Disusun oleh:
Niken Tri Hapsari
160112130011
Pembimbing:
Dr. Irna Sufiawati, drg., Sp. PM
BAB I
PENDAHULUAN
Sakit atau luka-luka kecil di dalam mulut yang masyarakat awam
menyebutnya dengan nama sariawan, merupakan penyakit yang hampir secara
rutin ditemui pada sekelompok orang. Ulser adalah suatu area dimana putusnya
permukaan epitel.
Ulser atau ulkus adalah suatu luka terbuka dari kulit atau jaringan mukosa
yang memperlihatkan disintegrasi dan nekrosis jaringan, meluas sampai lapisan
basal, sehingga dapat terbentuk jaringan parut (scars) mengikuti penyembuhannya
(Greenberg and Glick, 2003). Lokasi ulser ini biasanya terdapat pada mukosa
bukal, mukosa labial, palatum dan tepi lidah (Langlais and Miller, 2000;
Cunningham, 2002).
Recurrent Aphthous Stomatitis (RAS) merupakan lesi pada mukosa rongga
mulut yang paling sering terjadi, ditandai dengan ulser yang timbul berulang.
Insidensi penyakit ini sekitar 20 25% dari populasi (Field, 2003). Recurrent
Aphthous Stomatitis (RAS) berbeda dengan traumatik ulser dilihat dari
etiologinya yang multifaktorial dan belum diketahui secara pasti, akan tetapi
diduga berhubungan dengan faktor genetik, defisiensi nutrisi, kelainan
hematologi, pengaruh hormonal, alergi, infeksi, trauma dan stress (Gandolfo,
2006; Greenberg and Glick, 2003; Langlais, 2000).
Para ahli berpendapat bahwa RAS bukan sebuah penyakit tunggal, tetapi
akibat beberapa kondisi patologis dengan manifestasi klinis yang mirip. Gangguan
sistem imun, defisiensi hematologis, alergi, dan gangguan psikologis biasanya
terlibat dalam kasus RAS (Greenberg and Glick, 2003).
Berdasarkan ukuran ulsernya, RAS dibagi menjadi 3 jenis, yaitu RAS
minor dimana ulser berukuran kurang dari 1 cm dan dapat sembuh tanpa
meninggalkan jaringan parut selama 7-10 hari tanpa pengobatan, RAS mayor
dimana ulser berukuran lebih dari 1 cm dan sembuh dalam jangka waktu yang
lama meninggalkan jaringan parut, dan yang ketiga adalah RAS herpetiform
merupakan kumpulan ulser kecil diameter 0,1 0,3 cm dalam jumlah lebih dari 1
seperti pada infeksi virus herpes (Usri, dkk, 2012).
Ulser traumatik sering kali tampak berbentuk oval, mempunyai dasar yang
cekung, berdiameter kurang dari 1cm, mempunyai tepi berwarna kemerahan yang
mengelilingi luka yang berwarna putih-kekuningan yang ada di dasarnya. Sering
muncul pada bagian bukal, labial dan lidah.(Marx, 2003)
Tampilan klinis traumatik ulser mempunyai kemiripan dengan penyakit
stomatitis aphtous rekuren. Perbedannya adalah dari riwayat atau etiologi
stomatitis aphtous rekuren yang dapat disebabkan oleh berbagai macam hal dan
kejadian yang berulang kali setiap beberapa minggu.
Secara umum, penyembuhan ulser traumatik terjadi dalam 10-14 hari.
Ulser traumatik yang terasa sakit dapat disembuhkan secara efektif dengan
penggunaan kortikosteroid topikal, penggunaan anastesi topikal dan antimicrobial
(Marx, 2003).
BAB II
LAPORAN KASUS
2.1 Status Pasien IPM
2.1.1 Data Umum Pasien
Tanggal pemeriksaan
: 18 Februari 2014
: 2013-11381
Nama
: SH
Jenis Kelamin
: Laki-laki
Usia
: 16 tahun
Telp
: 08382xxxxxxx
Agama
: Islam
Pekerjaan
: Pelajar
Status Perkawinan
: Belum Menikah
Alamat Rumah
2.1.2 Anamnesa
Pasien laki-laki usia 16 tahun datang dengan keluhan terdapat sariawan di
bibir bawah sebelah kiri sejak 4 hari lalu. Hingga kini pasien masih merasa sakit
dan susah saat makan. Pasien mengaku sariawan ini belum pernah diobati. Pasien
mengaku saat ini sedang tidak kekurangan makan sayur atau buah-buahan dan
sedang tidak stres, juga tidak mempunyai kebiasaan merokok. Sering ada riwayat
sariawan biasanya di tempat yang sama dan sembuh sendiri setelah 1 minggu.
Pasien sering mengalami sariawan, sebulan sekitar 1-2. Ada riwayat sariawan juga
pada ibu dan kakak pasien. Pasien ingin sariawannya diobati.
2.1.3 Riwayat Penyakit Sistemik
Penyakit jantung
: YA/TIDAK
Hipertensi
: YA/TIDAK
Diabetes Mellitus
: YA/TIDAK
Asma/Alergi
: YA/TIDAK
Penyakit Hepar
: YA/TIDAK
Kelainan GIT
: YA/TIDAK Gastritis
Penyakit Ginjal
: YA/TIDAK
Kelainan Darah
: YA/TIDAK
Hamil
: YA/TIDAK
Kontrasepsi
: YA/TIDAK
Lain-lain
: YA/TIDAK
: Baik
Kesadaran
: Compos Mentis
Suhu
: Afebris
Tensi
: 120/70 mmHg
Pernafasan
: 19 x/menit
Nadi
: 88 x/menit
:
:
:
kiri
: teraba +/-
lunak/kenyal/keras
sakit +/-
lunak/kenyal/keras
sakit +/-
kiri
: teraba +/-
lunak/kenyal/keras
sakit +/-
lunak/kenyal/keras
sakit +/-
kiri
: teraba +/-
lunak/kenyal/keras
sakit +/-
lunak/kenyal/keras
sakit +/-
Mata
TMJ
Bibir
: Eksfoliasi
Wajah
: Asimetris/simetris
Sirkum Oral
Lain-lain
: baik/sedang/buruk
plak +/-
kalkulus +/ -
stain +/-
Gingiva
Mukosa Bukal
: Terdapat linea alba pada mukosa bukal a/r 34-36 dan 4446
Mukosa Labial
Palatum Durum
Palatum Mole
Frenulum
Lidah
Dasar Mulut
15
14
13
12 11 21 22
23
24
25
26
27 28
48 47 46
45
44
43
42 41
33 34
35
36
37
31 32
38
Gambar 2.2. Linea Alba pada mukosa bukal regio 44-46 (kiri) dan 34-36 (kanan)
TDL
Darah
TDL
Patologi Anatomi :
TDL
Mikrobiologi
TDL
2.1.10 Diagnosis
Traumatik ulser
Behcets Disease
10
: 27 Februari 2014
: 2013-1381
Nama
: SH
Jenis Kelamin
: Laki-laki
Usia
: 16 tahun
2.2.1 Anamnesa
Sariawan di bibir sebelah kiri bawah seudah sembuh dan sudah tidak
terasa sakit lagi sejak 2 hari menggunakan obat yang diresepkan sebanyak
3 sehari. Terdapat sariawan di pipi bagian dalam sebelah kiri sejak 2 hari
yang lalu. Sariawan tersebut muncul karena tergigit. Hingga kini sariawan
masih terasa sakit jika sedang menyikat gigi. Sariawan tersebut belum
pernah diobati. Pasien mengaku sedang kekurangan makan buah-buahan
dan sayuran. Pernah ada riwayat sariawan di daerah tersebut namun biasa
sembuh sendiri 1 minggu.
2.2.2 Pemeriksaan Ekstra Oral
Kelenjar Limfe
Submandibula
Submental
Servikal
:
:
:
kiri
: teraba +/-
lunak/kenyal/keras
sakit +/-
lunak/kenyal/keras
sakit +/-
kiri
: teraba +/-
lunak/kenyal/keras
sakit +/-
lunak/kenyal/keras
sakit +/-
kiri
: teraba +/-
lunak/kenyal/keras
sakit +/-
lunak/kenyal/keras
sakit +/-
Mata
TMJ
Bibir
: Eksfoliasi
Wajah
: Asimetris/simetris
Sirkum Oral
Lain-lain
11
Debris Indeks
Kalkulus Indeks
OHI -S
16
11
26
16
11
26
2
46
1
31
2
36
1
46
0
31
1
36
Stain + / -
Gingiva
Mukosa Bukal
Mukosa Labial
Palatum Durum
Palatum Mole
Frenulum
Lidah
Dasar Mulut
12
13
Pro Resep
R/ Triamcinolone Acetonid 0,1% in Orabase Tube No I
3. d . d lit oris
Pro kontrol 1 minggu
14
: 25 Maret 2014
: 2013-1381
Nama
: SH
Jenis Kelamin
: Laki-laki
Usia
: 16 tahun
2.3.1 Anamnesa
Sariawan di pipi bagian dalam sebelah kiri sudah sembuh dan sudah tidak terasa
sakit sejak 3 hari penggunaan obat yang diresepkan sebanyak 3x sehari. Pasien
mengaku sudah meningkatkan konsumsi buah-buahan.
2.3.2 Pemeriksaan Ekstra Oral
Kelenjar Limfe
Submandibula
Submental
Servikal
:
:
:
kiri
: teraba +/-
lunak/kenyal/keras
sakit +/-
lunak/kenyal/keras
sakit +/-
kiri
: teraba +/-
lunak/kenyal/keras
sakit +/-
lunak/kenyal/keras
sakit +/-
kiri
: teraba +/-
lunak/kenyal/keras
sakit +/-
lunak/kenyal/keras
sakit +/-
Mata
TMJ
Bibir
: Eksfoliasi
Wajah
: Asimetris/simetris
Sirkum Oral
Lain-lain
15
Debris Indeks
Kalkulus Indeks
OHI -S
16
11
26
16
11
26
2
46
1
31
2
36
1
46
0
31
1
36
Stain + / -
Gingiva
Mukosa Bukal
: Terdapat linea alba pada mukosa bukal a/r 34-36 dan 4446
Mukosa Labial
Palatum Durum
Palatum Mole
Frenulum
Lidah
Dasar Mulut
16
17
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
18
90% untuk terkena RAS, sedangkan pasien yang tidak memiliki orang tua yang
positif RAS mempunyai kesempatan 20% untuk terkena RAS (Greenberg and
Glick, 2003).
Defisiensi hematologis, terutama zat besi, folate, atau vitamin B12, muncul
sebagai faktor etiologi dalam subset pada orang yang memiliki RAS. Ukuran dari
subset cukup kontroversial, tapi perkiraan terbanyak adalah 5-15%. Suatu studi
oleh Rogers dan Hutton melaporkan peningkatan sebanyak 75% dari pasien yang
memiliki RAS saat defisiensi hematologis spesifik ditemukan dan disembuhkan
dengan terapi penggantian spesifik (specific replacement therapy) (Greenberg and
Glick, 2003). Penyakit gastrointestinal juga dapat mengganggu penyerapan
vitamin B12 dan folate, sehingga dapat dikatakan bahwa penyakit ini merupakan
salah satu pemicu dari RAS (Cawson and Odell, 2002).
Faktor lain yang telah diusulkan sebagai pemicu dari RAS meliputi trauma,
stress psikologis, dan alergi ke makanan (Greenberg and Glick, 2003). Beberapa
pasien dengan ulser ditemukan dalam masa stres dan beberapa penelitian telah
melaporkan korelasi diantaranya. Namun tingkat stres ini sulit dihitung (Cawson
and Odell, 2002).
3.1.3. Gambaran Klinis
Kemunculan pertama RAS umumnya terjadi pada dekade kedua dari
kehidupan dan dapat diakibatkan dari trauma minor, menstruasi, infeksi
pernapasan atas, atau akibat dari kontak beberapa makanan. RAS diklasifikasikan
kedalam 3 kategori berdasarkan gambaran klinisnya yaitu RAS minor, mayor, dan
herpetiformis.
RAS Minor:
Mempunyai diameter kurang dari 1 cm dan umumnya lesi dapat sembuh
selama 7-10 hari tanpa pengobatan. Sering diikuti rasa terbakar pada daerah lesi,
lesi berjumlah 1-6 dalam setiap episode, berbentuk lesi bulat atau oval, simetris,
dengan dasar dangkal, dikelilingi tepi kemerahan (Laskaris, 2006; Usri, dkk,
2012).
19
RAS Mayor:
Mempunyai diameter lebih dari 1 cm sampai 5 cm, disebut juga sutton
disease atau periadenitis mucosa necroticans. Bentuk lesi serupa ulser minor,
menimbulkan rasa sakit yang menyebabkan gangguan fungsi bicara dan makan,
sembuh dalam jangka waktu lama (beberapa minggu sampai beberapa bulan) dan
meninggalkan jaringan parut (Laskaris, 2006; Usri, dkk, 2012).
RAS Herpetiform:
Lesi berbentuk kecil (hanya 1-3 mm), multipel (bervariasi antara 10-100
ulser), berbentuk bulat, dan dapat terlokalisir atau dapat tersebar pada mukosa
oral, dapat sembuh tanpa meninggalkan jaringan parut (Laskaris, 2006; Usri, dkk,
2012).
20
3.1.4 Terapi
Lesi ringan dapat diterapi dengan pemberian lapisan pelindung berupa
orabase seperti aloeclair gel atau triamsinolon acetonid bila tidak melibatkan
virus. Untuk mengurangi rasa sakit dapat diberikan topikal anestesi berupa obat
kumur seperti benzidamina HCL (Usri, dkk, 2012). Clorhexidine 0,2% juga dapat
diberikan pada pasien RAS. Digunakan 3 kali sehari setelah makan selama 1
menit berada dalam mulut. Hal ini dapat mengurangi durasi dan ketidaknyamanan
pasien terhadap RAS (Cawson and Odell, 2002)
Lebih besar dapat diobati dengan menempatkan perban berisi steroid
topikal pada ulser sperti triamsinolon acetonid bila tidak melibatkan virus dan di
aplikasikan dengan cara berkontak dengan lesi selama 15-30 menit. Sediaan ini
diaplikasikan, 2-3 kali sehari terutama sesudah makan dan sebelum tidur. Bila
tidak responsif diberikan terapi topikal, maka penggunaan terapi sistemik harus
dipertimbangkan misalnya colchicine, pentoxifylline, dapson, dan thalidomide.
Thalidomide diberikan untuk mengurangi insiden dan tingkat keparahan Rekuren
Apthous Stomatitis terutama pada pasien HIV-positif maupun HIV-negatif, namun
obat ini harus digunakan dengan sangat hati-hati. Efek samping lain dari
thalidomide termasuk neuropati perifer, masalah gastrointestinal, mengantuk, serta
efek teratogeniknya (Greenberg and Glick,
2003).
21
3.1.5
Diagnosa Banding
Etiologi
Traumatik ulser dapat terjadi karena iritasi dari benda tajam dan bisa
juga terjadi karena kecelakaan kerja dokter gigi saat melakukan prosedur
dental (Dunlap, 2009).
Traumatik ulser dapat terjadi karena beberapa faktor:
gigi tiruan.
Trauma kimia : Disebabkan oleh bahan kimia yang kontak dengan
jaringan mukosa. Seperti penggunaan obat aspirin yang digerus dan
ditempelkan kepada mukosa yang sakit, lalu kecelakaan kerja pada
prosedur dental oleh dokter gigi seperti terkena hidrogen peroksida,
22
Gambaran Klinis
Traumatik ulser akan terlihat seperti ulser akut pada mukosa dengan
riwayat cidera atau kecelakaan yang jelas dari pasien. Ukuran lesi akan
bergantung pada kejadian yang menyebabkan trauma.
Ulser akibat panas elektrik sering terjadi pada bibir pasien anak dan
ukuran lesinya cukup lebar. Lesi awalnya akan tampak kering, namun dalam
beberapa hari akan tampak krusta disertai dengan perdarahan (Greenberg,
2003)
Perawatan
23
antiseptik seperti obat kumur. Jika terasa sakit, dapat diobati dengan topikal
anastesi atau topikal kortikosteroid.
Lesi yang luas harus diperhatikan proses penyembuhannya karena
lebih rentan meninggalkan bekas luka. Lesi yang tidak mengalami
perubahan ke arah sembuh dianjurkan untuk dilakukan biopsi dan
pemeriksaan lebih lanjut (Jordan, 2004).
24
serofibrinosa menutupi permukaan dan tepi merah berbatas jelas (Langlais and
Miller, 2000).
Gambar 3.6 Behcets Disease memiliki lesi ulser di mukosa mulut, mata,
dan genital
Tabel 3.1 Perbedaan RAS, Traumatik ulser, dan Behcet diseases
RAS
Traumatik ulser
Lokasi
tiba,
bisa
dipicu
Muncul
trauma
gangguan psikologis
Mukosa oral non Mukosa
keratin
karena
Behcet's disease
luka muncul secara tibatiba
oral
tidak
Gambaran
klinis
atau
oval,
dikelilingi
oral
dapat
dibedakan dengan
dan genital
bentuk lesi
RAS,
bentuk
rekurensi,
pada
genital
(skrotum,
dan
labia),
penis,
Lesi
25
jaringan parut
Herpetiform: ukuran
hanya 1-3mm, jumlah
5-100,
atau
terlokalisir
tersebar
di
ditangani
dengan dengan
aplikasi
Terapi
untuk
orobase, orobase,
untuk
topikal
aplikasi
topikal kortikosteroid
bila
aplikasi
luka
melibatkan virus
tidak
kumur
untuk
lesi
diberikan
oral
topikal
kortikosteroid,
sedangkan
penyakitnya
dengan
kortikosteroid
sistemik
26
Gambaran Klinis
Linea alba biasanya tampak bilateral dan mungkin terlihat tegas pada
beberapa individu. Linea alba ini terjadi lebih banyak pada individu dengan
pengurangan overjet pada geligi posterior. Biasanya berlekuk dan berbatasan
dengan area dentulous (Greenberg and Glick, 2003).
Pengobatan
Tidak ada pengobatan yang diindikasikan untuk pasien linea alba. Lapisan
putih akan menghilang secara spontan pada kebanyakan individu (Greenberg and
Glick, 2003).
27
area trauma yang semakin tebal, membekas, dan lebih pucat daripada jaringan
sekitarnya. Cheek chewing sering terjadi pada orang yang stress, atau dalam
gangguan fisiologis dimana memiliki kebiasaan menggigit pipi dan bibir.
Kebanyakan pasien dengan kondisi ini sedikit menyadari kebiasaannya tetapi
tidak mengetahui hubungannya dengan lesi yang terjadi. Lesi putih dari check
chewing ini terkadang membingungkan karena mirip dengan kelainan
dermatologis lainnya yang mengenai mukosa oral, sehingga bisa menyebabkan
kesalahan mendiagnosa. Kronik chewing pada mukosa labial (morsicatio
labiorum) dan batas lateral lidah (morsicatio linguarum) dapat terlihat sewaktu
adanya check chewing atau dapat menyebabkan lesi terisolasi. Prevalensi rata-rata
0,12-0,5% dilaporkan pada populasi di Scandinavia dan 4,6% di Afrika Selatan
pada sekolah anak-anak yang memiliki treatment kesehatan mental; rata-rata ini
didukung oleh peranan stress dan kecemasan sebagai etiologi dari kondisi ini
(Greenberg and Glick, 2003).
28
Karena lesi dihasilkan dari kebiasaan yang tidak disadari, tidak ada
pengobatan
yang
diindikasikan.
Karena
tidak
adanya
pengobatan
dan
Cheilitis Eksfoliatif
3.3.1
Definisi
Cheilitis eksfoliatif adalah kondisi kelanan pada bibir yang memproduksi
keratin berlebih. Lesi ini mempentuk lapisan keras ke coklatan dan sering ditarik
atau diangkat oleh pasien. Lesi ini sering terjadi pada perempuan namun kadang
terjadi pada laki-laki (Field, 2003). Cheilitis eksfoliatif adalah kondisi kronis
superfisial yang mempunyai ciri adanya terangkatnya lapisan keratin superfisial
yang berlebihan.
3.3.2
Etiologi
Tidak ada latar belakang penyakit sistemik yang khusus yang dapat
menyebabkan lesi ini. Namun diduga saat stress dan cemas maka pasien akan
memproduksi lebih banyak keratin. Field menyebutkan bahwa lesi ini dapat
ditemukan pada pasien dengan gangguan kepribadian atau mental (Field, 2003).
3.3.3
Gambaran Klinis
Adanya lapisan bibir yang kering, edema ringan dan inflamasi. Kadang
nampak bentuk bibir yang retak dengan krusta berwarna putih kekuningan. Bisa
disertai dengan rasa sakit seperti terbakar dan adanya erosi. Lesi dapat
berlangsung mingguan, bulanan atau bertahun. Biasanya pasien mengeluhkan
masalah estetik karena bibirnya tampak kering. Diagnosis biasanya diterapkan
hanya dari tampak klinis (Laskaris, 2006).
29
Perawatan
Perawatan utama adalah menghilangkan penyebab lesi yang biasanya
karena masalah psikologi dan stress. Jika lesi menimbulkan rasa sakit dapat
diberikan topikal steroid atau antifungal topikal. Jika tidak ada rasa sakit dan lesi
tidak terlalu parah dapat diberikan pelembab bibir seperti glycerin. Pada kasus
psikologikal yang berat, dapat dikonsulkan ke bagian psiaktri (Mani, 2007). Jika
lesi masih ringan dan tidak menimbulkan rasa sakit bisa dengan aplikasi pelembab
alami seperti madu, atau menambah konsumsi air putih.
3.3.5
Diagnosis Banding
30
31
kekurangan makan sayur atau buah-buahan dan sedang tidak stres, juga tidak
mempunyai kebiasaan merokok. Sering ada riwayat sariawan biasanya di tempat
yang sama dan sembuh sendiri setelah 1 minggu. Pasien sering mengalami
sariawan, sebulan sekitar 1-2. Ada riwayat sariawan juga pada ibu dan kakak
pasien. Pasien ingin sariawannya diobati.
Pada pemeriksaan ektraoral ditemukan adanya kelainan pada TMJ, yaitu
pasien mengalami deviasi ke sebelah kanan. Pada pemeriksaan intraoral
ditemukan ulser pada mukosa labial sebelah kiri bawah dengan ukuran diameter
5 mm berwarna putih dikelilingi tepi eritema yang reguler. Dari anamnesis dan
pemeriksaan klinis, dapat disimpulkan diagnosis penyakit dari pasien ini adalah
Rekuran Aphtous Stomatitis minor. RAS tipe minor, yaitu RAS dengan diameter
kurang dari 1 cm. Lesi ini biasanya dangkal, berbentuk bulat atau oval, dengan
membran abu-abu sampai kuning. Ditegakannya diagnosis tersebut berdasarkan
gambaran klinis pada pasien tersebut yang mungacu pada RAS, dengan lesi yang
kurang dari 1 cm dan tidak adanya manifestasi pada genital yang merupakan
manifesteasi dari Behcets disease dan tepi ulser yang reguler menunjukan bahwa
lesi ini dihasilkan bukan dari luka trauma. Hal ini diperkuat juga dengan
pernyataan pasien yang mengaku sedang stres dan adanya faktor herediter, yang
merupakan salah satu faktor pemicu pada RAS.
Terapi yang diberikan kepada pasien pada saat kunjungan pertama adalah
aplikasi obat kumur clorhexidine glukonat 0,2%, yang diaplikasikan 3 kali dalam
1 hari sebagai antiseptik, dengan harapan kondisi kebersihan mulut pasien yang
baik dapat mempercepat proses penyembuhan. Selain itu pasien juga
diinstruksikan untuk menjaga kebersihan mulut, instruksi pemakaian madu yang
dioleskan ke bibir 3x sehari dan memperbanyak konsumsi air putih, serta instruksi
untuk datang kembali kontrol kembali agar diketahui tingkat keberhasilan
perawatan dan untuk mengetahui apakah instruksi yang diberikan kepada pasien
dilakukan dengan baik atau tidak.
Pada saat kontrol pertama, ulser pada mukosa labial kiri bawah sudah
sembuh dan tidak menimbulkan rasa sakit, tetapi masih meninggalkan bekas
kemerahan. Namun, muncul ulser lainnya di bagian bukal kiri bawah di regio 36-
32
37 berbentuk oval dengan dasar cekung, ukuran diameter 4 mm, berwarna putih
yang dikelilingi tepi eritema irreguler. Dari anamnesa dan pemeriksaan intraoral
yang dilanjutkan kembali dapat disimpulkan bahwa diagnosa dari kunjungan
kedua ini adalah traumatik ulser, karena etiologi yang didapat dari pengakuan
pasien adalah karena tergigit.
Menurut Dunlap (2005), traumatik ulser merupakan trauma mekanis yang
terjadi dikarenakan luka karena benda tajam, dimana pada pasien ini adalah
karena trauma tergigit. Gambaran klinis menunjukkan ulser tunggal, memiliki
dasar cekung kedalaman dangkal yang berwarna putih kekuning-kuningan dan
tepi irreguler kemerahan, tidak ada indurasi, serta lunak ketika dipalpasi (Laskaris,
2006).
Terapi kasus ini adalah dengan dengan memberikan oral hygiene
instruction kepada pasien tentang pentingnya menjaga kesehatan gigi dan mulut.
Kemudian pasien diresepkan obat Triamcinolone acetonid 0,1% in orabase yang
diaplikasikan pada sariawan sebanyak 3 kali sehari. Terapi tersebut sesuai dengan
teori Field dan Longman (2003), penatalaksanaan traumatik ulser dengan
menghilangkan penyebab dan menggunakan simple covering agent selama fase
penyembuhan dari ulserasi. Triamsinolon asetonida merupakan kortikosteroid
topical yang diindikasikan untuk stomatitis apthous, periadenitis mukosa
nekrotika berulang, ulser apthous herpetiform, traumatik ulser, ulser karena obat,
dan lichen planus. Kontraindikasinya adalah infeksi mulut atau tenggorokan yang
disebabkan oleh jamur atau bakteri, lesi herpetik karena virus atau lesi intraoral.
Dalam setiap gram Triamsinolon asetonida mengandung triamsinolon asetonida 1
mg (0,1%) dalam emollient dental pasta yang tersusun dari bovine gelatin dan
sodium carboxymethylcellulose.
Saat kontrol kedua, , traumatik ulser pada mukosa bukal kiri bawah sudah
sembuh, tidak sakit, dan tidak meninggalkan bekas luka. Pasien juga diberikan
lagi Oral Hygiene Instructions agar dapat terus menjaga dan memelihara
kesehatan rongga mulutnya dengan baik, serta ditambahkan instruksi untuk
pembersihan karang gigi (scaling), dan instruksi untuk tetap mengkonsumsi
makanan menu sehat dan gizi seimbang.
33
Pasien juga memiliki teraan gigitan di mukosa bukal kiri dan kanan dari
regio 34-36 dan 44-46. Teraan gigitan ini tampak sebagai plak putih seperti bentuk
garis yang sejajar dengan bidang oklusal. Kondisi ini dapat disebabkan oleh stress
yang diakui pasien kadang terjadi karena banyak kegiatan. Menurut Greenberg,
teraan gigitan di mukosa bukal pasien ini adalah linea alba, dimana pasien
memiliki kecemasan dan stress sehingga pasien sering menggigit pipi secara tidak
sadar. Teraan gigitan tersebut masih ditemukan saat pasien datang untuk kontrol
pertama dan kedua. Pasien tidak mengeluhkan kondisi ini, sehingga tidak
diberikan terapi apapun untuk teraan gigitan ini.
Pada kunjungan pertama bibir pasien mengalami cheilitis eksfoliatif,
dimana bibir terlihat kering, kemerahan dan kasar membentuk fissure. Menurut
Field, stress dan kecemasan dapat memicu adanya cheilitis eksfoliatif. Field
menyebutkan bahwa cheilitis eksfoliatif adalah kondisi kronis superfisial yang
mempunyai ciri adanya terangkatnya lapisan keratin superfisial yang berlebihan.
Cheilitis eksfoliatif pada pasien hanya tampak pada kunjungaan pertama dan
kedua dan diobati menggunakan aplikasi madu yang dioleskan ke bibir 3x sehari
dengan tuuan untuk melembabkan bibir dan meningkatkan konsumsi air putih.
BAB V
SIMPULAN
Berdasarkan anamnesa dan pemeriksaan intraoral pada kunjungan
pertama diketahui pasien mengalami Rekuren Aphtous Stomatitis (RAS).
Terdapat ulser pada mukosa labial kiri bawah di regio gigi 34 dengan
ukuran diameter 5 mm berwarna putih dikelilingi tepi eritema yang
reguler. RAS pada pasien ini adalah tipe minor. Etiologi RAS tidak
diketahui secara pasti, namun dapat dipicu oleh faktor herediter, defisiensi
hematologik, gangguan psikologis, dan gangguan imunologis.
Terapi yang diberikan adalah pemberian OHI (Oral Hygiene Instruction)
tentang pentingnya menjaga kesehatan gigi dan mulut, aplikasi clorhexidine
glukonat 0,2% yang diaplikasikan 3 kali sehari sebagai antiseptik, instruksi
34
35
DAFTAR PUSTAKA
Bruch, Jean M. 2009. Clinical Oral Medicine and Pathology. London: Humana
Press.
Cawson, RA and EW Odell. 2002. Essentials of Oral Pathology and Oral
Medicine. 7th ed. Edinburg : Churchill Livingstone.
Chestnutt, I. G.; J. Gibson. 2007. Clinical Dentistry. 3rd ed. Philadelphia: Churcill
Livingstone Elsevier.
Dunlap C.L, Barker B.F. 2009. A Guide to Common Oral Lesions. Department
of Oral and Maxillofacial Pathology UMKC School of Dentistry Journals.
Field, Anne et al. 2003. Tyldesleys Oral Medicine. Oxford New York.
Greenberg, M.S; M. Glick. 2003. Burkets Oral Medicine Diagnosis and
Treatment. 10th ed. Hamilton: BC Decker Inc.
Houston,
G.
2009.
Traumatik
Ulsers.
Available
online
at
http://emedicine.medscape.com/
Jordan, Richard C.K et al.2004. A Color Handbook of Oral Medicine.Thieme:
New York.
Laskaris, G. 2006. Pocket Atlas of Oral Disease. 2nd ed. New York: Thieme.
Langlais and Miller. 2000. Atlas Berwarna Kelainan Rongga Mulut yang Lazim.
Jakarta: Hipokrates.
Longman and Field. 2003. Tyldesleys Oral Medicine. Fifth edition. New York:
Oxford.
Marx E, Robert. 2003. Oral and Maxillofacial Pathology. Quinstessence
Publishing Company.
Mani, Shani Ann. 2007. Exfoliative cheilitis: Report of a case,JCDA, Kota Bharu
Reichart, Peter A. 2004. Color atlas of Dental Medicine: Oral Pathology.
London: Oxford.
Sonis ST, Fazio RC, Fang L. 1995. Principles and Practice of Oral Medicine.
Pennsylvania: W.B Saunders Company.
Saraf, Sanjay. 2006. Textbook of Oral Pathology. New Delhi: Jaypee.
36
Usri, K., dkk. 2012. Diagnosis & Terapi Penyakit Gigi dan Mulut. 2nd ed.
Bandung: LSKI.