Anda di halaman 1dari 7

Jurnal Ilmu Pertanian dan Perikanan Juni 2013

Vol. 2 No.1 Hal : 55-61


ISSN 2302-6308

Available online at:


http://umbidharma.org/jipp

PENGGUNAAN JENIS DAN BOBOT UMPAN


YANG BERBEDA PADA BUBU LIPAT KEPITING BAKAU
(Application of Different Types and Baits Weights on Mud Crab Trap)
Septiyaningsih1*, Ririn Irnawati2, Adi susanto2
1Mahasiswa

Jurusan Perikanan Fakultas Pertanian Universitas Sultan Ageng Tirtayasa


Jl. Raya Jakarta Km. 4 Pakupatan Serang Banten
2Jurusan Perikanan Fakultas Pertanian Universitas Sultan Ageng Tirtayasa
Jl. Raya Jakarta Km. 4 Pakupatan Serang Banten
*Korespondensi: bluevirgo33@yahoo.com
Diterima: 11 April 2013 / Disetujui: 10 Mei 2013

ABSTRAK
Kepiting bakau merupakan komoditi perikanan bernilai ekonomis dan bernutrisi
tinggi serta memiliki rasa yang lezat sehingga digemari oleh masyarakat.
Penggunaan perangkap (bubu) untuk menangkap kepiting bakau sudah umum
dilakukan, namun pemilihan umpan yang digunakan masih didasarkan atas
ketersediaan dan harganya yang murah. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan
jenis dan bobot umpan yang efektif untuk digunakan pada penangkapan kepiting
bakau menggunakan bubu lipat. Penelitian dilakukan dengan metode percobaan
laboratorium dengan umpan kulit sapi, ikan swanggi dan ikan biji nangka dengan
boot 50 g, 100 g dan 150 g. Hasil penelitian dengan analisis RAL faktorial
menunjukkan bahwa perbedaan jenis dan bobot umpan tidak memberikan pengarus
nyata terhadap frekuensi masuknya kepiting bakau ke dalam bubu. Kombinasi jenis
dan bobot umpan yang menghasilkan frekuensi masuk tertinggi adalah ikan biji
nangka dengan bobot 50 g
Kata kunci: bubu, kepiting bakau, umpan
ABSTRACT
Mud crab is a fishery commodity which is very popular because it has a
delicious flavor and high nutritional content. Mud crab in nature captured by using
trap gear. Bait is one of the factors that support successful of trap fishing operation.
Selection of bait generally base on cheap price and easy to get. Increasing baits
weight also significantly increase catch. The objective of the research is to
determine the type and baits weight that effective to catch mud crab. Research was
conducted with experimental laboratory. Bait used are cowhide, Upeneus sulphurus
and Priacantus tayenus. The baits weight used was 50 g, 100 g, and 150 g.
Observed data include frequency and crab is weight that goes into the crab traps.
Data analyzed using a completely randomized design (CRD) factorial. The results
show that the types of bait have no effect to entry frequency of mud crab into traps
(F count < F table), and baits weight have no effect to entry frequency of mud crab
into traps (F count < F table). Interaction between the type and weight of bait no
effect to entry frequency of the mud crab into traps (F count < F table).
Keyword: bait, mud crab, traps

56

SEPTIYANINGSIH ET AL.
PENDAHULUAN

Kepiting bakau merupakan komoditi perikanan yang memiliki nilai jual


tinggi karena memiliki rasa yang lezat
dan kandungan gizi yang tinggi (Asmara
2004). Produksi kepiting bakau nasional
diperoleh dengan cara budidaya dan
penangkapan. Penangkapan kepiting
bakau langsung dari alam dilakukan
dengan menggunakan berbagai jenis
perangkap dan salah satunya adalah
bubu (Rakhmadevi 2004).
Bubu merupakan alat penangkap
ikan yang bersifat pasif, yakni memudahkan ikan untuk masuk namun sulit
untuk meloloskan diri (Mawardi 2001).
Miller (1990) menyatakan bahwa keberhasilan penangkapan menggunakan
bubu dipengaruhi oleh beberapa faktor
seperti konstruksi bubu, lama perendaman (soaking time) dan umpan.
Umpan merupakan salah satu
faktor penting dalam menunjang
keberhasilan suatu operasi penangkapan ikan, khususnya untuk alat
tangkap pasif seperti bubu dan pancing
(Subani dan Barus 1989). Alat tangkap
bubu biasanya menggunakan umpan
alami berupa ikan rucah karena harganya murah, mudah diperoleh dan
masih memiliki kesegaran yang baik
(Ramdani 2007).
Penelitian yang berkaitan dengan
penggunaan umpan di Indonesia telah
banyak dilakukan, namun penelitian
yang berkaitan dengan bobot umpan
terhadap hasil tangkapan bubu masih
jarang dilakukan. Padahal penambahan
bobot umpan pada bubu dapat
meningkatkan hasil tangkapan secara
signifikan (Miller 1983). Marie (1994)
juga menyimpulkan bahwa peningkatan
bobot umpan akan meningkatkan hasil
tangkapan kepiting pada level tertentu.
Berdasarkan hal tersebut penelitian
tentang penggunaan jenis dan bobot
umpan yang berbeda pada bubu lipat
kepiting bakau merupakan hal yang
menarik untuk dilakukan.

JIPP
Tujuan dari penelitian ini adalah
untuk menentukan jenis umpan dan
botot umpan yang efektif untuk
digunakan pada bubu lipat kepiting
bakau pada skala laboratorium. Hasil
penelitian ini diharapkan dapat membantu nelayan dalam menentukan jenis
dan bobot umpan yang efektif untuk
penangkapan kepiting bakau.
METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat
Pengumpulan data dilaksanakan di
hatchery Bahari Desa Tanjung Pasir
Kecamatan
Teluknaga
Kabupaten
Tangerang Provinsi Banten. Pengolahan data dilaksanakan di Jurusan
Perikanan Fakultas Pertanian Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.
Alat dan Bahan
Alat yang digunakan antar lain bubu
lipat berjumlah 10 unit, timbangan,
kamera digital, stopwatch, DO meter
dan refraktometer. Bahan yang digunakan antara lain kepiting bakau (30 ekor),
kulit sapi, ikan biji nangka dan ikan
swanggi.
Metode Pengumpulan Data
Metode yang digunakan adalah
percobaan di laboratorium. Pengumpulan data dilakukan selama 15 hari,
Penelitian ini menggunakan bubu lipat
berbentuk kotak yang berukuran (p x l x
t) 55 x 35 x 20 cm dan diberi perlakuan
jenis umpan kulit sapi, ikan biji nangka
(Upeneus sulphurus), dan ikan swanggi
(Priacanthus tayenus) dengan bobot
umpan 50 g, 100 g dan 150 g.
Analisis Data
Data hasil penelitian dianalisis
menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) faktorial. Kenormalan data
diuji
dengan
Kolmogorov-Smirnov.
Pengaruh jenis dan bobot umpan
dianalisis dengan uji ANOVA dan uji
lanjut.

Vol. 2, 2013

Penggunaan Jenis dan Bobot Umpan

HASIL DAN PEMBAHASAN


Jenis Umpan
Frekuensi kepiting bakau yang
masuk ke dalam bubu paling tinggi
terlihat pada perlakuan umpan ikan biji
nangka dengan jumlah frekuensi
kepiting yang masuk sebanyak 227 kali,
sedangkan frekuensi terendah terlihat
pada perlakuan tanpa umpan (kontrol)
dengan jumlah frekuensi sebanyak 20
kali. Secara rinci frekuensi kepiting
bakau yang masuk pada bubu dengan
jenis umpan yang berbeda disajikan
pada Tabel 1.
Umpan ikan biji nangka menghasilkan frekuensi masuk kepiting bakau
paling tinggi. Hal ini diduga karena
adanya beberapa faktor, diantaranya
ikan biji nangka mengandung kadar
protein dan lemak yang cukup tinggi.
Kandungan kimia utama yang berpengaruh terhadap respons penciuman
ikan adalah protein, lemak dan asam
amino (Riyanto 2008). Fitri (2008)
menjelaskan bahwa penggunaan umpan sebagai atraktor ditentukan oleh
kandungan kimia umpan yang digunakan. Umpan yang mengandung asam
amino diidentifikasi dapat menjadi
stimulus dan atraktor makan pada ikan
dan crustacea.
Penggunaan ikan biji nangka sebagai umpan merupakan salah satu
alternatif yang dapat digunakan oleh
nelayan untuk menangkap kepiting
bakau. Selain kelimpahannya cukup

57

banyak di alam, ikan ini juga memiliki


harga yang relatif lebih murah, sehingga
dapat mengurangi biaya umpan.
Hasil analisis anova menunjukan
bahwa penggunaan jenis umpan yang
berbeda tidak berpengaruh nyata
terhadap frekuensi masuknya kepiting
bakau. Hasil ini ditunjukkan dengan nilai
F hitung sebesar 0,205 dan nilai F tabel
sebesar 3,018. Hal ini diduga karena
komposisi kimia yang terkandung pada
masing-masing umpan yang diujicobakan tidak memiliki kisaran yang jauh.
Secara rinci kandungan kimia umpan
yang diujicobakan terlihat pada Gambar
1.
Bobot kepiting bakau yang masuk
ke dalam bubu pada jenis umpan yang
berbeda mempunyai berat total 91.090
g. Bobot kepiting bakau paling tinggi
terdapat pada umpan ikan biji nangka
sebesar 31.930 g, sedangkan bobot
kepiting bakau paling rendah terdapat
pada perlakuan bubu tanpa umpan
(kontrol) sebesar 2.390 g. Secara rinci
bobot kepiting bakau yang masuk pada
bubu dengan jenis umpan yang berbeda
disajikan pada Tabel 2.
Hasil analisis anova pada jenis
umpan
menunjukkan
bahwa
penggunaan jenis umpan yang berbeda
tidak berpengaruh terhadap bobot
kepiting bakau yang masuk pada
bubu.Hal ini terlihat pada nilai F hitung
sebesar 0,198 dan nilai F tabel sebesar
3,018.

Tabel 1 Frekuensi kepiting bakau yang masuk pada jenis umpan yang berbeda
No.

Keterangan

1.

Jumlah ulangan
Total frekuensi kepiting
yang masuk ke bubu (kali)
Frekuensi masuknya
kepiting (kali)
Persentase (%)

2.
3.
4.

Kulit sapi

Jenis umpan
Ikan biji
Ikan swanggi
nangka
45

Kontrol

675
226

227

202

20

33,48

33,64

30

58

SEPTIYANINGSIH ET AL.

JIPP

Gambar 1 Kandungan kimia umpan yang diujicobakan.


Tabel 2 Bobot kepiting bakau yang masuk pada bubu dengan jenis umpan yang
berbeda
No.
1.
2.
4.
5.

Keterangan
Jumlah ulangan
Total bobot kepiting yang
masuk ke bubu (g)
Bobot kepiting yang
masuk (g)
Persentase (%)

Kulit sapi

Jenis umpan
Ikan biji
Ikan swanggi
nangka
45

Kontrol

91.090
30.230

31.930

26.540

2.390

33,19

35,05

29,00

3,00

Bobot Umpan
Frekuensi kepiting bakau yang
masuk ke dalam bubu paling tinggi
terlihat pada perlakuan bobot umpan 50
g dengan jumlah frekuensi kepiting yang
masuk sebanyak 250 kali, sedangkan
frekuensi
terendah
terlihat
pada
perlakuan bobot umpan 150 g dengan
jumlah frekuensi kepiting yang masuk
adalah sebanyak 195 kali. Secara rinci
frekuensi kepiting bakau yang masuk
pada bubu dengan bobot umpan yang
berbeda disajikan pada Tabel 3.
Hasil analisis anova menunjukkan
bahwa penggunaan bobot umpan yang
berbeda berpengaruh nyata terhadap
frekuensi masuknya kepiting bakau ke
bubu dengan Fhitung sebesar 4,427.
Hasil uji BNT menunjukkan hanya bobot
umpan 50 g yang berbeda nyata
dengan bobot umpan 150 g sedangkan

bobot yang lain memberikan pengaruh


yang sama.
Pada penelitian ini penggunaan
bobot umpan 50 g menghasilkan
frekuensi masuk kepiting bakau ke
dalam bubu paling tinggi, sedangkan
bobot umpan 150 g menghasilkan
frekuensi masuk kepiting bakau paling
rendah. Hal ini bebeda dengan
pernyataan Marie (1994) yang menyatakan bahwa peningkatan bobot umpan
akan meningkatkan hasil tangkapan
pada level tertentu. Fenomena ini
diduga karena adanya beberapa faktor,
yaitu (1) kepiting bakau yang masuk
merupakan kepiting yang ada di sekitar
bubu, saat siang hari kepiting berada
pada sisi kolam untuk melindungi
dirinya dari sinar matahari; (2) frekuensi
kepiting yang masuk ke dalam bubu
saat pergantian air baru cenderung
lebih banyak dibandingkan dengan
frekuensi kepiting yang masuk saat air

Vol. 2, 2013

Penggunaan Jenis dan Bobot Umpan

belum mengalami pergantian; (3) tingginya peluang kepiting yang sama masuk
ke dalam bubu yang sama untuk
beberapa kali pengulangan.
Bobot kepiting bakau yang masuk
ke dalam bubu pada bobot umpan yang
berbeda mempunyai berat total 88.700
g. Bobot kepiting bakau paling tinggi
terdapat pada bobot umpan 50 g
dengan bobot sebesar 35.940 g,
sedangkan bobot kepiting bakau paling
rendah terdapat pada bobot umpan 150
g dengan bobot sebesar 25.160 g.
Secara rinci bobot kepiting bakau yang
masuk ke dalam bubu pada bobot
umpan yang berbeda disajikan pada
Tabel 4.
Hasil analisis anova menunjukkan
bahwa penggunaan bobot umpan yang
berbeda berpengaruh terhadap bobot
kepiting bakau yang masuk pada bubu.
Hasil ini ditunjukkan dengan nilai F
hitung sebesar 12,678. Berdasarkan
hasil uji BNT didapatkan hasil bahwa
hanya bobot umpan 100 g yang tidak
berbeda nyata dengan bobot umpan
150 g terhadap bobot kepiting yamg
masuk ke bubu.

59

Bobot kepiting bakau yang masuk


ke bubu pada bobot umpan yang
berbeda menunjukkan bahwa bubu
dengan bobot umpan 50 g menghasilkan bobot kepiting paling besar
dibandingakan bubu yang lainnya.
Grasso dan Basil (2002) menyatakan
crustacea (decapoda) dapat menemukan sumber bau yang telah dikacaukan
oleh efek turbalensi arus dan distribusi
bau berdasarkan ruang dan waktu
dengan menggunakan antena luar yang
dilengkapi dengan sensor kimia dan
mekanik. Kepiting dengan ukuran yang
lebih besar akan memiliki antennule
yang lebih panjang sehingga mampu
melacak keberadaan umpan dengan
jumlah yang lebih sedikit dan jarak yang
lebih jauh dibandingkan kepiting dengan
ukuran lebih kecil.
Hubungan Jenis dan Bobot Umpan
Frekuensi kepiting yang masuk ke
bubu paling tinggi terdapat pada umpan
ikan biji nangka berbobot 50 g.
Frekuensi terendah terdapat pada
perlakuan umpan ikan swanggi berbobot 150 g (Tabel 5).

Tabel 3 Frekuensi kepiting bakau yang masuk pada bobot umpan yang berbeda
No

Bobot umpan

Keterangan
50 g

1.

3.

Jumlah ulangan
Total frekuensi kepiting yang masuk ke
bubu (kali)
Frekuensi masuknya kepiting (kali)

4.

Persentase (%)

2.

100 g
45

150 g

655
250

210

195

38,16

32,06

29,78

Tabel 4 Bobot kepiting bakau yang masuk ke dalam bubu pada bobot umpan yang
berbeda
No

Bobot umpan

Keterangan
50 g

1.

100 g
45

150 g

3.

Jumlah ulangan
Total bobot kepiting yang masuk ke
bubu (g)
Bobot kepiting (g)

35.940

27.600

25.160

4.

Persentase (%)

40,52

31,11

28,37

2.

88.700

60

SEPTIYANINGSIH ET AL.

JIPP

Tabel 5 Frekuensi kepiting bakau yang masuk ke dalam bubu pada jenis dan
bobot umpan berbeda
No.
1.
2.
3.
4.

Keterangan
Jumlah ulangan
Total frekuensi kepiting
yang masuk ke bubu
(kali)
frekuensi masuknya
kepiting
persentase (%)

50

Kulit sapi
100
150

Ikan biji nangka


50 100 150
45

Ikan swanggi
50
100 150

655
73

87

66

97

65

65

80

58

64

11,14 13,29 10,08 14,80 9,92 9,92 12,22 8,86 9,77

Hasil analisis anova didapatkan


bahwa penggunaan jenis dan bobot
umpan yang berbeda tidak berpengaruh nyata terhadap frekuensi masuknya
kepiting bakau. Hasil ini ditunjukkan
dengan nilai Fhitung sebesar 1,818
sehingga semua perlakuan yang
diujicobakan memberikan pengaruh
yang
sama
terhadap
frekuensi
masuknya kepiting bakau.
Ikan biji nangka mengandung kadar
protein dan lemak yang tinggi sehingga
dapat memberikan rangsa-ngan makan
pada ikan dan crustacea. Protein
berasal
dari
bermacam-macam
kandungan asam amino yang saling
berkaitan, sedangkan asam amino
diidentifikasi sebagai perang-sang nafsu
makan dari ikan-ikan predator (Mukhlis
2012).
KESIMPULAN
Jenis umpan yang paling efektif
(disukai) oleh kepiting bakau adalah
ikan biji nangka dengn bobot 50 gram.
SARAN
Penelitian lanjutan skala lapangan
sangat diperlukan untuk menentukan
efektivitas jenis dan bobot umpan yang
yang telah dicobakan pada penelitian
ini.

DAFTAR PUSTAKA
Asmara H. 2004. Analisis Beberapa
Aspek Reproduksi Kepiting Bakau
(Scylla serrata) di Perairan Segara
Anakan, Kabupaten Cilacap, Jawa
Tengah [skripsi]. Bogor: Fakultas
Perikanan, Institut Pertanian Bogor.
47 hlm.
Daha L. 2011. Rancangan Percobaan
untuk Bidang Biologi dan Pertanian
Teori dan Aplikasinya. Makassar:
Massagena Press. 206 hlm.
Fitri ADP. 2008. Respon Penglihatan
dan Penciuman Ikan Kerapu
Terhadap Umpan Terkait dengan
Efektivitas
Penangkapan
[Disertasi].
Bogor:
Sekolah
Pascasarjana, Institut Pertanian
Bogor. 215 hlm.
Grasso FW and Basil JA. 2002. How
Lobsters, Crayfishes, and Crabs
Locate Sources of Odor: Current
Perspective and Future Directions.
Opinion in Neurobiology: Usa (12):
721-727.
Miller RJ. 1983. How Many Traps
Should a Crab Fisherman Fish.
Can. J. Fish Management. 3: 1-8
Miller RJ. 1990. Effectiveness of Crab
and Lobster Trap. Marine Fisheries
Research Journal.No. 47: 12281249.

Vol. 2, 2013

Penggunaan Jenis dan Bobot Umpan

Rakhmadevi
CC.
2004.
Waktu
Perendaman dan Periode Bulan
Pengaryhnya Terhadap Kepiting
Bakau Hasil Tangkapan Bubu di
Muara Sungai Radak, Pontianak
[skripsi].
Bogor:
Fakultas
Perikanan, Institut Pertanian Bogor.
70 hlm.
Ramdani D. 2007. Perbandingan Hasil
Tangkapan Rajungan pada Bubu
Lipat dengan Menggunakan Umpan
yang Berbeda [skripsi]. Bogor:
Fakultas
Perikanan,
Institut
Pertanian Bogor. 73 hlm
Riyanto M. 2008. Respon Penciuman
Ikan Kerapu Macan (Epinephelus
fuscoguttatus) Terhadap Umpan
Buatan [Tesis]. Bogor: Sekolah
Pascasarjana, Institut Pertanian
Bogor. 117 hlm.
.

61

Sainte-Marie, B and Cyr. 1994. Catch of


Japanese Crab Traps in Relation to
Bait Quantity and Shielding.
Fisheries Research No 24:129-139.
Mawardi,
M.M.
2001.
Pengaruh
Penggunaan
Jenis
Umpan
Terhadap Hasil Tangkapan Ikan
Karang pada Alat Tangkap Bubu
(Trap)
di
Pulau
Pramuka,
Kepulauan Seibu [skripsi]. Bogor:
Fakultas
Perikanan,
Institut
Pertanian Bogor. 63 hlm.
Mukhlish. 2012. Efektivitas Bubu Lipat
Modifikasi dengan Jenis Umpan
Berbeda
pada
Penangkapan
Lobster di Perairan Pelabuhanratu
[skripsi]. Bogor: FPIK, Institut
Pertanian Bogor. 62 hlm.

Anda mungkin juga menyukai