Anda di halaman 1dari 21

Tinjauan Kepustakaan Ilmu Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah

Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga / RSU.Dr.Soetomo Surabaya


2011
CONGESTIVE HEPATOPATHY
Jehan Wiendrati Roostarini
Jeffrey D. Adipranoto
PENDAHULUAN
Kerusakan hati diakibatkan oleh penyakit jantung merupakan hal yang biasa terjadi,
tetapi jarang terdiagnosa. Sejak tahun 1951 telah dilaporkan sindroma yang sekarang dikenal
sebagai cardiac hepatopathy atau congestive hepatopathy dengan berbagai riwayat penyakit,
hasil tes diagnostik, dan hasil histologi. Tetapi sedikit penelitian yang dilaporkan (Myers,
2003). Congestive hepatopathy mungkin terlewatkan pada penderita dengan gagal jantung
dan mild hepatic congestion dengan gejala yang samar-samar. Oleh karena itu, dokter harus
mempertimbangkan congestive hepatopathy pada gagal jantung kanan dengan hepatomegali
dengan atau tanpa ikterus (Bayraktar, 2007).
Congestive hepatopathy merupakan kelainan hati yang sering dijumpai pada penderita
gagal jantung. Kelainan ini ditandai dengan adanya gejala klinis gagal jantung (terutama
gagal jantung kanan), tes fungsi hati yang abnormal dan tidak ditemukan penyebab lain dari
disfungsi hati (Allen, 2008; Lau, 2002). Congestive hepatopathy juga dikenal dengan istilah
cardiac hepatopathy, nutmeg liver, atau chronic passive hepatic congestion. Bila kondisi ini
berlangsung lama akan mengakibatkan timbulnya jaringan fibrosis pada hati, yang sering
disebut dengan cardiac cirrhosis atau cardiac fibrosis.
Meskipun cardiac cirrhosis
menggunakan istilah sirosis, jarang memenuhi kriteria patologis sirosis.
Congestive
hepatopathy ini sangat sulit dibedakan dari sirosis hati primer karena klinisnya relatif tidak
spesifik. Tetapi tidak sama seperti sirosis yang disebabkan oleh hepatitis virus atau
penggunaan alkohol, pengobatan ditujukan pada pengelolaan gagal jantung sebagai penyakit
dasar (Bayraktar, 2007; Myers, 2003; Giallourakis, 2002; Wanless, 1995)
.
Patogenesis congestive hepatopathy umumnya dianggap sebagai reaksi stroma hati
terhadap hipoksia, tekanan atau nekrosis hepatoselular. Tetapi hal ini tidak menjelaskan
hubungan antara gejala dan tingkat keparahan fibrosis, dimana pada pasien jantung
dekompensasi pada derajat yang sama, fibrosis tidak selalu terjadi. Patogenesis congestive
hepatopathy penting, karena definisi congestive hepatopathy masih menjadi perdebatan
(Wanless, 1995).

Tinjauan Kepustakaan Ilmu Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah

Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga / RSU.Dr.Soetomo Surabaya


2011
Prevalensi congestive hepatopathy tidak jelas. Tidak ada data perbandingan laki-laki
dan wanita untuk
congestive hepatopathy, namun karena gagal jantung kongestif lebih sering
terjadi pada laki-laki dibandingkan wanita, kemungkinan yang sama untuk congestive
hepatopathy (Mathew, 2004; Burns, 1997).
PATOFISIOLOGI
Congestive hepatopathy disebabkan oleh dekompensasi ventrikel kanan jantung atau
gagal jantung biventrikular. Dimana terjadi peningkatan tekanan atrium kanan ke hati melalui
vena kava inferior dan vena hepatik. Ini merupakan komplikasi umum dari gagal jantung
kongestif, dimana akibat anatomi yang berdekatan terjadi peningkatan tekanan vena sentra
l
secara langsung dari atrium kanan ke vena hepatik (Nowak, 2004; Gore, 1994).
Penyebab paling umum dari gagal jantung kongestif pada usia lanjut berdasarkan data
dari RS.Dr.Kariadi pada tahun 2006 adalah penyakit jantung iskemik 65,63%, penyakit
jantung hipertensi 15,63%, kardiomiopati 9,38%, penyakit katub jantung, rheumatic heart
disease, penyakit jantung pulmonal masing-masing 3,13%. Penyebab paling umum dari gagal
jantung kongestif pada usia lebih muda adalah penyakit jantung iskemik 55%, penyakit katub
jantung 15%, kardiomiopati 12,5%, rheumatic heart disease 7,5%, penyakit jantung bawaan
5%, penyakit jantung hipertensi dan penyakit jantung pulmonal keduanya 2,5%. Tidak ada
perbedaan etiologi gagal jantung kongestif antara pasien muda dan tua, dimana yang
penyebab terbanyak adalah penyakit jantung iskemik (Ardini,2007).
Pada tingkat selular, kongesti vena menghambat efisiensi aliran darah sinusoid ke
venula terminal hati. Stasis darah dalam parenkim hepar terjadi karena usaha hepar mengatasi
perubahan saluran darah vena. Sebagai usaha mengakomodasi aliran balik darah (backflow),
sinusoid hati membesar, mengakibatkan hepar menjadi besar. Stasis sinusoid menyebabkan
akumulasi deoksigenasi darah, atrofi parenkim hati, nekrosis, deposisi kolagen dan fibrosis
.
Hepatosit mempunyai sifat sangat sensitif terhadap trauma iskemik, meski dalam jangka
waktu yang pendek. Hepatosit dapat rusak oleh berbagai kondisi, seperti arterial hypoxia,
acute left sided heart failure, central venous hypertension (Nowak, 2004; Gore, 1994).
Stasis
kemudian
menyebabkan timbulnya trombosis. Trombosis
sinusoid
memperburuk stasis, dimana trombosis menambah aktivasi fibroblast dan deposisi kolagen.
Dalam kondisi yang parah menyebabkan nekrosis berlanjut menyebabkan hilangnya

Tinjauan Kepustakaan Ilmu Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah

Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga / RSU.Dr.Soetomo Surabaya


2011
parenkim hati, dan dapat menyebabkan trombosis pada vena hepatik.
diperparah oleh trombosis lokal vena porta (Wanless, 1995).
GAMBAR 1. Skema patofisiologi cardiac cirrhosis

Proses ini sering

Pembengkakan sinusoidal dan perdarahan akibat nekrosis nampak jelas di area


perivenular dari liver acinus. Fibrosis berkembang di daerah perivenular, akhirnya
menyebabkan timbulnya jembatan fibrosis antara vena sentral yang berdekatan. Hal ini
menyebabkan proses cardiac fibrosis, oleh karena itu tidak tepat disebut sebagai cardiac
cirrhosis karena berbeda dengan sirosis hati dimana jembatan fibrosis cenderung untuk
berdekatan dengan daerah portal. Regenerasi hepatosit periportal pada kondisi ini dapat
mengakibatkan regenerasi hiperplasia nodular. Nodul cenderung kurang bulat dan sering
menunjukkan koneksi antar nodul (Bayraktar, 2007; Wanless, 1995).
Cardiac cirrhosis telah didefinisikan dalam berbagai cara dan telah ditetapkan sebagai
klinis dari hipertensi portal atau akibat penyakit jantung kongestif. Pada kongestif kronis,
hipoksia berkelanjutan menghambat regenerasi hepatoselular dan membentuk jaringan
fibrosis, yang akan mengarah ke cardiac cirrhosis. Definisi morfologi fibrosis telah seragam,
tetapi beberapa penulis tidak menganggap cardiac cirrhosis sebagai sirosis sebenarnya
karena sebagian besar cardiac cirrhosis bersifat fokal dan gangguan arsitektur serta fibrosis
secara menyeluruh tidak separah sirosis tipe yang lain.
Istilah
congestive hepatopathy dan

Tinjauan Kepustakaan Ilmu Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah

Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga / RSU.Dr.Soetomo Surabaya


2011
chronic passive hepatic congestion lebih akurat, tetapi istilah
cardiac cirrhosis telah menjadi
konvensi. Oleh karena itu
istilah
cardiac cirrhosis banyak digunakan untuk
congestive
hepatopathy dengan atau tanpa fibrosis hati (Faya, 2008; Bayraktar, 2007; Myers, 2003;
Wanless, 1995; Gore, 1994).
Distorsi struktur hati nampak pada saat parenkim hati rusak dan parenkim yang
berbatasan memperluas menuju daerah parenkim yang rusak. Sirosis dapat didefinisikan
sebagai distorsi struktur hati disertai fibrosis pada daerah parenkim hati yang musnah. Pada
saat perubahan menunjukkan kehadiran nodul pada sebagian besar organ, secara umum
dianggap sirosis. Hanya saja deskripsi kualitatif tidak dapat mendeskripsikan semua tahapan
pada pada penyakit, oleh karena itu diperlukan nomenklatur menyangkut aspek kuantitatif
fibrosis hati dan sirosis, seperti pada TABEL 1. Tabel ini merupakan klasifikasi sirosis
apapun penyebabnya (Wanless, 1995).
TABEL 1. Definisi Sirosis (Wanless, 1995)
Definisi
Sirosis
Terdapat septum fibrosa yang membagi parenkim ke nodul
Sirosis komplit
Terdapat septum fibrosa yang membagi parenkim ke nodul, nodul
melibatkan lebih dari 75% dari volume hati
*
Sirosis inkomplit
Terdapat septum fibrosa yang membagi parenkim ke nodul, nodul
yang cukup berseragam melibatkan kurang dari 75% dari volume hati
Sirosis fokal
Terdapat septum fibrosa yang membagi parenkim ke nodul, fibrosa
dan nodul melibatkan wilayah lokal hati (distribusi tidak seragam)
DIAGNOSIS
A.
MANIFESTASI KLINIS
Tanda dan gejala
Gangguan fungsi hati pada congestive hepatopathy biasanya ringan dan tanpa
gejala. Sering terdeteksi secara kebetulan pada pengujian biokimia rutin. Tanda dan
gejala dapat muncul berupa ikterus ringan. Pada gagal jantung berat, ikterus dapat
muncul lebih berat dan menunjukkan kolestasis. Timbul ketidaknyamanan pada

Tinjauan Kepustakaan Ilmu Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah

Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga / RSU.Dr.Soetomo Surabaya


2011
kuadran kanan atas abdomen akibat peregangan kapsul hati. Kadang-kadang asites
dapat muncul (Bayraktar, 2007).
Kadang-kadang gambaran klinis dapat menyerupai hepatitis virus akut,
dimana timbul ikterus disertai peningkatan aminotransferase. Beberapa kasus gagal
hati fulminan yang mengakibatkan kematian telah dilaporkan akibat gagal jantung
kongestif. Namun sebagian besar disebabkan pasien memiliki hepatic congestion dan
iskemia. Gejala seperti dispnea exertional, ortopnea dan angina serta temuan fisik
seperti peningkatan vena jugularis, murmur jantung dapat membantu membedakan
congestive hepatopathy dengan penyakit hati primer. Pada pemeriksaan fisik
ditemukan hepatomegali lunak, kadang masif, batas tepi hati tegas, dan halus.
Splenomegali jarang terjadi. Asites dan edema dapat tampak, tetapi tidak disebabkan
oleh kerusakan hati, melainkan akibat gagal jantung kanan (Bayraktar, 2007; Myers,
2003).
B.
LABORATORIUM
Pemeriksaan laboratorium pada congestive hepatopathy menunjukkan
peningkatan Liver Function Test (LFT) yang berkarakter cholestatic profile yakni
Alkaline Phosphatase (ALP), Gamma Glutamyl Transpeptidase (GGT) dan bilirubin,
serta hipoalbumin, bukan hepatitic profile, Alanine transaminase (ALT) dan Aspartate
transaminase (AST). ALP dan GGT meningkat akibat meningkatnya sistesis protein
enzim, yang biasanya disertai peningkatan bilirubin (kecuali terjadi obstruksi bilier
atau intrahepatal). Karena ALP diproduksi oleh hepatosit dan GGT oleh sel epitel
bilier. Bilirubin yang meningkat adalah bilirubin total, sebagian besar yang tidak
terkonjugasi. Hiperbilirubinemia terjadi sekitar 70% pasien dengan congestive
hepatopathy. Hiperbilirubinemia yang berat mungkin dapat terjadi pada pasien
dengan gagal jantung kanan yang berat dan akut (Allen, 2009; Bayraktar, 2007;
Pincus, 2006; Giannini, 2005; Lau, 2002).
Meskipun terjadi deep jaundice, serum alkaline phospatase level pada
umumnya hanya meningkat sedikit sehingga dapat membedakan congestive
hepatopathy dengan ikterus obstruksi. Serum aminotransferase level menunjukkan
peningkatan ringan, kecuali terjadi hepatitis iskemia, dimana dapat terjadi
peningkatan serum aminotransferase (AST dan ALT) yang tajam. Prothrombin time

Tinjauan Kepustakaan Ilmu Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah

Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga / RSU.Dr.Soetomo Surabaya


2011
dapat sedikit terganggu, albumin dapat turun dan serum ammonia level dapat
meningkat. Serologi hepatitis virus perlu dilakukan untuk menyingkirkan
kemungkinan adanya virus tersebut (Allen, 2009; Bayraktar, 2007; Pincus, 2006;
Giannini, 2005; Lau, 2002).
Diagnosa paracentesis cairan asites pada congestive hepatopathy menunjukkan
tingginya protein dan gradien serum albumin >1,1g/dL. Hal ini menunjukkan
konstribusi dari hepatic lymph dan hipertensi portal. Perbaikan LFT setelah
pengobatan penyakit jantung mendukung diagnosa congestive hepatopathy
(Bayraktar, 2007).
C.
PEMERIKSAAN RADIOLOGI
Pemeriksaan radiologi yang menunjang pemeriksaan congestive hepatopathy:
Abdominal Doppler ultrasonography : dipertimbangkan bila klinis terdapat
asites, nyeri perut kuadran kanan atas, ikterus dan/atau serum LFT abnormal
yang refrakter terhadap pengobatan gagal jantung yang mendasari. Pemeriksaan
ini dilakukan untuk mencari diagnosa alternatif seperti sindroma Budd-Chiari
(Martinez, 2011, Bayraktar, 2007).
CT scan dan MRI : Pemeriksaan ini dapat menunjukkan cardiac cirrhosis,
termasuk hepatomegali, hepatic congestion, pembesaran vena cava inferior dan
splenomegali (Martinez, 2011).
Pemeriksaan radiologi untuk menunjang pemeriksaan penyakit dasar congestive
hepatopathy:
X foto dada : dapat menunjukkan kardiomegali, hipertensi vena pulmonal,
perubahan pada ruang jantung dan miokard tergantung pada penyebab gagal
jantung. Paru-paru menunjukkan chronic passive congestion, tampak edema
interstitial atau paru-paru, atau efusi pleura (Martinez, 2011; Brashers, 2009;
Bayraktar, 2007).
Transthoracic Echocardiogram dengan Doppler : mendiagnosa penyakit dasar
penyebab cardiac cirrhosis. Tampak adanya peningkatan arteri pulmonalis,

Tinjauan Kepustakaan Ilmu Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah

Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga / RSU.Dr.Soetomo Surabaya


2011
dilatasi sisi kanan jantung, Tricuspid Regurgitasi (TR), diastolic ventricular
filling yang abnormal (Martinez, 2011; Brashers, 2009).
Radionuclide imaging dengan thallium atau technetium merupakan pemeriksaan
noninvasif yang berarti. Tujuannya untuk mengidentifikasi reversible cardiac
ischemia pada pasien cardiac cirrhosis pada gagal jantung kompensasi atau
dekompensasi. Technetium-labeled agents dan positron-emission tomography
(PET) mengidentifikasi dilated cardiomyopathy dan menentukan fungsi
miokard (Martinez, 2011; Brashers, 2009).
CT scan dan MRI mengidentifikasikan pembesaran ruang jantung, hipertrofi
ventrikel, diffuse cardiomyopathy, valvular disease dan kelainan struktural yang
lain. Keduanya dapat mengukur ejection fraction dan effectively rule out
cardiac cirrhosis (Martinez, 2011).
D.
PEMERIKSAAN HISTOPATOLOGI
Biopsi hati dapat membantu menegakkan diagnosa. Patologi pada kelainan ini
dikenal dengan istilah nutmeg liver. Istilah ini dikarenakan penampilan hati pada
congestive hepatopathy merupakan perpaduan 2 area, yakni area kontras berwarna
merah yang diakibatkan sinusoidal congestion dan perdarahan pada area nekrosis di
sekeliling vena hepatika yang membesar, serta area berwarna kekuningan yang
merupakan area hati normal atau fatty liver tissue (Guido, 2011; Allen, 2009;
Lasitschka, 2009; Bayraktar, 2007).
GAMBAR 2. Nutmeg liver. Gambar A : Potongan pala (Nutmeg). Gambar B :
Potongan permukaan hati nampak berbintik-bintik. Area kontras kemerahan dan
kuning (Lasitschka, 2009).
Congestive hepatopathy: terjadi penyatuan darah merah di dekat vena sentral dari
beberapa vena sentral dari beberapa lobulus. Dalam proses ini fibrosis terjadi dari
dalam ke luar lobulus. (Gb.3A)

Tinjauan Kepustakaan Ilmu Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah

Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga / RSU.Dr.Soetomo Surabaya


2011

Histopatologi congestive hepatopathy dengan kelainan hati yang lain (Guido,


2011; Allen, 2009; Lasitschka, 2009; Bayraktar, 2007):
Sirosis alkoholik : Alkohol yang berasal dari usus, awal bersentuhan dengan hepatosit
di portal triad, oleh karena itu yang pertama terpengaruh toksisitas alkohol adalah
hepatosit. Fibrosis akan terbentuk dari bagian luar ke dalam lobus, lobulus sendiri
terhindar dari kerusakan. (Gb.3B)
Sirosis hati karena virus : virus hepatitis, utamanya hepatitis B menyebabkan nekrosis
luas hati, kerusakan meliputi lobulus dan interstitium sehingga jaringan sulit dikenali.
(Gb.3C)
GAMBAR 3A. Congestive Hepatopathy
GAMBAR 3B. Sirosis Alkoholik

GAMBAR 3C. Sirosis karena virus

Tinjauan Kepustakaan Ilmu Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah

Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga / RSU.Dr.Soetomo Surabaya


2011
DIAGNOSA BANDING
Veno-occlusive disease : obstruksi pada sinusoid hati dan venul terminal. Kelainan ini
disebabkan oleh kerusakan endotel sinusoid karena Hematopoietic Stem Cell
Transplantation, kemoterapi, radioterapi abdominal dan pyrrolizidine alkaloids
(Bayraktar, 2007).
Sindroma Budd-Chiari : obstruksi dari vena hepatik ke ujung superior vena cava
inferior. Kelainan ini disebabkan trombosis vena hepatik, pembuntuan vena cava
inferior, kompresi vena cava inferior oleh tumor, kista, abses (Bayraktar, 2007).
TATALAKSANA
Pengobatan penyakit dasar sangat penting untuk manajemen congestive hepatopathy.
Ikterus dan asites biasanya respon dengan baik terhadap diuresis. Jika gagal jantung diobati
dengan sukses, awal perubahan histologi congestive hepatopathy dapat diatasi dan bahkan
cardiac fibrosis mungkin secara histologis dan klinis mengalami regresi (Bayraktar, 2007;
Figueroa, 2006).
PROGNOSA
Penderita dengan congestive hepatopathy meninggal terbanyak diakibatkan oleh
penyakit jantung itu sendiri. Kelainan hati jarang memberi konstribusi pada morbiditas da
n
mortalitas pasien congestive hepatopathy. Tidak seperti pasien sirosis hati, pasien dengan
cardiac cirrhosis jarang menyebabkan komplikasi serius seperti perdarahan varises esofagus.
Congestive hepatopathy yang mengakibatkan hepatocellular carcinoma jarang dilaporkan.
Namun, insiden hepatocellular carcinoma dan gagal hati karena congestive hepatopathy
kemungkinan meningkat diakibatkan peningkatan survival pasien ini dengan kemajuan dalam
pengobatan gagal jantung (Bayraktar, 2007).
RINGKASAN
Congestive hepatopathy merupakan kelainan hati yang sulit dibedakan dari sirosis hati
primer karena klinisnya relatif tidak spesifik. Definisinya masih diperdebatkan. Ditandai
dengan trias adanya gejala klinis gagal jantung (terutama gagal jantung kanan), tes fungsi hati
yang abnormal dan tidak ditemukan penyebab lain dari disfungsi hati. Fibrosis pada
congestive hepatopathy tidak tepat disebut cardiac cirrhosis, tetapi istilah
cardiac cirrhosis

Tinjauan Kepustakaan Ilmu Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah

Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga / RSU.Dr.Soetomo Surabaya


2011
telah menjadi konvensi. Oleh karena itu
istilah
cardiac cirrhosis banyak digunakan untuk
congestive hepatopathy dengan atau tanpa fibrosis hati
Diagnosis ditegakkan dari manifestasi klinis didukung dengan laboratorium
penunjang dan pemeriksaan tambahan. Terapi terpenting adalah mengobati penyakit
dasarnya. Prognosa congestive hepatopathy jarang meningkatkan morbiditas dan mortalitas.
DAFTAR PUSTAKA
1.
Allen LA, Felker GM, Pocock S, McMurray JJV, Pfeffer MA, Swedberg K, Wang D,
Yusuf S, Michelson EL, Granger CB. 2009.
Liver function abnormalities and outcome in
patients with chronic heart failure: data from the candesartan in heart failure: assessment
of reduction in mortality and morbidity (CHARM) program. European Journal of Heart
Failure 11:170-177
2.
Ardini DNE. 2007. Perbedaan etiologi gagal jantung kongestif pada usia lanjut dengan
usia dewasa di rumah sakit dr. Kariadi januari-desember 2006. UNDIP
3.
Bayraktar UD, Seren S, Bayraktar Y. 2007. Hepatic venous outflow obstruction: three
similar syndromes. World J Gastroenterol (13913): 1912-1927
4.
Brashers V, McCance KL. 2009. Structure and function of cardiovascular and lymphatic
systems. In: Pathophysiology the biologic basis for disease in adults and children.
Eds:McCance KL, Huether SE, Brashers VL, Rote HS. 6th edition. Elsevier Health
Science. Phil, pp1091-1141
5.
Burns RB, McCarthy EP, Moskowitz MA. 1997. Outcomes for older men and women
with congestive heart failure. J Am Geriatr Soc. 45(3):276-80
6.

Fava M, Meneses L, Loyola S, Castro P, Barahona F. 2008. TIPSS procedure in the


treatment of a single patient after recent heart transplantation because of refractory
ascites due to cardiac cirrhosis. Cardiovasc Intervent Radiol. 31:S188S191
7.
Figueroa MS, Peters JA. 2006. Congestive heart failure: diagnosis, pathophysiology,
therapy, and implications for respiratory care. Respiratory care. 51(4): 403-412
8.
Giallourakis CC, Rosenberg PM, Friedman LS. 2002. The liver in heart failure. Clin
Liver Dis 6 (4): 94767
9.
Giannini EG, Testa R, Savarino V. 2005. Liver enzyme alteration: a guide for clinicians.
Can Med Ass J 172(3): 367-379
10.
Guido M, Mangia A, Faa G. 2011. Chronic viral hepatitis: the histology report. Dig Liver
Dis 43 (4): S331-S343

Anda mungkin juga menyukai