Anda di halaman 1dari 21

BAB I

Presentasi Kasus
Jenis Anamnesis

: Autoanamnesis

Anamnesis tanggal : 15 Agustus 2014


Ruang
I.

II.

: Flamboyan lt.2

Identitas Pasien
Nama

: Tn. A. I

Umur

: 33 tahun

JK

: Laki-laki

Alamat

: Bejilor, Suruh

Pekerjaan

: Swasta

Masuk RS

: 13 Agustus 2014

Data Subjektif
Keluhan utama
: Lemah pada kedua tungkai, tangan, dan terasa sesak
Keluhan tambahan : Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke IGD RSUD Kota Salatiga dengan keluhan sesak, kedua
tungkai tidak dapat digerakkan dan terasa lemas, tangan terasa lemah dan kaku jika
digunakan untuk duduk sejak 2 minggu sebelum masuk rumah sakit. Pasien
mengaku anggota badannya terasa lemah dan susah digerakkan setelah jatuh dari
pohon mangga yang lumayan tinggi. pasien berobat ke alternatif namun karena
sesak sehingga pengobatan alternatif tak mampu. Pasien mengaku sesak dirasakan
terutama ketika ia beraktivitas seperti mengangkat kaki atau tangan. Pasien juga
mengatakan bahwa sering merasa kesemutan terutama di kedua kaki. BAK dan
BAB tak dapat dikontrol. Pasien menyangkal keluhan demam, batuk dan pilek.
Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat batuk lama (-), r.operasi (-), Hipertensi disangkal. DM disangkal, riwayat
alergi obat (-)
Riwayat Penyakit Keluarga

III.

Hipertensi (-) DM (-) Asma (-) Alergi obat (-).


Data Obyektif
A. Status present
Denyut nadi
: 84 x/menit
Tekanan darah
: 120/80 mmHg
Pernapasan
: 20 x/menit
Suhu
: 36,5 C
B. Status Internus
Kepala
: Mesochepal, bentuk simetris dan tidak ada bekas luka (jahitan)
Leher
: Tidak ada pembesaran kelenjar limpa, thyroid ttb, kaku kuduk (-).
Toraks
: Bentuk dinding toraks simetris, ketinggalan gerak (-)
Jantung
: Inspeksi
: Iktus kordis tidak tampak
Palpasi
: Iktus kordis teraba di SIC 5, linea midklavicula kiri
Perkusi
: Suara redup
Batas jantung
Kiri atas
: SIC II Linea parasternalis kiri
Kanan atas : SIC II Linea parasternalis kanan
Kiri bawah : SIC V 2 cm kaudolateral dari linea midklavicula
Kanan bawah : SIC IV linea parasternalis kanan
Auskultasi : S1S2 reguler, gallop (-), murmur (-)
Paru-paru : Inspeksi
: Simetris (-), ketertinggalan gerak (-)
Palpasi
: Ketertinggalan gerak (-), krepitasi (-), vokal fremitus

Abdomen

Perkusi
Auskultasi

ka = ki
: Sonor +/+
: Suara dasar : vesikuler (+), wheezing (-)

: Inspeksi

: Permukaan cembung, venektasi (-)

Palpasi

: Nyeri tekan (-), supel, hepar dan lien tidak teraba

Auskultasi : Bising usus (+) normal


Perkusi
: Timpani, perkusi batas hepar tidak dilakukan
C. Status psikis
Status psikis dalam batas normal
D. Status Neurologis
Keadaan Umum
: Baik
Kesadaran kuantitatif
: Compos mentis; GCS : E4V5M6
Orientasi
: Orang(baik),Waktu(baik),Tempat(baik),Situasi(baik).
Daya Ingat
: Baru (baik), Lama (baik).
Kemampuan bicara
: Baik
Cara berjalan
: Tidak dapat dinilai
Tanda rangsang meningeal : Kaku kuduk (-), Brudzinsky II (-), leg sign (-),
Kernig(-)
Pemeriksaan N. Cranialis

Kanan
N I (Olfaktorius)

Kiri

Subjektif
+
Dengan bahan
tdl
N II (Optikus)
Kanan
Daya penglihatan
N
Pengenalan warna
+
Medan penglihatan
tdl
N III (Okulomotorius)
Ptosis
Gerakan bola mata ke :
Superior
+
Inferior
+
Medial
+
Ukuran pupil
3 mm
Bentuk pupil
bulat
Reflek cahaya langsung
+
N IV (Troklearis)
Gerak bola mata ke lateral bawah +
Diplopia
N V (Trigeminus)
Menggigit
+
Membuka mulut
+
N VI (Abdusens)
Gerakan mata ke lateral
+
N VII (Facialis)
Kerutan kulit dahi
+
Kedipan mata
+
Mengerutkan dahi
+
Mengerutkan alis
+
Menutup mata
+
Menggembungkan pipi
+
N VIII (Akustikus)
Mendengar suara
+
N IX (Glosofaringeus)
Sengau
Reflek muntah
N X (Vagus)
Bersuara
Menelan
N XI (Asesorius)
Memalingkan kepala
Sikap bahu
Mengangkat bahu
Trofi otot bahu
N XII (Hipoglosus)
Sikap lidah
Tremor lidah
Menjulurkan lidah
Trofi otot lidah

+
tdl
Kiri
N
+
tdl
+
+
+
3 mm
bulat
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+

+
+

+
+

+
N
N
Eutrofi

+
N
N
Eutrofi

N
N
-

N
N
-

Ekstremitas Superior
Gerakan

Ekstremitas inferior

+/+ (terbatas)

Sensibilitas

/N

Kekuatan

3+/4-

Tonus
Trofi

+/+ terbatas

4-/4-

Eutrofi

Biseps
Reflek

Eutrofi

Triseps Radius Ulna


/

Patella

Fisiologis

Reflek Patologis
Babinski
Gonda
Chaddock
Bing
Oppenheim
Rossolimo
Gordon
Tes Lasegue
Tes patrik
Tes kontra patrik
Tes Kernig
IV.

Kanan
(+)
(-)
(+)
(+)
(-)
(+)
(-)
(+)
(+)
(+)
(-)

Kiri
(+)
(-)
(+)
(+)
(-)
(+)
(-)
(+)
(+)
(+)
(-)

Pemeriksaan Penunjang
Darah Rutin
Al

: 7.53x103

HT

: 37.5 %

Achilles
/

HB

: 12.1g/dL

: 333x103

AT

Kimia Darah
GDS

: 64 mg/dl

Creatinin

: 0.6 mg/dL

Ureum

: 15 mg/dL

Chol Total

: 192 mg/dl

Natrium

: 142 mml/e

Kalium

Chlorida

: 107 mmol/l

Kalsium

Elektrolit
: 4.3 mml/e
: 8.1 mg/%

Foto Cervical
Hasil
-

Penyempitan FTV C6-7 dan C7-Th1 dekstra curiga adanya HNP


Tak tampak spondyloarthrosis cervicalis maupun kompresi corpus vertebra
cervicalis

Foto Thoracholumbal
Hasil :
-

Paraspinal musculospasme
Tak tampak gambaran spondyloarthrosis maupun kompresi corpus vertebrae
thorakalis.

V.

ASSESMENT
Tetraparese

VI.

Penatalaksanaan
Inf. RL + Sohobion drip 20 tpm
Inj. Metil Prednisolon 2x125 mg
Inj. Ranitidin 2x1 amp
Inj.citicolin 2x500 cc
PO : Neurodex 2x1
Esperison HCl 1-0-1

BAB II
SUSUNAN SARAF
A. Anatomi Vertebra
Tulang belakang atau vertebra adalah tulang tak beraturan yang membentuk
punggung yang mudah digerakkan. terdapat 33 tulang punggung pada manusia, 7
tulang cervical, 12 tulang thorax (thoraks atau dada), 5 tulang lumbal, 5 tulang sacral,
dan 4 tulang membentuk tulang ekor (coccyx). Sebuah tulang punggung terdiri atas
dua bagian yakni bagian anterior yang terdiri dari badan tulang atau corpus vertebrae,
dan bagian posterior yang terdiri dari arcus vertebrae.

Gambar 1. Tulang belakang


Medula spinalis mulai dari akhir medulla oblongata di foramen magnum
sampai konus medullaris di level Tulang Belakang L1-L2. Medulla Spinalis berlanjut
menjadi Kauda Equina (di Bokong) yang lebih tahan terhadap cedera.
Medula spinalis diperdarahi oleh 2 susunan arteri yang mempunyai hubungan
istemewa, yaitu arteri spinalis dan arteri radikularis. Arteri spinalis dibagi menjadi
arteri spinalis anterior dan posterior yang berasal dari arteri vertebralis, sedangkan

arteri radikularis dibagi menjadi arteri radikularis posterior dan anterior yang dikenal
juga ramus vertebromedularis arteria interkostalis. Medula Spinalis disuplai oleh
arteri spinalis anterior dan arteri spinalis posterior. Nervus spinalis/akar nervus yang
berasal dari medula spinalis melewati suatu lubang di vertebra yang disebut foramen
dan membawa informasi dari medula spinalis sampai ke bagian tubuh dan dari tubuh
ke otak.
Ada 31 pasang nervus spinalis dan dibagi dalam empat kelompok nervus
spinalis, yaitu :
a. nervus servikal : berperan dalam pergerakan dan perabaan pada lengan, leher, dan
anggota tubuh bagian atas
b. nervus thorak : mempersarafi tubuh dan perut
c. nervus lumbal dan nervus sakral : mempersarafi tungkai, kandung kencing, usus
dan genitalia.

Gambar 2. Hubungan nervus spinalis dengan vertebra


B. Fisiologi Sistem Saraf
Susunan neuromuskular terdiri dari Upper motor neuron (UMN) dan lower
motor neuron (LMN). Upper motor neurons (UMN) merupakan kumpulan saraf-saraf
motorik yang menyalurkan impuls dan area motorik di korteks motorik cerebrum

sampai inti-inti motorik di saraf kranial di batang otak sampai cornu anterior medulla
spinalis. Berdasarkan perbedaan anatomik dan fisiologik kelompok UMN dibagi
dalam susunan piramidal dan susunan ekstrapiramidal. Susunan piramidal terdiri dari
traktus kortikospinal dan traktus kortikobulbar. Traktus kortikobulbar fungsinya untuk
geraakan-gerakan otot kepala dan leher, sedangkan traktus kortikospinal fungsinya
untuk gerakan-gerakan otot tubuh dan anggota gerak. Sedangkan lower motor neuron
(LMN), yang merupakan kumpulan saraf-saraf motorik yang berasal dari cornu
anterior medulla spinalis sampai ke efektor dilanjutkan ke berbagai otot dalam tubuh
seseorang.

Dari otak medula spinalis turun ke bawah kira-kira ditengah punggung dan
dilindungi oleh cairan jernih yaitu cairan serebrospinal. Medula spinalis terdiri dari
berjuta-juta saraf yang mentransmisikan informasi elektrik dari dan ke ekstremitas,
badan, oragan-organ tubuh dan kembali ke otak. Otak dan medula spinalis merupakan
sistem saraf pusat dan yang mehubungkan saraf-saraf medula spinalis ke tubuh adalah
sistem saraf perifer. Medula spinalis terdiri atas traktus ascenden (yang membawa
informasi di tubuh menuju ke otak seperti rangsang raba, suhu, nyeri dan gerak posisi)
dan traktus descenden (yang membawa informasi dari otak ke anggota gerak dan
mengontrol fungsi tubuh).
Motorneuron dengan aksonnya merupakan satu-satunya saluran bagi impuls
motorik yang dapat menggerakkan serabut otot. Bilamana terjadi kerusakan pada
motorneuron, maka serabut otot yang tergabung dalam unit motoriknya tidak dapat
berkontraksi, kendatipun impuls motorik masih dapat disampaikan oleh sistem
pyramidal dan ekstrapiramidal kepada tujuannya.

UMN dibagi menjadi 2 sistem, yaitu:


1. Sistem Piramidal
Mulai dari sel-sel neuron di lapisan V koreks precentralis (area 4 Brodmann)
Neuron-neuron tersebut tertata di daerah gyrus precentralis yang mengatur
gerakan tubuh tertentu penataan somatotropik
Serabut-serabut eferen berupa akson-akson neuron di girus precentralis turun
ke neuron-neuronyang menyusun inti saraf otak motorik, terbagi menjadi 2:
Di brain stem melalui traktus kortikobulbaris Fungsi: gerakan otot-otot
kepala serta leher
Di kornu anterior medula spinalis melalui traktus kortikospinalis
mempersarafi sel-sel motorik batang otak secara bilateral, kecuali nervus VII
dan XII Fungsi: menyalurkan impuls motorik untuk gerakan-gerakan tangkas
otot-otot tubuh dan anggota gerak.
Kelainan traktus piramidalis setinggi :
Hemisfer
: Hemiparese tipikal (gangguan ekstremitas sesisi
dengan nervus cranialis dan kontralateral terhadap lesi).
Batang otak
: Hemiparesis alternans (gangguan
kontralateral terhadap lesi dan nervus cranialisnya).
Medulla spinalis

ekstremitas

: Tetra/Paraparese

2. Sistem Ekstrapiramidal
Dimulai dari serebral korteks, basal ganglia, subkortikal nukleus secara tidak
langsung ke spinal cord melalui multisynap conection
Inti-inti yang menyusun ekstrapyramidal:
1.Korteks motorik tambahan (area 4s, 6, 8).
2.Ganglia basalis (Nucleus kaudatus, Putamen, Globus pallidus, substansia
nigra), Korpus subtalamikum (Luysii), Nucleus ventrolateralis Talami.
3.Nucleus ruber & substansia retikularis batang otak.
4.Cerebellum
Berfungsi untuk gerak otot dasar /gerak tonic, pembagian tonus secara
harmonis, mengendalikan aktifitas piramidal.
Gangguan pada ekstrapiramidal : Kekakuan, rigiditas, ataksia, tremor,
balismus, khorea, atetose.

LMN
Merupakan neuron-neuron yang menyalurkan impuls motoric pada bagian
perjalanan terakhir (dari kornuanterior medulla spinalis) ke sel otot skeletal
(final common pathway motoric impuls).
LMN dibagi menjadi:
-motoneuron besar, akson tebal, menyalurkan impuls ke serabut otot
ekstrafusal
-motoneuron kecil, akson halus, menyalurkan impuls ke serabut
otot intrafusal
Tiap motorneuron menjulurkan 1 akson yang bercabang-cabang dan tiap
cabangnya mensarafi seutas serabut otot. Otot untuk gerakan tangkas terdiri
dari banyak unit motoric yang kecil-kecil, sedangkan otot untuk gerakan
sederhana terdiri dari kesatuan motoric besar berjumlah sedikit.
Pola impuls motoric dari lintasan pyramidal menyalurkan impuls ke system
output striatal extrapyramidal, fungsinya untuk menggalakkan/menghambat
--motoneuron. Bila hubungan antara UMN dan LMN diputus,
motoneuron masih bisa menggerakkan otot, akan tetapi gerakannya tidak
sesuai dan cenderung reflektorik, massif. Namun bila motoneuronnya yang
rusak, impuls tetap disampaikan, namun otot yang terhubungan tidak bisa
digerakkan sehingga menimbulkan atrofi otot.

C. GANGGUAN MEDULLA SPINALIS


Cedera Traumatik
Terjadi ketika benturan fisik eksternal seperti yang diakibatkan oleh
kecelakaan kendaraan bermotor, jatuh atau kekerasan, merusak medula
spinalis.
Hagen dkk (2009) mendefinisikan cedera medula spinalis traumatik sebagai
lesi traumatik pada medula spinalis dengan beragam defisit motorik dan
sensorik atau paralisis.
Sesuai dengan American Board of Physical Medicine and Rehabilitation
Examination Outline for Spinal Cord Injury Medicine, cedera medula spinalis
traumatik mencakup fraktur, dislokasi dan kontusio dari kolum vertebra.
Cedera Non Traumatik
Terjadi ketika kondisi kesehatan seperti penyakit, infeksi atau tumor
mengakibatkan kerusakan pada medula spinalis, atau kerusakan yang terjadi
pada medula spinalis yang bukan disebabkan oleh gaya fisik eksternal.
Faktor penyebab dari cedera medula spinalis mencakup penyakit motor
neuron, myelopati spondilotik, penyakit infeksius dan inflamatori, penyakit
neoplastik, penyakit vaskuler, kondisi toksik dan metabolik dan gangguan
kongenital dan perkembangan
Ada dua tipe lesi, yaitu :
Lesi komplit
Menyebabkan kehilangan kontrol fungsi motorik dan sensorik secara total dari bagian
dibawah lesi. Penyembuhan jauh lebih kecil dibandingkan lesi inkomplit.
Lesi Inkomplit
Menyebabkan terjadi kelumpuhan otot ringan (parese) dan atau mungkin kerusakan
sensorik. Sindrom sumsum tulang belakang inkomplit meliputi the anterior cord
syndrome, the Brown-Squard syndrome, dan the central cord syndrome. Sindrom
lainnya meliputi the conus medullaris syndrome, the cauda equina syndrome, dan
spinal cord concussion.
Sindroma korda anterior
Terjadi akibat gaya fleksi dan rotasi pada vertebra menyebabkan dislokasi ke
anterior atau akibat fraktur kompresi dari corpus vertebra dengan penonjolan
tulang ke kanalis vertebra.
Sindroma korda sentralis
Biasanya dijumpai pada orang tua dengan spondilosis servikal. Cedera
hiperekstensi menyebabkan kompresi medula spinalis antara osteofit ireguler
dari corpus vertebra di anterior dengan ligamentum flavum yang menebal di
posterior.
Sindroma korda posterior
Sindroma ini umumnya dijumpai pada hiperekstensi dengan fraktur pada
elemen posterior dari vertebra.
Sindroma Brown-sequard

Secara klasik terjadi akibat cedera tusukan tetapi juga sering dijumpai pada
fraktur massa lateral dari vertebra. Tanda dari sindroma ini sesuai dengan
hemiseksi dari medula spinalis.
Conus medullaris syndrome
Adalah trauma vertebra sakral dengan atau tanpa keterlibatan saraf lumbal.
Sindrom ini ditandai arefleksia pada kandung kemih, pencernaan. Hilangnya
fungsi motorik dan sensorik pada ekstremitas bawah bervariasi.
Cauda equina syndrome
Melibatkan trauma saraf lumbosakral dan ditandai arefleksia pada pencernaan
dan /atau kandung kemih, dengan hilangnya fungsi motorik dan sensorik
ekstremitas bawah yang bervariasi. Trauma ini biasanya disebabkan oleh
herniasi diskus lumbal sentral.

D. Parese
Parese adalah kelemahan/kelumpuhan parsial yang ringan/tidak lengkap atau
suatu kondisi yang ditandai oleh hilangnya atau gangguan fungsi motorik pada suatu
bagian tubuh akibat lesi pada mekanisme saraf atau otot. Kelemahan adalah hilangnya
sebagian fungsi otot untuk satu atau lebih kelompok otot yang dapat menyebabkan
gangguan mobilitas bagian yang terkena. Parese pada anggota gerak dibagi mejadi 4
macam, yaitu :
Monoparese adalah kelemahan pada satu ekstremitas atas atau ekstremitas
bawah.
Paraparese adalah kelemahan pada kedua ekstremitas bawah.

Hemiparese adalah kelemahan pada satu sisi tubuh yaitu satu ekstremitas atas
dan satu ekstremitas bawah pada sisi yang sama.
Tetraparese adalah kelemahan pada keempat ekstremitas.

E. Tetraparese
Tetraparese juga diistilahkan juga sebagai quadriparese, yang keduanya
merupakan parese dari keempat ekstremitas. tetra dari bahasa yunani sedangkan
quadra dari bahasa latin. Tetraparese adalah kelumpuhan/kelemahan yang
disebabkan oleh penyakit atau trauma pada manusia yang menyebabkan hilangnya
sebagian fungsi motorik pada keempat anggota gerak, dengan kelumpuhan/kelemahan
lengan lebih atau sama hebatnya dibandingkan dengan tungkai. Hal ini diakibatkan
oleh adanya kerusakan otak, kerusakan tulang belakang pada tingkat tertinggi
(khususnya pada vertebra cervikalis), kerusakan sistem saraf perifer, kerusakan
neuromuscular atau penyakit otot. Kerusakan diketahui karena adanya lesi yang
menyebabkan hilangnya fungsi motorik pada keempat anggota gerak, yaitu lengan
dan tungkai. Penyebab khas pada kerusakan ini adalah trauma (seperti tabrakan mobil,
jatuh atau sport injury) atau karena penyakit (seperti mielitis transversal, polio, atau
spina bifida).
Pada tetraparese kadang terjadi kerusakan atau kehilangan kemampuan dalam
mengontrol sistem pencernaan, fungsi seksual, pengosongan saluran kemih dan
rektum, sistem pernafasan atau fungsi otonom. Selanjutnya, dapat terjadi
penurunan/kehilangan fungsi sensorik. adapun manifestasinya seperti kekakuan,
penurunan sensorik, dan nyeri neuropatik. Walaupun pada tetraparese itu terjadi
kelumpuhan pada keempat anggota gerak tapi terkadang tungkai dan lengan masih
dapat digunakan atau jari-jari tangan yang tidak dapat memegang kuat suatu benda
tapi jari-jari tersebut masih bisa digerakkan, atau tidak bisa menggerakkan tangan tapi
lengannya masih bisa digerakkan. Hal ini semua tergantung dari luas tidaknya
kerusakan.
F. Etiologi
Penyebab umum dari tetraparase, yaitu :
- Complete/incomplete transection of cord with fracture
- Prolapsed disc
- Cord contusion-central cord syndrome, anterior cord syndrome
- Guillain-Barre Syndrome (post infective polyneuropathy)
- Transverse myelitis Acute myelitis
- Anterior spinal artery occlusion
- Spinal cord compression
- Haemorrhage into syringomyelic cavaty
- Poliomyelitis
G. Epidemiologi
Tetraparese salah satunya disebabkan karena adanya cedera pada medula
spinalis. menurut Pusat Data Nasional Cedera Medula Spinalis (The National Spinal
Cord Injury Data Research Centre) memperkirakan ada 10.000 kasus baru cedera
medula spinalis setiap tahunnya di Amerika Serikat. Angka insidensi paralisis komplet

akibat kecelakaan diperkirakan 20 per 100.000 penduduk, dengan angka tetraparese


200.000 per tahunnya. Kecelakaan kendaraan bermotor merupakan penyebab utama
cedera medula spinalis.
Cedera medula spinalis dapat dibagi menjadi komplet dan in komplet
berdasarkan ada/tidaknya fungsi yang dipertahankan di bawah lesi. Pembagian ini
penting untuk meramalkan prognosis dan penanganan selanjutnya.. Data di Amerika
Serikat menunjukkan urutan frekuensi disabilitas neurologis karena cedera medula
spinalis traumatika sbb : (1) tetraparese inkomplet (29,5%), (2) paraparese komplet
(27,3%), (3) paraparese inkomplet (21,3%), dan (4) tetraparese komplet (18,5%).
H. Klasifikasi Tetraparese
Pembagian tetraparese berdasarkan kerusakan topisnya
a. Tetrapares spastik
Tetraparese spastik terjadi karena kerusakan yang mengenai upper motor neuron
(UMN), sehingga menyebabkan peningkatan tonus otot atau hipertoni.
b. Tetraparese flaksid
Tetraparese flaksid terjadi karena kerusakan yang mengenai lower motor neuron
(LMN), sehingga menyebabkan penurunan tonus atot atau hipotoni.
I. Patofisiologi Tetraparese
Tetraparese dapat disebabkan karena kerusakan Upper Motor Neuron (UMN)
atau kerusakan Lower Motor Neuron (LMN). Kelumpuhan/kelemahan yang terjadi
pada kerusakan Upper Motor Neuron (UMN) disebabkan karena adanya lesi di
medula spinalis. Kerusakannya bisa dalam bentuk jaringan scar, atau kerusakan
karena tekanan dari vertebra atau diskus intervetebralis. Hal ini berbeda dengan lesi
pada LMN yang berpengaruh pada serabut saraf yang berjalan dari horn anterior
medula spinalis sampai ke otot.
Pada columna vertebralis terdapat nervus spinalis, yaitu nervus servikal,
thorakal, lumbal, dan sakral. Kelumpuhan berpengaruh pada nervus spinalis dari
servikal dan lumbosakral dapat menyebabkan kelemahan/kelumpuhan pada keempat
anggota gerak. Wilayah ini penting, jika terjadi kerusakan pada daerah ini maka akan
berpengaruh pada otot, organ, dan sensorik yang dipersarafinya.
Ada dua tipe lesi, yaitu lesi komplit dan inkomplit. Lesi komplit dapat
menyebabkan kehilangan kontrol otot dan sensorik secara total dari bagian dibawah
lesi, sedangkan lesi inkomplit mungkin hanya terjadi kelumpuhan otot ringan (parese)
dan atau mungkin kerusakan sensorik. Lesi pada UMN dapat menyebabkan parese
spastic sedangkan lesi pada LMN menyebabkan parese flacsid.
Lesi di Mid- or upper cervical cord
Tiap lesi di medula spinalis yang merusak daerah jaras kortikospinal lateral
menimbulkan kelumpuhan Upper Motor Neuron (UMN) pada otot-otot bagian tubuh
yang terletak di bawah tingkat lesi. Lesi transversal medula spinalis pada tingkat
servikal, misalnya C5 mengakibatkan kelumpuhan Upper Motor Neuron (UMN) pada
otot-otot tubuh yang berada dibawah C5, yaitu sebagian otot-otot kedua lengan yang
berasal yang berasal dari miotom C6 sampai miotom C8, lalu otot-otot thoraks dan
abdomen serta segenap otot kedua tungkai yang mengakibatkan kelumpuhan parsial

dan defisit neurologi yang tidak masif di seluruh tubuh. Lesi yang terletak di medula
spinalis tersebut maka akan menyebabkan kelemahan/kelumpuhan keempat anggota
gerak yang disebut tetraparese spastik.

Lesi di Low cervical cord


Lesi transversal yang merusak segmen C5 ke bawah itu tidak saja memutuskan
jaras kortikospinal lateral, melainkan ikut memotong segenap lintasan asendens dan
desendens lain. Disamping itu kelompok motoneuron yang berada didalam segmen
C5 kebawah ikut rusak. Ini berarti bahwa pada tingkat lesi kelumpuhan itu bersifat
Lower Motor Neuron (LMN) dan dibawah tingkat lesi bersifat Upper Motor Neuron
(UMN). Dibawah ini kelumpuhan Lower Motor Neuron (LMN) akan diuraikan
menurut komponen-komponen Lower Motor Neuron (LMN)
Motoneuron-motoneuron berkelompok di kornu anterius dan dapat mengalami
gangguan secara selektif atau terlibat dalam satu lesi bersama dengan bangunan
disekitarnya, sehingga di dalam klinik dikenal sindrom lesi di kornu anterius, sindrom
lesi yang selektif merusak motoneuron dan jaras kortikospinal, sindrom lesi yang
merusak motoneuron dan funikulus anterolateralis dan sindrom lesi di substantia
grisea sentralis . Lesi ini biasanya disebabkan karena adanya infeksi, misalnya
poliomielitis. Pada umumnya motoneuron-motoneuron yang rusak didaerah
intumesensia servikal dan lumbalis sehingga kelumpuhan LMN adalah anggota gerak
Kerusakan pada radiks ventralis (dan dorsalis) yang reversibel dan menyeluruh dapat
terjadi. Kerusakan itu merupakan perwujudan reaksi imunopatologik. walaupun
segenap radiks (ventralis/dorsalis) terkena, namun yang berada di intumesensia
servikalis dan lumbosakralis paling berat mengalami kerusakan. Karena daerah ini
yang mengurus anggota gerak atas dan bawah. Pada umumnya bermula dibagian
distal tungkai kemudian bergerak ke bagian proksimalnya. Kelumpuhannya meluas ke
bagian tubuh atas, terutama otot-otot kedua lengan. Kelainan fungsional sistem saraf
tepi dapat disebabkan kelainan pada saraf di sumsum tulang belakang atau kelainan
sepanjang saraf tepi sendiri. Salah satu penyakit dengan lesi utama pada neuron saraf
perifer adalah polineuropati.

Lesi di otot dapat berupa kerusakan struktural pada serabut otot atau selnya
yang disebabkan infeksi, intoksikasi eksogen/endogen, dan degenerasi herediter.
Karena serabut otot rusak, kontraktilitasnya hilang dan otot tidak dapat melakukan
tugasnya. Penyakit di otot bisa berupa miopati dan distrofi, dapat menyebabkan
kelemahan di keempat anggota gerak biasanya bagian proksimal lebih lemah
dibanding distalnya. Pada penderita distrofia musculorum enzim kreatinin fosfokinase
dalam jumlah yang besar, sebelum terdapat manifestasi dini kadar enzim ini di dalam
serum sudah jelas meningkat. akan tetapi mengapa enzim ini dapat beredar didalam
darah tepi masih belum diketahui. Di samping kelainan pada sistem enzim, secara
klinis juga dapat ditentukan kelaian morfologik pda otot. jauh sebelum tenaga otot
berkurang sudah terlihat banyak sel lemak (liposit) menyusup diantara sel-sel serabut
otot. Ketika kelemahan otot menjadi nyata, terdapat pembengkakan dan nekrosisnekrosis serabut otot. Seluruh endoplasma serabut otot ternyata menjadi lemak. Otototot yang terkena ada yang membesar dan sebagian mengecil. Pembesaran tersebut
bukan karena bertambahnya jumlah serabut otot melainkan karena degenerasi lemak.
Kelemahan otot (atrofi otot) dapat kita jumpai pada beberapa penyakit.
J. Tetraparese dapat dijumpai pada beberapa keadaan
a. Penyakit infeksi
Mielitis transversa
Dapat menyebabkan satu sampai dua segmen medula spinalis rusak
sekaligus, infeksi dapat langsung terjadi melalui emboli septik, luka terbuka
ditulang belakang, penjalaran osteomielitis atau perluasan proses meningitis
piogenik. Istilah mielitis tidak hanya digunakan jika medula spinalis
mengalami peradangan, namun juga jika lesinya mengalami peradangan dan
disebabkan oleh proses patologik yang mempunyai hubungan dengan infeksi.
Adakalanya reaksi imunologik timbul di medula spinalis setelah beberapa
minggu sembuh dari penyakit viral. Pada saat itu sarang-sarang reaksi
imunopatologik yang berukuran kecil tersebar secara difus sepanjang medula
spinalis. Serabut-serabut asenden dan desenden panjang dapat terputus oleh
salah satu lesi yang tersebar luas, sehingga dapat menimbulkan kelumpuhan
parsial dan defisit sensorik yang tidak masif di seluruh tubuh atau yang
dikenal dengan istilah tetraparese.
- Poliomielitis
adalah peradangan pada daerah medula spinalis yang mengenai
substantia grisea. Jika lesi mengenai medula spinalis setinggi servikal atas
maka dapat menyebabkan kelemahan pada anggota gerak atas dan bawah.
Pada umumnya kelompok motoneuron di segmen-segmen intumesensia
servikal dan lumbalis merupakan substrat tujuan viral. Tahap kelumpuhan
bermula pada akhir tahap nyeri muskular. Anggota gerak yang dilanda
kelumpuhan LMN adalah ekstremitas.
b. Polineuropati

adalah kelainan fungsi yang berkesinambungan pada beberapa saraf


perifer di seluruh tubuh. Penyebab karena infeksi bisa menyebabkan
polineuropati, kadang karena racun yang dihasilkan oleh beberapa bakteri
(misalnya pada difteri) atau karena reaksi autoimun, bahan racun bisa melukai
saraf perifer dan menyebabkan polineuropati atau mononeuropati (lebih
jarang), kanker bisa menyebabkan polineuropati dengan menyusup langsung
ke dalam saraf atau menekan saraf atau melepaskan bahan racun, kekurangn
gizi dan kelainan metabolik juga bisa menyebabkan polineuropati.
Kekurangan vitamin B bisa mengenai saraf perifer di seluruh tubuh,
penyakit yang bisa menyebabkan polineuropati kronik (menahun) adalah
diabetes, gagal ginjal dan kekurangan gizi (malnutrisi) yang berat.
Polineuropati kronik cenderung berkembang secara lambat (sampai beberapa
bulan atau tahun) dan biasanya dimulai di kaki (kadang di tangan).
Kelainan pada saraf perifer dijumpai sebagai berikut : tiga sampai
empat hari pertama pembengkakan dan menjadi irreguler dari selubung
myelin. Hari ke lima terjadi desintegrasi myelin dan pembengkakan aksis
silinder. Pada hari ke sembilan timbul limfosit, hari ke sebelas timbul fagosit
dan pada hari ketiga belas proliferasi Schwan sel. Kesemutan, mati rasa, nyeri
terbakar dan ketidakmampuan untuk merasakan getaran atau posisi lengan,
tungkai dan sendi merupakan gejala utama dari polineuropati kronik. Nyeri
seringkali bertambah buruk di malam hari dan bisa timbul jika menyentuh
daerah yang peka atau karena perubahan suhu. Ketidakmampuan untuk
merasakan posisi sendi menyebabkan ketidakstabilan ketika berdiri dan
berjalan. Pada akhirnya akan terjadi kelemahan otot dan atrofi (penyusutan
otot). Kelumpuhan biasanya timbul sesudah tidak ada panas, kelumpuhan otot
biasanya bilateral dan simetris dengan tipe "lower motor neurondengan
penyebaran kelumpuhan yang bersifat ascending yaitu mulai dari ekstrimitas
bawah yang menjalar ke ekstrimitas atas, tetapi bisa pula descending yaitu
mulai dari ekstrimitas atas yang turun ke ekstrimitas bawah .
c. Sindrom Guillain Barre (SGB)
Adalah suatu kelainan sistem saraf akut dan difus yang mengenai
radiks spinalis dan saraf perifer, dan kadang-kadang juga saraf kranialis, yang
biasanya timbul setelah suatu infeksi. Manifestasi klinis utama dari SGB
adalah suatu kelumpuhan yang simetris tipe lower motor neuron dari otot-otot
ekstremitas, badan dan kadang-kadang juga muka.
Akibat suatu infeksi atau keadaan tertentu yang mendahului SGB akan
timbul autoantibodi atau imunitas seluler terhadap jaringan sistim saraf-saraf
perifer. Infeksi-infeksi meningokokus, infeksi virus, sifilis ataupun trauma
pada medula spinalis, dapat menimbulkan perlekatan-perlekatan selaput
araknoid. Di negara-negara tropik penyebabnya adalah infeksi tuberkulosis.
Pada tempat-tempat tertentu perlekatan pasca infeksi itu dapat menjirat radiks

ventralis (sekaligus radiks dorsalis). Karena tidak segenap radiks ventralis


terkena jiratan, namun kebanyakan pada yang berkelompokan saja, maka
radiks-radiks yang diinstrumensia servikalis dan lumbosakralis saja yang
paling umum dilanda proses perlekatan pasca infeksi. Oleh karena itu
kelumpuhan LMN paling sering dijumpai pada otot-otot anggota gerak,
kelompok otot-otot di sekitar persendian bahu dan pinggul. Kelumpuhan
tersebut bergandengan dengan adanya defisit sensorik pada kedua tungkai atau
otot-otot anggota gerak.
Secara patologis ditemukan degenerasi mielin dengan edema yang
dapat atau tanpa disertai infiltrasi sel. Infiltrasi terdiri atas sel mononuklear.
Sel-sel infiltrat terutama terdiri dari sel limfosit berukuran kecil, sedang dan
tampak pula, makrofag, serta sel polimorfonuklear pada permulaan penyakit.
Setelah itu muncul sel plasma dan sel mast. Serabut saraf mengalami
degenerasi segmental dan aksonal. Lesi ini bisa terbatas pada segmen
proksimal dan radiks spinalis atau tersebar sepanjang saraf perifer. Predileksi
pada radiks spinalis diduga karena kurang efektifnya permeabilitas antara
darah dan saraf pada daerah tersebut
Manifestasi klinis utama adalah kelumpuhan otot-otot ekstremitas tipe
lower motor neuron. Pada sebagian besar penderita kelumpuhan dimulai dari
kedua ekstremitas bawah kemudian menyebar secara asenden ke badan,
anggota gerak atas dan saraf kranialis. Kadang-kadang juga bisa keempat
anggota gerak dikenai secara serentak, kemudian menyebar ke badan dan saraf
kranialis.
Kelumpuhan otot-otot ini simetris dan diikuti oleh hiporefleksia atau
arefleksia. Biasanya derajat kelumpuhan otot-otot bagian proksimal lebih berat
dari bagian distal, tapi dapat juga sama beratnya, atau bagian distal lebih berat
dari bagian proksimal
d. Miastenia Grafis
Miastenia grafis adalah penyakit neuromuskular yang menyebabkan
otot skelet menjadi lemah dan lekas lelah. Kelelahan/kelemahan ini
disebabkan karena sirkulasi antibodi yang memblok acetylcholine receptors
pada post sinaptik neuromuscular junction, stimulasi penghambatan ini
berpengaruh pada. neurotransmiter asetilkolin. Manifestasi klinisnya dapat
berupa kelemahan pada otot yang mengatur pergerakan mata, kelemahan otot
pada lengan dan tungkai, perubahan ekspresi wajah, disfagia, dan disartria
e. Amyotrophic Lateral Sclerosis (ALS)
Penyakit Amyotrophic Lateral Sclerosis (ALS) adalah suatu kelainan
yang progresif dari sistem saraf yang banyak terjadi pada orang dewasa
dengan penyakit motoneuron. Kondisi tersebut menyebabkan degenerasi saraf

motorik bagian atas (brain) dan saraf motorik bagian bawah (spinal cord)
dengan kombinasi tanda upper motor neuron (UMN) dan lower motor neuron
(LMN).
Penurunan kualitas saraf ini, menyebabkan kelemahan pada otot dan
dapat berakhir pada kematian Proses degenerasi hanya menyerang pada
neuron motorik, yaitu sel-sel saraf yang mengatur pergerakkan otot. Akibat
kelemahan itu, kemampuan tubuh untuk mengatur gerakan otot yang disadari
akan hilang secara perlahan-lahan. Misalnya, memegang, menjentik,
menggaruk, dan sebagainya. Namun penyakit ini tidak mempengaruhi saraf
sensoris (perasa) dan fungsi mental. Meskipun penyebab pasti ALS belum
diketahui, teori yang dikenal saat ini menyatakan neurotransmiter glutamat
(suatu zat kimia yang menghantarkan impuls atau sinyal ke sel-sel saraf)
kemungkinan memegang peranan sebagai penyebab matinya sel-sel saraf
motorik. Zat-zat kimia lainnya, seperti molekul radikal bebas dan kalsium
kemungkinan juga ikut terlibat. Penyakit ALS mengakibatkan sistem
neuromuscular tidak berfungsi karena kedua saraf motorik penderita ALS
telah rusak. Seiring berjalannya waktu, penyakit ALS menyebabkan saraf
saraf motorik yang berada di otak dan batang tubuh mengecil, dan pada
akhirnya menghilang. Akibatnya, otot otot tubuh tidak lagi mendapat sinyal
untuk bergerak. Karena otot yang berada dalam tubuh kehilangan pemasok
nutrisinya, sehingga otototot yang menjadi lebih kecil dan melemah. Sarafsaraf di dalam sistem neuromuscular yang memberi nutrisi ke otot-otot
tersebut terlokalisir, sehingga menyebabkan tumbuhnya jaringan yang rusak
mengantikan sarafsaraf yang normal.

DAFTAR PUSTAKA
Snell, Richard, Clinical Neuroanatomy for Medical Student, 5th Edition,
Saunders Elsevier, 2005.
Ditunno JF, et.al., Spinal Shock Revisited; a four-phase model. Spinal Cord.
2004; 42;383-95

Mardjono M, dkk, Neurologi Klinis Dasar.1988. Jakarta : Dian Rakyat.


Huff,
J.S.
2010.
Spinal
Cord
Neoplasma.
http://emedicine.medscape.com/article/779872-print.

Diakses

PRESENTASI KASUS

PARAPARESE INFERIOR
Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Kelulusan Kepaniteraan Klinik Bagian
Ilmu Penyakit Saraf di RSUD Salatiga

dari

Disusun Oleh :
Reviolita Ariani
20090310143

Dokter pembimbing : dr. Gamasitha Sp.S

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN


UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
BAGIAN ILMU PENYAKIT SARAF RSUD SALATIGA
2014

Anda mungkin juga menyukai