KONTRAKTUR
OLEH :
Riani Dwi Hastuti
G99131069
Periode: 26-31 Januari 2015
PEMBIMBING :
dr. Dewi Haryati K., Sp.BP
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kontraktur adalah kontraksi yang menetap dari kulit dan
atau jaringan dibawahnya yang menyebabkan deformitas dan
keterbatasan gerak. Kelainan ini disebabkan karena tarikan
parut abnormal pasca penyembuhan luka, kelainan bawaan
maupun proses degeneratif. Kontraktur yang banyak dijumpai
adalah akibat luka bakar.
B. Tujuan
Untuk lebih memahami tentang definisi, patofisiologi, prevensi, dan terapi
kuratif kontraktur pada luka bakar.
C. Manfaat
Penulisan referat ini diharapkan dapat bermanfaat bagi penulis dan pembaca
sehingga dapat membantu dalam mempelajari prinsip-prinsip dalam
penanganan kontraktur pada luka bakar.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi Kontraktur
Kontraktur adalah pemendekan jarak 2 titik anatomis tubuh sehingga
terjadi keterbatasan rentang gerak (range of motion). Kontraktur adalah
kontraksi yang menetap dari kulit dan atau jaringan dibawahnya yang
menyebabkan deformitas dan keterbatasan gerak. Kelainan ini disebabkan
karena tarikan parut abnormal pasca penyembuhan luka, kelainan bawaan
maupun proses degeneratif. Kontraktur yang banyak dijumpai adalah akibat
luka bakar (Perdanakusuma, 2009). Kontraktur akibat luka bakar merupakan
komlikasi serius yang terjadi akibat reorganisasi kolagen. Terjadi pada saat
scar telah matang, menebal, dan akan mengencang dan menahan gerakan
(Sudjatmiko, 2010)
B. Klasifikasi
Kontraktur dibagi menjadi 2 (Sudjatmiko, 2010):
1. Kontraktur ekstrinsik: parut yang berbatas tegas, menarik jaringan sekitar
(kulit yang memendek). Membutuhkan pembedahan segera.
2. Kontraktur intrinsik: kontraktur langsung dari suatu organ, misalnya
tendon. Butuh rekonstruksi khusus dalam pembebasannya.
C. Penyebab
Kontraktur diakibatkan karena kombinasi berbagai faktor meliputi:
posisi anggota tubuh, durasi imobilisasi, otot, jaringan lunak, dan patologis
tulang. Individu dengan luka bakar sering diimobilisasi, baik secara global
maupun fokal karena nyerinya, pembidaian, dan posisinya. Luka bakar dapat
meliputi jaringan lunak, otot, dan tulang. Semua faktor ini berkontribusi
terhadap kejadian kontraktur pada luka bakar (Schneider et al, 2006).
Berbagai hal yang dapat menyebabkan kontraktur adalah sebagai berikut
(Adu, 2011):
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Trauma suhu
Trauma zat kimia
Trauma elektrik
Post-trauma (Volkmanns)
Infeksi ulkus buruli
Idiopatik (Dupuytrens)
3
7. Kongenital (camptodactyly)
D. Penegakan Diagnosis Kontraktur
Penegakan diagnosis kontraktur akibat luka bakar dapat menggunakan bagan
sebagai berikut:
Bedakan antara kontraktur jaringan lunak dan ankilosis persendian
Bedakan antara kontraktur jaringan ikat dan kontraktur miogenik atau neurogenik
E. Patofisiologi
Patofisiologi yang jelas terbentuknya parut hipertrofi belum diketahui
Evaluasi secara fungsional dan estetika dari sendi atau jaringan pada sebelum dan sesudah terap
benih
sedangkan
komponen
nonseluler
seperti
matriks
untuk
mempertahankan
kontraksi.
Pada
embryogenesis,
e. Punggung tangan
Posisi yang dapat menyebabkan kontraktur adalah hiperekstensi
metacarpalphalangeal (MCP), fleksi interphalangeal (IP), adduksi ibu
jari, dan fleksi pergelangan tangan sedangkan posisi yang mencegah
terjadinya kontraktur adalah pada pergelangan tangan diekstensi 30-40
derajat, fleksi MCP 60-70 derajat, ekstensi sendi IP, dan abduksi ibu
jari.
10
g. Groin
Posisi yang dapat menyebabkan kontraktur adalah fleksi dan adduksi
pangkal paha sedangkan posisi yang mencegah terjadinya kontraktur
11
12
telapak
kaki
dengan
menggunakan
bantal
untuk
13
14
lain-lain.
Bidai
membantu
merenovasi
jaringan
parutkarena
membentuk dan mempertahankan kontur anatomis. Bidai adalah satusatunya modalitas terapeutik yang tersedia dan berlaku yang dapat
mengatur tekanan pada jaringan lunak sehingga dapat menimbulkan
remodeling jaringan.
Bidai dapat dibuat dari berbagai macam bahan. Bahan yang ideal
adalah yang memiliki temperature rendah dan ringan, mudah dibentuk,
dan disesuaikan kembali kemudian juga sesuai dengan kontur.
15
16
penyembuhan remodeling
kolagen.
Ketika luka bakar telah sembuh, pasien dan keluarganya harus
membiasakan untuk latihan peregangan, pemijatan, moisturizer, dan mandi di
air yang hangat. Semua hal ini dapat membantu mencegah kontraktur. Pasien
harus didorong untuk menggunakan tangan sebisa mungkin untuk aktivitas
dan kebutuhan sehari-hari. Jika mungkin digunakan untuk kembali ke
pekerjaan mereka (Pandya, 2001).
Obat-obatan antifibrogenik untuk mengatasi parut hipertrofi yang
dapat menyebabkan kontraktur adalah sebagai berikut:
1. Antagonis TGF-
2. Interferon , ,
3. Bleomycin
4. 5-fluorouracil
5. kortikosteroid
Interaksi yang rumit antara berbagai faktor berpengaruh terhadap
penyembuhan dan menentukan hasil fibrotic atau regeneratif pada luka. Terapi
tunggal dalam melawan parut bekas luka banyak yang tidak berhasil karena
rumitnya interaksi antara sel luka dengan lingkungannya (Wong & Gurtner,
2010).
G. Penatalaksanaan Kontraktur
Seperti yang telah dijelaskan pada klasifikasi kontraktur, terutama
kontraktur derajat III dan IV memerlukan tindakan operasi sedangkan untuk
derajat I dan II tidak memerlukan tindakan operasi. (Adu, 2011). Untuk
menentukan terapi dari parut kontraktur maka klasifikasi tempat terjadinya
kontraktur harus dinilai. Bentuk dan kedalaman luka sebelum atau dalam
17
18
BAB III
KESIMPULAN
1. Kontraktur adalah kontraksi yang menetap dari kulit dan atau
jaringan
dibawahnya
yang
menyebabkan
deformitas
dan
19
DAFTAR PUSTAKA
Adu EJK. (2011). Management of contractures: a five-year experience at komfo
anokye teaching hospital in kumasi. Ghana Medical Journal 45(2):66-72.
Goel A & Shrivastava P. (2010). Post-burn scars and scar contractures. Indian
Journal of Plastic Surgery 43(3):63-71.
Ogawa R & Pribaz JJ. (2010). Diagnosis, assessment, and classification of scar
contractures. Color Atlas of Burn Reconstructive Surgery. Springer
Heidelberg Dordrecht London NewYork.
Pandya AN. (2001). Burn injury. Repair & Recontruction 2(2):1-16.
Perdanakusuma, DS. (2009). Surgical management of contracture in head and
neck. Annual Meeting of Indonesian Symposium on Pediatric Anesthesia &
Critical care, JW Marriot Hotel Surabaya.
Procter F. (2010). Rehabilitation of the burn patient. Indian Journal of Plastic
Surgery 43(Suppl):S101-S113.
Schneider JC, Holavanahalli R, Helm, P, Goldstein R, & Kowalske K. (2006).
Contractures in burn injury: defining the problem. Journal of Burn Care
Research 27(4):508-514.
Schwarz RJ. (2007). Management of postburn contractures of the upper extremity.
Journal of Burn Care Research 28:212-219.
Sudjatmiko G. (2010). Petunjuk Praktis Ilmu Bedah Plastik Rekonstruksi.Jakarta:
Yayasan Khazanah Kebajikan, pp: 118.
Wong VW & Gurtner GC. (2010). Strategies for skin regeneration in burn
Japatients. Color Atlas of Burn Reconstructive Surgery. Springer
Heidelberg Dordrecht London NewYork.
20
21