Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN

Rumah Sakit merupakan salah satu sarana pelayanan kesehatan


masyarakat dimana memiliki peran yang sangat penting dalam meningkatkan
derajat kesehatan masyarakat. Rumah sakit menurut Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 44 Tahun 2009 adalah sarana kesehatan yang menyelenggarakan
pelayanan kesehatan perorangan yang meliputi pelayanan promotif, preventif,
kuratif, dan rehabilitatif yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan
gawat darurat. Agar dapat membantu meningkatkan derajat kesehatan masyarakat,
maka rumah sakit harus terus menerus memberikan pelayanan yang bermutu
kepada setiap pasien. Mutu suatu rumah sakit adalah kepatuhan terhadap standar
yang telah ditetapkan atau sesuai dengan persyaratan. Standar Pelayanan Minimal
(SPM) Rumah Sakit merupakan pedoman mutu pelayanan bagi setiap rumah sakit
yang berisi ketentuan-ketentuan yang dikeluarkan oleh mentri kesehatan Republik
Indonesia (Hidayati N, 2008).
Untuk dapat melaksanakan tugas sesuai SK Menteri Kesehatan RI No
983/Menkes/SK/XI/92 tentang Pedoman Organisasi Rumah Sakit Umum, maka
rumah sakit harus menjalankan beberapa fungsi, satu diantaranya adalah fungsi
menyelenggarakan pelayanan penunjang medik dan nonmedik. Pelayanan
penunjang medik meliputi pelayanan diagnostik dan terapeutik. Pelayanan farmasi
merupakan salah satu dari pelayanan penunjang medik terapeutik yang tidak dapat
dipisahkan dari pelayanan rumah sakit secara keseluruhan dan berorientasi kepada
pelayanan pasien, penyediaan obat yang bermutu, termasuk pelayanan farmasi
klinik yang terjangkau bagi semua masyarakat (Purwastuti R, 2005).
Ada 5 revenue center dalam rumah sakit yaitu instalasi rawat jalan,
instalasi gawat darurat, instalasi laboratorium patologi klinik , patologi
anatomi,

instalasi

radiologi,

dan

instalasi

farmasi.

Instalasi

farmasi

merupakan salah satu revenue center utama mengingat lebih dari 90% pelayanan
kesehatan di rumah sakit menggunakan perbekalan farmasi (obat-obatan, bahan

kimia, bahan radiologi, bahan alat kesehatan, alat kedokteran, dan gas
medik) bahkan 50% dari seluruh pemasukan rumah sakit berasal dari pengelolaan
perbekalan farmasi. Di samping luasnya peran instalasi farmasi dalam kelancaran
pelayanan kesehatan, juga merupakan instalasi yang memberikan sumber
pemasukan terbesar di rumah sakit (Yusmainita, 2005).
Melalui standar pelayanan farmasi rumah sakit ini diharapkan mampu
mendorong rumah sakit senantiasa meningkatkan mutu dan keamanan pelayanan.

BAB II
PELAYANAN KEFARMASIAN

A. Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS)


Instalasi farmasi rumah sakit (IFRS) adalah suatu departemen atau
unit atau bagian dari suatu rumah sakit yang dipimpin oleh seorang
apoteker dan dibantu oleh beberapa orang apoteker yang memenuhi
persyaratan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan kompeten
secara profesional, tempat atau fasilitas penyelenggaraan yang bertanggung
jawab

atas

seluruh

perencanaan,

pekerjaan

pengadaan,

kesehatan/sediaan

serta pelayanan paripurna,

produksi;

farmasi, dispending

penyimpanan
obat

berdasarkan

mencakup
perbekalan
resep

bagi

penderita rawat tinggal dan rawat jalan, pengendalian mutu, pengendalian


distribusi dan penggunaan seluruh perbekalan kesehatan di rumah sakit,
pelayanan farmasi klinik umum dan spesialis, mencakup pelayanan langsung
pada penderita dan pelayanan klinik merupakan program rumah sakit secara
keseluruhan.
Pelayanan farmasi rumah sakit menurut SK Menkes Nomor
1333/Menkes/SK/XII/1999 adalah bagian yang tidak te rpisahkan dari
sistem pelayanan kesehatan rumah sakit yang utuh dan berorientasi
kepada pelayanan pasien, penyediaan obat yang bermutu, termasuk
pelayanan farmasi klinik yang terjangkau bagi semua lapisan masyarakat.
Farmasi rumah sakit bertanggung jawab terhadap semua barang
farmasi yang beredar di rumah sakit tersebut. Menurut UU RI No. 23 tahun
1992,

pekerjaan

kefarmasian

adalah pembuatan termasuk pengendalian

mutu sediaan farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan distribusi


obat,

pengelolaan

obat,

pengembangan obat, bahan obat dan obat

tradisional.

B. Tugas Pokok Instalasi Farmasi Rumah Sakit

Tugas pokok Instalasi Farmasi menurut Kepmenkes RI No 1197


tahun 2004 tentang Standar Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit adalah:
1. Melangsungkan pelayanan farmasi yang optimal
2. Menyelenggarakan kegiatan pelayanan farmasi profesional
3.
4.

berdasarkan prosedur kefarmasian dan etik profesi


Melaksanakan Komunikasi, Informasi, dan Edukasi (KIE)
Memberi pelayanan bermutu melalui analisa, dan evaluasi untuk

5.
6.
7.
8.
9.

menigkatkan mutu pelayanan farmasi


Melakukan pengawasan berdasarkan aturan-aturan yang berlaku
Menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan di bidang farmasi
Mengadakan penelitian dan pengembangan di bidang farmasi
Memfasilitasi dan mendorong tersusunnya standar pengobatan dan
formularium rumah sakit

C. Fungsi Instalasi Farmasi Rumah Sakit


Fungsi Instalasi Farmasi menurut Kepmenkes RI No 1197 tahun
2004 tentang Standar Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit adalah sebagai
berikut:
a. Pengelolaan Perbekalan Farmasi
a) Memilih perbekalan farmasi sesuai kebutuhan pelayanan rumah
sakit
b) Merencanakan kebutuhan perbekalan farmasi secara optimal
c) Mengadakan perbekalan farmasi berpedoman pada perencanaan
yang telah dibuat sesuai ketentuan yang berlaku
d) Memproduksi perbekalan farmasi untuk memenuhi kebutuhan
pelayanan kesehatan di rumah sakit
e) Menerima perbekalan farmasi sesua dengan spesifikasi dan
ketentuan yang berlaku
f) Menyimpan perbekalan farmasi sesuai dengan spesifikasi dan
persyaratan kefarmasian
g) Mendistribusikan perbekalan farmasi ke unit-unit pelayanan di
rumah sakit
b. Pelayanan kefarmasian dalam penggunaan obat dan alat kesehatan
a) Mengkaji instruksi pengobatan atau resep pasien
b) Mengidentifikasi masalah yang berkaitan dengan penggunaan obat
dan alat kesehatan
c) Mencegah dan mengatasi masalah yang berkaitan dengan obat dan
alat kesehatan
d) Memantau efektifitas dan keamanan penggunaan obat dan alat
4

e)
f)
g)
h)
i)
j)
k)

kesehatan
Memberikan informasi kepada petugas kesehatan, pasien/keluarga
Memberi konseling kepada pasien atau keluarga
Melakukan pencampuran obat suntik
Melakukan penyiapan nutrisi parenteral
Melakukan penanganan obat kanker
Melakukan penentuan kadar obat dalam darah
Melakukan pencatatan dan pelaporan pada setiap kegiatan

D. Sarana Dan Prasarana Instalasi Farmasi Rumah Sakit


Menurut Kepmenkes RI No.1197/Menkes/SK/X/2004, disebutkan
bahwa pada instalasi farmasi rumah sakit, fasilitas bangunan, ruangan,
dan

peralatan

harus

memenuhi

ketentuan

dan

perundang-undangan

kefarmasian yang berlaku, seperti:


1. Lokasi harus menyatu dengan sistem pelayanan rumah sakit
2. Terpenuhinya lahan
yang cukup untuk penyelenggaraan asuhan
kefarmasian di rumah sakit
3. Adanya pemisahan antara fasilitas untuk penyelenggaraan manajemen,
pelayanan langsung pada pasien, serta penanganan limbah
4. Adanya pemisahan antara jalur steril, bersih, dan daerah abu-abu,
serta bebas kontaminasi
5. Persyaratan ruang tentang suhu, pencahayaan, kelembaban, tekanan
dan keamanan baik dari pencurian maupun binatang pengerat
Sarana dan Prasarana yang cukup merupakan penunjang bagi
terlaksananya farmasi RS yang baik, terutama:
a. Peralatan farmasi untuk persediaan, peracikan, dan pembuatan obat
baik non steril maupun steril
b. Peralatan kantor untuk administrasi dan arsip yang baik
c. Kepustakaan yang memadai melaksanakan pelayanan informasi
obat dan ruang konseling
d. Lemari penyimpanana khusus untuk narkotik
e. Lemari pendinginana dan AC untuk obat termolabil
f. Ruangan-ruangan yang cukup untuk seluruh kegiatan farmasi RS,

baik

gudang, ruang peracikan, produksi, distribusi, administrasi,

informasi obat, maupun arsip


g. Penerangan, sarana air, ventilasi dan sistem pembuangan limbah yang
baik
h. Ruang penyimpanan obat/bahan obat mudah terbakar dan berbahaya

E. Manajemen Pelayanan Farmasi Rumah Sakit


Departeman kesehatan Rl menyampaikan bahwa optimasi dalam
manajemen obat meliputi proses perencanaan, pengadaan, distribusi,
penyerahan dan penggunaan obat. Proses dalam pengelolaan perbekalan
farmasi, terdiri dari:
1. Perencanaan
Hal ini bertujuan untuk mendapatkan jenis dan jumlah perbekalan
yang sesuai dengan kebutuhan dan menghindari terjadinya kekosongan
perbekalan farmasi. Dalam merencanakan kebutuhan farmasi sebaiknya
memperhatikan persediaan minimum, BOR (Bed Occupacion Rate), LOS
(Length Of Stay), pola penyakit, standar terapi untuk setiap penyakit,
jumlah kunjungan dan tindakan, anggaran, kapasitas gudang, lead time
serta formularium.
2. Pengadaan
Suatu kegiatan untuk merealisasikan kebutuhan yang telah
disetujui dalam perencanaan. Cara yang dipilih harus merupakan cara yang
paling praktis, efisien, dan efektif sesuai dengan peraturan yang berlaku.
3. Penerimaan
Perlu diperhatikan kesesuaian barang dengan surat pesanan
pembelian terutama mengenai kualitas, spesifikasi, jumlah dan jenisnya,
serta telah sesuai dengan fraktur pengiriman barang, kesesuaian dengan
waktu penerimaan barang, serta kondisi fisik barang tersebut.
4. Penyimpanan
Hal ini harus dilakukan agar terhindar dari stock out. Kualitas
barang dapat dipertahankan, barang terhindar dari kerusakan fisik,
pencarian mudah dan cepat, barang aman dari pencurian, serta
memudahkan pengawasan stok.
5. Pendistribusian
Penyaluran obat untuk pasien rawat jalan pada dasamya sama
dengan apotik. Peranan apotik sebagai suatu mala rantai terakhir dari suatu
sistem distribusi farmasi untuk melayani kebutuhan konsumen.
6. Penghapusan

Suatu proses menghapus tanggung jawab pengelola barang,


sekaligus mengeluarkan beberapa daftar obat dari catatan atau pembukuan
sesuai dengan peraturan yang berlaku.
7. Informasi obat
Hal ini harus diberikan kepada semua pihak yang terkait, yaitu
tenaga medis, paramedis, tenaga administrasi, pasien, dan masyarakat.
8. Pengawasan
Umumnya langsung pada tempat pelaksanaan pekerjaan dan
dapat dilakukan dengan cara inspektif, verifikatif maupun dengan
investigatif. Pemeriksaan dapat juga secara insidental ataupun berkala
sesuai dengan kebutuhan.
F. Arah Kebijakan Program Kefarmasian Dan Alat Kesehatan
Mengupayakan ketersediaan, distribusi, keamanan, mutu, efektifitas,
keterjangkauan obat, vaksin, dan alkes. Hal ini akan menghasilkan
pelayanan kesehatan yang prima, merata dan terjangkau, termasuk
pelayanan kefarmasian.
1. Obat
a. Aksesibilitas
Pemerintah menjamin ketersediaan obat dan BMHP yang

dibutuhkan dalam pelayanan kesehatan


Pemerintah menjamin ketersediaan obat program (AIDS,
TB, Malaria, Ibu, anak, Gizi, dan Penyakit Menular) dan

Buffer stock Nasional


Manajemen pengelolaan obat di Puskesmas diselenggarakan
melalui

Instalasi

Farmasi

Kabupaten

atau

Kota

(perencanaan, pengadaan, penyimpanan, pendistribusian,

monitoring, dan evaluasi)


Pendanaan obat dari BPJS, APBN, APBD
Pemerintah menyusun formularium nasional dan BMHP

yang akan dijamin oleh BPJS


b. Keterjangkauan
Dalam rangka mengendalikan harga, pemerintah mengatur
harga obat dan alat kesehatan yang termasuk dalam
formularium nasional melalui E-catalog

Harga obat generik bermerk (branded-generic) dan paten

akan lebih terkendali


c. Penggunaan obat yang rasional
Pemerintah melakukan upaya peningkatan POR melalui:
Penetapan Formularium Nasional dan BMHP
Penetapan DOEN
Implementasi pedoman (pengobatan di Puskesmas,

penggunaan antibiotik, dll)


Peningkatan peran masyarakat dalam POR
Pemantauan dan evaluasi peresepan dan kepatuhan terhadap

Formularium Nasional dan BMHP


Akreditasi sarana pengelolaan dan pelayanan kefarmasian
d. Jaminan keamanan, mutu, dan manfaat
2. Alat Kesehatan
a. Aksesibilitas
Penambahan fasilitas pelayanan kesehatan dalam JKN akan

meningkatkan kebutuhan alat kesehatan


Seluruh fasilitas pelayanan kesehatan

kesehatan sesuai standar pelayanan yang diberikan


Jaminan mutu dan manfaat alat kesehatan serta HTA untuk

memiliki

alat

menunjang pengadaan alat kesehatan yang efisien sehingga


biaya pengadaan alat kesehatan akan lebih optimal dan

menurunkan biaya pelayanan kesehatan


Dilakukan dengan membuat E-planning alat kesehatan, Ecatalog alat kesehatan, dan penyusunan standar alat

kesehatan yang sesuai dengan tingkat pelayanan kesehatan


b. Need Assesment
Analisa kebutuhan alat kesehatan
Efisiensi dana yang tersedia untuk penyediaan alat kesehatan

yang sesuai dengan kebutuhan


Mengutamakan penggunaan alat kesehatan produksi dalam

negeri
Penerapan HTA
Penyusunan daftar atau standar alat kesehatan yang
dibutuhkan pada fasilitas pelayanan kesehatan sesuai
tingkatannya
8

Pengembangan

industri

alat

kesehatan

agar

dapat

meningkatkan produk yg sesuai standar


Penyusunan regulasi yg berpihak pd produk
c. Penggunaan alat kesehatan yang tepat guna
Penyusunan dan implementasi standar penggunaan alat

kesehatan di setiap tingkat pelayanan kesehatan


Penyusunan dan implementasi standar pemeliharaan alat

kesehatan setiap tingkat pelayanan kalibrasi kesehatan


Penelitian terhadap fungsi alat kesehatan melalui penerapan

HTA
d. Jaminan keamanan, mutu, dan manfaat
Perlu disusun standar mutu produk alat kesehatan
Perlunya sistem regulasi yg efektif terhadap alat

kesehatan
Perlunya sistem pengawasan yang kuat
Peningkatan kualitas dan kuantitas

pengujian kesesuaian alat kesehatan yang terakreditasi


Dilakukan dengan membuat E-registrasi alat kesehatan,

laboratorium

E-pelaporan distribusi dan adverse event report, serta


melakukan udit sarana dan produk alat kesehatan
E-catalog
Sesuai Perpres 70 Tahun 2012, untuk tahun 2013
penetapan harga melalui lelang harga satuan (E-catalog)
dengan harapan agar pengadaan obat dapat mengikuti
aturan, lebih mudah, dan efisien dengan tetap menjamin

ketersediaan obat
Lelang harga obat melalui e-catalog merupakan kerjasama
antara Kementerian Kesehatan dan Lembaga Kebijakan
Pengadaan Barang/Jasa

E-logistic
Tujuan
- Untuk

meningkatkan

efektifitas

pemantauan

ketersediaan obat khususnya obat program di daerah

Mempermudah relokasi obat dari daerah yang berlebih

ke daerah yang kekurangan obat, bila dipandang perlu


Sasaran
- Tersedia dan dimanfaatkannya data dan informasi obat
yang akurat, tepat, dan cepat dengan menggunakan
teknologi

informasi

dan

komunikasi

dalam

pengambilan kebijakan bidang kesehatan khususnya


-

obat
Dikembangkan dengan memanfaatkan jaringan online
yang terkait dan merupakan bagian dari Siknas

SDM Kefarmasian
Praktik kefarmasian dilakukan oleh apoteker dan dapat
dibantu oleh TTK (AA / D3 Farmasi)
Jika jumlah
apoteker
sudah

memadai

namun

penyebarannya belum merata, dapat diusulkan:


- Menjadi tenaga kesehatan strategis
- Program PTT bagi tenaga kefarmasian
- Pemda mengalokasikan (wajib) tenaga apoteker di
sarana kefarmasian dan pelayanan kesehatan

G. Pelayanan Kefarmasian dalam JKN


1. Fasyankes Tingkat Pertama
a. Puskesmas
- Penyediaan obat dan alat kesehatan dilaksanakan di tingkat
-

kabupaten atau kota


Pemanfaatan sistem pengelolaan obat yang sudah ada di
tingkat kabupaten atau kota (sarana, SDM, dan manajemen

pengelolaan)
Akses terhadap penyedia barang terjamin
Pelayanan kefarmasian dilaksanakan oleh apoteker sesuai
standar pelayanan kefarmasian di Puskesmas

b. Klinik Pratama

10

Penyediaan, pengelolaan, dan pelayanan obat dan alat


kesehatan dilaksanakan oleh apoteker yang memiliki

kompetensi dan kewenangan


Pelayanan kefarmasian dilaksanakan oleh apoteker sesuai

standar pelayanan kefarmasian di Klinik


c. Paraktek Dokter Umum / Gigi
- Penyediaan, pengelolaan, dan pelayanan obat dan alat
kesehatan dilaksanakan di apotek dalam jejaring fasyankes
-

yang bekerja sama dengan BPJS


Pelayanan kefarmasian dilaksanakan oleh apoteker sesuai
standar pelayanan kefarmasian di Apotek

2. Fasyankes Tingkat Kedua dan Ketiga


a. Rumah Sakit
- Penyediaan, pengelolaan, dan pelayanan obat dan BMHP
dilaksanakan oleh instalasi farmasi rumah sakit melalui
-

sistem satu pintu


Pelayanan kefarmasian dilaksanakan oleh apoteker sesuai

standar pelayanan kefarmasian di rumah sakit


b. Klinik Utama
- Penyediaan, pengelolaan, dan pelayanan obat dan BMHP
dilaksanakan oleh apoteker yang memiliki kompetensi dan
-

kewenangan
Pelayanan kefarmasian dilaksanakan oleh apoteker sesuai

standar pelayanan kefarmasian di klinik


c. Praktek Dokter Spesialis
- Penyediaan, pengelolaan, dan pelayanan obat dan BMHP
dilaksanakan di apotek dalam jejaring fasyankes yang
-

bekerja sama dgn BPJS


Pelayanan kefarmasian dilaksanakan oleh apoteker sesuai
standar pelayanan kefarmasian di apotek

11

BAB III
PENUTUP

Dengan adanya ketetapan pedoman standar pelayanan kefarmasian di


rumah sakit, diharapkan dapat menjawab beberapa permasalahan atau kendala
yang akan ditemui dalam pelayanan kefarmasian, seperti sumber daya manusia
atau tenaga farmasi, serta manajemen obat di rumah sakit.
Untuk mencapai keberhasilan pelaksanaan standar pelayanan kefarmasian
di rumah sakit, perlu adanya komitmen dan kerjasama yang lebih baik antara
pihak-pihak yang terkait dengan pelayanan farmasi, sehingga pelayanan rumah
sakit pada umumnya akan semakin optimal, dan khususnya pelayanan farmasi di
rumah sakit dapat dirasakan oleh pasien atau masyarakat.

12

BAB IV
DAFTAR PUSTAKA

Aditama, YT (2002). Rumah Sakit dan Konsumen. Jakarta: PPFKM UI


Departemen Kesehatan RI (1992). Keputusan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia No. 983/Menkes/SK/XI/92 tentang Pedoman Organisasi Rumah
Sakit Umum. Jakarta: Depkes RI
Hidayati, N (2008). Analisis Kepuasan Pasien Rawat Jalan Terhadap Kualitas
Pelayanan di Instalasi Farmasi RSUD Dr. Moewardi Surakarta. Surakarta:
Universitas Muhammadiyah.
Linda, M (2013). Peran Sektor Kefarmasian dalam Jaminan Kesehatan Nasional.
Bandung: Rapat Konsultasi Nasional Program Kefarmasian dan Alkes
Siregar, C (2004). Farmasi Rumah Sakit Teori dan Penerapan. Cetakan I. Jakarta:
EGC
Yusmainita (2002). Pemberdayaan Instalasi Farmasi Rumah Sakit Pemerintah,
Medika, No 12 tahun ke XXVIII, Desember 2002, ISSN. 0216-0910,799801.

13

14

Anda mungkin juga menyukai