menurut buku IDAI dan Averys
neonatology, ada beberapa penyebab utama kejang neonatus, yaitu :
PENYEBAB
Ensefalopati

KETERANGAN
Penyebab paling sering pada bayi cukup bulan (40-60%) dan

merupakan penyebab utama dari perkembangan bayi yang buruk


Biasanya timbul dalam 24 jam
Sulit dikontrol dengan medikamentosa

iskemik hipoksik

Kejang neonatus
Page 3

Pendarahan
intrakranial
Infeksi SSP

Stroke perinatal
Metabolik

Kelainan metabolik

Pendarahan intraventrikular
Pendarahan intracerebral
Pendarahan subdural
Pendarahan subarachnoid
Meningitis bakteri
Meningitis virus
Encephalitis
Intrauterine (TORCH) infections
Bakteri patogen yang paling sering dari streptokokus grup B,

escherichia coli, listeria, staphyloccocus


Oklusi arteri atau thrombosis vena dapat menyebabkan stroke
Insidensi 1 per 4000
Hipoglikemia
Hipokalsemia
Hipomagnesaemia
Hipo/hipernatremia
Ketergantungan pyridoxine
Merupakan penyebab yang jarang ditemukan, namun

bawaan

tetap

membutuhkan perhatian khusus untuk menemukan penyebab yang


dapat di tangani

Putus obat ibu


Kelainan
otak
kongenital
Kejang

neonatus

familial jinak
Kejang hari kelima

A.

Anomali kromosom
Anomali otak kongenital
Kelainan neuro-degeneratif
Biasanya timbul sebagai kejang tonik atau klonik pada hari ke 2 atau ke

3
Dengan nama lain kejang neonatus jinak idiopatik
Biasanya hilang pada hari ke 15, penyebab tidak diketahui

Ensefalopati iskemik hipoksik


Dapat terjadi pada bayi cukup bulan maupun bayi kurang bulan, terutama yang

terlahir dengan asfiksia. Bentuk kejang subtel atau multifokal klonik serta fokal klonik. Kasus
iskemik hipoksik disertai kejang, 20% akan mengalami infark serebral. Manifestasi klinis
ensefalopati hipoksik-iskemik dapat dibagi dalam 3 stadium : ringan, sedang, berat yang
dimana kejang dapat timbul pada tingkat sedang dan berat.
B.

Perdarahan intrakranial
Penyebab kejang utama dan tersering pada bayi preterm. Perdarahan intra kranial

seringkali sulit disebut sebagai penyebab tunggal kejang. Biasanya berhubungan dengan
penyebab lain, yaitu :
Kejang neonatus
Page 4

1. Perdarahan sub arakhnoid


Perdarahan yang sering dijumpai pada neonatus, terutama sebagai akibat dari
proses partus yang lama. Awalnya bayi terlihat baik, namun tiba-tiba timbul
kejang pada hari pertama dan kedua. Pungsi lumbal merupakan indikasi absolut
untuk dilakukan untuk mengetahui adanya darah di dalam cairan serebrospinal.
Biasanya bayi ditemukan tampak sakit berat pada 1-2 hari pertama dan timbul
tanda-tanda peninggian tekanan intrakranial seperti ubun-ubun besar yang
menonjol dan tegang, muntah memancar, menangis keras dan kejang-kejang.
2. Perdarahan sub dural
Perdarahan ini biasanya terjadi akibat robekan tentorium dekat falks serebri.
Biasanya bila ada molase berlebihan di letak verteks, letak wajah dan partus lama.
Manifestasi klinik biasanya sama dengan ensefalopati hipoksik-iskemik ringan
sedang. Dapat timbul pernapasan yang tidak teratur apabila terjadi penekanan
pada batang otak disertai penurunan kesadaran, tangisan yang melengking dan
ubun-ubun besar tegang dan menonjol. Mortalitas tinggi, dan pada bayi yang
hidup hidup biasanya terdapat gejala sisa neurologis.
3. Perdarahan periventrikular/intraventrikular
Manifestasi klinis pperdarahan intraventrikuler tergantung pada seberapa beratnya
penyakit dan saat dimulainya perdarahan. Pada bayi yang mengalami trauma atau
asfiksia biasanya timbul pada hari pertama dan kedua. Pada bayi kurang bulan
dapat timbul gejala seperti gangguan napas, kejang tonik umum, pupil terfiksasi
kuadriparesis flaksid, deserebrasi dan stupor atau koma yang dalam. Pada bayi
cukup bulan biasanya ditemukan riwayat intrapartum misalnya trauma, pascapemberian cairan hpertonik secara cepat terutama natrium bikarbonat dan asfiksia.
Manifetasi klinis yang timbul biasanya bervariasi mulai dari asimtomatik sampai
gejala yang hebat. Gejala neurologis yang paling sering ditemui adalah kjang yang
bersifat fokal, multifokal atau umum.
2.4 Patogenesis
Neuron di dalan sistem syaraf pusat mengalami depolarisasi sebagai hasil dari
perpindahan natrium ke arah dalam. Repolarisasi terjadi melalui keluarnya kalium. Kejang
terjadi apabila timbul depolarisasi yang berlebihan, sehingga terbentuk gelombang listrik
yang berlebihan. Volpe (2001) menjelaskan 4 kemungkinan alasan terjadinya depolarisasi
berlebihan1 :
Kejang neonatus
Page 5

Kegagalan dari pompa natrium kalium dikarenakan terganggunya produksi

energi.
Terjadinya kelebihan relatif dari neurotransmiter eksitatorik melawan

inhibitorik
Adanya kekurangan relatif dari neurotransmiter inhibitorik melawan

eksitatorik
Perubahan dari membran neuron, menyebabkan inhibisi dari pergerakan
natrium.

Perubahan fisiologispada saat kejang berupa penurunan kadar glukosa otak yang
tajam dibandingkan kadar glukosa darah yang tetap normal atau meningkat disertai
peningkatan laktat. Hal ini merupakan refleksi dari kebutuhan otak yang tidak dapat dipenuhi
secara adekuat. Kebutuhan oksigen dan aliran darah ke otak sangat esensial untuk mencukup
kebutuhan oksigen dan glukosa otak. Laktat terkumpul dan berakumulasi selama terjadi
kejang, sehingga PH arteri menurun dengan cepat. Hal inimenyebabkan tekanan darah
sistemik meningkat dan aliran darah ke otak naik.
Terjadinya kejang yang multifokal atau adanya perilaku yang tidak biasa berhubungan
pada kejang pada neonatus, merupakan efek dari mielinasi struktur kortikal dan subkortikal
yang masih sangat minim.
Perkembangan otak anak terjadi sangat cepat dari sejak baru lahir sampai 2 tahun
yang disebut sebagai periode emas dan pembentukan sinaps dan kepadatan dendrit pada
sunsum tulang belakang terjadi sangat aktif pada sekitar kehamilan sampai bulan pertama
setelah kelahiran. Pada saat baru lahir, merupakan periode tertinggi dari aktifitas eksitasi
sinaps fisiologis dan sinaptogenesis yang terjadi pada saat ini sepenuhnya bergantung pada
aktifitas. Selain itu, menurut penelitian, pada periode ini keseimbangan antara eksitasi dan
inhibisi pada sinaps cenderung mengarah pada eksitasi untuk memberi jalan pada
pembentukan sinaps yang bergantung pada aktifitasnya5.
Beberapa mekanisme penting sehubungan dengan terjadinya kejang pada neonatus
adalah :
1. Peningkatan eksitabillitas pada neonatus
Berdasarkan penelitian yang dilakukan pada otak tikus yang diketahui homolog
dengan otak manusia, didapatkan bahwa jumlah neurotransmiter seperti glutamate, amino-3-hydroxy-5-methyl-4-isoxazolepropionic acid (AMPA) dan N-methyl-Daspartate (NMDA) meningkat tajam pada 2 minggu awal kelahiran untuk membantu
pembentukan sinaps yang bergantung pada aktifitasnya 5. Selain itu, pada periode ini
Kejang neonatus
Page 6

merupakan saat sesnsitifitas terhadap magnesium di titik terendah. Magnesium


merupakan penghalang reseptor endogen alamiah. Sehingga berdampak pada
meningkatnya eksitabilitas otak bayi.
2. Penurunan efektifitas inhibisi neurotansmiter pada otak imatur
Fungsi inhibisi dari reseptor GABA agonis terbentuk dan berkembang secara
perlahan-lahan. Penelitian terhadap tikus menunjukkan, fungsi pengikatan reseptor
GABA, pembentukan enzym dan ekspresi dari reseptor lebih rendah pada masa-masa
awal kehidupan5. Sehingga dengan hubungannya terhadap aktifitas sel syaraf pada
neonatus yang lebih mengakomodasi aktifitas eksitabilitas, hal ini mendukung
terjadinya kejang.
3. Konfigurasi kanal ion lebih mengarah ke depolarisasi pada fase awal kehidupan
Regulasi kanal ion juga mengatur eksitabilitas neuron dan seperti reseptor
neurotransmiter, regulasinya terbentuk dan berkembang perlahan-lahan. Seperti yang
terjadi padamutasi kanal ion K+ (KCNQ2 dan KCNQ3) yang berhubungan dengan
terjadinya kejang neonatus familial jinak, menyebabkan proses hiperpolarisasi K +
yang berakibat terjadinya penembakan potensial aksi yang berulang dengan cepat.
4. Peranan neuropeptida dalam terjadinya hipereksitabilitas pada otak imatur
Sistem neuropeptida berfluktuasi secara dinamis pada periode perinatal. Contoh
penting ada pada Corticotropin releasing hormone(CRH), yang memicu terjadinya
potensi eksitasi pada neuron. Jika dbandingkan pada fase kehidupan selanjutnya, CRH
dikeluarkan pada tingkat yang lebih tinggi pada 2 minggu awal kehidupan, seperti
yang terlihat pada tikus5. CRH juga meningkat pada keadaan stress, yang menjelaskan
mengapa pada saat terjadi kejang pada otak yang imatur, maka akan memicu
terjadinya kejadian kejang yang berulang.
2.5Awitan kejang
Awitan kejang yang terjadi pada kejang demam biasanya dimulai antara 12 hingga 48
jam setelah lahir, bayi jarang mengalami kejang saat berada di ruang bersalim. Penelitian
pada binatang menunjukkan bahwa kejang muncul 3-13 jam setelah terjadi keadaan hipoksik
iskemik dan sesuai dengan yang kita ketahui tentang pelepasan dan penghancuran glutamat
pada saat fase reperfusi sekunder3. Keadaan yang sama terjadi pada bayi. Kejang onset lanjut
memberi kesan adanya meningitis, kejang familial benigna atau hipokalsemia
2.6Diagnosis.

Kejang neonatus
Page 7

Diagnosis kejang pada neonatus harus dimulai dengan pemeriksaan menyeluruh


terhadap riwayat dan pemeriksaan fisik. Data-data penting seperti riwayat penyalahgunaan
narkotika dan pemakaian obat yang salah pada saat kehamilan, infeksi intrauterus, dan
kondisi metabolik harus dicatat dengan baik dan didapat langsung dari ibu sedetail mungkin.
Adapun yang penting dicari melalui anamnesis adalah3 :
Faktor resiko :

Riwayat kejang dalam keluarga


o Riwayat yang menyatakan adanya kejang pada masa neonatus pada
anak sebelumnya atau bayi meninggal pada masa neonatal tanpa

diketahui penyebabnya.
Riwayat kehamilan /prenatal
o Infeksi infeksi yang terjadi pada waktu hamil
o Preeklampsia, gawat janin
o Pemakaian obat golongan narkotika, metadon
o Imunisasi anti tetanus, rubela
Riwayat persalinan
o Asfiksia, episode hipoksik
o Trauma persalinan
o Ketuban Pecah Dini
o Anestesi lokal/blok
Riwayat pascanatal
o Infeksi neonatus, keadaan bayi tiba-tiba memburuk
o Bayi dengan pewarnaan kuning dan timbulnya dini
o Perawatan tali pusat tidak bersih dan kering, infeksi tali pusat
o Faktor pemicu kejang oleh suara bising atau karena prosedur
perawatan
o Waktu atau awitan kejang mungkin terjadi berhubungan dengan
etiologi
o Bentuk gerakan abnormal yang terjadi

Manifestasi klinik
Kejang neonatus bisa timbul dalam beberapa tipe yang mungkin terlihat
bersamaan selama beberapa jam. Kejang diklasifikasikan menurut manifestasi klinis
yang timbul
Proporsi dari kejang

Tipe kejang
Subtle

neonatus
10-35% tergantung
maturitas4
Lebih sering pada
bayi cukup bulan

Tanda klinis
o

Mata- melotot, mengedip, deviasi


horizontal
OralMencucu,

mengunyah,

menghisap, menjulurkan lidah

Kejang neonatus
Page 8

Terjadi

pada

dengan

bayi

gangguan

SSP berat
Klonik

o
o

50%
Lebih sering pada
bayi cukup umur

o
o
o

Ekstremitas-

memukul,

gerak

seperti berenang, mengayuh pedal


Otonomik- apneu, takikardia,
tekanan darah tidak stabil
Biasanya dalam keadaan sadar
Gerak ritmik (1-3/detik)
Fokus organ lokal atau 1 sisi
wajah

atau

tubuh.

Mungkin

merupakan fokal neuropathy yang


o

Tonik

20%4
Lebih sering pada

bayi preterm

tersembunyi
Multifokal irregular, terpotongpotong
Mungkin

meliatkan

bagian

ekstremitas atau seluruh tubuh


Ekstensi generalisata dari bagian
tubuh atas dan bawah dengan

Mioklonik

5%

postur opisthotonic
Sentakan
cepat
(membedakan

terisolasi

dari

mioklonik

neonatus jinak)
Fokal (1 bagian ekstremitas) atau
multifokal

(beberapa

tubuh)
Ditemukan

pada

bagian

putus

obat

(terutama gol. opiat

Harus dibedakan antara kejang dan gejala lain yang menyerupai kejang seperti
fenomena mioklonik fisiologik yang dikenal dengan nama mioklonik jinak pada neonatus.
Yang biasa terjadi pada keadaan tidur aktif (REM). Selain itu fenomena lain yang penting
adalah jitteriness.Jitteriness adalah gangguan dalam pergerakan yang biasanya dihubungkan
dengan hasil yang baik2. Jitteriness jinak biasanya hilang dengan sendirinya dalam beberapa
minggu. Adapun perbedaan antara kejang dan jitteriness adalah :
Tanda
Membutuhkan pemicu
Gerakan predominan
Gerakan hilang jika tubuh
disentuh
Kesadaran
Deviasi mata

Jitteriness
Ya
Cepat, tremor, berosilasi
Ya
Bangun atau tertidur
Tidak

Kejang
Tidak
Tonik, klonik
Tidak
Terganggu (penurunan
kesadaran)
Ya

Kejang neonatus
Page 9

Pemeriksaan jasmani
Pemeriksaan fisis lengkap meliputi pemeriksaan pediatrik dan neurologis, dilakukan
secara sistematik dan berurutan. Kadang pemeriksaan neurologi saat kejang dalam batas
normal, namun demikian bergantung penyakit yang mendasarinya sehingga neonatus yang
mengalami kejang perlu pemeriksaan fisis legkap secara sistematis dan berurutan :
1. Identifikasi manifestasi kejang yang terjadi, bila mungkin melihat sendiri
manifestasi kejang yang terjadi. Dengan mengetahui bentuk kejang,
kemungkinan penyebab dapat ditemukan
2. Neonatus yang mengalami kejang biasanya tampak sakit. Kesadaran yang
tiba-tiba

menurun

berlanjut

dengan

hipoventilasi

dan

berhentinya

pernapasan, kejang tonik, posisi serebrasi, reaksi pupil terhadap cahaya


negatif dan terdapat kuadriparesis flaksid, dicurigai terjadinya perdarahan
intravetrikular.
3. Pantau perubahan tanda vital dengan melihat tanda seperti sianosis dan
kelainan pada jantung atau pernapasan

sehingga dapat dicurigai

kemungkinian adanya iskemia otak.


4. Pemeriksaan kepala untuk mencari kemungkinan adanya fraktur, depresi atau
moulding yang berlebihan karena hal-hal seperti trauma. Ubun-ubun besar
yang tegang dan menonjol menunjukkan adanya peningkatan tekanan
intrakranial yang disebabkan oleh perdarahan subaraknoid atau subdural
serta kemungkinan adanya meningitis
5. Pemeriksaan funduskopi dapat menunjukkan kelainan perdarahan retina atau
subhialoid yang merupakan manifestasi patognomonik untuk hematoma
subdural. Dapat ditemukan korioretinitis pada toksoplasmosis, infeksi
sitomegalovirus dan rubela.
6. Pemeriksaan tali pusat untuk mengetahui apakah ada tanda-tanda infeksi,
berbau busuk, atau aplikasi dengan bahan tidak steril pada kasus yang
dicurigai spasme atau tetanus neonatorum.
Pemeriksaan penunjang
1. Pemeriksaan laboratorium
Untuk menentukan prioritas pada pemeriksaan laboratorium, harus
digunakan informasi yang didapatkan dari riwayat dan pemeriksaan jasmani
dengan baik untuk mencari penyebab yang lebih spesifik
Kimia darah
Kejang neonatus
Page 10

Pemeriksaan kadar glukosa, kalsium, natrium, BUN dan magnesium

pada darah serta analisa gas darah harus dilakukan.


Pemeriksaan darah rutin
Termasuk di dalamnya pemeriksaan hemoglobin, hematokrit,

trombosit , leukosit, hitung jenis leukosit


Kelainan metabolik
Dengan adanya riwayat keluarga kejang neonatus, bau yang khas
pada bayi baru lahir, intoleransi laktosa, asidosis, alkalosis atau
kejang yang tidak responsif terhadap antikonvulsan, harus dicari
penyebab-penyebab metabolik yang mungkin.
o Kadar amonia dalam darah harus diperiksa
o Asam amino di plasma darah dan urin. Pada urin sebaiknya

diperiksa untuk mencari substansi reduksi


2. Pemeriksaan radiologis
a. USG kepala dilakukan sebagai pemeriksaan lini pertama untuk
mencari adanya perdarahan intraventrikular atau periventrikular.
Perdarahan subarakhnoid atau lesi kortikal sulit dinilai dengan
pemeriksaan ini.
b. CT-scan kranium
Merupakan pemeriksaan dengan hasil mendetail mengenai adanya
penyakit intrakranial. CT scan sangat membantu dalam menentukan
bukti-bukti adanya infark, perdaraham, kalsifikasi dan malformasi
serebral.Melalui catatan sebelumnya, pemeriksaan ini memberikan
hasil yang penting pada kasus kejang neonatus, terutama bila kejang
terjadi asimetris.
c. MRI
Pemeriksaan paling sensitif untuk mengetahui adanya malformasi
subtle yang kadang tidak terdeteksi dengan CT-scan kranium..
3. Pemeriksaan lain
a. EEG(electroencephalography)
EEG yang dilakukan selama kejang akan memperlhiatkan tanda
abnormal. EEG interiktal mungkin memperlihatkan tanda normal.
Pemeriksaan EEG akan jauh lebih bernilai pabila dilakukan pada 1-2
hari awal terjadinya kejang, untuk mencegah kehilangan tanda-tanda
diagnostik yang penting untuk menentukan prognosis di masa depan
bayi. EEG sangat signifikan dalam menentukan prognosis pada bayi
cukup bulan dengan gejala kejang yang jelas. EEG sangat penting
untuk memeastikan adanya kejang di saat manifestasi klinis yang
Kejang neonatus
Page 11

timbul subtle atau apabila obat-obatan penenang neuromuscular telah


diberikan. Untuk menginterpretasikan hasil EEG dengan benar,
sangatlah penting untuk mengetahui status klinis bayi (termasuk
keadaan tidur) dan obat-obatan yabg diberikan.
The International League Against Epilepsy mempertimbangkan
kriteria sebagai berikut :
o Non epileptikus
o Epileptikus

: berdasarkan gejala klinis kejang semata


: Berdasarkan konfirmasi pemeriksaan

EEG. Secara klinis mungkin tidak terlihat kejang, namun dari


gambaran EEG masih mengalami kejang.

Kejang elektrografik
Kejang pada neonatus mempunyai tipe dan lokasi
onset, morfologi dan perambatan yang bervariasi. Bayi
preterm

maupun

aterm,

keduanya

mempunyai

kemampuan menciptakan peristiwa ictal yang sangat


bervariasi, lokasi asal kejang yang paling umum
adalah lobus temporal. Beberapa penelitian telah
menghitung durasi kejang pada neonatus. Umumnya
digunakan batasan 5 detik, namun Clancy dan Ledigo
menggunakan pembatasan menurut mereka sendiri
yaitu 10 detik sebagai durasi minimal dan definisi ini
juga diadopsi oleh Sher dkk.

Disosiasi elektroklinik
Terdapat ketidaksesuaian antara diagnosis klinis dan
gambaran EEG, hanya sepertiga dari kasus yang
dipelajari dengan rekaman video yang manifestasi
klinis dan gelombang listriknya sesuai. Pada 349
neonatus yang diteliti oleh Mizrahi, ditemukan 415
kejang pada 71 neonatus secara klinis, sedangkan 11
neonatus lain ditemukan secra elektrografis walaupun
secara klinis tidak kejang. Manifestasi klinis timbul
karena adanya gelombang dari batang otak dan medula
spinalis dilepaskan dan kurangnya inhibisi dari pusat
yang lebih tinggi.

Kejang neonatus
Page 12

2.7Tatalaksana
Manajemen
Tatalaksana kejang pada neonatus bertujuan untuk meminimalisir gangguan
fisiologis dan metabolik serta mencegah berulangnya kejang. Ini melibatkan bantuan
ventilasi dan perfusi, jika dibutuhkan, dan koreksi keadaan hipoglikemia,
hipocalcemia atau gangguan metabolik lainnya.
Kebanyakan bayi diterapi dan dimonitor hanya berdasarkan pada diagnosis
klinis saja, tanpa melibatkan penggunaan EEG. Penggunaan EEG yang kontinyu
menunjukkan bahwa masalah pada kejang elektrografik adalah sering menetapnya
kejang walaupun setelah dimulainya terapi anti konvulsi.

Bagan manajemen terapi kejang pada neonatus4

Kejang neonatus
Page 13

Manajemen kejang pada neonatus

Pengawasan jalan napas bersih dan terbuka, pemberian oksigen


Periksa dan catat aktivitas kejang yang terjadi
Lakukan penilaian secepatnya apakah penyebab kejang dapatg ditangani
dengan cepat, jika tidak bisa tangani kejang dengan fenobarbital 20 mg/kg IV
4

sambil terus memonitor sistem kardiovaskular dan respirasi dan lakukan teapi

suportif yang dibutuhkan.


Hentikan semua asupan secara oral

Kejang neonatus
Page 14

Usahakan tangani penyebab utama kejang sesuai tata cara yang diindikasikan
Jika kejang masih berlanjut, berikan dosis tambahan fenobarbital 5 mg/kg IV
4

(sampai tercapai dosis maksimal 40 mg/kgbb)


Jika kejang masih berlanjut, berikan fenitoin 15-20mg/kgbb4
Kejang dapat tertangani, lanjutkan pengawasan. Pertimbangkan untuk
menghentikan obat antikonvulsan jika : kejang terkontrol dan pemeriksaan
neurologis normal atau pemeriksaan neurologis abnormal namun EEG normal

Penggunaan obat-obatan anti konvulsi


Prinsip penatalaksaan pertama yaitu menangani penyebab yang mendasari
sangatlah penting untuk mencegah kerusakan otak yang lebih berat.Namun, apabila
penyebab yang mendasar kejang sulit untuk ditangani dengan segera, perlu diingat
untuk secepatnya menangani kejang agar tidak terjadi kerusakan neurologis yang
berat.Pada akhirnya, kejang yang terjadi mungkin saja menjadi sulit ditangani dengan
obat-obatan anti konvulsi apabila penyebab utama yang mendasar tidak ditangani
dengan baik. (Lihat tabel penyebab utama kejang pada neonatus). Beberapa aspek
yang harus dipertimbangkan dalam menggunakan obat anti konvulsi sebagai berikut :
-

Bukti penggunaan
Sedikit bukti yang mendukung penggunaan obat anti konvulsi yang
diberikan pada neonatus saat ini dan sedikit konsensus yang memberikan
protokol penatalaksanaan optimal. Deteksi kejang secara dini dan akurat
sangat penting dalam memberikan jalur pemberian obat anti konvulsi
i. Obat antikonvulsi mungkin tidak menyembuhkan kejang EEG
walaupun dapat mengurangi atau menghilangkan gejala klinis.

Administrasi
Pemberian obat anti konvulsi dengan prinsip :
o Intravena untuk efek yang cepat dan kadar obat dalam darah
yang dapat diprediksi
o Untuk mencapai level terapeutik dalam serum yang tinggi
o Untuk mencapai dosis maksimum sebelum memberikan dosis

yang kedua
Rumatan dan durasi penggunaan obat antikonvulsi
o Terapi dengan dosis rumatan mungkin tidak dibutuhkan
apabila dosis awal cukup untuk menangani kejang secara
klinis
o Bayi dengan konvulsi lama atau dengan kesulitan dalam
menangani kejang dan bayi dengan kelainan pada EEG akan

Kejang neonatus
Page 15

mendapat manfaat dari pemberian obat anti konvulsi yang


berkelanjutan dengan syarat :
- Level serum harus dimonitor
- Rencana manajemen penatalaksanaan kejang darurat
harus dibuat. Termasuk, jika dibutuhkan, rencana
-

penggunaan Midazolam buccal/intranasal


Penghentian penggunaan obat-obatan anti konvulsi
Ada sedikit resiko terjadinya kejang berulang setelah pemutusan obat anti
konvulsi secara dini pada neonatus. Pertimbangkan penghentian
penggunaan obat anti konvulsi apabila :

Setelah kejang sudah berhenti dan pemeriksaan neurologis

normal
Setelah pemeriksaan neurologis selanjutnya tetap tidak

normal, pertimbangkan berhenti jika EEG tampak normal.


Jadwal pemberian onat anti konvulsi
- Phenobarbital
Phenobarbital
Dosis dan
administrasi

Loading dose :
- 20 mg/kg IV selama 10-15 menit
- Dosis tambahan(pilihan) 5 mg/kg/kali
sampai kejang mereda atau dosis total (40
mg/kg) telah tercapai
Rumatan :

Keterangan

IV (perlahan-lahan contoh : 1

mg/kg/menit), IM, Oral


2.5-5 mg/kg sekali sehari dimulai 12-24

jam setelah dosis awal


Pengobatan lini pertama
Efektivitas kurang dari 50%4
Mengurangi kejang secara klinis namun efek
kurang pada kejang EEG
Penambahan obat kedua (contoh : fenitoin)
seringkali dibutuhkan
Mungkin menyebabkan apneu/depresi
respiratorik pada dosis tinggi (40 mg/kg) dan
peningkatan konsentrasi serum (diatas 60
mikrogram/mL

Jangkauan terapeutik :
-

Ukur level serum setelah 48 jam dari

Kejang neonatus
Page 16

pemberian intravena dosis awal


15-40 microgram/mL (65-170 micromol/L)

Fenitoin
Fenitoin
Dosis dan
administrasi

Dosis awal :
- 15-20 mg/kg IV kecepatan infus
maksimum 0.5 mg/kg/menit(jika melalui
-

Keterangan

IV)
IV atau oral
Setelah dosis awal : 4-8 mg/kg perhari
Setelah umur 1 minggu : dosis sampai 8

mg/kg/kali 2 sampai 3 kali sehari


Tidak cocok dengan pemberian intra muskular
Pastikan keutuhan dari pembuluh darah karena
adanya resiko radang jaringan dan nekrosis

apabila terjadi ekstravasasi


Berikan dengan menggunakan filter dan diikuti

bolus Nacl 0.9%


Berikan perlahan-lahan secara intravena untuk

mencegah terjadinya aritmia jantung


Monitor heart rate dan ritme dan tekanan darah
untuk mengetahui apabila ada hipotensi

Jangkauan level terapeutik


-

Ukur konsentrasi dalam darah setelah

pemberian dosis awal intravena


6-15 mikrogram/mL pada minggu-minggu
awal kehidupan dilanjutkan 10-20
mikrogram/mL

Midazolam
Midazolam
Dosis dan

administrasi

Infus :

0.15 mg/kg IV minimal selama 5 menit

60-400 mikrogram/kg/jam
Rekonstitusi dan dilusi
Dilusi 1 mg/kg midazolam kedalam
cairan 50 mL dengan Nacl 0.9%,
glukosa 5% atau 10%
1 ml/jam = 20

Keterangan

mikrogram/kg.jam
Efektif pada bayi yang tetap kejang setelah
diberikan fenobarbital dan/atau fenitoin

Kejang neonatus
Page 17

Dapat menyebabkan depresi respiratorik dan


hipotensi jika disuntikkan dengan cepat atau
diberikan bersamaan dengan obat golongan
narkotika

Kontroversi Phenobarbital vs Phenitoin


Selama ini ada beberapa perdebatan mengenai mana yang lebih baik
digunakan terlebih dahulu untuk menangani kejang pada neonatus. Ada
beberapa pertimbangan mengenai kelebihan dan kekurangan dari masingmasing obat.Terapi yang dulu dipergunakan adalah fenitoin sebagai terapi
awal. Namun seiring berkembangnya waktu, banyak paradigma baru yang
mempergunakan phenobarbital sebagai terapi awal yang lebih baik.
Phenobarbital
Penggunaan fenobarbital telah lama dianggap sebagai yang utama untuk
menangani kejang pada neonatus. Pemberian secara intravena dapa dilakukan
secepatnya setelah jalur infus telah terpasang. Konsentarsi serum dapat
ditentukan dengan sangat cepat dan dosis yang lebih jauh lagi dapat diberikan
apabila diperlukan. Absorbsi secara enteral termasuk baik, jadi memudahkan
pemindahan antara administrasi intravena ke pemberian secara oral.
Fenobarbital dimetabolismekan di hepar, sehingga dosis rumatan biasanya
harus dinaikkan 5-8 mg/kg6 karena pada beberapa kasus asfiksia, bayi harus
memulihkan diri dari disfungsi hepar akut. Hipotermia juga menurunkan
metabolisme phenobarbital.
Fenitoin
Fenitoin memiliki efektivitas yang sama dengan phenobarbital sebagai terapi
awal kejang neonatus. Namun dikarenakan sulitnya mempertahankan dosis
terapi fenitoin6, phenobarbital lebih sering digunakan sebagai terapi awal,
terutama pada kasus akut. Kekurangan lain pada fenitoin adalah tingginya
potensi interaksi dengan obat-obatan yang berikatan dengan protein. Namun,
dosis awal dari fenitoin lebih rendah resikonya untuk menyebabkan efek
sedasi dibandingkan fenobarbital. Fenitoin bercampur kurang baik pada PH
netral dan juga menyebabkan presipitat jika digunakan bersama dextrose, jadi
harus diberikan dengan jalur intravena bebas dextrose. Vehikulus yang
digunakan fenitoin sangat iritatif terhadap jaringan lunak, sehingga sering
menyebabkan cedera jaringan lunak jika terjadi jalur ekstravasasi. Fenitoin
menggunakan jalur anti kejang yang berbeda dengan phenobarbital, fenitoin
Kejang neonatus
Page 18

menghalangi kanal natrium sehingga mencegah tembakan neuron berulang.


Sedangkan phenobarbital meningkatkan kemampuan inhibisi.
Karen perbedaan inilah, ditarik kesimpulan fenitoin dan phenobarbital
digunakan secara berdampingan dalam menangani kejang pada neonatus.
Obat-obatan lain
Ada beberapa laporan penggunaan obat-obatan lain dalam menangani kejang
pada neonatus. 1 yang paling diterima secara antusias adalah levetiracetam.
Levetiracetam telah digunakan walaupun masih sedikit catatan mengenai
percobaan obat ini terhadap neonatus. Obat ini tidak memiliki interaksi dengan
obat lain. Obat ini tersedia sebagai solusi oral, sehingga memudahkan konversi
ke terapi oral. Obat ini dimetabolisme di ginjal, bukan di hati. Mekanisme
yang diketahui saat ini tidk secara langsung melalui inhibisi atau eksitasi
neutransmisi7. Dilaporkan beberapa asus yang mengindikasikan efektifitas dan
efek samping serius. Dosis yang biasa digunakan adalah diantara 10-50 mg/kg 7
dan dosis rumatan harian dengan jumlah yang sama.
Kriteria memulangkan bayi
Sebagian besar dokter anak akan memulangkan bayi dengan
memberikan fenobarbital dosis rumatan jika ada pemeriksaan neurologis yang
abnormal.Beberapa melakukan pemeriksaan EEG lagi dalam 1 bulan, atau
sesaat sebelum keluar dari perawatan, dan menghentikan terapi antikonvulsan
jika EEGnya normal. Jika keluar dari perawatan dengan tetap menggunakan
obat antikonvulsan, pertimbangkan penghentiannya jika mereka telah bebas
kejang selama 9 bulan.
2.8 Prognosis
Menurut buku neonatus IDAI, Kejang pada neonatus dapat mengakibatkan kematian,
atau jika hidup dapat menderita gejala sisa atau sekuele3
Etiologi
HIE sedang dan berat
Bayi kurang bulan
Meningitis
Malformasi otak
Hipokalsemia
Hipoglikemia

Meninggal (%)
50
58
20
60

Cacat (%)
25
23
40
40
50

Normal (%)
25
18
40
100
50

Prognosis jangka panjang sesudah kejadian kejang pada bayi berat lahir rendah seperti
pada bayi berat lahir normal berhubungan langsung dengan penyebabnya.
Kejang neonatus
Page 19

Kejang awitan dini biasanya dihubungkan dengan angka kesakitan dan kematian yang
tinggi. Kejang berulang, semakin lama kejang berlangsung semakin tinggi risiko kerusakan
pada otak dan berdampak pada terjadinya kelainan neurologik lanjut (misalnya cerebral palsy
dan retardasi mental).

BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Kejang pada neonatus merupakan kelainan yang dapat berdampak buruk pada masa
depan bayi bahkan dapat menyebabkan kematian bayi. Angka kejadian pasti dari kejang pada
neonatus belum diketahui secara pasti karena sulitnya mempelajari bayi yang baru lahir
Manifestasi klinis dari kejang pada neonatus dapat bermacam-macamdapat berupa
kejang tonik, klonik, subtle dan mioklonik.Selain iru bisa juga tidak terlihat manifestasi
secara klinis, namun bila diperiksa dengan menggunakan EEG, akan terlihat tanda abnormal
pada hasil pemeriksaan .
Penegakkan Diagnosis kejang pada neonatus didapat dari pemeriksaan secara
menyeluruh dan detail melalui anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.
`

Tatalaksana yang digunakan merupakan manajemen terpadu yang dilakukan untuk

meminimalisir kerusakan otak bayi melibatkan penggunaan obat-obat anti konvulsi.


Ada beberapa obat-obatan antikonvulsi yang digunakan saat ini. Yang paling sering
adalah phenobarbital dan fenitoin

Kejang neonatus
Page 20

DAFTAR PUSTAKA
1. Ghomela, Tricia.Lange Neonatology : Management, Procedures, On-Call Problems,
Diseases, Drugs.2004. edisi 5. New York : The Mcgraw-Hills
2. Gordon B. Avery, Mhairi G. MacDonald, Mary M. K. Seshia, Martha D. Mullett,
M.D.Averys neonatology : Pathophysiology And Management Of The Newborn.2005.
edisi 6. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins
3. Kosim M. Sholeh,Ari Yunanto, Rizalya Dewi, Gatot Irawan Santosa, Ali Usman.Buku
Ajar Neonatologi. 2010. Jakarta: Badan Penerbit IDAI.
4. Queensland
Maternity
and
Neonatal
Clinical

Guideline.2001-

2011.Queensland(Australia): Queensland Goverment. 2011


5. Jensen MD, Frances. Neonatal Seizures : An Update on Mechanisms and
management. Clin Perinatol. 2009; 36(4): 881
6. Olson MD, Donald. Neonatal Seizures. Neoreviews 2012; 13; e213
7. Ramantani G, et al. Levetiracetam: Safety and Efficacy in neonatal seizures, European
Journal of Paediatric Neurology 2010, doi:10.1016/j.ejpn.10.003

Kejang neonatus
Page 21

Anda mungkin juga menyukai