Nama
NIM
: 030.09.150
Perguruan Tinggi
: Universitas Trisakti
Tingkat
Judul Referat
: Trakoma
Bagian
Periode
Telah diterima dan disetujui pada tanggal : .., sebagai syarat untuk
mengikuti ujian akhir Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Mata Rumah Sakit Umum Daerah
Kota Semarang.
KATA PENGANTAR
1 Trakoma
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan berkatNya sehingga penulis dapat menyelesaikan referat ini. Referat dengan
judul Trakoma ini dibuat untuk memenuhi salah satu syarat mengikuti ujian akhir
Kepaniteraan Klinik di bagian Ilmu Penyakit Mata Rumah Sakit Umum Daerah Kota
Semarang.
Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terimakasih kepada :
1. dr. Irastri Anggraini, Sp. M selaku pembimbing dalam penyusunan referat ini.
2. Seluruh staf pengajar bagian Ilmu Penyakit Mata Rumah Sakit Umum Daerah Kota
Semarang yang turut membantu dalam penyelesaian referat ini.
3. Kedua orang tua yang juga membimbing penulis, memberikan doa dan dorongan
secara materiil dan moril.
4. Semua teman yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang telah memberikan
bantuan, dorongan, semangat, dan saran sehingga referat ini dapat terselesaikan.
Akhir kata, penulis menyadari bahwa referat ini masih jauh dari sempurna, oleh
karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua pihak.
Penulis berharap semoga referat ini dapat bermanfaat dan menambah pengetahuan dalam
bidang kedokteran pada umumnya bagi para pembacanya.
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN..1
2 Trakoma
KATA PENGANTAR......2
DAFTAR ISI.................3
BAB. I PENDAHULUAN........4
BAB. II ISI ..6
II. 1 Anatomi Konjungtiva ..6
II.2 Definisi .......11
II.3 Epidemiologi ......11
II.4 Etiologi .......13
II.5 Patofisiologi ........13
II.6 Manifestasi Klinis ...14
II.7 Klasifikasi........15
II.8 Diagnosis ........18
II.9 Diagnosis Banding......20
II.10 Penatalaksanaan ....21
II.11 Komplikasi ........23
II.12 Prognosis........24
BAB. III PENUTUP.......25
DAFTAR PUSTAKA.........................................................................................................26
BAB. I
PENDAHULUAN
3 Trakoma
Konjungtivitis
merupakan
peradangan
pada
konjungtiva
yang
disebabkan
mikroorganisme (virus, jamur, bakteri, parasit, klamidia), alergi, iritasi bahan-bahan kimia,
idiopatik, penyakit sistemik. Konjungtivitis dibedakan dalam bentuk akut dan kronis.
Insidensi konjungtivitis di Indonesia pada tahun 2007 berkisar antara 2 75%. Data perkiraan
jumlah penderita penyakit mata di Indonesia adalah 10% dari seluruh golongan umur
penduduk per tahun dan pernah menderita konjungtivitis. Data lain menunjukkan bahwa dari
10 penyakit mata utama, konjungtivitis menduduki tempat kedua (9,7%) setelah kelainan
refraksi (25,35%). 1,2
Trakoma adalah suatu bentuk konjungtivitis folikular kronik yang disebabkan oleh
Chlamydia trachomatis serotipe A, B, Ba, dan C. Trakoma adalah suatu penyakit yang paling
tua dan terkenal di dunia sejak dahulu, mengenai 1/6 dari penduduk di dunia, keadaan ini
merupakan salah satu penyakit menahun yang paling banyak dijumpai. Penyakit ini dapat
mengenai segala umur tapi lebih banyak ditemukan pada orang muda dan anak-anak. Infeksi
mata ini banyak ditemukan di daerah Semenanjung Balkan. Ras yang banyak terkena
ditemukan pada ras Yahudi, penduduk asli Australia dan Indian Amerika atau daerah dengan
hygiene yang kurang. Penyakit ini termasuk 9 penyakit yang menular yang sedang
berkembang di berbagai belahan dunia. Prevalensi dan berat penyakit yang beragam per
regional bergantung pada variasi higiene individu dan standar kehidupan masyarakat dunia,
keadaan cuaca tempat tinggal, usia saat terkena, serta frekuensi dan jenis infeksi bakteri mata
yang sudah ada. 3,4
Cara penularan penyakit ini adalah melalui kontak langsung dengan sekret penderita
trakoma atau melalui alat-alat kebutuhan sehari-hari seperti handuk, alat-alat kecantikan, dan
lain-lain. Penularan terjadi terutama antara anak-anak dan orang tua, saudara kandungnya
dan orang yang merawatnya. Masa inkubasi rata-rata 7 hari (5-14 hari). Trakoma umumnya
bilateral. Vektor serangga, khususnya lalat, dapat berperan dalam transmisi. Bentuk akut
penyakit ini lebih infeksius daripada bentuk sikatriksnya. Penyebaran sering dihubungkan
dengan epidemi konjungtivitis bakterial dan musim kemarau di negara tropis dan subtropis.
Episode berulang dari reinfeksi dalam keluarga menyebabkan kronik folikular atau inflamasi
konjungtiva berat (trakoma aktif) yang menimbulkan scarring konjungtiva tarsal. Scarring
pada konjungtiva tarsal atas, pada sebagian individu, berlanjut menjadi entropion dan
4 Trakoma
trichiasis (cicatrical trachoma). Hasil akhirnya antara lain abrasi kornea, ulkus kornea, dan
opasifikasi dan akhirnya kebutaan. Pencegahan trakoma berkaitan dengan kebutaan, dan hal
ini membutuhkan banyak intervensi. WHO (World Health Organization) menerapkan
Surgical care, Antibiotics, Facial cleanliness, Environmental improvement (SAFE) untuk
penatalaksanaan trakoma. 4,5,6
BAB. II
ISI
5 Trakoma
6 Trakoma
bola mata bergerak bebas ke segala arah. Selain memberikan kebebasan bola mata
untuk bergerak, hal ini juga akan memperluas permukaan sekresi konjungtiva. 3
Ket. Gambar :
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Limbus
Konjungtiva bulbi
Konjungtiva forniks
Konjungtiva palpebra
Pungtum lakrimalis
Konjungtiva marginalis
7 Trakoma
Arteri palpebralis
Pleksus post tarsal dari palpebra, yang diperdarahi oleh arkade marginal dan perifer
dari palpebra superior akan memperdarahi konjungtiva palpebralis. Pembuluh darah
dari arkade perifer palpebra akan menembus otot Muller dan memperdarahi sebagian
besar konjungtiva forniks. Arkade ini akan memberikan cabang desenden untuk
menyuplai konjungtiva tarsal dan juga akan mengadakan anastomose dengan
pembuluh darah dari arkade marginal serta cabang asenden yang melalui forniks
8 Trakoma
superios dan inferior untuk kemudian melanjutkan diri ke konjungtiva bulbi sebagai
arteri konjungtiva posterior. 3,7
2.
9 Trakoma
2.
10 Trakoma
II.2 DEFINISI
Trakoma merupakan salah satu jenis penyakit mata yang menular yang disebabkan oleh
Chlamidia trachomatis serotipe A, B, Ba, atau C yang termasuk dari konjungtivitis folikular
kronik. Trakoma juga termasuk infeksi mata yang berlangsung lama yang menyebabkan
inflamasi dan jaringan parut pada konjungtiva dan kelopak mata serta kebutaan. 4
II.3 EPIDEMIOLOGI
Insidensi konjungtivitis di Indonesia pada tahun 2007 berkisar antara 2 75%. Data
perkiraan jumlah penderita penyakit mata di Indonesia adalah 10% dari seluruh golongan
umur penduduk per tahun dan pernah menderita konjungtivitis. Data lain menunjukkan
bahwa dari 10 penyakit mata utama, konjungtivitis menduduki tempat kedua (9,7%) setelah
kelainan refraksi (25,35%).1,2
Secara umum, trakoma diderita oleh sekitar 84 juta orang di 55 negara yang endemis,
dan sekitar 1,3 juta orang diantaranya buta karena penyakit mata ini. Penyakit ini ditunjukkan
pada hasil tertinggi nya yaitu pada usia 3-5 tahun. Infeksi mata ini banyak ditemukan di
daerah Semenanjung Balkan. Ras yang banyak terkena ditemukan pada ras Yahudi, penduduk
asli Australia dan Indian Amerika. Trakoma yang membutakan terdapat pada banyak daerah
11 Trakoma
Afrika, beberapa daerah Asia, diantara suku Aborigin Australia, dan di Brazil Utara. Trakoma
yang lebih ringan yang tidak membutakan terdapat di daerah yang sama dan di beberapa
daerah Amerika Latin dan Pulau Pasifik. 2,3
Trias epidemiologi trakoma terbagi menjadi 3 yaitu host, agent dan environment. Hostnya adalah manusia terutama pada remaja dan anak-anak yang berumur 3-5 tahun. Agent dari
penyakit trakoma ini yaitu Chlamidia trachomatis. Environment-nya adalah lingkungan sosial
dan ekonomi yaitu lingkungan yang higienenya kurang dan ekonomi bawah lebih rentan
terjangkit penyakit mata ini. Cara penularan dari penyakit ini yaitu melalui :
Melalui kontak langsung dengan sekret yang keluar dari mata yang terkena infeksi atau
dari discharge nasofaring.
Sejenis lalat, terutama jenis Musca sorbens di Afrika dan Timur Tengah dan spesies
jenis Hippelates di Amerika bagian selatan
ETIOLOGI
12 Trakoma
Trakoma disebabkan oleh Chlamidia trachomatis serotipe A, B, Ba, atau C. Masingmasing serotipe ditemukan di tempat dan komunitas yang berbeda beda. Chlamidia ini
termasuk bakteri gram negatif, Ordo Chlamydiales, family Chlamydiaceae dan Genus
Chlamydia. Spesies C trakomatis menyebabkan trakoma, sedangkan serotype D-K
menyebabkan infeksi kelamin dan limfogranulomavenerum (serotipe L1-L3). Serotipe D-K
biasanya menyebabkan konjungtivitis folikular kronis yang secara klinis sulit dibedakan
dengan trakoma, termasuk konjungtivitis folikular dengan pannus, dan konjungtiva scar.
Namun, serotipe genital ini tidak memiliki siklus transmisi yang stabil dalam komunitas.
Karena itu, tidak terlibat dalam penyebab kebutaan karena trakoma. 4,5
II.5
PATOFISIOLOGI
Infeksi menyebabkan inflamasi, yang predominan limfositik dan infiltrat monosit
dengan plasma sel dan makrofag dalam folikel. Gambaran tipe folikel dengan pusat germinal
dangan pulau- pulau proliferasi sel B yang dikelilingi sebukan sel T. Infeksi konjungtiva yang
rekuren menyebabkan inflamasi yang lama yang menyebabkan conjungtival scarring.
Scarring diasosiasikan dengan atrofi epitel konjungtiva, hilangnya sel goblet, dan pergantian
jaringan normal, longgar dan stroma vaskular subepitel dengan jaringan ikat kolagen tipe IV
dan V (Solomon et al, 2004). 10
II.6
MANIFESTASI KLINIS
Secara klinis, trakoma dapat dibagi menjadi fase akut dan fase kronis, tetapi tanda akut
dan kronis dapat muncul dalam waktu yang bersamaan dalam satu individu. Derajat
keparahan dari infeksi mata oleh Chlamidia trachomatis dapat ringan sampai dengan berat.
Banyak infeksinya bersifat asimptomatis. Sesuai dengan masa inkubasinya yaitu 5-14 hari,
infeksi konjungtiva menyebabkan iritasi, mata merah, dan discharge mukopurulen.
Keterlibatan kornea pada proses inflamasi akut dapat menimbulkan nyeri dan fotofobia. 4,5
Tanda awal infeksi yang kurang spesifik adalah vasodilatasi dari pembuluh darah
konjungtiva. Perubahan spesifik terjadi beberapa minggu setelah infeksi, yaitu dengan
13 Trakoma
munculnya folikel-folikel pada konjungtiva forniks, konjungtiva tarsal dan limbus. Folikel
terlihat sebagai massa abu-abu dengan diameter 0,2-3 mm. Papil juga dapat terlihat pada fase
ini, pada kasus ringan terlihat titik-titik merah kecil dengan mata telanjang. Dengan bantuan
slit lamp, papil terlihat sebagai pembengkakan kecil konjungtiva, dengan vaskularisasi di
tengahnya. Ketika inflamasi bertambah berat, reaksi papilar pada konjungtiva tarsal
diasosiasikan dengan penebalan konjungtiva, pertambahan vaskularisasi pembuluh tarsal, dan
kadang kadang edema palpebra. Bila kornea terlibat pada proses inflamasi, keratitis pungtata
superficialis dapat dideteksi dengan test flouresensi. 4,5
Infiltrat superfisial atau pannus (infiltrasi subepitel dari jaringan fibrovaskular ke
perifer kornea) mengindikasikan inflamasi kornea. Folikel, papil dan tanda kornea lain adalah
tanda dari fase aktif, namun pannus dapat bertahan setelah fase aktif. Resolusi dari folikel
ditandai dengan terjadinya scarring pada subepitel konjungtiva. Deposisi dari skar biasanya
di konjungtiva tarsal atas, walaupun konjungtiva bulbi dan daerah atas kornea dapat terkena.
Di daerah endemis trakoma, sikatrik pada daerah tarsal karena episode infeksi berulang
menjadi dapat terlihat secara makroskopis dengan mengeversi palpebra atas, nampak seperti
plester putih dengan latar konjungtiva yang eritematous. Di limbus, pergantian folikel
menjadi scar menghasilkan formasi depresi translusen pada corneoscleral junction yang
disebut Herberts pits. 4,5
Bila scar pada konjungtiva tarsal cukup banyak berkumpul, menyebabkan kelopak mata
atas menekuk ke dalam dan menyebabkan bulu mata mengenai bola mata (trikiasis) dan
ketika semua bagian kelopak mengarah ke dalam disebut entropion. Trikiasis sangat
mengiritasi. Penderita kadang mencabut sendiri bulumata atau memplester kelopak mata agar
menghadap ke luar. Selain nyeri, trikiasis juga mencederai kornea, sebagai efek abrasi kornea
dapat terjadi infeksi sekunder oleh jamur atau bakteri. Karena sikatrik bersifat opak maka
penglihatan dapat terganggu bila mengenai daerah sentral kornea. (Solomon et al, 2004) 4,5,10
14 Trakoma
KLASIFIKASI
Menurut klasifikasi Mac Callan, trakoma dibagi menjadi 4 stadium yaitu :
Stadium 1 (hiperplasi limfoid) : terdapat hipertrofi papil dengan folikel yang kecilkecil pada konjungtiva tarsus superior, yang memperlihatkan penebalan dan kongesti
pada pembuluh darah konjungtiva. Sekret yang sedikit dan jernih bila tidak ada infeksi
sekunder. Kelainan kornea sukar ditemukan tetapi kadang-kadang dapat ditemukan
neovaskularisasi dan keratitis epitelial ringan.
Stadium 2 : terdapat hipertrofi papilar dan folikel besar yang matang pada konjungtiva
tarsus superior. Pada stadium ini dapat ditemukan pannus trakoma yang jelas. Terdapat
hipertrofi papil yang berat seolah-olah mengalahkan gambaran folikel pada konjungtiva
superior.
Stadium 3 : terdapat parut pada konjungtiva tarsus superior yang terlihat sebagai garis
putih yang halus sejajar dengan margo palpebra. Parut folikel pada limbus kornea
disebut cekungan Herbert. Gambaran papil mulai berkurang.
Stadium 4 : suatu pembentukan parut yang sempurna pada konjungtiva tarsus superior
sehingga menyebabkan perubahan bentuk pada tarsus yang dapat menyebabkan
entopion dan trikiasis. 3
Tabel 1. Klasifikasi dan strafikasi trakoma menurut Mc Callan 3
15 Trakoma
16 Trakoma
Trikiasis (TT)
Ditandai dengan adanya bulu mata yang mengarah ke dalam. Potensial untuk
menyebabkan opasitas kornea.
17 Trakoma
DIAGNOSIS 3,4,10
Diagnosa trakoma ditegakkan berdasarkan :
a. Gejala Klinik :
Bila terdapat 2 dari 4 gejala klinik yang khas, sebagai berikut :
1) Adanya prefolikel di konjungtiva tarsalis superior
2) Folikel di konjungtiva forniks superior dan limbus kornea 1/3 bagian atas
3) Pannus aktif di 1/3 atas limbus kornea
4) Sikatrik berupa garis-garis atau bintang di konjungtiva palpebra / forniks
superior, Herberts pit di limbus kornea 1/3 bagian atas.
Riwayat Penyakit : Trakoma aktif biasanya ditemukan pada anak anak, dan
penduduk pada daerah endemis, hanya menimbulkan sedikit keluhan. Penderita
dengan trikiasis bisa simptomatis. Beratnya keluhan bergantung pada banyaknya
bulu mata yang menyentuh bola mata, ada atau tidaknya abrasi kornea, dan ada
tidaknya blefarospasme.
b. Kerokan konjungtiva, yang dengan pewarnaan giemsa dapat ditemukan badan
inklusi Halbert staedter Prowazeki. Diagnosa trakoma juga dapat ditegakkan bila
18 Trakoma
terdapat satu gejala klinis yang khas ditambah dengan kerokan konjungtiva yang
menghasilkan badan inklusi.
c. Biakan kerokan konjungtiva dalam yolk sac, menghasilkan badan inklusi dan badan
elementer dengan pewarnaan giemsa.
d. Tes serologis dengan :
1) Tes fiksasi komplemen, untuk menunjukkan adanya antibodi terhadap trakoma,
dengan menggunakan antigen yang murni. Melakukannya mudah, tak memerlukan
peralatan canggih, cukup mempergunkan antigen yang stabil, mudah didapat di
pasaran. Mempunyai nilai diagnostik yang tinggi.
2) Tes mikro-imunofluoresen, menentukan antibodi antichlamydial yang spesifik,
beserta sifat-sifatnya (IgM, IgA, IgG). Lebih sukar dan memerlukan peralatan
canggih.
Konjungtivitis
Folikularis
Vernal Katarrh
Gambaran lesi
Penonjolan merah
muda pucat tersusun
teratur seperti deretan
beads
Ukuran lesi
Penonjolan kecil
Penonjolan besar
Lokasi lesi
Terutama konjungtiva
tarsal bawah dan
forniks bawah.
19 Trakoma
Tarsus terlibat
Tipe sekresi
Pulasan
Kerokan tidak
karakteristik (Koch
Weeks, Morax
Axenfeld, mikrokokus
kataralis stafilokokus,
pneumokokus)
Penyulit /
sekuele
Ulkus kornea
Blefaritis
Konjungtiva: simblefaron
Ektropion
II.10 PENATALAKSANAAN
Tujuan pengobatan trakoma untuk mendapatkan konjungtiva dalam keadaan licin
dengan jaringan sikatrik yang minimal. Hal ini dapat dicegah bila pengobatan diberikan
sedini mungkin, sehingga mengurangi kesempatan pembentukan jaringan sikatrik. Kunci
pentalaksanaan trakoma yang dikembangkan WHO adalah strategi SAFE (Surgical care,
Antibiotics, Facial cleanliness, Environmental improvement). 6
1.
Rotasi kelopak mata membatasi perlukaan kornea. Pada beberapa kasus, dapat
memperbaiki visus, karena merestorasi permukaan visual dan pengurangan sekresi
okular dan blefarospasme.
2.
20 Trakoma
WHO merekomendasikan dua antibiotik untuk trakoma yaitu azitromisin oral dan salep
mata tetrasiklin.
Azitromisin adalah drug of choice karena mudah diberikan dengan single dose.
Pemberiannya dapat langsung dipantau. Karena itu compliancenya lebih tinggi
dibanding tetrasiklin.
Azitromisin memiliki efikasi yang tinggi dan kejadian efek samping yang rendah.
Ketika efek samping muncul, biasanya ringan; gangguan GI danrash adalah efek
samping yang paling sering. Infeksi Chlamydia trachomatis biasanya terdapat juga
di nasofaring, maka bisa terjadi reinfeksi bila hanya diberi antibiotik topikal.
Keuntungan lain pemberian azitromisin termasuk mengobati infeksi genital, sistem
respirasi, dan kulit.
Resistensi
C.
Trachomatis
terhadap
azitromisin
dan
tetrasiklin
belum
dikemukakan.
Azitromisin : dewasa 1 gram per oral sehari; anak anak 20 mg/kgBB per oral sehari
Perbaikan klinik mencolok umumnya dicapai dengan tetrasiklin 1-1,5 g/ hari per os
dalam empat dosis selama 3-4 minggu ; doksisiklin 100 mg/ 2 kali sehari selama 3
minggu; atau eritromisin 1 gram / hari per os dibagi dalam empat dosis selama 3-4
minggu. Kadang-kadang diperlukan beberapa kali pengobatan agar benar-benar
sembuh. Tetrasiklin sistemik jangan diberi pada anak dibawah umur 7 tahun atau
21 Trakoma
untuk wanita hamil. Karena tetrasiklin mengikat kalsium pada gigi yang
berkembang dan tulang yang tumbuh dan dapat berakibat gigi menjadi kekuningan
dan kelainan tulang.
Saat mulai terapi, efek maksimum biasanya belum dicapai selama 10 12 minggu.
Karena itu, tetap adanya folikel pada tarsus superior selama beberapa minggu
setelah terapi berjalan jangan dipakai sebagai bukti kegagalan terapi.
3.
4.
Penyuluhan peningkatan sanitasi rumah dan sumber air, dan pembuangan feses
manusia yang baik.
Lalat yang bisa mentransmisikan trakoma bertelur di feses manusia yang ada di
permukaan tanah. Mengontrol populasi lalat dengan insektisida cukup sulit.
Folikel (-)
Hiperemia (-)
22 Trakoma
Ulkus kornea
Terjadi karena adanya destruksi epitel kornea oleh infiltrasi trakoma. Pada stadium
II atau III, dapat terjadi tarsitis, dengan akibatnya timbul penyulit entropion dan
trikiasis. Adanya entropion dengan trikiasis menimbulkan kerusakan kornea yang
dimulai dengan erosi kornea dari bila disertai infeksi sekunder, berubah menjadi
ulkus yang dalam. Ulkus kornea yang terkena infeksi sekunder, kemudian dapat
menimbulkan jaringan parut berupa nebula, makula, leukoma, dan bila terjadi
perforasi kornea menimbulkan leukoma adherens, stafiloma kornea bahkan ptisis
bulbi kalau perforasi kornea di ikuti endoftalmitis, panoftalmitis. Kebutaan dapat
terjadi dapat disebbakan oleh karena adanya jaringan parut di kornea yang hebat
sehingga menghalangi cahaya masuk ataupun disebabkan kerusakan seluruh
jaringan mata, sehingga penglihatan tidak dapat kembali lagi.
23 Trakoma
BAB. III
PENUTUP
Trakoma adalah suatu bentuk konjungtivitis folikular kronik yang disebabkan oleh
Chlamydia trachomatis serotipe A, B, Ba, dan C. Trakoma adalah salah satu penyakit
menahun yang paling banyak dijumpai, mengenai 1/6 dari penduduk di dunia. Penyakit ini
dapat mengenai segala umur tapi lebih banyak ditemukan pada orang muda dan anak-anak .
Prevalensi dan berat penyakit yang beragam per regional bergantung pada variasi higiene
individu dan standar kehidupan masyarakat dunia, keadaan cuaca tempat tinggal, usia saat
terkena, serta frekuensi dan jenis infeksi bakteri mata yang sudah ada. Cara penularan
penyakit ini adalah melalui kontak langsung dengan sekret penderita trakoma atau melalui
alat-alat kebutuhan sehari-hari seperti handuk, alat-alat kecantikan, dan lain-lain. 3,4,5
Grading trakoma menurut WHO adalah : trakoma folikular, trakoma inflamasi berat,
trakoma scarring, trikiasis, dan kekeruhan kornea. Klasifikasi trakoma menurut Mc Callan adalah
trakoma insipien, trakoma dengan hipertrofi papilar dan folikular yang menonjol, trakoma sikatrik,
dan trakoma sembuh. Diagnosa trakoma ditegakkan bila terdapat 2 dari gejala klinik yang khas,
1 gejala klinik dengan kerokan konjungtiva yang positif atau dengan test serologis. Banyak
infeksinya bersifat asimptomatis. Sesuai dengan masa inkubasinya yaitu 5-14 hari, infeksi
24 Trakoma
Environmental
improvement
(SAFE)
untuk
penatalaksanaan
trakoma,
Azitromisin dan tetrasiklin adalah antibiotik yang direkomendasikan WHO untuk trakoma.
Peningkatan higiene individual dan sanitasi lingkungan mengurangi resiko penularan,
penyakit ini bisa sembuh atau bertambah ringan sehingga sekuele berat terhindarkan. Sekitar
6 9 juta orang di dunia telah kehilangan penglihatannya karena trakoma. Komplikasi yang
dapat terjadi adalah ulkus kornea, xerosis konjungtiva dan epitel kornea, ptosis, obstruksi
duktus nasolakrimalis, dakriosistitis, dan simblefaron. 3,6,10
DAFTAR PUSTAKA
1.
James B, Chew C, Bron A. Konjungtiva, Sklera, dan Kornea. Dalam : Oftalmologi. Edisi
9. Jakarta : Erlangga, 2005 : 61-65.
2.
3.
Wijana, Nana. Konjungtiva. Dalam : Ilmu Penyakit Mata. Jakarta : Abadi Tegal, 1993 :
40-69.
4.
5.
Ilyas, Sidarta. Mata Merah Dengan Penglihatan Normal. Dalam : Ilmu Penyakit Mata,
Cetakan ke-4. Jakarta : Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2010 :
137-140.
6.
7.
Vaughan D, Asbury T. Anatomi dan Embriologi Mata. Dalam : Oftalmologi Umum. Edisi
ke-17. Jakarta : EGC, 2007 : 1-22.
8.
Ilyas, Sidarta. Anatomi dan Fisiologi Mata. Dalam : Ilmu Penyakit Mata, Cetakan ke-4.
Jakarta : Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2010 : 1-10.
25 Trakoma
9.
10. Salomon, Anthony dan Hugh R Taylor. Treatment and Medication Trachoma. In :
eMedicine Ophtalmology. 2010 : 29-38.
26 Trakoma