Anda di halaman 1dari 43

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Tumor otak adalah suatu lesi ekspansif yang bersifat jinak (benigna) ataupun
ganas (maligna) membentuk massa dalam ruang tengkorak kepala (intra cranial) atau di
sumsum tulang belakang (medulla spinalis). Diagnosa tumor otak ditegakkan
berdasarkan pemeriksaan klinis dan pemeriksaan penunjang yaitu pemeriksaan
radiologi dan patologi anatomi. Dengan pemeriksaan klinis kadang sulit menegakkan
diagnosa tumor otak apalagi membedakan yang benigna dan yang maligna, karena
gejala klinis yang ditemukan tergantung dari lokasi tumor, kecepatan pertumbuhan
masa tumor dan cepatnya timbul gejala tekanan tinggi intrakranial serta efek dari masa
tumor kejaringan otak yang dapat menyebabkan kompresi, infasi dan destruksi dari
jaringan otak.
Tumor otak terjadi karena adanya proliferasi atau pertumbuhan sel abnormal
secara sangat cepat pada daerah central nervous system (CNS). Sel ini akan terus
berkembang mendesak jaringan otak yang sehat di sekitarnya, mengakibatkan terjadi
gangguan neurologis (gangguan fokal akibat tumor dan peningkatan tekanan
intrakranial). Hal ini ditandai dengan nyeri kepala, nausea, muntah dan papil edema.
Penyebab dari tumor belum diketahui. Namun ada bukti kuat yang menunjukan bahwa
beberapa agent bertanggung jawab untuk beberapa tipe tumor-tumor tertentu. Agent
tersebut meliptu faktor herediter, kongenital, virus, toksin, dan defisiensi immunologi.
Ada juga yang mengatakan bahwa tumor otak dapat terjadi akibat sekunder dari trauma
cerebral dan penyakit peradangan.
Tumor susunan saraf pusat ditemukan sebanyak 10% dari neoplasma seluruh
tubuh, dengan frekwensi 80% terletak pada intrakranial dan 20% di dalam kanalis
spinalis. Di Amerika di dapat 35.000 kasus baru dari tumor otak setiap tahun, sedang
menurut Bertelone, tumor primer susunan saraf pusat dijumpai 10% dari seluruh
1

penyakit neurologi yang ditemukan di Rumah Sakit Umum. Di Indonesia data tentang
tumor susunan saraf pusat belum dilaporkan.Insiden tumor otak pada anak-anak
terbanyak dekade 1, sedang pada dewasa pada usia 30-70 dengan puncak usia 40-65
tahun.(1)
Diagnosa

tumor

otak

ditegakkan

berdasarkan

pemeriksaan

klinis

dan

pemeriksaan penunjang yaitu pemeriksaan radiologi dan patologi anatomi. Dengan


pemeriksaan klinis kadang sulit menegakkan diagnosa tumor otak apalagi membedakan
yang benigna dan yang maligna, karena gejala klinis yang ditemukan tergantung dari
lokasi tumor, kecepatan pertumbuhan masa tumor dan cepatnya timbul gejala tekanan
tinggi intrakranial serta efek dari masa tumor kejaringan otak yang dapat menyebabkan
kompresi, infasi dan destruksi dari jaringan otak. Walaupun demikian ada bebrapa jenis
tumor yang mempunyai predileksi lokasi sehingga memberikan gejala yang spesifik dari
tumor otak. Dengan pemeriksaan radiologi dan patologi anatomi hampir pasti dapat
dibedakan tumor benigna dan maligna.
Penderita tumor otak lebih banyak pada laki-laki (60,74 persen) dibanding
perempuan (39,26 persen) dengan kelompok usia terbanyak 51 sampai 60 tahun
(31,85 persen); selebihnya terdiri dari berbagai kelompok usia yang bervariasi dari 3
bulan sampai usia 50 tahun. Dari 135 penderita tumor otak, hanya 100 penderita (74,1
persen) yang dioperasi penuli,s dan lainnya (26,9 persen) tidak dilakukan operasi
karena berbagai alasan, seperti; inoperable atau tumor metastase (sekunder). Lokasi
tumor terbanyak berada di lobus parietalis (18,2 persen), sedangkan tumor-tumor
lainnya tersebar di beberapa lobus otak, suprasellar, medulla spinalis, cerebellum,
brainstem, cerebellopontine angle dan multiple. Dari hasil pemeriksaan Patologi
Anatomi (PA), jenis tumor terbanyak yang dijumpai adalah; Meningioma (39,26 persen),
sisanya terdiri dari berbagai jenis tumor dan lain-lain yang tak dapat ditentukan.
B. Rumusan Masalah
Bagaimana konsep dasar teori dan konsep dasar asuhan keperawatan pada
pasien dengan tumor otak?

C. Tujuan
Untuk mengetahui konsep dasar teori dan konsep dasar asuhan keperawatan
pada pasien dengan penyakit rabies.
D. Manfaat
Sebagai bahan acuan dan pemahaman konsep mengenai konsep dasar teori dan
konsep dasar asuhan keperawatan pada pasien dengan tumor otak.

E. Metode Penulisan
Makalah ini ditulis dengan teknik deskriptif kualitatif dimana data-data bersifat
sekunder. Makalah ini ditunjang dari dari data-data studi kepustakaan yaitu dari bukubuku literattur penunjang masalah yang dibahas.
F. Sistematika Penulisan
Bab I Pendahuluan
A. Latar Belakang Masalah
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
D. Manfaat
E. Metode Penulisan
F. Sistematika Penulisan
Bab II Pembahasan
A. Konsep Dasar Penyakit
B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
Bab III Penutup
A.

Simpulan

B.

Saran

BAB II
PEMBAHASAN
A. KONSEP PENYAKIT
1. Definisi/Pengertian
Tumor otak merupakan sebuah lesi yang terletak pada intracranial yang
menempati ruang di dalam tengkorak.(Smeltzer, Suzane C. 2001).
Tumor otak merupakan salah satu tumor susunan saraf pusat, baik ganas
maupun tidak. Tumor ganas di susunan saraf pusat adalah semua proses neoplastik
yang terdapat dalam ruang intrakranial atau dalam kanalis spinalis, yang mempunyai
sebagian atau seluruh sifat-sifat proses ganas spesifik seperti yang berasal dari sel-sel
saraf di meningen otak, termasuk juga tumor yang berasal dari sel penunjang
(neuroglia), sel epitel pembuluh darah, dan selaput otak (Padmosantjojo, 2002)
Tumor otak adalah suatu lesi ekspansif yang bersifat jinak (benigna) ataupun
ganas (maligna), membentuk massa dalam ruang tengkorak kepala (intra cranial) atau
di sumsum tulang belakang (medulla spinalis). Neoplasma pada jaringan otak dan
selaputnya dapat berupa tumor primer maupun metastase. Apabila sel-sel tumor berasal
dari jaringan otak itu sendiri, disebut tumor otak primer dan bila berasal dari organ-organ
lain (metastase) seperti; kanker paru, payudara, prostate, ginjal dan lain-lain, disebut
tumor otak sekunder. (Mayer.SA, 2000)
2. Epidemiologi
Insidensi tumor intrakranial berkisar antara 4,2-5,4 per 100.000 penduduk. Pada
semua autopsi yang dilakukan oleh Bernat & Vincent (1987) dijumpai 2 % tumor otak.
Pada anak di bawah 16 tahun tumor otak adalah 2,4 per 100.000 anak. Tampaknya
insidensi tumor cenderung naik dengan bertambahnya umur. Tidak diketahui secara
pasti perbedaan insidensi menurut ras, tempat tinggal maupun iklim (Harsono, 2008)

Tumor otak masih menjadi permasalahan serius dari tipe kanker yang diderita
oleh anak-anak. Tumor otak merupakan kanker kedua pada anak-anak setelah
leukemia. Insiden terjadinya terjadinya kanker otak pada anak-anak 13,3 per 100 ribu
populasi, serta angka kematian akibat kanker otak pada anak-anak 2,6 per 100 ribu
populasi terjadi di Amerika Serikat pada tahun 2001-2005. Sayangnya, angka insiden
tumor otak di Indonesia belum banyak di temukan dalam literatur.
3. Klasiifikasi
a. Tumor yang berasal dari jaringan otak (intramedular) :
1) Gliomas
2) Astrositoma
3) Glioblastoma
4) Ependimoma
5) Medulloblastoma
6) Oligodendroglioma
7) Kista Koloid
8) Hemangioblastoma
b. Tumor yang muncul dari pembungkus otak (ekstramedular):
1) Cleufibroma
2) Meningioma
Terbungkus dalam kapsul , dapat dipastikan dengan baik, pertumbuhan
keluar jaringan otak, menekan daripada menginvasi otak.
c. Tumor yang berkembang di dalam atau pada saraf kranial:
Neuroma akustik: Diturunkan dari lapisan pembungkus saraf akustik saraf optik
spongioblastoma polar.
d. Lesi Metastatik (tumor ekstradural):
Merupakan metastase dari lesi primer, biasanya pada payudara, prostal, tiroid,
paruparu, ginjal dan lambung.
e. Tumor Kelenjar Tanpa Duktus
1) Hipofisis
2) Pinealis
f. Tumor Pembuluh darah
1) Hemangioblastoma
2) Angioma
g. Tumor-tumor konginetal
1) Glioma
Kriteria:
a) Banyak terjadi pada neoplasma otak
5

b) Tumor menyebar dengan infiltrasi ke dalam sekitar jaringan saraf dan


hal ini tidak di pertimbangkan untuk melakukan reseksi tanpa
menyebabkan kerusakan sekali pada struktur vital
2) Adeno Hipofisis
Kriteria:
a) Menyebabkan gejala-gejala akibat tekanan pada struktur sekitar atau
terjadi perubahan hormon.
b) Pengaruh tekanan menyebabkan sakit kepala, gangguan fungsi
penglihatan,gangguan hipotalamus( gangguan tidur, nafsu makan,
c)
d)
e)
f)

suhu, dan emosi)


Peningkatan TIK
Pembesaran serta erosi sella tursika
Akromegali
Syndrom chusing

3) Angioma
Kriteria:
a) Pembesaran pembuluh darah abnormal yang didapat di dalam atau di
luar daerah otak.
b) Beberapa angioma tanpa menyebabkan gejala
c) Terdengar suara bruit sampai di tengkorak.
d) Beresiko terhadap cedera vaskuler serebral(stroke)
4) Neuro Akustik
Kriteria:
a) Tumor pada saraf kranial kedelapan, saraf untuk pendengaran dan
keseimbangan.
b) Tumbuh lambat dan dapat menjadi besar.
c) Pasien mengalami kehilangan pendengaran, tinnitus dan episode
vertigo dan gaya berjalan sempoyongan.
4. Etiologi
Penyebab dari tumor belum diketahui. Namun ada bukti kuat yang menunjukan
bahwa beberapa agent bertanggung jawab untuk beberapa tipe tumor-tumor tertentu.
Agent tersebut meliputi faktor herediter, kongenital, virus, toksin, dan defisiensi
immunologi.
a. Herediter

Riwayat tumor otak dalam satu anggota keluarga jarang ditemukan kecuali
pada meningioma, astrositoma dan neurofibroma dapat dijumpai pada
anggota-anggota sekeluarga. Sklerosis tuberose atau penyakit Sturge-Weber
yang dapat dianggap sebagai manifestasi pertumbuhan baru, memperlihatkan
faktor familial yang jelas. Selain jenis-jenis neoplasma tersebut tidak ada
bukti-bukti yang kuat untuk memikirkan adanya faktor-faktor hereditas yang
kuat pada neoplasma.
b. Sisa-sisa Sel Embrional (Embryonic Cell Rest)
Bangunan-bangunan embrional berkembang menjadi bangunan-bangunan
yang mempunyai morfologi dan fungsi yang terintegrasi dalam tubuh. Tetapi
ada kalanya sebagian dari bangunan embrional tertinggal dalam tubuh,
menjadi ganas dan merusak bangunan di sekitarnya. Perkembangan
abnormal itu dapat terjadi pada kraniofaringioma, teratoma intrakranial dan
kordoma.
c. Radiasi
Jaringan dalam sistem saraf pusat peka terhadap radiasi dan dapat
mengalami perubahan degenerasi, namun belum ada bukti radiasi dapat
memicu terjadinya suatu glioma. Pernah dilaporkan bahwa meningioma
terjadi setelah timbulnya suatu radiasi.
d. Virus
Banyak penelitian tentang inokulasi virus pada binatang kecil dan besar
yang dilakukan dengan maksud untuk mengetahui peran infeksi virus dalam
proses terjadinya neoplasma, tetapi hingga saat ini belum ditemukan
hubungan antara infeksi virus dengan perkembangan tumor pada sistem saraf
pusat.
e. Substansi-substansi Karsinogenik

Penyelidikan tentang substansi karsinogen sudah lama dan luas


dilakukan. Kini telah diakui bahwa ada substansi yang karsinogenik seperti
methylcholanthrone, nitroso-ethyl-urea. Ini berdasarkan percobaan yang
dilakukan pada hewan
Ada juga yang mengatakan bahwa tumor otak dapat terjadi akibat sekunder dari
trauma cerebral dan penyakit peradangan. Metastase ke otak dari tumor bagian tubuh
lain juga dapat terjadi. Karsinoma metastase lebih sering menuju ke otak dari pada
sarkoma. Lokasi utama dari tumor otak metastase berasal dari paru-paru dan payudara.
Meningioma sedikit lebih banyak pada wanita. Neurofibroma, neurilema dan glioma
sering berhubungan dengan neurofibromatosis. Sementara itu neurofibromatosis
tergolong pada kelainan perkembangan dari neuroektoderm dan mesoderm yang
disebut fakomatosa. Contoh fakomatosa lain misalnya tuberosklerosis yang selalu
disertai peningkatan insiden tumor otak.
Radiasi merupakan satu faktor untuk timbulnya tumor otak. Trauma, infeksi dan
toksin belum dapat dibuktikan sebagai penyebab timbulnya tumor otak. Tetapi bahan
industry tertentu seperti nitrosourea adalah karsinogen yang poten, setidak-tidaknya
pada kelinci percobaan. Limfoma lebih sering terdapat pada mereka yang mendapat
imunosupresan seperti pada transplatasi ginjal, sumsum tulang dan pada AIDS
(Harsono, 2008).
5. Patofisiologi
Tumor otak menyebabkan gangguan neurologis dengan gejala-gejala terjadi
berurutan. Gejala neurologik pada tumor otak biasanya dianggap disebabkan oleh 2
faktor gangguan fokal, disebabkan oleh tumor dan tekanan intrakranial.
Gangguan fokal terjadi apabila penekanan pada jaringan otak dan infiltrasi/invasi
langsung pada parenkim otak dengan kerusakan jaringan neuron. Tumor intracranial
primer atau neoplasma adalah suatu peningkatan sel-sel intrinsik dari jaringan otak dan
kelenjar pituitari dan pineal. Tumor sekunder/metastase merupakan penyebab tumor
intracranial, kebanyakan merupakan metastase dari tumor paru-paru dan payudara.
Prognosis untuk pasien dengan tumor intra cranial tergantung pada diagnosa awal dan
8

penanganannya, sebab pertumbuhan tumor akan menekan pada pusat vital dan
menyebabkan kerusakan serta kematian otak. Meskipun setengah dari seluruh tumor
adalah jinak, dapat juga menyebabkan kematian bila menekan pusat vital.
Gejala-gejala dari tumor intra cranial akibat efek lokal dam umum dari tumor. Efek
lokal berupa infiltrasi, invasi dan pengrusakan jaringan otak pada bagian tertentu. Ada
juga yang langsung menekan pada struktur saraf, menyebabkan degenerasi dan
gangguan sirkulasi lokal.
Edema dapat berkembang dan terjadi peningkatan takanan intracranial (TIK).
Peningkatan TIK akan dipindahkan melalui otak dan sistem ventrikel. Dapat juga terjadi
sistem ventrikel ditekan dan diganti sehingga menyebabkan obstruksi sebagian
vebtrikel. Papilledema akibat dari efek umum dari peningkatan TIK, kematian biasanya
akibat dari kompressi otak tengah akibat herniasi.

1. Causa Unknown/Idiopatik
2. Agent pembentuk tumor
3. Trauma cerebral & peny.peradangan
4. Metastase
ke unknown/
otak dari idiopa
tumor bagian tubuh lain
7. Causa

6. Pathway

5. Tubersklerosis dan radiasi

8.

Hospitalisa
si &
operasi

9.
Kecemasa
n
10.
11.

Tumor OTAK

Penekanan jaringan otak

Bertambahnya masa

12.
13.Invasi jar.otak

Nekrosis jar.otak

Penyerapan cairan tumor

14.
Gangguan suplai darah

15.

gg.perfu
si
jaringan
serebral

16.
17.

Kerusakan jaringan neuron

18.
gg. neurologis fekal

kejang

Obstruksi vena

Hipoksia jaringan

oedem
a

hidrocephalus

Peningkat
an TIK

kelemahan neurologis
Kerusakan
mobilitas fisik

Nyeri kepala
Nyeri

Edema
pada saraf
optik

lapang
pandang,
ketajaman
penglihatan ,
pandangan

Herniasi ulkus

Mesensefalon
tertekan

mual
Bicara
tertanggu,
berdesis, afasia
Penurunan
nafsu makan

gg. kesadaran
gg. komunikasi
verbal
BB
menurun

Risiko cedera

10

Perubahan
nutrisi kurang
dari kebutuhan
tubuh

19. Manifestasi Klinis


20.

Tumor otak merupakan penyakit yang sukar terdiagnosa secara

dini, karena pada awalnya menunjukkan berbagai gejala yang menyesatkan dan
meragukan tapi umumnya berjalan progresif.
a. Gejala serebral umum
21. Dapat berupa perubahan mental yang ringan (Psikomotor asthenia), yang
dapat dirasakan oleh keluarga dekat penderita berupa: mudah tersinggung, emosi,
labil, pelupa, perlambatan aktivitas mental dan sosial, kehilangan inisiatif dan
spontanitas, mungkin diketemukan ansietas dan depresi. Gejala ini berjalan progresif
dan dapat dijumpai pada 2/3 kasus
1) Nyeri Kepala
22.

Diperkirakan 1% penyebab nyeri kepala adalah tumor otak dan

30% gejala awal tumor otak adalah nyeri kepala. Sedangkan gejala lanjut
diketemukan 70% kasus. Sifat nyeri kepala bervariasi dari ringan dan episodik
sampai berat dan berdenyut, umumnya bertambah berat pada malam hari dan
pada saat bangun tidur pagi serta pada keadaan dimana terjadi peninggian
tekanan tinggi intrakranial. Adanya nyeri kepala dengan psikomotor asthenia
perlu dicurigai tumor otak.
2) Muntah
23.

Terdapat pada 30% kasus dan umumnya meyertai nyeri kepala.

Lebih sering dijumpai pada tumor di fossa posterior, umumnya muntah bersifat
proyektif dan tak disertai dengan mual. Muntah , kadang-kadang di pengaruhi
oleh asupan makanan, yang selalu disebabkan adanya iritasi pada pusat vagal di
medula. Jika muntah dengan tipe yang kuat, ini disebut sebagai muntah proyekti
24.
Papiledema ( Edema pada saraf optik)
25.
Ada sekitar 70% sampai 75 % dari pasien dan dihubungkan dengan
gangguan penglihatan seperti penurunan ketajaman penglihatan, diplopia
( pandangan ganda) dan penurunan lapang pandangan
11

3) Kejang
26.

Bangkitan kejang dapat merupakan gejala awal dari tumor otak

pada 25% kasus, dan lebih dari 35% kasus pada stadium lanjut. Diperkirakan 2%
penyebab bangkitan kejang adalah tumor otak.
b. Menyebabkan peningkatan tekanan TIK
27.

Berupa keluhan nyeri kepala di daerah frontal dan oksipital yang

timbul pada pagi hari dan malam hari, muntah proyektil dan penurunan
kesadaran. Pada pemeriksaan diketemukan papil udem. Keadaan ini perlu
tindakan segera karena setiap saat dapat timbul ancaman herniasi. Selain itu
dapat dijumpai parese N.VI akibat teregangnya N.VI oleh TTIK. Tumor-tumor
yang sering memberikan gejala TTIK tanpa gejala-gejala fokal maupun
lateralisasi

adalah

meduloblatoma,

spendimoma

dari

ventrikel

III,

haemangioblastoma serebelum dan craniopharingioma


c. Gejala terlokalisasi:
1) Lobus frontal
a) Menimbulkan gejala perubahan kepribadian
b) Bila tumor menekan jaras motorik menimbulkan hemiparese kontra lateral,
kejang fokal
c) Bila menekan permukaan media dapat menyebabkan inkontinentia
d) Bila tumor terletak pada basis frontal menimbulkan sindrom foster kennedy
e) Pada lobus dominan menimbulkan gejala afasia
2) Lobus parietal
a) Dapat menimbulkan gejala modalitas sensori kortikal hemianopsihomonym
b) Bila terletak dekat area motorik dapat timbul kejang fokal dan pada girus
angularis menimbulkan gejala sindrom gerstmanns
28.
3) Lobus temporal
a) Akan menimbulkan gejala hemianopsi, bangkitan psikomotor, yang didahului
dengan aura atau halusinasi
b) Bila letak tumor lebih dalam menimbulkan gejala afasia dan hemiparese
c) Pada tumor yang terletak sekitar basal ganglia dapat diketemukan gejala
choreoathetosis, parkinsonism.
4) Lobus oksipital
a) Menimbulkan bangkitan kejang yang dahului dengan gangguan penglihatan
12

b) Gangguan penglihatan yang permulaan bersifat quadranopia berkembang


menjadi hemianopsia, objeckagnosia
5) Tumor di ventrikel ke III
29.

Tumor biasanya bertangkai sehingga pada pergerakan kepala

menimbulkan obstruksi dari cairan serebrospinal dan terjadi peninggian tekanan


intrakranial mendadak, pasen tiba-tiba nyeri kepala, penglihatan kabur, dan
penurunan kesadaran
6) Tumor di cerebello pontin angie
a) Tersering berasal dari N VIII yaitu acustic neurinoma
b) Dapat dibedakan dengan tumor jenis lain karena gejala awalnya berupa
gangguan fungsi pendengaran
c) Gejala lain timbul bila tumor telah membesar dan keluar dari daerah pontin
angel
7) Tumor Hipotalamus
a) Menyebabkan gejala TTIK akibat oklusi dari foramen Monroe
b) Gangguan
fungsi
hipotalamus
menyebabkan
gejala:

gangguan

perkembangan seksuil pada anak-anak, amenorrhoe,dwarfism, gangguan


cairan dan elektrolit, bangkitan
8) Tumor di cerebellum
a) Umumnya didapat gangguan berjalan dan gejala TTIK akan cepat terjadi
disertai dengan papil udem
b) Nyeri kepala khas didaerah oksipital yang menjalar keleher dan spasme dari
otot-otot servikal
9) Tumor fosa posterior
30.
Diketemukan gangguan berjalan, nyeri kepala dan muntah disertai
dengan nystacmus, biasanya merupakan gejala awal dari medulloblastoma
31.
32. Secara umum, manifestasi klinik dari tumor otak diantaranya:
a.

Manifestasi klinik umum (akibat dari peningkatan TIK, obstruksi dari CSF)
1) Sakit kepala
2) Nausea atau muntah proyektil
3) Pusing
4) Perubahan mental
5) Kejang
33.

b. Manifestasi klinik lokal (akibat kompresi tumor pada bagian yang spesifik dari
otak)

13

1) Perubahan penglihatan, misalnya: hemianopsia, nystagmus, diplopia,


kebutaan, tanda-tanda papil edema.
2) Perubahan bicara, misalnya: aphasia
3) Perubahan sensorik, misalnya: hilangnya sensasi nyeri, halusinasi
sensorik.
4) Perubahan motorik, misalnya: ataksia, jatuh, kelemahan, dan paralisis.
5) Perubahan bowel atau bladder, misalnya: inkontinensia, retensia urin, dan
konstipasi.
6) Perubahan dalam pendengaran, misalnya : tinnitus, deafness.
7) Perubahan dalam seksual
34.

35. Pemeriksaan Penunjang


36.

a. Pencitraan CT : Memberikan informasi spesifik yang menyangkut jumlah, ukuran,


dan kepadatan jejas tumor dan meluasnya edema serebral sekunder, dan
memberi informasi tentang system ventrikuler.
b. MRI membantu dalam mendiagnosis tumor otak, mendeteksi jejas yang kecil,
alat ini juga umumnya untuk membantu dalam mendeteksi tumor-tumor di dalam
batang otak dan daerah hipofisis, dimana tulang mengganggu gambaran yang
menggunakan CT.
c. Biopsi stereotaktik bantuan computer 3 dimensi dapat digunakan untuk
mendiagnosis kedudukan tumor yang dalam dan untuk memberikan dasar-dasar
pengobatan dan prognosis.
d. Angiografi serebral memberikan gambaran pembuluh darah serebral dan letak
tumor serebral.
e. Elektroensefalogram( EEG) dapat mendeteksi gelombang otak abnormal pada
daerah yang ditempati tumor dan dapat memungkinkan untuk mengevaluasi
lobus temporal pada waktu kejang.
f. Penelitian sitologis pada cairan serebrospinal ( CSF) dapat dilakukan untuk
mendeteksi sel-sel ganas, karena tumor-tumor pada system saraf pusat mampu
menggusur sel-sel ke dalam cairan serebrospinal.
37.
38. Penatalaksanaan
39.

Tujuan: Mengangkat dan memusnahkan semua tumor atau banyak

kemungkinan tanpa meningkatnya penurunan neurologik (paralis, kebutaan) atau


tercapainya gejala-gejala dengan mengankat sebagian (dekompresi)
14

a. Pendekatan Pengobatan:
40. Pengaturan kelainan kejang melalui pengaturan nutrisi
b. Pembedahan
c. Stereotaktik
d. Penggunaan pisau gamma
e. Kemoterapi
f. Terapi sinar radiasi eksternal
g. Transplantasi sum-sum tulang autolog intravena
h. Kortikosteroid
41.

15

42. Metode umum untuk penatalaksanaan tumor otak meliputi :


a. Pembedahan
43. Pembedahan intracranial biasanya dilakukan untuk seluruh tipe kondisi patologi
dari otak untuk mengurangi ICP dBABan mengangkat tumor. Pembedahan ini
dilakukan melalui pembukaan tengkorak, yang disebut dengan Craniotomy.
44. Perawatan pre operasi pada pasien yang dilakukan pembedahan intra cranial
adalah:
1) Mengkaji keadaan neurologi dan psikologi pasien
2) Memberi dukungan pasien dan keluarga untuk mengurangi perasaan-perasaan
takut yang dialami.
3) Memberitahu prosedur tindakan yang akan dilakukan untuk meyakinkan pasien
dan mengurangi perasaan takut.
4) Menyiapkan lokasi pembedahan, yaitu: kepala dengan menggunakan shampo
antiseptik dan mencukur daerah kepala.
5) Menyiapkan keluarga untuk penampilan pasien yang dilakukan pembedahan,
meliputi :
a) Balutan kepala
b) Edema dan ecchymosis yang biasanya terjadi dimuka
c) Menurunnya status mental sementara
45. Perawatan post operasi, meliputi :
1) Mengkaji status neurologi dan tanda-tanda vital setiap 30 menit untuk 4 6 jam
pertama setelah pembedahan dan kemudian setiap jam. Jika kondisi stabil pada
24 jam frekuensi pemeriksaan dapat diturunkan setiap 2 samapai 4 jam sekali.
2) Monitor adanya cardiac arrhytmia pada pembedahan fossa posterior akibat
ketidakseimbangan cairan dan elektrolit
3) Monitor intake dan output cairan pasien. Batasi intake cairan sekitar 1.500 cc /
hari.
4) Lakukan latihan ROM untuk semua ekstremitas setiap pergantian dinas.
5) Pasien dapat dibantu untuk alih posisi, batuk dan napas dalam setiap 2 jam.
6) Posisi kepala dapat ditinggikan 30 -35 derajat untuk meningkatkan aliran balik
dari kepala. Hindari fleksi posisi panggul dan leher.
7) Cek sesering mungkin balutan kepala dan drainage cairan yang keluar.
16

8) Lakukan pemeriksaan laboratorium secara rutin, seperti : pemeriksaan darah


lengkap, serum elektroit dan osmolaritas, PT, PTT, analisa gas darah.
9) Memberikan
obat-obatan
sebagaimana
program,
misalnya

antikonvulsi,antasida, atau antihistamin reseptor, kortikosteroid.


10)Melakukan tindakan pencegahan terhadap komplikasi post operasi.
a) Radioterapi
b) Chemoterapi
46.

Pemilihan terapi ditentukan dengan tipe dan letak dari tumor. Suatu

kombinasi metode sering dilakukan.


47. Komplikasi
48. Komplikasi post operasi
a.
b.
c.
d.
e.
f.

Edema cerebral
Perdarahan subdural, epidural, dan intracerebral
Hypovolemik syok
Hydrocephalus
Ketidakseimbangan cairan dan elektrolit (SIADH atau Diabetes Insipidus)
Infeksi luka operasi.

17

B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN


49.

1. Pengkajian
a. Data Subyektif
1) Pemahaman pasien tentang penyakitnya
2) Perubahan dalam individu atau pertimbangan
3) Adanya ketidakmampuan sensasi ( parathesia atau anasthesia)
4) Masalah penglihatan (hilangnya ketajaman atau diplopia)
5) Mengeluh bau yang tidak biasanya (sering tumor otak pada lobus temporale)
6) Adanya sakit kepala
7) Ketidakmampaun dalam aktifitas sehari-hari.
b. Data Obyektif
1) Kekuatan pergerakan
2) Berjalan
3) Tingkat kewaspadaan dan kesadaran
4) Orientasi
5) Pupil : ukuran, kesamaan, dan reaksi
6) Tanda-tanda vital
7) Pemeriksaan funduscopy untuk mengetahui papilaedema
8) Adanya kejang
9) Ketidaknormalan berbicara
10)Ketidaknormalan saraf-saraf kranial
11) Gejala-gejala peningkatan tekanan intracranial
50.

18

c. Pemeriksaan fisik
51.

Kepala:
-

Inspeksi: bentuk kepala, besar kepala

Palpasi: massa pada kepala

52.

Neurologis

Inspeksi : kejang, tinglah laku aneh, disorientasi, afasia, penurunan/


kehilangan memori, afek tidak sesuai

53.

Penglihatan
-

Inspeksi : penurunan ketajaman penglihatan, penurunan lapang pandang

Mata

Inspeksi bentuk, ukuran dan refleks pupil terhadap cahaya

Inspeksi tatapan kedua mata konjugasi atau diskonjugasi

54.

Pendengaran
-

55.

Inspeksi : tinitus, penurunan pendengaran, halusinasi


Cardivaskuler

Bradikardi

Hipertensi

56.

Respirasi
-

Inspeksi : Takipnea, dispnea, potensial obstruksi jalan nafas, disfungsi


neuromuskuler ( hilangnya kontrol terhadap otot pernafasan).

57.

Abdomen:

Inpeksi: distensi abdomen

Auskultasi: bising usus

Palpasi: nyeri tekan pada perut


19

2. Diagnosa Keperawatan
58.

a.
b.
c.
d.

Gangguan perfusi jaringan cerebral berhubungan dengan hipoksia jaringan


Nyeri kronis berhubungan dengan peningkatan tekanan intracranial
Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan neurologis
Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual

muntah
e. Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan bicara tertanggu, berdesis,
afasia
f. Kecemasan berhubungan dengan hospitalisasi dan tindakan operasi
g. Risiko cedera berhubungan dengan penurunan lapang pandang dan ketajaman
penglihatan, kejang, dan gangguan kesadaran
59.
60.

20

3. Rencana Keperawatan
d. T
c. Di

uj

ag

no

sa

ke

pe

ra

ut

wa

ta

b.

g.
h.

e. Interv

e
j. S - Pantau neurologis
Ganggua

perfusi

jaringan
cerebral
berhubungan
dengan

adanya tingakat

el

bandingkan

kecendrungan pada

dengan nilai

tingat kesadaran dan

standar

potensial peningkatan

di

ik
i.

Mengkaji

secara teratur dan

er

jaringan

et

hipoksia

f. Rasional

ensi

a
n
a
s
k
e
p
s

- Pantau

k.
l.
m.
n.
o.
p.
tekanan

darah
q.
r.
s.
t.
u.
v.
- Catat ada/tidaknya

TIK dan bermanfaat


dalam menentukan
lokasi, perluasan dan
perkembangan
kerusakan SSP.
y.
peningkata
n tekanan darah
sistemik yang diikuti
oleh penurunan
tekanan darah

reflek-refleks

diastolic merupakan

tertentu seperti

tanda terjadinya

el
21

reflex menelan,

batuk babinski,

peningakatan TIK
z.
Penurunan

dll
refleks menandakan
w.
3
- Pertahankan
adanya kerusakan
x
kepala/leher
pada tingakt otak
2
pada posisi
tengah atau batang
4
tengah/netral,
otak
ja
sokong dengan
aa.
m
ab.
gulungan handuk
di
kecil/bantal kecil. Kepala
h
Hindari
yang miring pada
ar
pemakaian
salah satu sisi akan
a
bantal besar
menekan vena
p
x.
jugularis dan
k
mangehambat aliran
a
darah vena, yang
n
selanjtnya akan
p
meningkatkan TIK
er
ac.
ad.
fu
a

si
ja
ri
n
g
a
n
s
er
e
br
22

al
a
d
e
k
u
at
,
d
e
n
g
a
n
o
ut
c
o
m
e
:

Klien
menunjukan
tingkat
perbaikan
kesadaran,
kongusi dan
motorik

sendiri
Klien
memperlihatk
23

an kestabilan
tanda-tanda
vital dan
tidak ada
tanda
peningkatan
TIK
ae.

ah.S af. Ny
eri
kr
on
is
be
rh
ub
un
ga
n
de
ng
an
pe
ni
ng
ka
ta
n
te
ka
na
n

Teliti

Nyeri

et

keluhan nyeri:

merupakan

el

intensitas,

pengalaman subjektif

karakteristik,

dan harus dijelaskan

lokasi, lamanya,

oleh pasien.

di

faktor yang

Identifikasi

memperburuk

karakteristik nyeri dan

er

dan meredakan
ai.
aj.
ak.
al.
am.

faktor yang

ik
a
n

berhubungan
merupakan suatu hal
yang amat penting

untuk memilih

an.
ao.
ap.
aq.
ar.

k
e
p

yang tenang,

a
m
a
3
2

mengevaluasi
keefektifan dari terapi

an lingkungan

el

dan untuk

Berik

intervensi yang cocok

yang diberikan
ax.
menurunka

agak gelap

n reaksi terhadap

sesuai dengan

stimulasi dari luar dan

indikasi.
as.

meningkatakan
istirahat
ay.

Tingk

atkan tirah
baring.
24

menurunka
n gerakan yang dapat

4
int
ra
cr
an
ial
ag.

at.
au.

ja
di
h
ar

x
te

nyeri non verbal

yang dialami.
ba.
bb.
bc.
bd.
be.
bf. .
menurunkan iritasi

tanda vital.
av.

yang tidak langsung

is, perubahan

tanda-tanda

menangis/mering

er

indikator/derajat nyeri

wajah, gelisah,

vasi adanya

seperti ekspresi

Obser -

meningkatkan nyeri
az.
Merupakan

menigeal, resultan
Duku

ng untuk

menemukan
posisi yang
nyaman, seperti
kepala agak tinggi
sedikit.
aw.

rk
o
nt
ro
l
d
e
n
g
a
n
K
H
25

ketidaknyamanan
lebih lanjut..

Klien/
keluarga
mengatakan

nyeri hilang
Klien
menunjukka
n keadaan
rileks/tenang
dan mampu
beristirahat/t
odur dengan
tepat

bg.

bh.

bi. S -

Lakuk

bn. Melatih

Kerus

et

an ambulasi

pergerakan otot-otot

ak

el

ROM secara

aa

rutin
bj. .

klien
bo.
bp.

di

ob

ilit

er

as

ik

fisi

be

rh

ub

un

ga

de

el

ng

Ajark

an klien untuk
beraktivitas

Memulihka

secara bertahap
bk. .
Meng -

n kemampuan klien
untuk beraktivitas.
bq.
br.
melatih

ubah posisi klien

pergerkan klien dan

setiap 2 jam
bl.
bm.

menghindari risiko

26

dekubitus.
bs.

an

kel

ah

an

ne

ja

ur

ol

di

og

is

ar
a
p
k
a
n
p
x
ti
d
a
k
m
e
n
g
al
a
m
i
k
27

el
e
m
a
h
a
n
fi
si
k
d
e
n
g
a
n
K
H

:
Klien mampu
melakukan
pergerakan/
mobilitas fisik

dengan baik
Otot-otot
klien dapat
berkontraksi
bt.

bu.

dengan baik
bw. -

Perub

Setel

ah
an

Ajark

posisi yang nyaman

an klien dan

membentu klien

keluarga

untuk menguarngi

mengenai posisi

perasaan mual dan

28

nu

di

nyaman saat

tri

makan.

si

er

ku

ik

ra

ng

da

ri

ke

bu

tu

ha

el

tu

bu

m -

hankan kondisi

be

mulut klien

rh

sebelum dan

ub

un

sesudah makan.
cb.
Anjur

ga

ja

de

di

ng

an

ar

ua

orang tua untuk

menyediakan

makanan

un

ta

by.
Berita

tenang membantu

hu waktu makan

meningkatkan nafsu

yang tepat (saat

makan.

nyeri hilang, saat

cf.
cg.

pasien tenang)
bz.
Anjur

Anjurkan
pada orang tua untuk

kan pada orang

mengistirahatkan

tua untuk

anak sebelum makan


ch.
ci.
Oral

mengistirahatkan
anak sebelum

makan.
ca.

hygiene yang buruk


dan memepegaruhi

Perta

muntah
ce. .
Perasaan yang

nafsu makan
cj.
ck. .
-

dapar mengurangi
rasa mual yang

kan klien untuk


mengonsumsi
makanan kering
(biscuit, crakers).
cc.
-

Anjurkan pada

kesukaan klien.
cd.
.
29

Makanan kering

dirasakan
cl.
cm.
Makanan kesukaaan
dapat merangsang
nafsu makan klien
cn.
co. .

h.
bv.

e
b
ut
u
h
a
n
n
ut
ri
si
p
a
si
e
n
te
rp
e
n
u
hi
d
e
n
g
a
n
K
H
:
30

Nafsu makan
klien kembali

normal

Klien
tidak
mengalami
penurunan

berat badan
Klien
tidak
mengalami
mual,
muntah
bx.
ct. S -

cp.
cq.G
an
gg
ua
n
ko
m
un
ika
si
ve
rb
al
be
rh
ub
un

Anjur -

mempermu

et

kan kepada

dah klien untuk

el

keluarga klien/

mengerti dengan

ajak klien

komunikasi yang

berkomunikasi

di

dengan

mengggunakan

er

kata-kata yang

ik

sederhana, dan

dengan suara

dimaksud
cw.
cx.
cy.
cz.
da.
db.
dc.
dd. .

yang keras dan

lambat.

s
k
e
p
s

Ajark
an pada klien
untuk
berkomunikasi
atau berespon
31

Membiasa
kan klien untuk

cu.
-

berespon terhadap
komunikasi
de.
df.
dg.
dh.
di.

ga
n
de
ng
an
bic
ar
a
ter
ta
ng
gu
,
be
rd
esi
s,
da
n
af
asi
a
cr. .
cs.

el

dengan

menggunakan

terbiasa diajak

bahasa tubuh.
cv.
Perta

berkomunikasi
dj.
dk.
dl.

a
3
x
2

hankan
komunikasi
dengan klien.

4
ja
m
di
h
ar
a
p
k
a
n
k
o
m
u
ni
k
a
si
p
a
si
e
n
32

agar klien

ti
d
a
k
te
rg
a
n
g
u
d
e
n
g
a
n
o
ut
c
o
m
e

:
Klien mampu
mengikuti
aba-aba

verbal
Klien
berespon
jika diajak
berkomunika
33

si
dm.

do.
dn.
Kece
m
as
an
be
rh
ub
un
ga
n
de
ng
an
ho
spi
tali
sa
si
da
n
tin
da
ka
n
op
er
asi

Berik

Setel

pemahama

an penjelasan

n tentang penyakit

mengenai

dan pengobtan dapat

penyakit

membantu mengontrol

di

pengobatan

perasaan klien dan

secara jelas

er

kepada klien dan

ik

keluarga
dp.

keluarga
dr.
ds.
dt.

a
n

Datan

kesehatan

professional

dq.

a
3
x
2
4
ja
m
di

Komunikas
i terbuka dan

du.
dv.
dw.

tenaga

klien dan keluarga

rohaniawan dan

el

n dukungan terhadap

gkan keluarga,

memberika

menerima rasa takut


Damp

klien dan keluarga

ingi klien dan

merupakan terapi

keluarga untuk

yang ampuh buntuk

membicarakan

mengurangi

dan

kecemasan mereka

mengkomunikasi
kan rasa takut
dan
kekhawatiran
mereka

h
ar
a
34

p
k
a
n
kl
u.
P
x
p
a
h
a
m
te
rh
a
d
a
p
p
e
n
y
a
ki
tn
y
a
d
e
n
35

g
a
n
o
ut
c
o
m
e
:
Klien dan
keluarga
paham
tentang
penyakitnya
Klien dan
keluarga tidak
bertanyatanya tentang
penyakitnya
dan mengikuti
prosedur
pengobatan
dx.

dy.Ri

Intervensi
ea. S -

Orient -

pengenala

sik

et

asikan klien baru

n terhadap lingkungan

el

terhadap

meminimalkan risiko

ce

lingkungan

de

ra

di

sekitar
ec.

cedera
ei.
ej.

be

rh

er

Awasi

klien secara
36

untuk
mengkaji keamanan.
ek.

ub

ik

ketat selama

un

beberapa malam

ga

pertama.
ed.

de

ng

an

pe

nu

ru

el

na

la

pa

ng

pa

nd

an

ja

da

di

ke

ar

taj

an

pe

ng

la

lih

at

an

ri kecelakaaan pada
Perta

malam hari
en.
eo. .
ep.

hankan tempat
tidur pada
ketinggian paling
rendah selama
malam hari.
ee.
ef.
eg.
eh.

37

el.
em.
menghinda

dz.

kej

an

g,

da

pe

nu

ru

na

ke

sa

el

da

ih

ra

at

n.

a
n
p
a
si
e
n
k
e
m
b
al
i
n
or
m
38

al
d
e
n
g
a
n
K
H
:

Klien tidak
mengalami

cedera.
Klien
terbebas dari
rasa takut
akan cedera
eb.

eq.
er.
4. Implementasi
es. Implementasi disesuaikan dengan intervensi
5. Evaluasi
et.
eu.Diagnosa

ev. Evaluasi

Keperawatan
ew.
ex.

ez. Tercapainya perfusi jaringan


Gangguan perfusi jaringan

cerebral

berhubungan

hipoksia jaringan
ey.

serebral adekuat :
Klien menunjukkan tingkat perbaikan

dengan

kesadaran, kognisi, dan motorik sendiri


Klien memperlihatkan kestabilan tandatanda vital dan tidak ada tanda-tanda
peningkatan TIK

39

fa.

fb. Nyeri kronis

berhubungan

dengan peningkatan
tekanan intracranial.

fc. Nyeri pasien terkontrol


Skala nyeri 0
Klien/keluarga mengatakan nyeri hilang
Klien menunjukkan keadaan rileks/tenang
dan mampu beristirahat/todur dengan
tepat

fd.

fe. Kerusakaan
mobilitas fisik
berhubungan
dengan kelemahan

ff. Tidak terjadi kelemahan fisik


Klien mampu melakukan pergerakan/

mobilitas fisik dengan baik


Otot-otot klien dapat berkontraksi dengan
baik

neurologis.
fh. Perubahan nutrisi

fg.
4.

kurang dari
kebutuhan tubuh
berhubungan

fi. Nutrisi passion terpenuhi


Nafsu makan klien kembali normal
Klien tidak mengalami penurunan berat

badan
Klien tidak mengalami mual, muntah

dengan mual
fj.

muntah.
fk. Gangguan

fl. komunikasi pasien tidak

komunikasi verbal
berhubungan
dengan bicara
tertanggu, berdesis,
fm.

tergangu
Klien mampu mengikuti

verbal
Klien berespon jika diajak berkomunikasi

dan afasia.
fn. Kecemasan

fo. Px paham terhadap

berhubungan

7.

penyakitnya
dan keluarga paham

dengan hospitalisasi

Klien

dan tindakan operasi

penyakitnya
Klien dan keluarga tidak bertanya-tanya

tentang

fq.

aba-aba

fr. Risiko cedera


berhubungan

penyakitnya

dan

prosedur pengobatan Intervensi


fp.
fs. Tidak terjadi cedera.
ft.

dengan penurunan
40

tentang

mengikuti

lapang pandang dan


ketajaman
penglihatan, kejang,
dan penurunan
kesadaran
fu.

fv.

41

fw.
fx.

BAB III
PENUTUP

fy.
A. SIMPULAN
fz.

Tumor otak adalah suatu lesi ekspansif yang bersifat jinak (benigna)

ataupun ganas (maligna) membentuk massa dalam ruang tengkorak kepala (intra
cranial) atau di sumsum tulang belakang (medulla spinalis). Diagnosa tumor otak
ditegakkan berdasarkan pemeriksaan klinis dan pemeriksaan penunjang yaitu
pemeriksaan radiologi dan patologi anatomi. Dengan pemeriksaan klinis kadang
sulit menegakkan diagnosa tumor otak apalagi membedakan yang benigna dan
yang maligna, karena gejala klinis yang ditemukan tergantung dari lokasi tumor,
kecepatan pertumbuhan masa tumor dan cepatnya timbul gejala tekanan tinggi
intrakranial serta efek dari masa tumor kejaringan otak yang dapat menyebabkan
kompresi, infasi dan destruksi dari jaringan otak.
ga.
gb.
gc.
gd.
ge.
gf.

42

gg.

DAFTAR PUSTAKA

gh.
gi. Brunner & Suddarth. 1997. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah.
Jakarta: EGC.
gj. Corwin, Elizabeth J. 2009. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC
gk.Carpenito, L.J. 2003. Buku Saku Diagnosis Keperawatan. Jakarta: EGC.
gl. Doengoes E.Marilyn. 2002. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta: EGC
gm.
http://yayanakhyar.wordpress.com/2008/10/23/602/,
diakses
gn.

tanggal 27 april 2012


Mahar, M., 2000. Proses Neoplasmatik di Susunan Saraf dalam

Neurologi Klinis Dasar


go.
edisi 5. Jakarta: Dian Rakyat.
gp.
Mayer.SA. 2002. Management of Increased intracranial Pressure In
Wijdicks
gq.
EFM.Diringer MN, et.al. Continuum Critical Care Neurology.
gr. Padmosantjojo, R.M. 2002. Keperawatan Bedah Saraf, Bagian Bedah
Saraf. Jakarta:
gs.
EGC
gt. Sylvia A. Price. 2006. Patofosiologi Konsep Penyakit. Jakarta: EGC
gu.
Suharso Darto. 1994. Pedoman Diagnosis dan Terapi. Surabaya:
F.K. Airlangga.
gv.

43

Anda mungkin juga menyukai