Anda di halaman 1dari 47

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1.

Pengertian Investasi
Teori

ekonomi

mengartikan

atau

mendefinisikan

investasi

sebagai

pengeluaran pengeluaran untuk membeli barang-barang modal dan peralatan


peralatan produksi dengan tujuan untuk mengganti dan terutama menambah barangbarang modal dalam perekonomian yang akan digunakan untuk memproduksikan
barang dan jasa di masa depan. Investasi yang lazim disebut dengan istilah
penanaman modal atau pembentukan modal, menurut Sukirno (2002) adalah
merupakan komponen kedua yang menentukan tingkat pengeluaran agregat.
Selanjutnya, Boediono (2001) mendefenisikan investasi sebagai pengeluaran oleh
sektor produsen (swasta) untuk pembelian barang dan jasa untuk menambah stok
yang digunakan atau untuk perluasan pabrik.
Investasi dalam ekonomi makro, juga dapat dibedakan atas investasi otonom
(otonomous investment) dan investasi terpengaruh (induced investment). Investasi
otonom adalah investasi yang tidak dipengaruhi oleh pendapatan nasional, artinya
tinggi rendahnya pendapatan nasional tidak menentukan jumlah investasi yang
dilakukan oleh perusahaan-perusahaan. Jenis investasi ini umumnya dilakukan oleh
pemerintah dengan maksud sebagai landasan pertumbuhan ekonomi berikutnya,
misalnya investasi untuk pembuatan jalan, jembatan dan infrastruktur lainnya.

12
Universitas Sumatera Utara

Sedangkan investasi yang terpengaruh adalah investasi yang dipengaruhi oleh


pendapatan nasional, artinya pendapatan nasional yang tinggi akan memperbesar
pendapatan masyarakat dan selanjutnya pendapatan masyarakat yang tinggi tersebut
akan memperbesar permintaan terhadap barang-barang dan jasa-jasa. Maka
keuntungan perusahaan akan bertambah tinggi dan ini akan mendorong dilakukannya
lebih banyak investasi.
Kemudian, dalam prakteknya sebagai usaha untuk mencatat nilai penanaman
modal yang dilakukan dalam suatu tahun tertentu, yang digolongkan sebagai investasi
(pembentukan modal atau penanaman modal) meliputi pengeluaran-pengeluaran yang
berikut :
1. Pembelian berbagai jenis barang modal yaitu mesin-mesin dan peralatan produksi
lainnya untuk mendirikan berbagai jenis industri dan perusahaan;
2. Pengeluaran untuk mendirikan rumah tempat tinggal, bangunan kantor, bangunan
pabrik dan bangunan-bangunan lainnya;
3. Pertambahan nilai stok barang-barang yang belum terjual, bahan mentah dan
barang yang masih dalam proses produksi pada akhir tahun penghitungan
pendapatan nasional
Jumlah dari ketiga jenis komponen investasi tersebut dinamakan investasi
bruto, yaitu meliputi investasi untuk menambah kemampuan berproduksi dalam
perekonomian dan mengganti barang modal yang telah didepresiasikan. Apabila
investasi bruto dikurangi oleh nilai depresiasi maka akan di peroleh investasi netto.

Universitas Sumatera Utara

2.1.1. Faktor-faktor yang mempengaruhi investasi


Menurut Jhingan (1996), investasi atau pembentukan modal merupakan jalan
keluar utama dari masalah negara terbelakang ataupun berkembang dan kunci utama
menuju pembangunan ekonomi. Hal ini sebagaimana juga dipertegas oleh Nurkse
(1996) bahwa lingkaran setan kemiskinan di negara terbelakang atau berkembang
dapat digunting melalui investasi atau pembentukan modal. Lebih rinci lagi dikatakan
oleh Todaro (1981) bahwa persyaratan umum pembangunan ekonomi suatu negara
adalah:
1. Akumulasi modal, termasuk akumulasi baru dalam bentuk tanah, peralatan fisik
dan sumber daya manusia;
2. Perkembangan penduduk yang dibarengi dengan pertumbuhan tenaga kerja dan
keahliannya;
3. Kemajuan teknologi.
Akan tetapi, bagi negara-negara terbelakang atau berkembang pembentukan
modal umumnya masih rendah. Menurut Jhingan (1996), penyebabnya adalah :
1. Pendapatan rendah
Karena pertanian, industri dan sektor lain di Negara berkembang masih
terbelakang, output nasional menjadi rendah dan begitu juga pendapatan nasional.
Akibatnya, pendapatan perkapita rendah. Pada pihak lain, kecenderungan
berkonsumsi sangat tinggi sehingga seluruh pendapatan habis dikonsumsi.

Universitas Sumatera Utara

Akhirnya, menabung menjadi tidak mungkin dan tingkat pembentukan modal


tetap rendah.
2. Produktifitas rendah
Karena langkanya buruh yang efisien dan pengetahuan teknologi rendah, sumber
alam sering dimanfaatkan secara keliru atau malah tidak dipergunakan, akibatnya
menghambat peningkatan pendapatan pemilik sumber alam hingga tidak mampu
untuk menabung dan berinvestasi sehingga laju pembentukan modalpun tidak
meningkat.
3. Kependudukan
Karena pertumbuhan penduduk sangat tinggi sementara pendapatan perkapita
rendah maka akibatnya keseluruhan pendapatan dipergunakan untuk menghidupi
tambahan penduduk dan hanya sedikit yang ditabung untuk pembentukan modal.
4. Kekurangan wiraswasta
Karena kecilnya pasar, kurangnya modal, langkanya milik pribadi dan perjanjian
memperlambat usaha dan inisiatif untuk berwiraswasta sedangkan dalam
kenyataannya kewiraswastaan merupakan faktor penting dalam pembangunan
ekonomi;
5. Kekurangan overhead ekonomi
Karena kurangnya sumber tenaga, angkutan, perhubungan, air dan sebagainya
telah memperlambat kegiatan usaha yang akhirnya berpengaruh terhadap
pembentukan modal

Universitas Sumatera Utara

6. Kekurangan peralatan modal


Di negara berkembang ketersediaan barang modal hanya sekitar 5-6 persen dari
pendapatan nasionalnya, sedangkan di negara maju sampai 15-20 persen dari
pendapatan nasionalnya. Karena rendahnya modal maka penggatian barang modal
menjadi tidak mungkin dan ini mempengaruhi pembentukan modal
7. Ketimpangan distribusi pendapatan
Adanya ketidakmerataan pendapatan di negara berkembang dimana hanya sekitar
3-5 persen berpenghasilan tinggi dan mereka ini berivestasi tidak pada saluran
yang produktif menyebabkan pembentukan modal tetap rendah.
8. Pasar sempit
Karena kemampuan untuk menyerap penawaran suatu produk baru, menyebabkan
tidak bergairahnya tumbuhnya usaha dan inisiatif masyarakat sehingga upaya
pembentukan modal tetap rendah
9. Kekurangan lembaga Keuangan
Karena kurang berkembangnya pasar uang, pasar modal, lembaga kredit dan bank
di Negara berkembang menyebabkan pengerahan dana tabungan dalam jumlah
yang cukup untuk tujuan investasi menjadi rendah
10. Keterbelakangan ekonomi dan teknologi
Aktifitas ekonomi yang terbatas dan terbengkalai, efisiensi buruh yang rendah,
nilai dan struktur sosial yang tradisional serta teknik produksi yang masih kuno
telah menghambat pembentukan modal.

Universitas Sumatera Utara

Selanjutnya menurut Sukirno (2011), faktor-faktor utama yang menentukan


tingkat investasi atau pembentukan modal yang akan dilakukan dalam perekonomian
adalah :
1. Tingkat pengembalian yang diharapkan (expected rate of return)
Investasi yang direncanakan hanya akan dilakukan apabila tingkat keuntungan
yang akan diperolehnya adalah lebih besar dari suku bunga yang harus
dibayarnya.
Suatu kegiatan investasi dapat dikatakan memperoleh keuntungan apabila nilai
sekarang pendapatan di masa depan adalah lebih besar daripada nilai sekarang
modal yang diinvestasikan.
Nilai sekarang pendapatan di masa depan dapat dihitung dengan menggunakan
persamaan sebagaimana yang dikemukakan oleh Sukirno (2011) yaitu:

dimana :

NS =

NS

(+)

(+)

(+)

+ +

(+)

.(2.1)

nilai sekarang pendapatan yang diperoleh diantara tahun 1


hingga tahun n

1 , 2 , =
r

pendapatan netto (keuntungan) yang diperoleh perusahaan antara


tahun 1 hingga tahun n
suku bunga

Dengan memisalkan nilai sekarang yang diinvestasikan adalah M, penanaman


modal tersebut dikatakan menguntungkan apabila NS lebih besar dari M (NS >
M).

Universitas Sumatera Utara

Kemampuan perusahaan menentukan tingkat investasi yang diharapkan, sangat


dipengaruhi oleh kondisi internal dan eksternal perusahaan. Untuk kondisi
internal dapat berupa efisiensi, kualitas SDM dan teknologi yang digunakan.
Disamping itu, kepemilikan hak monopoli, kedekatan dengan pusat kekuasaan
dan penguasaan jalur informasi juga menjadi faktor non-teknis internal
perusahaan. Sedangkan kondisi eksternal perusahaan adalah perkiraan kondisi
ekonomi tingkat nasional maupun internasional, kondisi sosial politik serta
kondisi keamanan negara. Selain itu, kebijakan pemerintah di bidang perpajakan
yang akan mempengaruhi permintaan agregat, juga menjadi faktor yang harus
diperhitungkan terhadap tingkat pengembalian investasi yang diharapkan.
2. Suku Bunga
Suku bunga merupakan faktor utama yang mempengaruhi investasi. Jika suku
bunga tinggi, maka investasi akan berkurang. Hal ini disebabkan karena kenaikan
suku bunga terutama dalam hal ini suku bunga pinjaman menyebabkan biaya
investasi semakin tinggi sehingga akan mempengaruhi tingkat pengembalian
modal atau tingkat keuntungan yang akan diperoleh dari kegiatan investasi yang
dilakukan. Demikian sebaliknya, jika suku bunga rendah akan mendorong lebih
banyak investasi karena biaya investasinya rendah sehingga tingkat pengembalian
modal atau harapan keuntungan dari kegiatan investasi tersebut akan tinggi.
Untuk mengetahui bagaimana hubungan investasi dengan tingkat suku bunga,
secara grafik dapat digambarkan sebagai berikut, (Sukirno, 2011) :

Universitas Sumatera Utara

Suku Bunga

r0

r1

r2

I
I0

I1

I2

Investasi (yang dilakukan)

Sumber : Sukirno (2011)


Gambar 2.1 Grafik Hubungan Investasi dengan Suku Bunga

Pada Gambar 2.1 suku bunga sebesar ro terdapat investasi bernilai Io. Pada suku
bunga sebesar r1 investasi meningkat menjadi I1. Demikian juga pada saat suku
bunga lebih rendah lagi yaitu sebesar r2 maka investasi semakin tinggi menjadi
I2.
3. Kemajuan Teknologi
Adanya penemuan-penemuan teknologi baru oleh para pengusaha untuk
dikembangkan dalam kegiatan produksi atau manajemen memacu dilakukannya
pembaruan-pembaruan atau inovasi dengan melakukan pembelian barang-barang
modal baru dan adakalanya juga harus mendirikan bangunan-bangunan
pabrik/industri yang baru. Dengan demikian, makin banyak pembaruanpembaruan yang dilakukan, makin tinggi investasi yang akan dicapai.

Universitas Sumatera Utara

2.1.2. Teori-teori investasi


Menurut Irawan dan Suparmoko (1992), ada beberapa teori yang dapat
menjelaskan seberapa besar tingkat investasi yang dapat diusahakan untuk
mempercepat pertumbuhan ekonomi suatu negara ataupun wilayah, yaitu :
1. Teori Usaha Perlahan-lahan (Gradualist Theory)
Teori ini berpendapat bahwa negara yang terbelakang sebaiknya jangan
mengadakan industrialisasi cepat-cepat sebab resiko dan kekeliruan-kekeliruan
akan terlalu besar untuk dipikul. Injeksi kapital yang banyak adalah kurang baik
sampai perekonomian tersebut mampu menyerapnya. Pemilihan teknik-teknik
produksi dan investasi didasarkan pada biaya-biaya relatif daripada faktor-faktor
produksi.

Harus

diusahakan

untuk

memajukan

industri-industri

kecil,

pembangunan masyarakat desa yang menggunakan kelebihan tenaga buruh.


Kegiatan yang membutuhkan kapital yang banyak akan diusahakan bila
keuntungan melebihi dari kegiatan yang sifatnya padat karya (labor intensive).
2. Teori Dorongan Besar (Big Push)
Teori ini secara singkat mengatakan bahwa bila hanya ada sedikit-sedikit usaha
untuk menaikkan pendapatan, hal ini hanya mendorong pertambahan penduduk
saja yang nantinya akan menghambat kenaikan pendapatan perkapita. Oleh
karena itu, usaha harus dilaksanakan secara besar-besaran untuk mengatasi
perubahan-perubahan penduduk. Implikasinya ialah harus diadakan investasi
besar-besaran untuk menghilangkan kemiskinan, memaksimumkan output dengan

Universitas Sumatera Utara

menggunakan teknik yang paling produktif yang kadang-kadang membutuhkan


kapital yang besar. Konsentrasi pada investasi yang selanjutnya menghasilkan
alat-alat kapital untuk mempertahankan pendapatan dan pertumbuhan output.
Konsumsi sebaliknya ditekan, sehingga investasi dapat terus ada. Titik berat pada
economic of scale yang berupa produksi massa (large scale production) dan
tentunya juga membutuhkan kapital yang banyak.
3. Teori Pembangunan Seimbang (Balanced Growth)
Teori ini pertama kali dikemukakan oleh Rosenstein-Rodan (1953), yang
menitikberatkan bahwa perekonomian itu ada kemungkinan untuk berkembang
apabila ada perimbangan yang baik antara berbagai-bagai sektor di dalam
perekonomian. Dengan pertumbuhan seimbang (balanced growth) ini diartikan
bahwa perkembangan ekonomi tidak akan berhasil bila investasi hanya sebatas
pada titik pertumbuhan (growing point) tertentu atau sektor-sektor yang sedang
berkembang saja, sebab sektor-sektor lain berhubungan erat. Investasi harus
disebarkan pada semua sektor sehingga memperluas pasar antara satu sektor
dengan sektor lainnya. Makin erat hubungan saling ketergantungan antar berbagai
sektor maka pasar akan semakin kuat. Untuk mewujudkan teori ini tentu saja
harus didukung oleh investasi yang besar.
4. Teori Pembangunan Tidak Seimbang (Unbalanced Growth)
Teori ini dikemukakan oleh Hirschman (1992) yang pada awalnya mengkritik
teori pembangunan seimbang. Menurutnya bahwa masyarakat yang masih rendah

Universitas Sumatera Utara

tingkat pendapatannya tidak dapat merubah sistem perekonomian yang tradisional


menjadi sistem yang modern. Disamping itu, kapital yang besar tidak dapat
disediakan oleh negara yang masih berkembang. Justru dengan tidak adanya
keseimbangan akan mendorong kemajuan ekonomi yang lebih cepat dan biayabiaya ekspansi dapat diminimumkan. Bila satu sektor masih rendah outputnya
maka akan tetap ada permintaan yang banyak di sektor lain dan akan ada suatu
keuntungan super normal pada sektor yang rendah outputnya itu.
2.1.3. Alokasi investasi regional
Gambaran perkembangan pembangunan daerah secara makro sektoral tidak
lepas dari perkembangan distribusi dan alokasi investasi antar daerah. Hal ini telah
diteliti oleh Rahman (1963) yang mengetengahkan suatu masalah optimisasi
sederhana yaitu kalau ada dua daerah homogen, bagaimana dana investasi harus
dialokasikan diantara dua daerah tersebut sehingga pendapatan nasional pada akhir
periode perencanaan mencapai maksimum. Adapun kondisi yang harus dipenuhi :
a. Keseimbangan antara tabungan dan investasi
b. Tidak akan terjadi disinvestment
c. Disparitas pendapatan antara kedua daerah tidak melampaui tingkat tertentu (bisa
dianggap sebagai batasan politis)
Maka sistem optimasi itu dapat ditulis sebagai berikut, (Azis,1994)
j

Max. ZT = YTi + YT (2.2)

dimana,

Universitas Sumatera Utara

ZT

= Pendapatan Nasional

= Pendapatan Daerah

i dan j = Nama daerah yang diamati


T

= Waktu (tahun)

Menurut Rahman (1963), jika daerah i lebih produktif daripada daerah j maka
investasi akan dialokasikan ke daerah i.
Selanjutnya, oleh Intrilligator (1964) juga melakukan penelitian tentang hal
tersebut. Dengan menggunakan tujuan atau fungsi objektif yang berbeda, yaitu
memaksimumkan konsumsi total perkapita selama periode perencanaan, Intrilligator
menyimpulkan bahwa alokasi investasi yang tepat adalah dari daerah yang
produktifitasnya tinggi ke daerah yang laju pertumbuhannya cepat.
Penelitian terus berlanjut. Fujita (1994), yang menggunakan pendekatan
alokasi investasi antar daerah dengan mempertimbangkan kemungkinan gejala return
to scale. Disimpulkanya bahwa daerah yang berada pada kondisi increasing phase
akan mendapat prioritas alokasi investasi daripada daerah yang berada pada kondisi
decreasing phase.
2.1.4. Pengukuran ICOR dan proyeksi investasi
Kaitan antara pertumbuhan ekonomi dan pendapatan dengan investasi dapat
dikaji melalui konsep Incremental Capital Output Ratio (ICOR). Menurut Daryanto
dan Hafizrianda (2010), ICOR merupakan konsep paling penting dan sangat berguna
bagi perencanaan pembangunan ekonomi di suatu wilayah, terutama dirasakan pada

Universitas Sumatera Utara

saat memeriksa konsistensi antara sasaran pertumbuhan pendapatan regional dengan


modal tambahan yang mungkin akan terkumpul dari tabungan domestik yang sedang
berjalan. Dalam memperkirakan keperluan finansial pertumbuhan diperlukan adanya
perkiraan mengenai volume investasi yang dibutuhkan untuk mencapai target output
tertentu. Dengan demikian, besar kecilnya perkiraan investasi di masa mendatang
sangat ditentukan oleh nilai ICOR, karena itu ketepatan dalam mengukur ICOR
menjadi salah satu syarat utama yang harus dipenuhi sewaktu perencana
pembangunan ingin memperkirakan kebutuhan investasi. Untuk memperkirakan
kebutuhan investasi dan pertumbuhan ekonomi wilayah dimasa mendatang dapat
digunakan perhitungan ICOR yang bersifat continous yang biasa disebut dengan
MCOR (Marginal Capital Output Ratio), yang dibangun melalui persamaan berikut:
(Daryanto dan Hafizrianda, 2010 : 67),
Y t = a + b I it-n + e ..(2.3)
dimana :
Y = Produk Domestik Regional Bruto (PDRB
I = investasi
Oleh karena persamaan ini mengambil bentuk linier, maka MCOR dapat diturunkan
menjadi :
k t = 1/b(2.4)
dimana :
k = MCOR
b = koefisien regresi

Universitas Sumatera Utara

maka, I t = k . g t (2.5)
I t = tambahan investasi baru
g = perkiraan pertumbuhan ekonomi
Proyeksi investasi yang memiliki manfaat sebagai dasar dalam perencanaan
investasi, alat untuk mendapatkan gambaran besarnya masalah ivestasi yang dihadapi
pada masa yang akan datang dan alat dalam penyusunan kebijakan untuk mengatasi
masalah investasi, dapat juga dihitung dengan menggunakan asumsi pertumbuhan
geometris yaitu, (Daryanto dan Hafizrianda, 2010 : 76), :
I t = I 0 (1 + r)n (2.6)
dimana :
I t = Perkiraan investasi pada tahun t
I o = Investasi pada tahun dasar
r = Laju Pertumbuhan investasi
n = selisih tahun perkiraan dengan tahun dasar
Sedangkan r dapat dihitung dengan rumus :
r = antilog 1/n (log I t / I o ) 1 ..(2.7)
2.1.5. Daya tarik investasi daerah/wilayah
Persaingan yang semakin tajam menuntut Pemerintah Daerah menyiapkan
daerahnya sedemikian rupa sehingga mampu menarik investasi, orang dan industri ke
daerah. Keberhasilan daerah untuk meningkatkan daya tariknya terhadap investasi
tergantung dari kemampuan daerah dalam merumuskan kebijakan yang berkaitan

Universitas Sumatera Utara

dengan investasi. Menurut Sirojuzilam (2011) yang juga dipertegas oleh Komite
Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD, 2003),

bahwa faktor-faktor

yang menentukan daya tarik suatu daerah terhadap investasi adalah :


1. Perekonomian Kota,

yakni berkaitan dengan keunggulan komparatif dan

kompetitif suatu kota/daerah seperti potensi dan struktur ekonomi;


2. Ketenagakerjaan, yakni berkaitan dengan produktifitas tenaga kerja yang sangat
dipengaruhi oleh kualitas pendidikan;
3. Sarana dan Prasarana, yakni berkaitan dengan sarana transportasi dan sarana
publik lainnya;
4. Sosial Budaya, yakni

berkaitan dengan masalah keamanan, kondisi sosial

kemasyarakatan dan faktor budaya;


5. Institusi, yakni berkaitan dengan pelayanan, kebijakan, keuangan dan peraturan
daerah yang mendukung.

2.2.

Pengembangan Wilayah
Menurut

Sandy

(1982)

Pengembangan

wilayah

adalah

pelaksanaan

pembangunan nasional di suatu wilayah yang disesuaikan dengan kemampuan fisik


dan sosial wilayah tersebut serta mentaati peraturan perundangan yang berlaku.
Selanjutnya menurut Hadjisaroso (1994), pengembangan wilayah adalah suatu
tindakan mengembangkan wilayah atau membangun daerah atau kawasan dalam
rangka usaha memperbaiki tingkat kesejahteraan hidup masyarakat atau memajukan
dan memperbaiki serta meningkatkan sesuatu yang sudah ada.

Universitas Sumatera Utara

Pengembangan wilayah juga bermakna sebagai peningkatan aktifitas terhadap


unsur-unsur dalam wilayah yang mencakup institusi, ekonomi, sosial dan ekologi
dalam upaya meningkatkan tingkat dan kualitas hidup masyarakat. Dengan demikian,
menurut Misra (1982) perencanaan dan pembangunan wilayah ditopang oleh empat
pilar yaitu aspek geografi, aspek ekonomi, teori lokasi dan perencanaan kota. Namun,
menurut Budiharsono (2005), keempat pilar di atas belum mencakup aspek-aspek
lainnya yang juga memberikan kontribusi besar terhadap pengembangan wilayah
seperti aspek biogeofisik sosial dan lingkungan. Hal ini sedikit bebeda dengan
pandangan sebagian besar para ahli ilmu ekonomi regional barat yang lebih menitik
beratkan bahwa pembangunan regional mencakup kepada empat aspek utama yakni
aspek kelembagaan, aspek sosial, aspek ekonomi dan aspek ekologi. Dengan
demikian dapat disimpulkan bahwa pengembangan wilayah pada dasarnya adalah
peningkatan nilai manfaat wilayah bagi masyarakat suatu wilayah tertentu mampu
menampung lebih banyak penghuni dengan tingkat kesejahteraan masyarakat yang
rata-rata membaik disamping menunjukkan lebih banyak sarana/prasarana, barang
atau jasa yang tersedia dan kegiatan usaha-usaha masyarakat yang meningkat baik
dalam arti jenis,intensitas, pelayanan maupun kualitasnya.
2.2.1. Isu utama pengembangan wilayah
Adanya berbagai tatanan sosial yang bersifat dualistis merupakan tatanan
sosial yang sering menjadi ciri penting yang membedakan perkembangan wilayah di
negara-negara sedang berkembang dengan negara-negara industri maju. Menurut

Universitas Sumatera Utara

Rustiadi (2011), tatanan sosial yang terbagi atas masyarakat tradisional dengan
masyarakat yang lebih modern kerap ditemui secara bersama-sama pada suatu
wilayah. Tatanan sosial modern merupakan produk interaksi sosial dengan tatanan
luar yang diimpor, sedangkan tatanan sosial tradisional merupakan corak khas milik
pribumi. Sebagai implikasi berlakunya keadaan di atas, maka muncullah berbagai
macam dualisme di dalam tatanan perekonomian negara-negara berkembang yakni
dualisme teknologi, finansial dan regional.
Masalah lain yang muncul sebagai akibat adanya berbagai dualisme sosial
ekonomi seperti diuraikan di atas adalah adanya lingkaran perangkap kemiskinan
pada sektor masyarakat tradisional. Di sektor masyarakat tradisional, banyak sekali
sumber daya alam yang belum dikembangkan secara optimal sebagai akibat masih
terbelakangnya masyarakat tersebut dan kekurangan modal. Kenyataan ini
mengakibatkan tingkat produktifitas di sektor tersebut sangat rendah yang
berimplikasi terhadap tingkat pendapatan yang rendah. Pada kondisi tingkat
pendapatan yang rendah tersebut selain kemampuan menabung yang rendah juga
tingkat demand-nya rendah akibat rendahnya tingkat konsumsi. Karena tingkat
demand yang rendah kurang mendukung terhadap perkembangan ekonomi wilayah
maka rangsangan investasi di wilayah tersebut juga rendah. Akhirnya jumlah modal
yang terbentuk di wilayah tersebut masih tetap di bawah yang dibutuhkan untuk
memutuskan lingkaran perangkap kemiskinan tersebut.

Universitas Sumatera Utara

Lingkaran perangkap kemiskinan suatu wilayah dapat semakin diperburuk


dengan adanya kebocoran modal ke luar wilayah (regional linkages). Kebocoran ini
terjadi akibat adanya international and interregional demonstration, yakni sifat
masyarakat tertinggal cenderung mencontoh pola konsumsi di kalangan masyarakat
modern. Wilayah-wilayah yang telah lebih maju memperkenalkan produk-produk
yang mutuna lebih baik sehingga wilayah-wilayah masyarakat tradisional
mingimpor dan mengkonsumsi barang-barang tersebut. Akhirnya sejumlah modal
yang telah terakumulasi bukan digunakan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi
wilayahnya dengan membeli produk lokal tetapi justru bocor ke luar wilayah. Dengan
demikian, wilayah yang sudah lebih dulu maju dan semakin cepat perkembangan
ekonominya, sedangkan wilayah yang terbelakang perkembangannya tetap lamban
bahkan cenderung menurun.
2.2.2. Indikator pembangunan wilayah
Keberhasilan suatu pembangunan wilayah dapat dilihat dari beberapa
indikator Pembangunan Wilayah berdasarkan basis/pendekatan sebagai berikut,
(Rustiadi, 2011):
1. Pendekatan Tujuan pembangunan yang terdiri atas beberapa kelompok yaitu:
a) Kelompok produktifitas, efisiensi dan pertumbuhan dengan indikator
operasionalnya antara lain :
1) Pendapatan

Wilayah seperti PDRB,

PDRB Perkapita

dan

Pertumbuhan PDRB

Universitas Sumatera Utara

2) Kelayakan Finansial/Ekonomi seperti NPV, BC Ratio, IRR dan


BEP
3) Spesialisasi, Keunggulan Komparatif/Kompetitif seperti IQ, Shift
Share Analysis
4) Produksi produksi utama seperti migas, produksi padi/beras, karet
dan kelapa sawit
b) Kelompok Pemerataan, Keberimbangan dan Keadilan dengan indikator
operasionalnya antara lain :
1) Distribusi pendapatan seperti : Gini ratio, Struktural (vertikal)
2) Ketenagakerjaan/ Pengangguran, seperti pengangguran terbuka,
terselubung dan setengah menganggur
3) Kemiskinan seperti Good-service ratio, persen konsumsi makanan,
garis kemiskinan
4) Regional balance seperti Spatial balance, sentral balance, capital
balance dan sektor balance
c) Kelompok Keberlanjutan (sustainable) dengan indikator operasionalnya
antara lain:
1) Dimensi lingkungan
2) Dimensi ekonomi
3) Dimensi sosial

Universitas Sumatera Utara

2. Pendekatan Sumber Daya yang terdiri atas beberapa kelompok yaitu :


a) Kelompok Sumber Daya Manusia dengan indikator operasionalnya antara
lain:
1) Pengetahuan
2) Keterampilan
3) Kompetensi
4) Etos kerja / sosial
5) Pendapatan/produktifitas
6) Kesehatan
7) Indeks Pembangunan Manusia
b) Kelompok Sumber Daya Alam dengan indikator operasionalnya antara
lain:
1) Tekanan
2) Dampak
3) Degradasi
c) Kelompok Sumber Daya Buatan/Sarana dan Prasarana dengan indikator
operasionalnya antara lain:
1) Skalogram fasilitas pelayanan
2) Aksesbilitas terhadap fasilitas
d) Kelompok Sumber Daya Sosial dengan indikator operasionalnya sebagai
berikut:

Universitas Sumatera Utara

1) Regulasi (aturan-aturan adat/budaya)


2) Organisasi sosial (network)
3) Rasa percaya (trust)
3. Pendekatan Proses Pembangunan yang terdiri atas beberapa kelompok yaitu :
a) Kelompok input dengan indikator operasionalnya Input dasar seperti
SDA, SDM, Infrastruktur
b) Kelompok Proses/implementasi dengan indikator operasionalnya seperti
input

antara,

efisensi

manajemen,

tingkat

partisipasi

masyarakat/stakeholder
c) Kelompok Output dengan indikator operasionalnya seperti total volume
produksi
d) Kelompok Outcome
e) Kelompok Benefit
f) Kelompok Impact
2.2.3. Strategi pengembangan wilayah
Dalam upaya mempercepat pengembangan suatu wilayah, diperlukan strategistrategi pembangunan wilayah yang efektif. Strategi pembangunan yang efektif dapat
dibagi dalam dua kategori yaitu, (Rustiadi, 2011) :
1. Strategi Demand Side
Strategi Demand Side adalah suatu strategi pengembangan wilayah yang
diupayakan melalui peningkatan barang-barang dan jasa-jasa dari masyarakat

Universitas Sumatera Utara

setempat melalui kegiatan produksi lokal. Dengan peningkatan barang-barang dan


jasa-jasa tersebut akan meningkatkan perkembangan sektor industri dan sektor
jasa yang akan lebih mendorong perkembangan wilayah tersebut. Sebagai contoh
adalah program transmigrasi yang dalam perkembangannya melalui beberapa
tahapan. Tahap pertama, penduduk masuk dalam stadia sub-sisten selama satu
tahun dimana semua kebutuhan hidup disubsidi oleh pemerintah termasuk
penyediaan sarana dan prasarana dasar. Tahap kedua, transmigran masuk dalam
stadia subsisten dengan bermodal lahan pekarangan dan diharapkan transmigran
dapat berproduksi hingga dapat memenuhi kebutuhan pangannya sendiri
(subsisten). Dengan adanya peningkatan sistem produksi diharapkan transmigran
akan memasuki tahap ketiga yaitu stadia marketable surplus (hasil taninya telah
melebihi kebutuhan keluarganya. Hal ini selanjutnya mengisyaratkan perlunya
dikembangkan industri pengolahan terutama untuk memenuhi permintaan atas
barang-barang olahan utama, karena itu diharapkan telah masuk dalam sstadia
industri pertanian berskala kecil. Adanya industri hasil pertanian menyebabkan
peningkatan permintaan hasil pertanian sehingga tidak perlu jauh-jauh untuk
menjual ke kota. Karena itu, income diharapkan akan meningkat sehingga
semakin

meningkatkan

konsumsi

produk-produk

non

pertanian.

Tahap

selanjutnya masuk dalam stadia industri non pertanian dalam skala kecil yang
akan meningkatkan pendapatan dan permintaan barang kebutuhan sekunder.
Terakhir masuk dalam kelas stadia industri umum.

Universitas Sumatera Utara

Konsekuensi dai pendekatan strategi demand side adalah membutuhkan waktu


yang lama karena berhubungan dengan transformasi teknologi, transformasi
struktur kelembagaan dan yang paling penting proses ini membutuhkan
evolusi/perombakan cara berpikir. Sedangkan keunggulan dari strategi ini
umumnya berjalan stabil dan tidak mudah terpengaruh oleh perubahan di luar
wilayah.

Stabilitas

ini

berkaitan

dengan

perubahan-perubahan

struktur

kelembagaan yang mantap.


2. Strategi Supply side
Strategi Supply side adalah suatu strategi pengembangan wilayah yang terutama
diupayakan melalui investasi modal untuk kegiatan-kegiatan produksi yang
berorientasi keluar. Tujuan penggunaan strategi ini adalah untuk meningkatkan
pasokan dari komoditi yang pada umumnya diproses dari sumber daya alam lokal.
Kegiatan produksi terutama ditujukan untuk ekspor yang akhirnya akan
meningkatkan pendapatan lokal. Selanjutnya ini akan menarik kegiatan lain untuk
datang ke wilayah tersebut. Contoh dari strategi ini adalah strategi pengembangan
eksploitasi sumber daya alam melalui penambangan, logging (HPH), dan lainlain.
Keuntungan penggunaan strategi Supply side adalah prosesnya cepat sehingga
efek yang ditimbulkannya cepat terlihat. Beberapa permasalahan yang sering
muncul dari digunakannya strategi ini adalah timbulnya enclave karena
keterbatasan kapasitas (pengetahuan, keahlian dan kompetensi) penduduk lokal

Universitas Sumatera Utara

sehingga seringkali hanya masyarakat tertentu dengan jumlah yang terbatas atau
pendatang dari luar kawasan saja yang menikmatinya. Kemudian, sangat peka
terhadap perubahan-perubahan ekonomi di luar (faktor eksternal).
2.3.

Pertumbuhan Ekonomi
Persoalan pertumbuhan ekonomi (economic growth) telah mendapat perhatian

yang besar, sejak munculnya ilmu ekonomi. Menurut Nanga (2005), pertumbuhan
ekonomi dibutuhkan dan merupakan sumber utama peningkatan standar hidup
(standard of livingi penduduk yang jumlahnya terus meningkat. Kata lain,
kemampuan ekonorni suatu negara untuk meningkatkan standar hidup penduduknya
adalah sangat bergantung dan ditentukan oleh laju pertumbuhan ekonomi jangka
panjangnya (long run rate of economic growth). Tetapi menurut Senghaas (1988),
yang menentukan bukanlah pertumbuhan itu sendiri melainkan dampak perluasan
pertumbuhan dan sejauhmana dapat terbentuk perekonomian yang koheren dengan
adanya dorongan pertumbuhan sektoral. Teori pertumbuhan ekonomi didefinisikanr
sebagai penjelasan mengenai faktor-faktor apa yang menentukan kenaikan output per
kapita dalam jangka panjang, dan penjelasan mengenai bagaimana faktor-faktor
tersebut berinteraksi satu sama lain, sehingga terjadi proses pertumbuhan (Boediono,
1992). Dengan demikian, pertumbuhan ekonomi merupakan ukuran kuantitatif yang
menggambarkan perkembangan suatu perekonomian dalam suatu tahun tertentu
apabila dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Dari beberapa pengertian diatas,
dapat dimengerti bahwa pertumbuhan ekonomi berbeda dengan pembangunan

Universitas Sumatera Utara

ekonomi yang memiliki pengertian yaitu pertumbuhan ekonomi yang diikuti oleh
perubahan dalam struktur dan corak kegiatan ekonomi. Artinya, ada tidaknya
pembangunan ekonomi dalam suatu negara pada suatu tahun tertentu tidak saja
diukur dari kenaikan produksi barang dan jasa yang berlaku dari tahun ke tahun tetapi
juga perlu diukur dari perubahan lain yang berlaku dalam berbagai aspek kegiatan
ekonomi seperti perkembangan pendidikan, perkembangan teknologi, peningkatan
dalam kesehatan, peningkatan dalam infrastruktur yang tersedia dan peningkatan
dalam pendapatan dan kemakmuran masyarakat.
Pertumbuhan ekonomi yang menggunakan data berbagai jenis produksi
dengan satuan ukurannya yang beragam sangat sukar untuk memberikan gambaran
tentang pertumbuhan ekonomi yang dicapai. Oleh karena itu, ukuran yang digunakan
untuk menaksir perubahan output adalah nilai moneternya (uang) yang tercermin
dalam nilai Produksi Domestik Bruto (PDB) yaitu nilai barang-barang dan jasa-jasa
yang diproduksikan di dalam negara tersebut baik oleh warga negara tersebut maupun
warga negara asing dalam satu tahun. Konsep lain yang juga menggambarkan
perubahan output adalah Produk Nasional Bruto (PNB) yaitu nilai barang dan jasa
dalam suatu negara yang diproduksikan oleh faktor-faktor produksi yang dimiliki
oleh warga negara dari negara yang pendapatan nasionalnya dihitung. Namun, dalam
analisis makro ekonomi, istilah yang sering digunakan adalah pendapatan nasional
(national income) mewakili arti Produk Domestik Bruto atau Produk Nasional Bruto.
Nilai Pendapatan Nasional yang digunakan adalah nilai pendapatan nasional riil yang

Universitas Sumatera Utara

dihitung berdasarkan harga konstan (tetap), sebab dengan menggunakan harga


konstan pengaruh perubahan harga telah dihilangkan sehingga sekalipun nilai yang
muncul adalah nilai uang dari total output barang dan jasa, perubahan nilai
pendapatan nasional sekaligus menunjukkan perubahan jumlah kuantitas barang dan
jasa yang dihasilkan selama periode pengamatan.
Untuk menghitung pertumbuhan ekonomi suatu negara dapat digunakan
rumus sebagai berikut, (Sukirno, 2011) :

dimana :

% ..(2.8)

= pertumbuhan ekonomi yang dinyatakan dalam persen

PN riil 1 = pendapatan nasional untuk tahun dimana tingkat


pertumbuhan ekonominya dihitung
PN riil 0 = Pendapatan nasional pada tahun sebelumnya
Dalam keadaan dimana suatu Negara tidak melakukan penghitungan
pendapatan nasional menurut harga konstan/tetap, untuk menentukan tingkat
pertumbuhan ekonomi penghitungannya harus dilakukan dua tahap yaitu pertama,
menghitung pendapatan nasional riil dengan mendeflasikan pendapatan nasional pada
harga masa ini, dan kedua,menghitung tingkat pertumbuhan ekonomi.
Untuk menghitung pendapatan nasional riil dengan mendeflasikan pendapatan
nasional pada harga masa kini, dapat digunakan rumus sebagai berikut, (Sukirno,
2011) :

Universitas Sumatera Utara

dimana,

.(2.9)

PN riil n

= pendapatan nasional riil tahun n

HI n

= indeks harga (pendeflasi pendapatan nasional) tahun n

PNn

= pendapatan nasional pada tahun n

2.3.1. Teori pertumbuhan ekonomi klasik


Menurut pandangan ahli-ahli ekonomi klasik bahwa pertumbuhan ekonomi
ditentukan oleh 4 (empat) faktor yaitu jumlah penduduk, jumlah stok barang modal,
luas tanah dan kekayaan alam serta tingkat teknologi yang digunakan. Dari keempat
faktor tersebut yang menjadi titik berat perhatian mereka adalah pengaruh
pertambahan penduduk terhadap pertumbuhan ekonomi. Hal ini dapat dilihat dari
teori masing-masing ahli ekonomi klasik sebagai berikut: (Irawan dan Suparmoko,
1992).
1.

Adam Smith
Menurut Adam Smith, untuk berlangsungnya perkembangan ekonomi diperlukan
adanya spesialisasi atau pembagian kerja agar produktifitas tenaga kerja
bertambah. Kenaikkan produktifitas ini akan menaikkan penghasilan nasional
dan selanjutnya memperbesar jumlah penduduk. Penduduk tidak saja merupakan
pasar karena pendapatannya naik, tetapi pendapatan yang lebih besar itu juga
akan merupakan sumber tabungan yang akhirnya meningkatkan akumulasi
modal.

Universitas Sumatera Utara

2.

David Ricardo
Menurut Ricardo, dalam masyarakat ekonomi ada tiga golongan masyarakat
yaitu golongan kapitalis, golongan buruh dan golongan tuan tanah. Golongan
kapitalis adalah golongan yang memimpin produksi dan memegang peranan
yang penting karena mereka selalu mencari keuntungan dan menginvestasikan
kembali pendapatanya dalam bentuk akumulasi kapital yang mengakibatkan
naiknya pendapatan nasional lebih besar lagi. Untuk golongan buruh akan
tergantung pada golongan kapitalis dan merupakan golongan terbesar dalam
masyarakat. Adapun golongan tuan tanah, mereka hanya menerima sewa dari
golongan kapitalis atas areal tanah yang disewakan. Apabila jumlah penduduk
bertambah terus dan akumulasi kapital terus-menerus terjadi, maka tanah yang
subur menjadi kurang jumlahnya atau semakin langka adanya. Akibatnya berlaku
pula hukum hasil yang semakin berkurang.

3.

Thomas Robert Malthus


Menurut Malthus, kenaikan jumlah penduduk yang terus-menerus merupakan
unsur yang perlu untuk adanya tambahan permintaan. Tetapi kenaikan jumlah
penduduk saja tanpa dibarengi dengan kemajuan faktor-faktor atau unsur-unsur
perkembangan yang lain sudah tentu tidak akan menaikkan pendapatan dan tidak
akan menaikkan permintaan. Agar pertumbuhan ekonomi tercipta diperlukan
adanya kenaikan jumlah kapital untuk investasi yang terus-menerus.

Universitas Sumatera Utara

Dari ketiga teori tokoh klasik di atas dapat diketahui bahwa apabila terdapat
kekurangan penduduk, produksi marginal adalah lebih tinggi daripada pendapatan
perkapita. Maka pertambahan penduduk akan menaikkan pendapatan perkapita. Akan
tetapi, apabila penduduk sudah semakin banyak, hukum hasil tambahan yang semakin
berkurang akan mempengaruhi fungsi produksi yaitu produksi marginal akan mulai
mengalami penurunan. Oleh karenanya, pendapatan nasional dan pendapatan
perkapita menjadi semakin lambat pertumbuhannya. Teori yang menjelaskan adanya
hubungan antara pertambahan penduduk dengan pendapatan perkapita tersebut sering
juga dikenal dengan teori penduduk optimum.

Secara grafik dapat digambarkan sebagai berikut :

Pendapatan Per kapita

Y1
YPK
M
Y0
YPK

N0

Sumber : (Rahardja, 2001)

N1
Jumlah Penduduk

Gambar 2.2. Grafik Teori penduduk optimum


Pada Gambar 2.2 di atas,YPK menunjukkan tingkat pendapatan perkapita
pada berbagai jumlah penduduk, dan M adalah puncak kurva tersebut. Maka

Universitas Sumatera Utara

penduduk optimal adalah jumlah penduduk sebanyak N0 dan pendapatan perkapita


yang paling maksimum adalah Y0. Dengan adanya pertumbuhan ekonomi, kurva
YPK akan terus-menerus bergerak ke atas (misalnya menjadi YPK). Perubahan
seperti ini menyebabkan dua hal berikut :
1) Penduduk optimum akan bergeser dari N0 ke kanan menjadi N1
2) Pada penduduk optimum N1 pendapatan perkapita lebih tinggi dari Y0 yaitu
menjadi Y1
2.3.2. Teori pertumbuhan ekonomi Schumpeter
Menurut Schumpeter (1934), pertumbuhan ekonomi ditentukan oleh peranan
pengusaha yang merupakan golongan yang akan terus-menerus membuat
pembaharuan atau inovasi dalam kegiatan ekonomi. Inovasi tersebut meliputi
memperkenalkan barang-barang baru, mempertinggi efisiensi cara memproduksi
dalam menghasilkan barang, memperluas pasar sesuatu barang ke pasaran-pasaran
yang baru, mengembangkan sumber bahan mentah yang baru dan mengadakan
perubahan-perubahan dalam organisasi dengan tujuan mempertinggi keefisienan
kegiatan perusahaan yang kesemuanya memerlukan investasi baru.
Di dalam mengemukakan teori pertumbuhannya, Schumpeter (1934) memulai
analisisnya dengan memisalkan bahwa perekonomian sedang dalam keadaan tidak
berkembang. Tetapi keadaan ini tidak berlangsung lama. Pada waktu keadaan
tersebut berlaku, segolongan pengusaha menyadari tentang berbagai kemungkinan
untuk mengadakan inovasi yang menguntungkan. Didorong oleh keinginan

Universitas Sumatera Utara

mendapatkan keuntungan dari mengadakan pembaharuan tersebut, mereka akan


meminjam modal dan melakukan penanaman modal. Investasi yang baru ini akan
meninggikan tingkat kegiatan ekonomi Negara. Maka pendapatan masyarakat akan
bertambah dan konsumsi masyarakat menjadi bertambah tinggi. Kenaikan tersebut
akan mendorong perusahaan-perusahaan lain untuk menghasilkan lebih banyak
barang dan melakukan penanaman modal baru. Maka menurut Schumpeter, investasi
dapat dibedakan kepada dua golongan yaitu penanaman modal otonomi dan
penanaman modal terpengaruh. Penanaman modal otonomi adalah penanaman modal
yang ditimbulkan oleh kegiatan ekonomi yang timbul sebagai akibat kegiatan inovasi.
Selanjutnya menurut Shumpeter, semakin tinggi tingkat kemajuan sesuatu ekonomi
semakin terbatas kemungkinan untuk mengadakan inovasi. Maka pertumbuhan
ekonomi akan menjadi bertambah lambat jalannya. Pada akhirnya akan tercapai
tingkat keadaan tidak berkembang atau stationary state.
2.3.3. Teori pertumbuhan ekonomi Harrold-Dommar
Harrod-Domar (1948) menyatakan bahwa pembentukan modal merupakan
faktor utama tercapainya pertumbuhan ekonomi.

Adapun dalam analisisnya

menerangkan syarat yang harus dipenuhi supaya suatu perekonomian dapat mencapai
pertumbuhan yang teguh atau steady growth dalam jangka panjang. Harrod-Domar
dalam analisisnya menggunakan pemisalan-pemisalan berikut :
1) barang modal telah mencapai kapasitas penuh;
2) tabungan adalah proporsional dengan pendapatan nasional;

Universitas Sumatera Utara

3) rasio modal-produksi (capital-output ratio) tetap nilainya;


4) perekonomian terdiri dari dua sektor
Dalam analisisnya, Harrod-Domar (1948) menunjukkan bahwa walaupun
pada suatu tahun tertentu barang-barang modal sudah mencapai kapasitas penuh,
pengeluaran agregat pada tahun tertentu akan menyebabkan kapasitas barang modal
menjadi semakin tinggi pada tahun berikutnya. Dengan perkataan lain, investasi yang
berlaku dalam tahun tertentu akan menambah kapasitas barang modal untuk
mengeluarkan barang dan jasa pada tahun berikutnya.
Tingkat output suatu perekonomian mempunyai hubungan proporsional
(konstan) dengan jumlah stok barang modal. Jika tingkat output dinotasikan Y dan
stok barang modal dinotasikan K, maka :
Y = K ..(2.10)
dimana : adalah ratio output barang modal (capital-output ratio/COR) yaitu angka
yang menunjukkan berapa jumlah output yang dapat dihasilkan dari stok
modal yang tersedia. Jika perekonomian ingin meningkatkan output menjadi
Y maka stok barang modal harus di tambah menjadi
K. Dengan
demikian, persamaannya akan menjadi :
Y = K .(2.11)

= ...(2.12)

dimana, 1/ = ICOR (Incremental Capital Output Ratio)

Universitas Sumatera Utara

ICOR adalah besarnya tambahan stok barang modal untuk meningkatkan


tambahan 1 (satu) unit output yang dapat digunakan untuk menilai kinerja investasi di
suatu negara atau daerah yang nilainya selalu bervariasi. Semakin tinggi angka ICOR,
semakin tidak efisien kegiatan investasi di negara atau daerah tersebut, demikian
sebaliknya.
2.3.4. Teori pertumbuhan ekonomi Neo-Klasik
Teori ini dikembangkan oleh Abramovits dan Solow (2001) mengatakan
bahwa pertumbuhan ekonomi tergantung kepada perkembangan faktor-faktor
produksi. Pandangan ini dapat dinyatakan dalam persamaan :
Y = f ( K, L, T).(2.13)
dimana :
Y adalah tingkat pertumbuhan ekonomi
K adalah tingkat pertumbuhan modal
L adalah tingkat pertumbuhan penduduk
T adalah tingkat perkembangan teknologi
Kemudian, dalam penelitiannya Solow (2001) membuat pembuktian secara
empiris bahwa faktor terpenting untuk mewujudkan pertumbuhan ekonomi bukanlah
pertambahan modal dan pertambahan tenaga kerja. Faktor yang paling penting adalah
kemajuan teknologi dan pertambahan kemahiran serta kepakaran tenaga kerja.

2.4.

Pertumbuhan Ekonomi Wilayah


Pertumbuhan ekonomi wilayah adalah peningkatan volume variabel ekonomi

dari suatu sub sistem spasial suatu bangsa atau negara. Disini pertumbuhan

Universitas Sumatera Utara

dimaksudkan sebagai peningkatan suatu keluaran wilayah. Peningkatan ini meliputi


baik kapasitas produksi ataupun volume riil produksi. Menurut Tarigan (2004),
pertumbuhan ekonomi wilayah juga dapat diartikan sebagai pertambahan pendapatan
masyarakat yang terjadi di wilayah tersebut yaitu kenaikan seluruh nilai tambah
(value added) yang terjadi di wilayah tersebut. Pertambahan pendapatan ini diukur
dalam nilai riil (dinayatakan dalam harga konstan).
Untuk menghitung besarnya pertumbuhan ekonomi suatu wilayah (region),
menurut Widodo (2006) dapat dirumuskan dengan persamaan matematis berikut :

PDRB riil 1 PDRB riil 0


x 100% ............................(2.14)
PDRB riil 0

dimana :
g

= pertumbuhan ekonomi wilayah yang dinyatakan

dalam

persen
PDRB riil 1

= pendapatan regional riil untuk tahun dimana tingkat


pertumbuhan

PDRB riil 0

ekonominya dihitung

= Pendapatan regional riil pada tahun sebelumnya

2.4.1. Teori pertumbuhan ekonomi wilayah


Pola pertumbuhan ekonomi regional tidaklah sama dengan apa yang lazim
ditemukan pada pertumbuhan ekonomi nasional. Hal ini pada dasarnya disebabkan
pada analisa pertumbuhan ekonomi regional. Namun demikian, kedua kelompok ilmu
ini juga mempunyai ciri yang sama yaitu memberikan tekanan pada unsur waktu yang
merupakan faktor penting dalam analisa pertumbuhan ekonomi. Karena teori

Universitas Sumatera Utara

ekonomi regional memberikan juga pada unsur space, maka faktor-faktor yang
menjadi perhatian juga berbeda dengan apa yang lazim dibahas pada pertumbuhan
ekonomi nasional. Pertumbuhan ekonomi nasional faktor-faktor yang sangat
diperhatikan adalah modal, lapangan pekerjaan dan kemajuan teknologi yang bisa
muncul dalam berbagai bentuk. Sedangkan pada teori pertumbuhan ekonomi regional
faktor-faktor yang mendapat perhatian utama adalah keuntungan lokasi, aglomerasi
migrasi dan arus lalulintas modal antar wilayah. Lebih lanjut dikatakan oleh Glasson
(1977), bahwa pertumbuhan regional ditentukan oleh faktor endogen ataupun exogen
yaitu faktor-faktor yang terdapat di dalam daerah yang bersangkutan ataupun faktorfaktor di luar daerah atau kombinasi dari keduanya. Adisasmita (2008) mengatakan
bahwa pertumbuhan dari dalam wilayah dilihat dari segi hubungan struktural
(keterkaitan antar sektor) dan hubungan fungsional (interaksi antar sub sistem dalam
suatu wilayah). Sedangkan pertumbuhan dari luar wilayah yaitu keterkaitan suatu
wilayah dengan wilayah lain diluarnya.
Adapun beberapa teori pertumbuhan ekonomi regional yang lazim dikenal,
antara lain (sirojuzilam, 2010) :
1.

Export Base-Models yang dipelopori oleh North (1955) yang kemudian


dikembangkan oleh Tiebout (1956).
Pertumbuhan ekonomi suatu daerah ditentukan oleh eksploitasi pemanfaatan
alamiah dan pertumbuhan basis ekspor daerah yang bersangkutan yang juga
dipengaruhi oleh tingkat permintaan eksternal dari daerah-daerah lain.

Universitas Sumatera Utara

Pendapatan yang diperoleh dari penjualan ekspor akan mengakibatkan


berkembangnya kegiatan - kegiatan penduduk setempat, perpindahan modal dan
tenaga kerja, keuntungan - keuntungan eksternal dan pertumbuhan ekonomi
regional lebih lanjut. Ini berarti bahwa untuk meningkatkan pertumbuhan suatu
region, strategi pembangunannya harus disesuaikan dengan keuntungan lokasi
yang dimilikinya dan tidak harus sama dengan strategi pembangunan pada
tingkat nasional.
2.

Neo-Classic, yang dipelopori oleh Stein (1964) yang kemudian dikembangkan


oleh Roman (1965) dan Siebert (1969).
Teori ini mendasarkan analisanya pada komponen fungsi produksi. Unsur-unsur
yang menentukan pertumbuhan ekonomi regional adalah modal, tenaga kerja,
dan teknologi. Lebih khusus teori ini menganalis pengaruh perpindahan
penduduk (migrasi) dan lalu lintas modal terhadap pertumbuhan regional.
Dengan kata lain, untuk menciptakan sejumlah output tertentu, bisa digunakan
jumlah modal yang berbeda dengan yang dibutuhkan. Jika lebih banyak modal
yang digunakan, maka lebih banyak tenaga kerja yang digunakan.

3.

Cummulative Causation Models, yang dipelopori oleh Myrdal (1975) yang


kemudian dikembangkan oleh Kaldor.
Teori ini berpendapat bahwa peningkatan pemerataan pembangunan antar daerah
tidak hanya dapat diserahkan pada kekuatan pasar (market mechanism), tetapi
perlu adanya campur tangan pemerintah dalam bentuk program - program

Universitas Sumatera Utara

pembangunan regional terutama untuk daerah daerah yang relatif masih


terbelakang. Lebih jauh teori ini menyatakan bahwa adanya suatu keadaan
berdasarkan kekuatan relatif dari Spread Effect dan Back Wash Effect.
Spread Effect adalah kekuatan yang menuju konvergensi antar daerah-daerah
kaya dan daerah-daerah miskin. Dengan timbulnya daerah kaya, maka akan
tumbuh pula permintaannya terhadap produk daerah-daerah miskin dengan
demikian mendorong pertumbuhannya. Namun Myrdal yakin bahwa dampak
spread effect ini lebih kecil daripada back wash effect. Pertambahan permintaan
terhadap produk daerah miskin tersebut terutama barang-barang hasil pertanian
oleh daerah kaya tentu saja mempunyai nilai permintaan yang rendah, sementara
konsumsi daerah miskin terhadap produk daerah kaya akan lebih mungkin
terjadi.
4. Core Periphery Models, yang dipelopori oleh Friedman (1966).
Teori ini menekankan analisa pada hubungan yang erat dan saling
mempengaruhi antara pembangunan kota (core) dan desa (periphery). Menurut
teori ini, gerak langkah pembangunan daerah perkotaan akan lebih banyak
ditentukan oleh keadaan desa-desa disekitarnya. Sebaliknya corak pembangunan
pedesaan tersebut juga sangat ditentukan oleh arah pembangunan perkotaan.
5.

Teori Pusat Pertumbuhan (Growth Pole) dipelopori oleh Francois Perroux


(1978), ahli Ekonomi Regional berkebangsaan Perancis.

Universitas Sumatera Utara

Teori ini menyatakan bahwa pembangunan atau pertumbuhan tidak terjadi


disegala tata-ruang, akan tetapi hanya terbatas pada beberapa tempat tertentu
dengan variabelvariabel yang berbeda intensitasnya. Salah satu cara untuk
menggalakkan kegiatan pembangunan dari suatu daerah tertentu melalui
pemanfaatan Aglomeration economics sebagai faktor pendorong utama.
Konsep Dasar Ekonomi dari pada kutub pertumbuhan antara lain:
a) Konsep Industri Utama dan industri pendorong
b) Konsep Polarisasi, pertumbuhan dari pada industri utama dan perusahaan
pendorong akan menimbulkan polarisasi unit-unit ekonomi lain ke kutub
pertumbuhan.
c) Terjadinya Aglomerasi yang ditandai : (1) Scale Economics (2) Localization
Economics (3) Urbanization Economics.
Bila dikaitkan dengan potensi ekonomi yang dimiliki oleh suatu daerah maka
pembangunan

industri

yang akan diprioritaskan pada suatu wilayah pusat

pengembangan, diperlukan dilakukan analisa terhadap :


a) Potensi lokasi dari masing-masing wilayah/daerah.
b) Posisi keuntungan lokasi
c) Fasilitas industri yang dimiliki masing-masing pusat pengembangan.

2.5.

Pendapatan Perkapita
Menurut Sukirno (2007), Pendapatan perkapita adalah pendapatan rata-rata

penduduk suatu negara pada suatu periode tertentu, yang biasanya satu tahun.

Universitas Sumatera Utara

Pendapatan perkapita bisa juga diartikan sebagai jumlah dari nilai barang dan jasa
rata-rata yang tersedia bagi setiap penduduk suatu negara pada suatu periode tertentu.
Dengan demikian, Pendapatan perkapita untuk suatu tahun tertentu dihitung dengan
membagi Produk Domestik Bruto (PDB atau GDP) pada tahun tersebut dengan
jumlah penduduk pada tahun yang sama. Atau dapat dituliskan dalam suatu
persamaan matematis :
Pendapatan Perkapita =

PDB

Jumlah Penduduk

Untuk skala regional atau daerah, perhitungan pendapatan perkapita dapat


dihitung dengan rumus:
Pendapatan Perkapita Regional =

PDRB

Jumlah Penduduk

Dari persamaan tersebut, dapat di ketahui bahwa Pendapatan Perkapita akan


meningkat apabila tingkat pertumbuhan ekonomi yang digambarkan oleh PDB atau
PDRB meningkat melebihi dari tingkat pertambahan penduduk. Tetapi sebaliknya,
pendapatan perkapita akan menurun apabila tingkat pertumbuhan ekonomi lebih kecil
dari tingkat pertambahan penduduk. Dengan demikian, pertumbuhan ekonomi yang
dapat dicapai melalui investasi sangat berpengaruh terhadap pendapatan perkapita.
Konsep pendapatan nasional yang biasa dipakai dalam menghitung pendapatan
perkapita pada umumnya adalah Pendapatan Domestik Bruto (PDB) riil atau Produk
Nasional Bruto riil yang dihitung berdasarkan harga konstan (menggunakan tahun
dasar). Sedangkan untuk lingkup regional/daerah, konsep pendapatan yang biasa
dipakai adalah Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB).

Universitas Sumatera Utara

Pendapatan perkapita seringkali digunakan sebagai indikator pembangunan


disamping juga digunakan untuk membedakan tingkat kemajuan ekonomi antara
negara-negara maju dengan negara sedang berkembang. Dengan kata lain,
pendapatan perkapita selain bisa memberikan gambaran tentang laju pertumbuhan
kesejahteraan masyarakat di berbagai negara juga dapat menggambarkan perubahan
corak perbedaan tingkat kesejateraan masyarakat yang sudah terjadi diantara berbagai
negara.
Hal ini sebagaimana diungkapkan oleh Sukirno (2007) bahwa data
pendapatan perkapita selalu digunakan untuk menggambarkan dua hal yaitu,
pertama, gambaran taraf pembangunan ekonomi yang dicapai berbagai negara yaitu
semakin tinggi pendapatan perkapita akan semakin tinggi daya beli penduduk dan
daya beli yang bertambah akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Kedua,
tingkat perkembangannya dari tahun ke tahun.
Tanpa mengecilkan besarnya sumbangan yang diberikan oleh data pendapatan
perkapita dalam menunjukkan hal-hal yang dinyatakan di atas, perlu juga hendaknya
disadari bahwa pendapatan perkapita sebagai indikator tingkat kemakmuran dan
pembangunan mempunyai beberapa kelemahan. Ketidaksempurnaan tersebut dapat
dibedakan pada dua aspek yaitu :
1. Tingkat

kesejahteraan

penduduk

bukan

saja

ditentukan

oleh

tingkat

pendapatannya, tetapi juga ditentukan oleh faktor-faktor lain antara lain seperti
faktor sosial, politik dan kebudayaan dengan kata lain pendapatan perkapita

Universitas Sumatera Utara

secara riil belum tentu sama ukurannya bagi suatu Negara, bias saja pertumbuhan
pendapatan nasional dan pendapatan nasional perkapita tidak sesuai dengan
kondisi masyarakat dimana posisi ekonomi golongan miskin tidak bertambah
baik atau malah bertambah buruk bersamaan dengan bertambah lebarnya jurang
perbedaan di antara yang kaya dengan yang miskin.
2. Tingkat pendapatan yang tinggi belum tentu mencerminkan distribusi pendapatan
yang merata atau sebaliknya, artinya pendapatan perkapita tidak menggambarkan
distribusi pendapatan dalam masyarakat di setiap negara.
3. Kelemahan-kelemahan yang bersumber dari ketidaksempurnaan /ketidakakuratan
dalam menghitung tingkat pendapatan perkapita antara lain hambatan-hambatan
dalam memperoleh data, seperti data pendapatan penduduk serta cara
perhitungannya maupun data mengenai jumlah penduduk dan sebagainya. Hal
lainnya adalah : tidak dapat mengukur secara tepat perubahan output yang
diakibatkan perubahan tingkat harga dan hanya menghitung nilai barang dan jasa
secara komersil.
4. Konversi dengan mata uang asing (mis. US $) cenderung memperkecil dari
jumlah yang sebenarnya sehingga dalam perbandingan pendapatan internasional
cenderung lebih rendah.
2.5.1. Pendapatan perkapita dan penduduk
Penduduk merupakan faktor utama selain pertumbuhan ekonomi yang akan
mempengaruhi tingkat pendapatan perkapita masyarakat suatu negara. Pertumbuhan

Universitas Sumatera Utara

penduduk yang lebih besar daripada pertumbuhan ekonomi (peningkatan output)


akan menyebabkan pendapatan perkapita masyarakat tersebut rendah. Dengan
demikian, harus dapat disadari bahwa upaya untuk mencapai tingkat kesejahteraan
masyarakat tidak terlepas dari kebijakan kependudukan (Meier dan Baldwin, 1972)
Akan

tetapi,

ahli-ahli

ekonomi

pada

umumnya

sependapat

bahwa

perkembangan penduduk dapat menjadi faktor pendorong maupun penghambat


pembangunan.

Ia

dipandang

sebagai

faktor

pendorong

karena,

pertama,

perkembangan itu memungkinkan pertambahan jumlah tenaga kerja dari masa ke


masa. Selanjutnya, pertambahan penduduk dan pemberian pendidikan kepada mereka
sebelum menjadi tenaga kerja memungkinkan sesuatu masyarakat memperoleh bukan
saja tenaga kerja yang ahli akan tetapi juga tenaga kerja terampil, terdidik, dan
entrepreneur yang berpendidikan. Biasanya ketiga kelompok tenaga kerja yang
disebutkan belakangan ini lebih besar jumlahnya apabila tingkat pembangunan
bertambah tinggi. Oleh karenanya, pada tingkat pembangunan yang lebih tinggi,
pertambahan penduduk dapat memberikan sumbangan yang lebih besar bagi
pengembangan kegiatan ekonomi.
Dorongan lain yang timbul dari perkembangan penduduk adalah perluasan
pasar. Luas pasar barang-barang dan jasa ditentukan oleh dua faktor penting yaitu
pendapatan masyarakat dan jumlah penduduk. Maka apabila penduduk bertambah
dengan sendirinya luas pasar akan bertambah pula. Karena peranannya ini, maka
perkembangan penduduk akan merupakan perangsang bagi sektor produksi untuk

Universitas Sumatera Utara

meningkatkan kegiatannya. Dan akhirnya, pertambahan penduduk dapat menciptakan


dorongan untuk mengembangkan teknologi.
Sedangkan efek negatif perkembangan penduduk terhadap pembangunan akan
tercipta apabila produktifitas sektor produksi sangat rendah dan dalam masyarakat
terdapat banyak pengangguran. Akibat dari kedua hal ini, pendapatan masyarakat
menjadi rendah sehingga tingkat kesejahteraannya juga semakin rendah. Kesimpulan
ini diperkuat oleh teori Nelson (1996) tentang perangkap penduduk terhadap
pembangunan. Nelson mengatakan bahwa lajunya pertambahan penduduk tidak
selalu sama pada berbagai tingkat pendapatan. Pada tingkat pendapatan perkapita
yang sangat rendah tingkat kematian lebih besar daripada tingkat kelahiran, maka
pertambahan penduduk adalah negatif. Pada pendapatan perkapita yang lebih tinggi
tingkat kematian akan menurun, akan tetapi tingkat kelahiran tidak berubah. Oleh
karenanya makin tinggi tingkat pendapatan perkapita makin kecil tingkat
kemunduran penduduk. Apabila keadaan ini terus berlangsung, maka pada suatu saat
tertentu tingkat pertambahan penduduk akan lebih besar daripada tingkat
pertambahan pendapatan nasional yang mengakibatkan tingkat pertambahan
pendapatan perkapita akan negatif dari tahun ke tahun dan pada akhirnya akan
mencapai titik the low level equilibrium trap atau perangkap tingkat keseimbangan
rendah. Oleh sebab itu, untuk keluar dari kondisi ini, Nelson menyarankan untuk
memperbesar tingkat penanaman modal sehingga menimbulkan pertambahan

Universitas Sumatera Utara

pendapatan nasional yang lebih besar dari pertambahan penduduk. Untuk menaikkan
penanaman modal haruslah tercipta kenaikan tabungan.

2.6.

Penelitian Sebelumnya
Rustiono (2008) melakukan penelitian untuk melihat bagaimana pengaruh

investasi (PMA dan PMDN), tenaga kerja, dan pengeluaran pemerintah terhadap
pertumbuhan ekonomi di Jawa Tengah selama kurun waktu 1985-2006. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa Investasi baik PMA maupun PMDN berpengaruh
positif terhadap pertumbuhan ekonomi di Jawa Tengah secara signifikan. Jika PMA
naik 1 persen maka pertumbuhan ekonomi Jawa Tengah akan meningkat sebesar
0,486 persen. Kenaikan 1 persen PMDN menyebabkan kenaikan pertumbuhan
ekonomi Jawa Tengah meningkat sebesar 0,431 persen. Demikian juga dengan
variabel tenaga kerja dan pengaruh pengeluaran pemerintah memiliki pengaruh yang
positif terhadap pertumbuhan ekonomi Jawa Tengah dengan koefisien regresi
masing-masing sebesar 0,945 dan 0,504. Artinya, jika tenaga kerja dan pengeluaran
pemerintah bertambah masing-masing 1 persen maka pertumbuhan ekonomi Jawa
tengah secara berturut-turut akan meningkat sebesar 0,945 persen dan 0,504 persen.
Linda (2007) melakukan penelitian yang sama yang terkait dengan pengaruh
investasi (PMA dan PMDN) dan tenaga kerja terhadap pertumbuhan ekonomi di
Provinsi Sumatera Utara kurun waktu tahun 1984 2005 atau sebelum dan sesudah
krisis moneter tahun 1997. Hasil estimasi menunjukkan bahwa baik sebelum maupun
sesudah krisis moneter tahun 1997, investasi (PMA dan PMDN) dan tenaga kerja

Universitas Sumatera Utara

berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi sumatera utara selama kurun


waktu 1984 2005 dengan nilai koefisien determinasi (R2 ) sebesar 98,39 persen. Hal

ini berarti bahwa pertumbuhan sektor ekonomi Provinsi Sumatera Utara akan
semakin meningkat dengan meningkatnya investasi dan jumlah tenaga kerja.

Selanjutnya, Sutawijaya (2010) yang melakukan penelitian dengan melihat


pengaruh ekspor dan investasi terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia kurun
waktu tahun 1980 2006. Hasil estimasi menunjukkan bahwa pertumbuhan investasi
swasta berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia yang secara
statistik signifikan pada = 5% dengan nilai koefisien regresi sebesar 0,036 persen.
Demikian juga dengan investasi pemerintah mempunyai pengaruh yang positif
terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia selama kurun waktu tersebut dengan nilai
koefisien regresi sebesar 0,084 persen. Hal yang sama berlaku untuk ekspor non
migas yang berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia selama
masa waktu tersebut. Kecuali hasil estimasi pengaruh ekspor migas yang berpengaruh
negatif terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia kurun waktu 1980 2006. Kondisi
yang berlawanan ini merupakan cerminan dari perekonomian Indonesia beberapa
tahun belakangan ini, di mana kebutuhan migas, terutama minyak untuk bahan bakar
kendaraan dan keperluan industri tidak dapat disediakan sepenuhnya oleh produksi
dalam negeri. Sekitar 30% dari kebutuhan minyak dalam negeri dipenuhi melalui
impor.

Universitas Sumatera Utara

2.7.

Kerangka Konseptual
Secara teoritis, investasi memiliki peranan penting dalam pembentukan

pertumbuhan ekonomi. Dengan mendasarkan pada teori-teori Neo Klasik seperti teori
Harrod-Domar dan Solow-Swan (1992) yang menjelaskan bahwa investasi akan
mengakibatkan peningkatan output dan peningkatan output akan menciptakan
pertumbuhan ekonomi. Demikian juga kaitan investasi terhadap peningkatan
pendapatan masyarakat. Dengan adanya investasi akan mendorong peningkatan
produksi. Peningkatan produksi akan menciptakan lapangan kerja bagi para tenaga
kerja dan pada akhirnya akan menciptakan pendapatan bagi masyarakat. Jika hal ini
terus terjadi dalam jangka panjang maka akan berdampak luas terhadap berbagai
aspek kehidupan masyarakat seperti sosial, politik, ekonomi, budaya dan aspek-aspek
lainnya sehingga terwujud suatu pengembangan wilayah yang lebih maju dengan
masyarakat yang sejahtera.
Berdasarkan uraian diatas, selanjutnya dikembangkan kerangka konsep
penelitian yang melandasi pola hubungan antar variabel melalui diagram konsep
berikut :

Universitas Sumatera Utara

INVESTASI DI KOTA
TEBING TINGGI

PENGEMBANGAN
WILAYAH

PERTUMBUHAN
EKONOMI

PENDAPATAN
PERKAPITA

Gambar 2.3. Diagram Konsep Penelitian

2.8.

Hipotesis penelitian
Berdasarkan perumusan masalah dan dari beberapa hasil kajian empiris yang

telah dilakukan oleh peneliti-peneliti sebelumnya, maka hipotesis penelitian ini


adalah:
1. Investasi berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi Kota Tebing Tinggi
2. Investasi berpengaruh positif terhadap pendapatan perkapita masyakat Kota
Tebing Tinggi.

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai