2. ETIOLOGI
Penyakit ini tersebar di seluruh dunia, terutama pada daerah resiko tinggi
dengan cakupan imunisasi DPT yang rendah. Reservoir utama kuman ini adalah
tanah yang mengandung kotoran ternak sehingga resiko penyakit ini di daerah
peternakan sangat tinggi. Spora kuman Clostridium tetani yang tahan kering
dapat bertebaran di mana-mana.
Port of entry tak selalu dapat diketahui dengan pasti, namun dapat diduga
melalui:
a. Luka tusuk, gigitan binatang, luka bakar
b. Luka operasi yang tidak dirawat dan dibersihkan dengan baik
c. OMP, caries gigi
d. Pemotongan tali pusat yang tidak steril.
e. Penjahitan luka robek yang tidak steril.
Clostridium tetani termasuk dalam bakteri Gram positif, anaerob obligat,
dapat membentuk spora, dan berbentuk drumstick. Spora yang dibentuk oleh C.
tetani ini sangat resisten terhadap panas dan antiseptik. Ia dapat tahan walaupun telah
diautoklaf (1210C, 10-15 menit) dan juga resisten terhadap fenol dan agen kimia
lainnya. Bakteri Clostridium tetani ini banyak ditemukan di tanah, kotoran manusia
dan hewan peliharaan dan di daerah pertanian. Umumnya, spora bakteri ini
terdistribusi pada tanah dan saluran penceranaan serta feses dari kuda, domba, anjing,
kucing, tikus, babi, dan ayam. Ketika bakteri tersebut berada di dalam tubuh, ia akan
menghasilkan neurotoksin (sejenis protein yang bertindak sebagai racun yang
menyerang bagian sistem saraf). C. tetani menghasilkan dua buah eksotoksin, yaitu
tetanolysin dan tetanospasmin. Fungsi dari tetanoysin tidak diketahui dengan pasti,
namun juga dapat memengaruhi tetanus. Tetanospasmin merupakan toksin yang
cukup kuat.
3. PATOFISIOLOGI
Tetanus disebabkan neurotoksin (tetanospasmin) dari bakteri Gram positif
anaerob, Clostridium tetani, dengan mula-mula 1 hingga 2 minggu setelah inokulasi
bentuk spora ke dalam darah tubuh yang mengalami cedera (periode inkubasi).
Penyakit ini merupakan 1 dari 4 penyakit penting yang manifestasi klinis utamanya
adalah hasil dari pengaruh kekuatan eksotoksin (tetanus, gas ganggren, dipteri,
botulisme). Tempat masuknya kuman penyakit ini bisa berupa luka yang dalam yang
2
berhubungan dengan kerusakan jaringan lokal, tertanamnya benda asing atau sepsis
dengan kontaminasi tanah, lecet yang dangkal dan kecil atau luka geser yang
terkontaminasi tanah, trauma pada jari tangan atau jari kaki yang berhubungan
dengan patah tulang jari dan luka pada pembedahan.
Pada keadaan anaerobik, spora bakteri ini akan bergerminasi menjadi
sel vegetatif. Selanjutnya, toksin akan diproduksi dan menyebar ke seluruh
bagian tubuh melalui peredaran darah dan sistem limpa. Toksin tersebut akan
beraktivitas pada tempat-tempat tertentu seperti pusat sistem saraf termasuk
otak. Gejala klonis yang ditimbulakan dari toksin tersebut adalah dengan
memblok pelepasan dari neurotransmiter sehingga terjadi kontraksi otot yang
tidak terkontrol. Akibat dari tetanus adalah rigid paralysis (kehilangan
kemampuan untuk bergerak) pada voluntary muscles (otot yang geraknya dapat
dikontrol), sering disebut lockjaw karena biasanya pertama kali muncul pada
otot rahang dan wajah. Kematian biasanya disebabkan oleh kegagalan
pernafasan dan rasio kematian sangatlah tinggi.
Ada 3 bentuk klinik dari tetanus, yaitu:
1. Tetanus lokal : otot terasa sakit, lalu timbul rigiditas dan spasme pada bagian
paroksimal luar. Gejala itu dapat menetap dalam beberapa minggu dan
menghilang tanpa sekuele.
2. Tetanus general; merupakan bentuk paling sering, timbul mendadak dengan
kaku kuduk, trismus, gelisah, mudah tersinggung dan sakit kepala merupakan
manifestasi awal. Dalam waktu singkat konstruksi otot somatik meluas.
Timbul kejang tetanik bermacam grup otot, menimbulkan aduksi lengan dan
ekstensi ekstremitas bagian bawah. Pada mulanya spasme berlangsung
beberapa detik sampai beberapa menit dan terpisah oleh periode relaksasi.
3. Tetanus cephalic : varian tetanus local yang jarang terjadi masa inkubasi 1-2
hari terjadi sesudah otitis media atau luka kepala dan muka. Paling menonjol
adalah disfungsi saraf III, IV, VII, IX dan XI tersering adalah saraf otak VII
diikuti tetanus umum.
Menurut berat gejala dapat dibedakan 3 stadium :
a. Trismus (3 cm) tanpa kejang-lorik umum meskipun dirangsang.
b. Trismur (3 cm atau lebih kecil) dengan kejang torik umum bila dirangsang.
c. Trismur (1 cm) dengan kejang torik umum spontan.
Derajat Tetanus kriteria Phillip
Tolak Ukur
Masa Inkubasi
Lokasi infeksi
Imunisasi
Nilai
< 48 jam
2-5 hari
6-10 hari
11-14 hari
>14 hari
Internal/umbilical
Ekstremitas proksimal
Ekstremitas distal
Tidak diketahui
Tidak ada
10
Proteksi lengkap
Faktor yang
memberatkan
10
membahayakan jiwa
Keadaan yang tidak membahayakan jiwa
Pasien sehat
Ganglion
Sumsum
Tonus otot
Otak
Saraf
Mengenai
Saraf Simpatis
Menjadi kaku
berlebihan
5
-Keringat
pada tetanus
-Hipertermi
-Hipotermi
Hilangnya keseimbangan
-Aritmia
-Takikardi
Kekakuan
Sistem
Pencernaan
Hipoksia berat
Sistem
O2 di otak
Kesadaran
-Ggn. Eliminasi
-Ketidakefektifan jalan
-PK. Hipoksemia
-Ggn. Nutrisi (< dr. kebut)
jalan nafas
-Ggn.
Perfusi Jaringan
-Gangguan Komunikasi
Ggn. Pertukaran Gas
Verbal
-Kurangnya pengetahuan
Ortu
4. MANIFESTASI KLINIS
a. Masa inkubasi tetanus berkisar antara 2-21 hari
b. Ketegangan otot rahang dan leher (mendadak)
c. Kesukaran membuka mulut (trismus)
d. Kaku kuduk (epistotonus), kaku dinding perut dan tulang belakang
5. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Diagnosa didasarkan pada riwayat perlukaan disertai keadaan klinis
kekakuanotot rahang.
b. Laboratorium ; leukositosis ringan, peninggian tekanan otak, deteksi
kuman suli
c.
6. PENATALAKSANAAN MEDIS
Tata laksana pasien tetanus
Umum
a. Mencukupi kebutuhan cairan dan nutrisi. Pemberian cairan secara i.v.,
sekalian untuk memberikan obat-obatan secara syringe pump (valium
pump).
b. Menjaga saluran nafas tetap bebas, pada kasus yang berat perlu
tracheostomy.
c.
tetrasiklin
dan
penisilin
diberikan
untuk
mencegah
bergantian miring ke kiri atau ke kanan dan dipaksa untuk batuk guna
mencegah terjadinya pneumonia. Untuk mengurangi nyeri diberikan
kodein. Obat lainnya bisa diberikan untuk mengendalikan tekanan darah
dan denyut jantung. Setelah sembuh, harus diberikan vaksinasi lengkap
karena infeksi tetanus tidak memberikan kekebalan terhadap infeksi
berikutnya.
7. KOMPLIKASI
a. Spasme otot faring
b. Pnemonia aspirasi
c. Asfiksia
d. Atelektasis
e. Fraktur kompresi
8. PROGNOSIS
Tetanus memiliki angka kematian sampai 50%. Kematian biasanya
terjadi pada penderita yang sangat muda, sangat tua dan pemakai obat suntik.
Jika gejalanya memburuk dengan segera atau jika pengobatan tertunda maka
prognosisnya akan menjadi buruk.
9. PENCEGAHAN
Mencegah tetanus melalui vaksinasi adalah jauh lebih baik daripada
mengobatinya.
Pada anak-anak, vaksin tetanus diberikan sebagai bagian dari vaksin DPT
(difteri, pertusis, tetanus).
Dewasa sebaiknya menerima booster, Pada seseorang yang memiliki luka,
jika:
Telah menerima booster tetanus dalam waktu 5 tahun terakhir, tidak
diberikan vaksinasi
Belum pernah menjalani vaksinasi atau vaksinasinya tidak lengkap,
diberikan suntikan immunoglobulin tetanus dan suntikan pertama dari
vaksinasi 3 bulanan.
Setiap luka (terutama luka tusukan yang dalam) harus dibersihkan secara
seksama karena kotoran dan jaringan mati akan mempermudah
pertumbuhan bakteri Clostridium tetani.
B. TINJAUAN TEORITIS ASUHAN KEPERAWATAN TETANUS
1. PENGKAJIAN
Data fokus meliputi :
a) Apakah ada riwayat luka tusuk, bakar atau luka tembak.
b) Apaka pernah digigit hewan
c) Apakah sedang menderita infeksi telinga atau gigi berlubang.
d) Pada neonatus : pengkajian prenatal, antal dan Post natal.
e) Keadaan umum klien
f) Tanda-tanda vital
g) Pemeriksaan fisik
Pengkajian Umum
a. Riwayat penyakit sekarang; adanya luka parah atau luka bakar dan
imunisasi yang tidak adekuat.
b. Sistem Pernafasan ; dyspneu asfiksia dan sianosis akibat kontaksi otot
pernafasan
c. Sistem kardio vaskuler; disritmia, takikardia, hipertensi dan perdarahan,
suhu tubuh awal 38-40 C atau febril, terminal 43-44 C
d.
e. Sistem perkemihan; retensi urine (distensi kandung kencing dan urine out
put tidak ada/oliguria)
f. Sistem pencernaan; konstipasi akibat tidak adanya pergerakan usus.
10
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Kebersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan penumpukan
sputum pada trakea dan spame otot pernafasan.
b. Nyeri akut berhubungan dengan agen injury: fisik
c. Risiko aspirasi b/d tidak efektifnya refllek menelan.
d. Perfusi jaringan tidak efektif b/d kerusakan transport oksigen melalui
alveolar dan atau membran kapiler
e. Risiko trauma/injuri berhubungan dengan peningkatan koordinasi otot
(kejang), irritabilitas
11
DAFTAR PUSTAKA
Press :Jakarta.
Theodore R. 1993. Ilmu Bedah. EGC :Jakarta
http://medicastore.com/penyakit/91/Tetanus.html di akses tanggal 28
Mei 2011.
http://doc-alfarisi.blogspot.com/2011/04/jenis-klasifikasi-tetanus-dan-
stadium.html
http://www.akperppni.ac.id/sistem-persarafan/askep-klien-dengantetanus di akses tanggal 29 Mei 2011
12