Anda di halaman 1dari 17

MANAJEMEN PERKOTAAN

Model pertumbuhan Kota berorientasi permintaan dan berorientasi Suplai dengan


mengacu pada teori pertumbuhan Kota

Andi Hajrah
60800112026

Jurusan Teknik Perencanaan Wilayah dan Kota


Fakultas Sains Dan Teknologi
Universitas Islam Negeri Alauddin
2014

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pada mulanya, kota merupakan konsentrasi rumah tangga di pinggirpinggir sungai yang diorganisasi mengelilingi penguasa atau biasanya
pemimpin agama atau pendeta gereja yang kemudian diteruskan oleh
kelompok pendeta yang menyelenggarakan pengendalian yang sistimatis dan
kontinyu terhadap panen, tenaga kerja dan lain-lain. Masih dapat juga
ditelusuri bahwa kota modern di barat pada abad pertengahan dan bahkan
sebelum revolusi industri umumnya masih tergantung dari sistem pertanian
yang notebene belum memakai alat mesin disamping beberapa kota yang
sekaligus memang menjadi pusat perdagangan Nasional dan Internasional.
Keadaan tersebut menjadi sebab kota berkembang sangat terbatas dan bila
kota bertumbuh di luar batas kemampuan suplai hasil pertanian (makanan)
dari hinterland (daerah sekitarnya) maka kota tersebut akan mengalami
kesulitan makanan ; dan untuk mempertahankan eksistensi pertumbuhan
tersebut sering diperlakukan penaklukan daerah sekeliling atau daerah lain
demi memperbesar suplai bahan makanan. Keadaan inilah yang sering
dilakukan oleh penguasa kota di Romawi dan Yunani dahulu.
Menurut Ilhami (1988) sebagian besar terjadinya kota adalah berawal
dari dari desa yang mengalami perkembangan yang pasti. Faktor yang
mendorong perkembangan desa menjadi kota adalah karena desa berhasil
menjadi pusat kegiatan tertentu, misalnya desa menjadi pusat pemerintahan,
pusat perdagangan, pusat pertambangan, pusat pergantian transportasi,
seperti menjadi pelabuhan, pusat persilangan/pemberhentian kereta api,
terminal bus dan sebagainya.
Pengertian kota menurut Dickinson (dalam Jayadinata, 1999) adalah
suatu pemukiman yang bangunan rumahnya rapat dan penduduknya
bernafkah bukan pertanian. Suatu kota umumnya selalu mempunyai rumahrumah yang mengelompok atau merupakan pemukiman terpusat. Suatu kota
yang tidak terencana berkembang dipengaruhi oleh keadaan fisik sosial.
Setelah revolusi industri, kota di barat berkembang dengan sangat
pesat dan merupakan asal-usul urbanisasi yang paling berarti. Penduduk kota
bertambah dengan drastis dan penduduk desa, terutama yang dekat kota
berkurang. Sebelum revolusi industri, pertumbuhan dan perkembangan kota
lambat dan bahkan konstan. Setelah revolusi industri pertambahan penduduk
bagaikan meledak hingga untuk pertama kalinya kota-kota di barat melebihi
kemampuan kota yang real, yaitu mulai dari penyediaan perumahan yang
layak, sarana pendidikan, lapangan kerja dan tempat rekreasi dan lain-lain

Dari peninjauan sejarah perkembangan dan pertumbuhan kota secara


spesifik diperoleh gambaran mengenai hal-hal yang menyangkut : proses
perkembangan
dan
pertumbuhan
kota,
faktor-faktor
penggerak
perkembangan dan pertumbuhan kota, dan kemungkinan-kemungkinan yang
dapat dipakai didalam usaha pengarahan dan penyusunan arah dan
besarnya perkembangan dan pertumbuhan
kota. Studi sejarah
perkembangan
dan pertumbuhan kota yang spesifik ini jelas akan
merupakan bagian yang penting didalam penentuan kebijaksanaan dan
pertimbangan didalam perencanaan untuk perkembangan kota tersebut
dimasa mendatang. Dari sejarah mengenai perkembangan dan pertumbuhan
kota dapat dianalisa apakah pola kecendrungan perkembangan dan
pertumbuhan yang berlaku sekarang itu mempunyai nilai yang negatif
ataukah positip untuk perkembangan kota selanjutnya. Apabila sifat dari pola
dan kecenderungan perkembangan dan pertumbuhan kota itu negatif maka
didalam kebijaksanaan perencanaannya perlu pengarahan kearah lain
sedemikian rupa sehingga perkembangan dan pertumbuhannya dapat
diarahkan kepada usaha-usaha perbaikan.
Perkembangan kota secara umum menurut Branch (1995) sangat
dipengaruhi oleh stuasi dan kondisi internal yang menjadi unsur terpenting
dalam perencanaan kota secara komprehensif . Namun beberapa unsur
eksternal yang menonjol juga dapat mempengaruhi perkembangan kota.
Beberapa faktor internal yang mempengaruhi perkembangan kota adalah :
1) Keadaan geografis mempengaruhi fungsi dan bentuk fisik kota.
Kota yang berfungsi sebagai simpul distribusi, misalnya perlu
terletak di simpul jalur transportasi, dipertemuan jalur transportasi
regional atau dekat pelabuhan laut. Kota pantai, misalnya akan
cenederung berbentuk setengah lingkaran, dengan pusat lingkaran
adalah pelabuhan laut.
2) Tapak (Site) merupakan faktor-faktor ke dua yang mempengaruhi
perkembangan suatu kota. Salah satu yang di pertimbangkan
dalam kondisi tapak adalah topografi. Kota yang berlokasi didataran
yang rata akan mudah berkembang kesemua arah, sedangkan
yang berlokasi dipegunungan biasanya mempunyai kendala
topografi. Kondisi tapak lainnya berkaitan dengan kondisi geologi.
Daerah patahan geologis biasanya dihindari oleh perkembangan
kota.
3) Fungsi kota juga merupakan faktor yang mempengaruhi
perkembangan kota-kota yang memiliki banyak fungsi, biasanya
secara ekonomi akan lebih kuat dan akan berkembang lebih pesat
dari pada kota berfungsi tunggal, misalnya kota pertambangan,
kota yang berfungsi sebagai pusat perdagangan, biasanya juga
berkembang lebih pesat dari pada kota berfungsi lainnya;

4) Sejarah dan kebudayaan juga mempengaruhi karekteristik fisik dan


sifat masyarakat kota. Kota yang sejarahnya direncanakan sebagai
ibu kota kerajaan akan berbeda dengan perkembangan kota yang
sejak awalnya tumbuh secara organisasi. Kepercayaan dan kultur
masyarakat juga mempengaruhi daya perkembangan kota.
Terdapat tempat-tempat tertentu yang karena kepercayaan
dihindari untuk perkembangan tertentu.
5) Unsur-unsur umum seperti misalnya jaringan jalan, penyediaan air
bersih berkaitan dengan kebutuhan masyarakat luas, ketersediaan
unsur-unsur umum akan menarik kota kearah tertentu.

B. Rumusan Masalah

Bagaimana model pertumbuhan Kota berorientasi permintaan pada teori


pertumbuhan Kota?
Bagaimana model pertumbuhan Kota berorientasi Penawaran pada teori
pertumbuhan Kota?

C. Tujuan

Untuk mengetahui Pertumbuhan kota berorientasi permintaan dan


penawaran pada teori pertumbuhan kota .

BAB II
PEMBAHASAN
A. Pertumbuhan Kota

Pertumbuhan kota adalah perubahan fisik kota sebagai akibat dari


perkembangan masyarakat kota. Pertumbuhan kota berasal dari berbagai
faktor yang mempengaruhi tingkat produktivitas dan kualitas hidup tenaga
kerja (Glaeseret al, 1995). Secara teoritik Charles C. olby (dalam Daldjoeni,
1992) menjelaskan adanya dua daya yang menyebabkan kota berekspansi
atau memusat, yaitu daya sentripetal dan daya sentrifugal. Daya sentripetal
adalah daya yang mendorong gerak ke dalam dari penduduk dan berbagai
kegiatan usahanya, sedangkan daya sentrifugal adalah daya yang
mendorong gerak keluar dari penduduk dan berbagai usahanya dan
menciptakan disperse kegiatan manusia dan relokasi sektor-sektor dan zonezone kota.
Terdapat faktor-faktor yang mendorong gerak sentripetal adalah:
1. adanya berbagai pusat pelayanan, seperti pendidikan, pusat
perbelanjaan, pusat hiburan dan sebagainya;
2. mudahnya akses layanan transportasi seperti pelabuhan,
stasiun kereta, terminal bus, serta jaringan jalan yang bagus;
3. tersedianya beragam lapangan pekerjaan dengan tingkat
upah yang lebih tinggi.
Sedangkan faktor-faktor yang mendorong gerak sentrifugal adalah:
(1) adanya gangguan yang berul ang
seperti
macetnya
lalulintas, polusi, dan gangguan bunyi-bunyian yang
menimbulkan rasa tidak nyaman;
(2) harga tanah, pajak maupun sewa di luar pusat kota yang lebih
murah jika dibandingkan dengan pusat kota;
(3) keinginan untuk bertempat tinggal di luar pusat kota yang
terasa lebih alami (Daldjoeni, 1992).
Cheema (1993) menyebutkan adanya beberapa faktor penyebab
cepatnya pertumbuhan kota, yaitu bahwa kota lebih memberikan peluang
terhadap kesempatan kerja, pendidikan, pelayanan kesehatan, dan
pelayanan sosial lainnya. Selanjutnya dikatakan bahwa faktor kemudahan
transportasi dan komunikasi juga berperan dalam memacu pertumbuhan kota
karena lebih menjanjikan peningkatan kesejahteraan dan peningkatan
perekonomian bagi keluarga.
Perkembangan kota dapat diartikan sebagai suatu perubahan menyeluruh,
yaitu yang menyangkut segala perubahan didalam masyarakat kota secara

menyeluruh, baik perubahan sosial ekonomi maupun perubahan fisik.


Menurut Yunus (1978) perkembangan adalah suatu proses perubahan
keadaan dari suatu keadaan ke keadaan yang lain dalam waktu yang
berbeda. Sorotan perubahan keadaan tersebut biasanya didasarkan pada
waktu yang berbeda dan untuk analisa ruang yang sama dari waktu ke waktu
yang lain.
Menurut Catanese (1989) faktor-faktor yang dapat mempengaruhi
perkembangan kota ini dapat berupa faktor fisik dan non fisik. Faktor-faktor
fisik akan mempengaruhi perkembangan suatu kota diantaranya:
1. Faktor Lokasi
Faktor di mana kota itu berada akan sangat mempengaruhi
perkembangan kota tersebut, hal ini berkaitan dengan kemampuan
kota tersebut untuk melakukan aktifitas dan interaksi yang
dilakukan penduduknya. Kota yang berlokasi di jalur jalan utama
atau persimpangan jalan utama akan mampu menyebarkan
pergerakan dari dan semua penjuru dan menjadi titik pertemuan
antara pergerakan dari berbagai arah.
2. Faktor Geografis
Kondisi
geografis
suatu
kota
akan
mempengaruhi
perkembangan kota. Kota yang mempunyai kondisi geografis relatif
datar akan sangat cepat untuk berkembang dibandingkan dengan
kota di daerah yang bergunung-gunung yang akan menyulitkan
dalam melakukan pergerakan baik itu orang maupun barang. Selain
itu kota di daerah yang bergununggunung akan sulit merencana
dan mendesainnya dibandingkan dengan daerah dengan daerah
datar. Sebagai gambaran kota yang berada di dataran rendah (rata)
lebih cepat berkembang dibandingkan dengan Kota yang berada di
daerah yang bergunung-gunung.
Sedang faktor-faktor non fisik
perkembangan suatu kota dapat berupa:

yang

berpengaruh

terhadap

1. Faktor Perkembangan Penduduk


Perkembangan penduduk data disebabkan oleh dua hal , yaitu
secara alami (internal) dan migrasi (eksternal), perkembangan
secara alami adalah yang berkaitan dengan kelahiran dan kematian
yang terjadi di kota tersebut, sedangkan migrasi berhubungan
dengan pergerakan penduduk dari luar kota masuk kedalam kota.
Menurut Daljoeni (1987) pembahasan tentang laju perkembangan
penduduk meliputi jumlah, pertambahan, kepadatan dan
penyebaran. Penyebaran kepadatan penduduk dipengaruhi oleh

empat unsur geografis yaitu lokasi,


iklim, tanah dan air
Kartasapoetra (dalam Novianti 2002 )
2. Faktor Aktivitas Kota
Kegiatan yang ada didalam kota tersebut, terutama kegiatan
perekonomian. Perkembangan perekonomian ditentukan oleh
faktor faktor yang berasal dari dalam kota itu sendiri (faktor internal)
yang meliputi faktor-faktor produksi seperti lahan, tenaga kerja,
modal serta faktor-faktor yang berasal dari luar daerah (faktor
eksternal) yaitu tingkat permintaan dari daerah-daerah lain
terhadap komoditi yang dihasilkan oleh daerah yang bersangkutan.
Faktor-faktor tersebut pada gilirannya akan membentuk suatu
aglomerasi kegiatan perekonomian yang makin lama akan semakin
besar dan menyebabkan kota tersebut.

B. Keberadaan Kota Ditinjau dari Aspek Ekonomi


Keberadaan kota sebagai sebuah wilayah dengan dinamika yang ada
di dalamnya, perlu untuk ditinjau dari aspek ekonomi, karena kota merupakan
pemusatan kegiatan atau konsentrasi ekonomi[1], disamping kegiatan sosial,
hukum, budaya dan aktifitas manusia lainnya. Walaupun dalam implementasi
penyusunan dan pelaksanaan kebijakan kota, harus tetap memperhatikan
aspek lain seperti ekologi dan sosial. Sehingga kota memiliki daya dukung
ekonomi, ekologi dan sosial terhadap aktivitas manusia didalamnya.
Pengaruh kegiatan ekonomi kota secara umum dapat dilihat dari dua
orientasi kegiatan yaitu agraris dan non agraris. Keberadaan kota telah ada
sejak peradaban ada. fungsi ruang dari kota, menghasilkan sebuah
kerjasama (relationships) di dalam dan antar kota yang ada. Keberadaan
sebuah kota memunculkan faktorfaktor dominan yaitu pengelolaan tanah,
kesempatan kerja, pendapatan, pasaran rumah-permukiman, latar belakang
golongan, transportasi dan lalulintas kota, perpajakan dan keuangan, dan
dampak terhadap lingkungan[2].
Keberadaan kota dilihat dari komunitas masyarakat dapat dilihat dalam
3 tiga golongan besar, yaitu pandangan liberal, konservatif dan radikal.
Pandangan liberal dan konservatif, melihat masalah sosial dari kondisi
masyarakat yang telah memiliki lembaga-lembaga dan hubungan-hubungan
tertentu. Hal ini akan mempengaruhi perilaku satuan-satuan pengambil
keputusan, antara lain rumah tangga, pekerja, atau badan-badan usaha.
Seseorang akan memiliki kebebasan dalam mengoptimalkan kesejahteraan
dalam batas tertentu[3].
Pandangan liberal dan konservatif juga menganggap bahwa kegiatan
yang dikombinasikan akan menciptakan keseimbangan sosial yaitu kestabilan
dan keharmonisan. Sehingga dapat diambil kesimpulan bahwa terdapat

keseimbangan dalam segi sosial, yaitu masyarakat pada taraf tertentu bebas
dari konflik, dan adanya perubahan dalam masyarakat terjadi secara perlahan
lahan.
Pandangan liberal menekankan pada peran pemerintah, yaitu
pemerintah harus membagi kembali pendapatan, mengupayakan sesuatu bila
mekanisme pasar tidak dapat memuaskan konsumen dan menyediakan
fasilitas di mana mekanisme pasar tak mampu mengadakannya (misal
pertahanan nasional)[4].
Pandangan radikal lebih menekankan pada aspek masyarakat yaitu
struktur dan evolusi masyarakat (kota), tergantung pada modus produksi yang
dominan[5]. Modus produksi pada masyarakat kapitalis adalah organisasi
tenaga kerja melalui mekanisme kontrak upah; Metode organisasi produksi
meliputi usahausaha produksi dan distribusi; Hubungan produksi dan
distribusi menentukan dinamika masyarakat; individu selalu harus menjadi
pekerja untuk mempertahankan dirinya; dengan adanya akumulasi modal
kapitalis akan makin menguasai kehidupan masyarakat; Lembaga
masyarakat perlu diubah untuk dapat melayani perubahan perubahan yang
timbul dalam masyarakat.
Dinamika sistem masyarakat dalam pandangan radikal menjurus pada
berbagai kontradiksi yaitu mekanisme dan pembagian kerja akan
menimbulkan akibat akibat yang berpotensi tak dapat dikendalikan;
Kapitalisme menimbulkan usaha usaha sosialisasi produksi; orang menjadi
begitu saling tergantung, atau akan saling menghancurkan, dalam
persaingan; Konflik masyarakat timbul dengan timbulnya kebutuhan untuk
selalu memperbesar kapasitas produksi.
Keberadaan kota dari sudut pandang ekonomi disebabkan oleh
adanya scale economies di dalam memproduksikan barang-barang dan jasajasa kebutuhan sehari-hari. Skala ekonomi merupakan keuntungan biaya
rendah yang didapat dari perluasan atau ekspansi aktivitas operasional dalam
sebuah perusahaan (dalam hal ini kota) dan merupakan salah satu cara untuk
mendapat keuntungan biaya rendah (low cost advantage) demi menciptakan
keunggulan bersaing[6].
Fungsi kota terutama adalah untuk memperlancar produksi dan
pertukaran dengan dekatnya lokasi berbagai kegiatan ekonomi. Perhatian
keberadaan kota adalah dengan melihat faktor kedekatan atau proximity
yang secara ekonomi merupakan salah satu penyebab terciptanya kota.
Dengan adanya kebutuhan lahan dalam proses produksi akan mempercepat
perkembangan kota, serta pemenuhan tuntutan biaya transportasi yang lebih
rendah. Pemusatan kegiatan atau aglomerasi dan pertukaran barang dan
jasa di suatu wilayah akan menentukan besarnya kota (city size)[7].

Pengukuran aglomerasi menggunakan formula J.V. Henderson (1986),


merupakan fungsi dari sarana modal setiap tenaga kerja, tingkat pendidikan
tenaga kerja, hasil industri, penduduk daerah metropolitan. Teori lain
(D.Segal, 1976), menyebutkan bahwa urbanisasi merupakan fungsi dari
modal, tenaga kerja dan jumlah penduduk[8].
Selain faktor suplai sebagai faktor pendorong perkembangan kota
yang terdiri dari skala ekonomi dan keunggulan komparatif aglomerasi,
terdapat juga faktor permintaan atau faktor tarikan yaitu amenities atau
fasilitas kenyamanan. Fasilitas kenyamanan dapat berupa pemerintah kota
yang baik, fasilitas publik yang baik, rekreasi, lingkungan kota yang bersih,
dan lain-lain.[9] Keberadaan suatu kota dapat diterangkan dari ketiga unsur,
yaitu scale of economies, comparative advantage dan amenities.
Aspek Empiris
Keberadaan faktor-faktor yang ada di dalam sebuah kota dari cara
pandang teori dapat dibagi menjadi dua, yaitu aspek empiris dan normatif.
Aspek empiris berbicara mengenai pemanfaatan tanah dan teori lokasi dan
pertumbuhan kota.
Pemanfaatan tanah dilakukan sebagai faktor produksi utama
seseorang menjalankan kegiatannya. Peran tanah sebagai faktor produksi
memiliki kegunaan ganda (multitasking). Sehingga analisis keberadaannya
didasarkan pada konsep kegiatan ganda dalam daerah. Pertimbangan
pemilihan tanah adalah antara lain kondisi iklim mikro dan kedekatan pada
daerah lain untuk kepentingan tertentu. Harga tanah, juga memegang
peranan penting, karena harga dapat menentukan permintaan atas tanah
serta mempengaruhi tingkat persaingan untuk mendapatkannya[10].
Preferensi terhadap tanah tertentu, berkaitan dengan kegiatan yang
akan diwadahinya. Sehingga memunculkan pola penawaran sewa rendah
untuk tanah yang tak begitu menarik, dan aras sewa yang tinggi karena tanah
sangat bernilai. Kondisi ini dinamakan rent surfaces. Sedang keberadaan
tanah untuk tujuan tertentu dinamakan sebagai rent gradient.
Permukiman dibangun untuk mendekati pasar, diistilahkan sebagai
market based (pasar tenaga kerja, atau tempat kerja). Kegiatan perusahaan
dan pemerintah di kota juga berorientasi pada pasar karena hasil produksi
perusahaan memerlukan biaya tambahan bila jauh dan terdapat potensi
rusak, sedang jasa pemerintah bila jauh kurang efisien.
Teori keberadaan tanah dan lokasi dikemukakan oleh Van Thunen[11],
yang mencoba untuk menentukan tempat menanam yang paling efisien dari
berbagai jenis tanaman serta pemanfaatan tanah yang dimilikinya. Dia
berpendapat bahwa tanah harus dimanfaatkan sedemikian rupa sehingga

menghasilkan sewa tertinggi. Sehingga pemanfaatan tanah yang baik adalah


konsentris melingkari kota yang merupakan pasar.
Pola pemanfaatan tanah di kota bercirikan antara lain ditentukan oleh
scale economies dan aglomerasi, seseorang akan lebih menyukai tempat
yang dekat untuk berbagai kegiatan (kerja, sekolah, belanja, hiburan, dll) dan
kondisi lingkungan sosial dapat menyebabkan seseorang mau mengeluarkan
biaya lebih[12].
Teori lokasi serta pertumbuhan kota, mengemukakan mengenai
sejarah serta kerangka dasar teoritis mengapa pememilihan tempat untuk
menjalankan kegiatan dan alasan pengembangan pola tertentu di kota.
Christaller menyatakan bahwa tanah yang produktif adalah yang mendukung
pusat kota. Pembagian kegiatan kota dan desa dapat dipahami sebagai
pemakaian ekstensif tanah untuk pertanian di desa, dan tidak memunculkan
ekonomi aglomerasi. Sedangkan kegiatan kota merupakan pemakaian
intensif tanah dan yang sifatnya adalah ekonomi aglomerasi[13].
Teori yang dikemukakan Berry melihat kota sebagai sistem di dalam
sistem kota. Yang menimbulkan konsep bahwa sebuah barang/jasa tidak
dapat dijual pada daerah tertentu atau pada pusat kota karena batasan daya
beli; Konsep ambang batas/ threshold. Barang/jasa tak dapat dijual di seluruh
daerah karena keterbatasan kemampuan penjual; konsep struktur hierarki
spatial, barang-barang pusat kota mungkin dapat dijual pada daerah-daerah
antara.
Pakar lain (Muth) mengemukakan kemungkinan terjadinya perubahan
ekonomi. Dengan meningkatnya sewa orang cenderung untuk bergerak ke
daerah di luar kota (suburbanisasi). Produksi barang dan jasa di kota dapat
dinyatakan dengan fungsi produksi dari Tanah, Tenaga Kerja, Modal,
Teknologi dan Informasi[14].
Aspek Normatif
Aspek Normatif dibahas dengan soal yang selalu dihadapi masyarakat
yaitu mencari kerja. Munculnya fenomena komuter yang merupakan
perluasan teori perilaku konsumen. Konsumen melakukan kegiatan ekonomi,
dengan memaksimumkan konsumsi rumah, barang-barang dan jasa-jasa lain
yang dibatasi oleh anggaran dari penghasilan dan pengeluaran karena
aktivitas commuting merupakan akumulasi biaya subyektif dan moneter
(angkutan, biaya operasional kendaraan (bensin, pemeliharaan dan
perbaikan).
Keberadaan penawaran tenaga kerja di kota dipengaruhi oleh besar,
komposisi umur serta tingkat partisipasi penduduk kota. Besar penduduk kota
dipengaruhi kelahiran, kematian, serta migrasi. komposisi umur tergantung

pada tingkat kesuburan (fertilitas) dan migrasi. Tingkat partisipasi tergantung


pada tingkat upah, tingkat pengangguran, komposisi umur dan jenis kelamin
penduduk[15].
Klasifikasi kelompok angkatan kerja dibedakan menjadi tenaga kerja
primer dan tenaga kerja sekunder. Yaitu yang aktif mencari dan bekerja serta
yang bekerja pada waktu tertentu (kerja sambilan). Aspek yang dapat
mengubah bentuk atau kedudukan fungsi permintaan tenaga kerja, yaitu
perubahan harga relatif tenaga kerja, perubahan teknologi, dan perubahan
permintaan akan hasil produksi[16].
Pasar tenaga kerja kota datang dari sumber yang terpisah, dari daerah
tertentu dan diminta oleh daerah tertentu. Hal ini terjadi karena
kecenderungan untuk meminimumkan ongkos pergi pulang ke tempat kerja
(commuting costs). Timbul keadaan yang dikenal sebagai pasar tetangga
(neighborhood markets), di mana mereka yang bekerja ingin agar ongkosongkos pergi ke tempat kerja, jasa rumah, kualitas tetangga dan rekreasi
serta belanja menjadi seimbang.
Beberapa aspek penting berkaitan dengan penyediaan tenaga kerja
adalah apabila variasi dalam tingkat upah berbagai daerah besar, maka orang
akan bersedia untuk pergi dalam jarak yang relatif jauh sehingga makin besar
pengeluaran untuk transpor dan informasi; makin rendah tingkat ketrampilan
dan upah-upah, makin sedikit usaha pergi ke tempat kerja; makin besar
konsentrasi penawaran pada suatu tempat, makin besar kecenderungan
perusahaan berlokasi di tempat tersebut; dan makin besar konsentrasi
permintaan terhadap tenaga kerja yang kurang terampil dan setengah terdidik
pada suatu daerah tertentu makin besar pula variasi ongkos pergi ke tempat
kerja antardaerah.
Permintaan akan permukiman berkaitan dengan pilihan tempat tinggal
dan tempat bekerja[17]. Di negara-negara maju dengan penghasilan yang
tinggi, elastisitas permintaan akan rumah relatif rendah. sebaliknya negara
yang belum maju atau tingkat penghasilan rendah, elastisitas akan rumah
relatif tinggi.
Keinginan untuk memiliki rumah dibatasi oleh tingkat
penghasilan serta biaya pembangunan perumahan.
Masalah normatif lain berkaitan dengan kenyataan adanya perbedaan
rasial dan latar belakang sosial, walau diusahakan untuk dihilangkan, tetapi
masih ada dan menimbulkan permasalahan yang mempengaruhi dalam
pilihan permukiman.
Aspek pengangkutan atau transportasi menimbulkan persoalan dalam
pengaturan lalulintas dalam kota berkaitan dengan fasilitas (jalan, dan lainlain) yang semakin lama tidak dapat lagi mendukung peningkatan jumlah
kendaraan. Faktor faktor yang perlu diperhatikan dalam masalah angkutan

kota, adalah manusia dengan segala keberadaannya; yang kedua adalah


sistem angkutan, termasuk di dalamnya prasarana angkutan (jenis angkutan),
jalan, aparat pengatur lalulintas, rambu-rambu dan lain-lain teknologi yang
diperlukan.
Menghadapi persoalan pemanfaatan jalan diberikan beberapa usulan
penanganan yaitu penerapan pajak khusus bila terdapat kemacetan serius
dan terus-menerus, terutama diterapkan pada bensin yang dijual di dalam
kota, agar orang yang bepergian ke kota akan berpikir dua kali karena
tingginya biaya kemacetan; pembatasan kendaraan masuk jalan-jalan
tertentu seperti yang dilakukan di Singapura (izin/stiker); pemasangan tarif
meter elektronik toll pada beberapa jalan kota atau jalan raya; makin banyak
kemacetan makin tinggi toll; dan jalur khusus untuk bis.
Aspek Urbanisasi dan suburbanisasi[20], dibahas dalam kaitannya
untuk mengatur ulang urbanisasi di negara-negara berkembang dilakukan
secara tidak efektif di negara-negara berkembang dan sering diliputi oleh
aspek poltik. Sebagian besar kebijakaan sifatnya parsial, tidak terkoordinir
dan bahkan negatif.
Kebijakan terpadu terhadap tiap aspek masalah yang dihadapi kota,
yaitu berkaitan dengan lahan dengan tataguna tanah (penelitian milik,
penyusunan kembali rencana tataguna tanah, motivasi perubahan),
penentuan lokasi pembangunan fisik proyek (tidak menyaingi usaha swasta,
tidak merusak lingkungan, keseimbangan semua pihak mendapat
kesempatan). Kebijakan permukiman dengan perumahan sehat dan murah
(kredit, angsuran dan pajak), pemeliharaan rumah (insentif, pajak, prasarana),
perbaikan lingkungan (insentif, bantuan). Kebijakan dalam kesempatan kerja
dengan mendorong proyek padat karya (fasilitas kredit, keringanan pajak,
lahan yang disediakan), pendidikan dan latihan (dengan fasilitas yang
disediak, biaya murah, pedoman, penempatan, perlindungan). kebijakan
angkutan kota dengan pembangunan sistem transportasi dan pengaturan.
Kebijakan keuangan dengan keseimbangan keuangan pusat dan daerah dan
sistem penagihan pajak terpadu. Kebijakan untuk aspek urbanisasi dalah
dengan meningkatkan dan menciptakan proyek-proyek daerah luar kota.
Pendekatan pengelolaan kota dan wilayah dapat dilihat dari tiga pilar
yaitu secara ekonomi menguntungkan, ramah terhadap lingkungan dan
secara sosial politik diterima oleh masyarakat serta sensitif terhadap budaya.

Teori Petumbuhan Kota


1.) Central Place
Teori Tempat Pusat oleh Christaller (1933),
menjelaskan
bagaimana susunan dari besaran kota, jumlah kota, dan distribusinya di

dalam satu wilayah. Model Christaller menggambarkan area pusat-pusat


kegiatan jasa pelayanan cenderung tersebar di dalam wilayah membentuk
pola segi enam, yang secara teori bisa memberikan keuntungan optimal
pada kegiatan tersebut. Tempat tempat pusat tersebut yakni sebagai
suatu tempat yang menyediakan barang dan jasa-jasa bagi penduduk
daerah belakangnya.
Teori ini dapat berlaku apabila memiliki karakteristik sebagai berikut:
1. Wilayahnya datar dan tidak berbukit
2. Tingkat ekonomi dan daya beli penduduk relative sama
3. Penduduk memiliki kesempatan yang sama untuk bergerak ke
berbagai arah
2.) Teori Basis Ekonomi (Economic Base)
Teori economic base menyatakan bahwa faktor penentu utama
pertumbuhan ekonomi suatu kota berhubungan langsung dengan
permintaan barang dan jasa dari luar kota itu sendiri.
Ferroux dalam Mudrajad Kuncoro (2002), menyatakan bahwa pusat
pertumbuhan ekonomi itu merupakan suatu tempat dalam suatu ruang
atau suatu wilayah, dari mana kekuatan-kekuatan sentrifugal memancar
dan kemana kekuatan-kekuatan sentripental ditarik. Konsep pusat
pertumbuhan ekonomi ini sebagai suatu gugusan industri-industri, baik
yang saling terkait maupun yang berdiri sendiri-sendiri, yang kemudian
berkembang menjadi kota dan berlokasi pada suatu tempat tertentu dalam
suatu wilayah.

Myrdai dalam Tulus T.H. Tambunan (2001a), berpendapat bahwa


pada pusat-pusat pertumbuhan ekonomi akan berkembang industriindustri yang akan memancarkan berbagai bentuk keuntungan {spread
effect) ke wilayah sekitarnya berupa permintaan hasil-hasil produksi dari
wilayah sekitarnya sehingga perekonomian wilayah sekitar pusat
pertumbuhan ekonomi akan ikut berkembang
3.)Teori Basis Ekspor (Export Base Theory)
Teori basis ekspor adalah bentuk model pendapatan yang paling
sederhana. Teori ini menyederhanakan suatu sistem regional menjadi dua
bagian yaitu daerah yang bersangkutan dan daerah-daerah lainnya.
Masyarakat di dalam satu wilayah dinyatakan sebagai suatu sistem sosial
ekonomi. Sebagai suatu sistem, keseluruhan masyarakat melakukan
perdagangan dengan masyarakat lain di luar batas wilayahnya.

Bertambah banyaknya kegiatan basis dalam suatu wilayah akan


menambah arus pendapatan ke dalam wilayah yang bersangkutan yang
selanjutnya menambah permintaan terhadap barang atau jasa di dalam
wilayah tersebut sehingga pada akhirnya akan menimbulkan kenaikan
volume kegiatan non basis. Sebaliknya, berkurangnya aktivitas basis akan
mengakibatkan berkurangnya pendapatan yang mengalir ke dalam suatu
wilayah sehingga akan menyebabkan turunnya permintaan produk dari
aktivitas non basis (Richardson 1977).

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Suatu kota akan selalu tumbuh dan berkembang sesuai dengan
perkembangan aktivitas dan sosial budaya, ekonomi dan politik yang melatar
belakanginya. Perkembangan tersebut ditunjukkan dengan adanya
perubahan yang terjadi secara terus menerus sebagai fenomena tersendiri
yang tidak bisa dihentikan (Simon dalam Zahnd,1999). Perubahan yang
paling kentara pada suatu kota terjadi pada kawasan pusat kotanya. Hal ini
dikarenakan dalam proses berkembangnya kota, kawasan pusat akan
menjadi orientasi pertumbuhan dan perkembangan kota tersebut karena
kawasan pusat kota merupakan suatu tempat konsentrasi dari kegiatan bisnis
atau komersial dari suatu wilayah.
Sebagai inti dari sebuah kota, pusat kota memiliki beberapa fungsi
yaitu sebagai pusat administrasi pemerintahan, pusat perdagangan dan jasa,
pusat perekonomian, pusat budaya dan hiburan, pusat transportasi, pusat
kegiatan rekreasi dan pusat kegiatan olahraga. Fungsi-fungsi tersebut muncul
sebagai pusat pelayanan untuk mewadahi dominasi aktivitas perkotaan.
Kota adalah Leburan Dari bangunan dan penduduk, sedangkan bentuk
kota pada awalnya adalah netral tetapi kemudian berubah sampai hal ini
dipengaruhi dengan budaya yang tertentu. Bentuk kota ada dua macam yaitu
geometri dan organik. Terdapat dikotomi bentuk perkotaan yang didasarkan
pada bentuk geometri kota yaitu Planned dan Unplanned.
o Bentuk Planned (terencana) dapat dijumpai pada kota-kota eropa
abad pertengahan dengan pengaturan kota yang selalu regular dan
rancangan bentuk geometrik.
o Bentuk Unplanned (tidak terencana) banyak terjadi pada kota-kota
metropolitan, dimana satu segmen kota berkembang secara
sepontan dengan bermacam-macam kepentingan yang saling
mengisi, sehingga akhirnya kota akan memiliki bentuk semaunya
yang kemudian disebut dengan organic pattern, bentuk kota
organik tersebut secara spontan, tidak terencana dan memiliki pola
yang tidak teratur dan non geometrik.
Pertumbuhan kota berasal dari berbagai faktor yang mempengaruhi
tingkat produktivitas dan kualitas hidup tenaga kerja (Glaeseret al, 1995).
Secara teoritik Charles C. olby (dalam Daldjoeni, 1992) menjelaskan adanya
dua daya yang menyebabkan kota berekspansi atau memusat, yaitu daya

sentripetal dan daya sentrifugal. Daya sentripetal adalah daya yang


mendorong gerak ke dalam dari penduduk dan berbagai kegiatan usahanya,
sedangkan daya sentrifugal adalah daya yang mendorong gerak keluar dari
penduduk dan berbagai usahanya dan menciptakan disperse kegiatan
manusia dan relokasi sektor-sektor dan zone-zone kota.
Pada dasarnya suatu pusat kota harus memuat fungsi diantaranya
pusat supplyservice, catering-tourist, financial-business, communicationinformation, educationalscientific, cultural-entertainment, sportrecreation
social-health protection, socialpolitical disamping fungsi sebagai pusat
pemukiman perkotaan untuk menjadi suatu pusat kota (Mitkovi da Dii,
2004).
Keberadaan sebuah kota perlu dilihat dari aspek ekonomi, karena kota
merupakan pemusatan kegiatan atau konsentrasi ekonomi. Dilihat dari aspek
ekonomi merupakan gabungan atau fusi dari ketiga unsur, yaitu scale of
economies, comparative advantage dan amenities. keberadaan kota sangat
dipengaruhi oleh faktor kedekatan atau proximity yang secara ekonomi
merupakan salah satu penyebab terciptanya kota.
Unsur pembentuk keberadaan kota dari aspek ekonomi terdiri dari
aspek empiris yaitu tataguna pemanfaatan tanah/lahan, dan lokasipertumbuhan kota; Serta aspek normatif yang terdiri dari kesempatan kerja
dan tenaga kerja, masalah permukiman, latar belakang sosial komunitas
masyarakat, transportasi, keuangan kota, urbanisasi-suburbanisasi serta
permasalahan kota lainnya.

Daftar Pustaka
http://pemudakecil.blogspot.com/2012/10/pertumbuhan-dan-perkembangankota.html
http://pracastino.blogspot.com/2011/08/keberadaan-kota-ditinjau-dari-aspek.html
http://raranariri.blogspot.com/2013/04/teori-pertumbuhan-dan-perkembangankota.html
https://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=5&cad=rja&ua
ct=8&ved=0CD8QFjAE&url=http%3A%2F%2Flib.ui.ac.id%2Ffile%3Ffile%3Ddigital%
2F126100-5637-Analisis%2520arahLiteratur.pdf&ei=aHs6VMzdPIKguQTduoCYAw&usg=AFQjCNFT1bvzmsKhm2LRW1Fq6uFdh2Wpw&bvm=bv.77161500,d.c2E
http://perencanaankota.blogspot.com/2013/06/tinjauan-teori-perkembangankota.html
http://artikeltekape.blogspot.com/

Anda mungkin juga menyukai