PENDAHULUAN
Aneurisma adalah pelebaran atau menggelembungnya dinding pembuluh
darah, yang didasarkan atas hilangnya dua lapisan dinding pembuluh darah, yaitu
tunika media dan tunika intima, sehingga menyerupai tonjolan/ balon. Dinding
pembuluh darah pada aneurisma ini biasanya menjadi lebih tipis dan mudah pecah.
Sebenarnya aneurisma dapat terjadi di pembuluh darah mana saja di tubuh kita.
Apabila aneurisma ini terjadi pada pembuluh darah otak, gejalanya dapat berupa sakit
kepala yang hebat, bersifat berdenyut, dapat disertai atau tidak disertai dengan
muntah. Komplikasi dari aneurisma cerebri dapat menyebabkan terjadi pecahnya
pembuluh darah di otak, yang juga dikenal dengan stroke. Sayangnya, kasus ini belum
banyak diketahui di Indonesia dan data tentang penyakit ini masih sangat sedikit.
Pelebaran ini dapat pula menekan dan mengikis jaringan di dekatnya. Bila
aneurisma itu berada dekat tulang, tulang tersebut akan menipis. Bila berdekatan
dengan tenggorokan, maka bagian akan tertekan dan saluran napas tersumbat. Di
dalam rongga aneurisma, mudah terbentuk gumpalan darah yang disebut trombus.
Trombus ini sangat rapuh dan mudah menyerpih. Serpihan ini menimbulkan sumbatan
pembuluh darah di berbagai tempat.
Normalnya, pembuluh darah mempunyai tiga lapisan utama yaitu:
1. Lapisan pertama disebut lapisan intima yang terdiri dari satu lapis endotel.
2. Lapisan kedua adalah lapisan media yang terdiri dari lapisan otot yang elastis.
3. Lapisan ketiga adalah lapisan adventisia yang terdiri dari jaringan ikat longgar dan
lemak.
Delapan puluh lima sampai sembilan puluh persen aneurisma berasal dari
bagian depan atau pembuluh darah karotis, dan sisanya berasal dari bagian belakang
atau pembuluh vertebralis. Aneurisma dikatakan hampir tidak pemah menimbulkan
gejala kecuali terjadi pembesaran dan menekan salah satu saraf otak sehingga
memberikan gejala sebagai kelainan saraf otak yang tertekan seperti pada trigeminal
neuralgia.
Aneurisma intrakranial sering ditemukan ketika terjadi ruptur yang dapat
menyebabkan perdarahan dalam otak atau pada ruang subarahnoid, sehingga
menyebabkan perdarahan subarahnoid. Perdarahan subarahnoid dari suatu ruptur atau
aneurisma otak dapat menyebabkan terjadinya stroke hemoragik, kerusakan dan
kematian otak.
Aneurisma sering baru diketahui setelah dilakukan foto rontgen angiografi
untuk keperluan lain. Penyebab aneurisma ini bisa karena infeksi, aterosklerosis,
rudapaksa,
atau
kelemahan
bawaan
pada
dinding
pembuluh
darah.
BAB II
TINJAUAN KEPUSTAKAAN
2.1 DEFINISI
Aneurisma adalah pelebaran atau menggelembungnya dinding pembuluh darah,
yang didasarkan atas hilangnya dua lapisan dinding pembuluh darah, yaitu tunika
media dan tunika intima, sehingga menyerupai tonjolan atau balon. Dinding
pembuluh darah pada aneurisma ini biasanya menjadi lebih tipis dan mudah pecah.
Pengertian aneurisma yang sesungguhnya adalah dilatasi abnormal dari arteri.
Hal ini harus dibedakan dari false aneurisma, dimana terjadi pengumpulan darah
disekitar dinding pembuluh darah akibat trauma. Aneurisma sering terbentuk secara
perlahan selama bertahun-tahun dan sering juga tanpa gejala tetapi jika telah terjadi
ruptur maka ini adalah kegawatdaruratan bedah yang dapat mengancam nyawa
pasien.
2.2 EPIDEMIOLOGI
Di banyak negara, prevalensi penyakit ini tergolong tinggi. Di Amerika
Serikat, misalnya, aneurisma mencapai rata-rata lima per 100.000 kasus, tergolong
paling tinggi dibandingkan dengan gangguan atau kelainan otak lainnya. Kasus ini di
banyak negara ditemui pada pasien berusia 3 - 50 tahun. Insiden dari aneurisma baik
yang pecah maupun yang utuh pada otopsi ditemukan sebesar 5 % dari populasi
umum. Insiden pada wanita ditemukan lebih banyak dibandingkan pria, yaitu: 2-3 : 1,
dan aneurisma multiple atau lebih dari satu didapatkan antara 15 - 31% .
2.3 KLASIFIKASI
Berdasarkan penyebabnya, aneurisma dibagi atas:
1. Kongenital (aneurisma sakuler) 4.9%
2. Aneurisma mikotik (septik) 2,6%
3. Aneurisma arteriosklerotik
4. Aneurisma traumatik 76,8%.
Laporan otopsi insidensi aneurisma kongenital sebesar 4.9%-20% yang terdiri
dari 15% multiple dan 85% soliter. Lokasi aneurisma kongenital dilaporkan : 8590% pada bagian depan sirkulus WILLISI; 30--40% pada arteri carotis interna;
30-40% di a. cerebri anterior/communicans anterior; 20-30% di a. cerebri media;
10-15% di a.vertebro-basilaris.
Berdasarkan bentuknya, aneurisma dapat dibedakan:
Aneurisma tipe fusiform (59%).
Penderita aneurisma ini mengalami kelemahan dinding melingkari pembuluh
darah setempat sehingga menyerupai badan botol.
Aneurisma tipe sakuler atau aneurisma kantong (9095%).
Pada aneurisma ini, kelemahan hanya pada satu permukaan pembuluh darah
sehingga dapat berbentuk seperti kantong dan mempunyai tangkai atau leher.
Dari seluruh aneurisma dasar tengkorak, kurang lebih 90% merupakan aneurisma
sakuler.
Berdasarkan diameternya aneurisma sakuler dapat dibedakan atas:
2.4 ETIOLOGI
Aneurisma dapat disebabkan oleh berbagai faktor.
Melemahnya struktur dinding pembuluh darah arteri. Merupakan kasus yang
paling sering terjadi. Kelemahan pada dinding pembuluh darah ini
menyebabkan bagian pembuluh yang tipis tidak mampu menahan tekanan
darah yang relatif tinggi sehingga akan menggelembung.
Hipertensi (tekanan darah tinggi)
Aterosklerosis (penumpukan lemak pada d inding pembuluh darah arteri)
dapat juga menyebabkan pertumbuhan dan pecahnya aneurisma.
Beberapa infeksi dalam darah
Bersifat genetik
serebri yang dicurigai bahwa gen ini diasosiasikan dengan penyakit arterosklerosis
yang menjadi faktor resiko ruptur prematur dari aneurisma ( Puchner, 1994) dan
Mendelian Iheritance telah juga di postulasikan (Astradsson, 2001). Namun ,
walaupun dari studi genetik yang telah dilakukan, kemungkinan aneurisma
keturunan belum dapat di buktikan. Skrining dari pasien yang memiliki 2 atau
lebih anggota keluarga dengan aneurisma serebri masih dianggap kontroversial.
Sedangkan skrining pasien yang memiliki riwayat keluarga dekat yang memiliki
aneurisma serebri juga di pandang tidak menguntungkan, berdasar dari Vega et.al ,
2002.
o Ehlers danlos Type IV
Hipermobilitas sendi, kulit raput, mudah memar dan berbekas bila luka
merupakan karakteristik penyakit Eehlers- danlos tipe IV. Tipe IV merupakan
yang paling sering dan mematikan (1 dalam 50.000-500.000 individu) yang
merupakan akibat dari defisiensi kolagen tipe III, yang membangun dari
pembuluh darah arteri dan vena. Walaupun asosiasi penyakit ini dan aneurisma
serebri sudah di buktikan, tetapi frekuensi pasien yang di ketahui mengalami
aneurisma serebri dan Ehler-danlos tipe IV sulit di temukan karena penyakit
Ehler- danlos sangat sulit di diagnosa ( pada penyakit yang ringan, pasien hanya
mengeluh kulit yang rapuh dan mudahnya sendi tergeser). Aneurisma yang di
asosiasikan dengan kondisi ini sering terjadi pada arteri medium ataupun besar.
o Sindrom Marfan
Sindrom ini di karakteristik dengan elongansi dari tulang dan abnormalitas
dari sistem kardiovaskular, dan mata. Kondisi ini di akibatkan dari mutasi gen
yang mengkode protein komponen mikrofibril yang membentuk dinding
pembuluh darah fleksibel. Sekitar 1 dari 10.000-20.000 orang memiliki kelainan
ini. Aneurisma yang sering diasosiasikan dengan kondisi ini adalah tipe sakular,
fusiform dan diseksi dan biasanya di temukan di arteri karotis interna bagian
proksimal.
o Neurofibromatosis tipe 1
Kondisi ini di mulai saat kelahiran dan semakin memburuk dalam
perkembangannya, sekitar 1 dari 3.000-5000 orang menderita. Karakteristik dari
penyakit ini adalah konstriksi dari pembuluh darah (stenosis), ruptur pembuluh
darah , tumor di sistem sarah dan perkembangan abnormal dari otot, tulang dan
organ. Aneurisma yang terjadi dalam kasus ini cenderung terjadi pada arteri
sedang atau besar.
o Sindrom polikistik ginjal autosomal dominan
Salah satu penyakit genetik jaringan yang tersering (1 dalam 400-1000 orang).
Karakteristik dari penyakit ini mencangkup : pembesaran ginjal, kista ginjal,hati,
pancreas dan limpa, kista sarang laba-laba pada otak, hernia ingguinal. Formasi
dari kista terbentuk akibat mutasi genetik yang menyebabkan pertumbuhan sel dan
sekresi cairan yang abnormal. Hipertensi merupakan komplikasi yang paling
sering di temukan dan berkontribusi dalam pembentukan aneurisma serebri dan
aneurisma sub araknoid hemoragik pada pasien tersebut. Banyak studi yang
mengkaitkan antara aneurisma serebri dan kondisi ini. Estimasi dari frekuensi
aneurisma serebri akibat penyakit ini mencapai 10-41%. Dan telah dilaporkan
sebagai penyebab kematian dari pasien dengan kondisi ini. Riwayat penyakit
keluarga merupakan faktor resiko terbesar dalam penyakit ini dan aneurisma
serebri sekitar 18-20%.
- Faktor yang di dapat (Pfohman and Criddle, Epidemiology of intracranial
aneurysm and subarachnoid hemorrhage. Journal of Neuroscience Nursing 33:3941,2001).
o Trauma Otak
Faktor ini mencangkup kurang dari 1 % kasus aneurisma serebri yang terjadi.
Aneurisma ini terjadi karena dinding pembuluh darah sobek akibat luka , yang
menyebabkan formasi sumbatan. Walaupun asosiasi antara trauma kapitis dengan
aneurisma serebri sangat kecil , tetapi hal ini harus di pikirkan dalam menangani
pasien trauma dalam beberapa bulan setelah trauma, terutama dengan trauma
kepala maupun trauma wajah bagian bawah.
o Sepsis
Aneurisma ini terjadi saat suatu lemak, tulang ataupun gelembung nitrogen
(emboli) yang melalui aliran darah ,menimbung organisme yang menempel pada
dinding pembuluh darah , menyebabkan inflamasi dan kematian sel. Aneurisma
ini terjadi sekitar dalam 2-6% kasus dan sering di asosiasikan dengan infeksi
katup jantung atau vena pulmonar. Aneurisma ini dapat di terapi dengan medikasi
maupun secara bedah, namun ia membawa tingkat kematian yang tinggi.
o Merokok dan hipertensi
- Faktor lain
Beberapa studi menyebutkan faktor yang berkontribusi terhadap aneurisma
serebri dapat berasal dari segala unsur, genre, penggunaan alkohol, variasi musim
dan arterosklerosis. Nakagawa et.al menemukan bahwa tingkat terjadinya
aneurisma serebri sebanding dengan peningkatan usia dan pada genre perempuan.
Konsumsi 150 gr alkohol atau lebih telah dapat diasosiasikan dengan terjadinya
aneurisma serebri dan ASAH. Beberapa studi kasus juga menyebutkan bahwa
perubahan cuaca dan tekanan atmosfer juga berpengaruh,tetapi di perlukan studi
lebih lanjut untuk memastikannya. Beberapa studi kasus menyebutkan dengan
perbandingan ras, ras afrika-amerika mempunyari faktor resiko paling besar
dalama terjadinya aneurisma serebri.
- Aneurisma denovo (Tonn et al.,Neuroradiology 41: 674-679, 1999)
Adalah aneurisma yang terjadi pada pasien yang memiliki aneurisma subaraknoid
hemoragik dan di diagnosa kembali dengan adanya aneurisma tambahan yang
tidak terdeteksi pada penanganan pertama. Onset rata- rata yang terjadi pada
aneurisma denovo adalah terjadi setelah ASAH pertama dalam jangka waktu 9.96.7 tahun ( range 3-34 th), namun dalam 44% kasus ini, aneurisma menjadi
simtomatis 3-6 tahun setelah ASAH. Baik faktor usia dan merokok juga
berdampak pada interval ini, tetapi interval ini secara signifikan berkurang pada
pasien dengan riwayat hipertensi (6,9 5,1 tahun) dibandingkan dengan yang
tidak memiliki riwayat. Studi ini menyebutkan bahwa di temukan kongenital
pertama kali pada pasien ASAH yang merokok 3,7-5,7 x lebih tinggi. Studi ini
juga menyebutkan bahwa faktor hipertensi merupakan faktor yang berpengaruh,
bila di kontrol tekanan darahnya pada pasien ASAH.
Kemungkinan terjadinya multipel aneurisma denovo juga tinggi, dari beberapa
studi menyebutkan ada beberapa kesamaan antara pasien yaitu riwayat merokok,
hipertensi arteri dan usia muda. Grup yang beresiko dalam terjadinya Aneurisma
9
10
2.5 PATOFISIOLOGI
Pembuluh
darah
mempunyai
tiga
lapisan
utama
yaitu:
1. Lapisan pertama disebut lapisan intima yang terdiri dari satu lapis endotel.
2. Lapisan kedua adalah lapisan media yang terdiri dari lapisan otot yang elastis.
3. Lapisan ketiga adalah lapisan adventisia yang terdiri dari jaringan ikat longgar dan
lemak.
Pada aneurisma ditemukan suatu kelainan pada lapisan pembuluh darah yang
terdiri dari tiga lapisan, yaitu lapisan tunika intima, media dan adventitia. Pada
aneurisma terdapat penipisan tunika media dan tunika intima menjadi lebih elastis hal
ini mengakibatkan kelemahan pada pembuluh darah di daerah aneurisma sehingga
pembuluh darah membentuk tonjolan akibat tekanan pembuluh darah.
Mekanisme pembentukan aneurisma dan terjadinya perdarahan pada
aneurisma masih kontroversial. Lesi ini diperkirakan akibat kelemahan kongenital
tunika muskularis arteri serebral yang menyebabkan tunika intima membonjol dan
akhirnya merobek membrana elastik.
11
\
Gambar 2. Sirkulus willisi
Aneurisma sakular berkembang dari defek lapisan otot (tunika muskularis) pada
arteri. Perubahan elastisitas membran dalam (lamina elastika interna) pada arteri
cerebri dipercayai melemahkan dinding pembuluh darah dan mengurangi kerentanan
mereka untuk berubah pada tekanan intraluminal. Perubahan ini banyak terjadi pada
12
pertemuan pembuluh darah, dimana aliran darah turbulen dan tahanan aliran darah
pada dinding arteri paling besar.
Aneurisma sakular biasanya berbentuk first and second order arteries, berasal
dari siklus arteri serebral (siklus willisi) pada dasar otak. Aneurisma multipel
bekembang pada 30% pasien. Aneurisma fusiformis berkembang dari arteri serebri
yang ektatik dan berliku-liku yang biasanya berasal dari sistem vertebra basiler dan
bisa sampai beberapa sentimeter pada diameternya. Pasien aneurisme fusiformis
berkarakter dengan gejala kompresi sel induk otak atau nervus kranialis tapi gejala
tidak selalu disertai dengan perdarahan subarakhnoid.
13
gangguan penglihatan, kelopak mata tidak bisa membuka secara tiba-tiba, nyeri pada
daerah wajah, nyeri kepala sebelah ataupun gejala menyerupai gejala stroke.
Gambaran klinik pecahnya aneurisma dibagi dalam 5 tingkat ialah:
Tingkat I
Tingkat II
Tingkat III
Tingkat IV
Tingkat V
B. Perdarahan subaraknoid
Perdarahan subaraknoid adalah perdarahan tiba-tiba ke dalam rongga diantara
otak dan selaput otak (rongga subaraknoid). Sumber dari perdarahan adalah pecahnya
14
dinding pembuluh darah yang lemah (apakah suatu malformasi arteriovenosa ataupun
suatu aneurisma) secara tiba-tiba. Kadang aterosklerosis atau infeksi menyebabkan
kerusakan pada pembuluh darah sehingga pembuluh darah pecah. Pecahnya pembuluh
darah bisa terjadi pada usia berapa saja, tetapi paling sering menyerang usia 25-50
tahun.
Perdarahan subaraknoid karena aneurisma biasanya tidak menimbulkan gejala.
Kadang aneurisma menekan saraf atau mengalami kebocoran kecil sebelum pecah,
sehingga menimbulkan pertanda awal, seperti sakit kepala, nyeri wajah, penglihatan
ganda atau gangguan penglihatan lainnya.
Pertanda awal bisa terjadi dalam beberapa menit sampai beberapa minggu
sebelum aneurisma pecah. Jika timbul gejala-gejala tersebut harus segera dibawa ke
dokter agar bisa diambil tindakan untuk mencegah perdarahan yang hebat. Pecahnya
aneurisma biasanya menyebabkan sakit kepala mendadak yang hebat, yang seringkali
diikuti oleh penurunan kesadaran sesaat. Beberapa penderita mengalami koma, tetapi
sebagian besar terbangun kembali, dengan perasaan bingung dan mengantuk. Darah
dan cairan serebrospinal di sekitar otak akan mengiritasi selaput otak (meningen), dan
menyebabkan sakit kepala, muntah dan pusing.
Denyut jantung dan laju pernafasan sering naik turun, kadang disertai dengan
kejang. Dalam beberapa jam bahkan dalam beberapa menit, penderita kembali
mengantuk dan linglung. Sekitar 25% penderita memiliki kelainan neurologis, yang
biasanya berupa kelumpuhan pada satu sisi badan. Gejala lainnya adalah: kekakuan
leher, kejang, pada kasus yang tergolong berat, dapat terjadi koma atau kematian.
Perdarahan subaraknoid ini kemudian dapat berlanjut menjadi kondisi
''vasospasme'', yaitu penyempitan pembuluh darah arteri di otak, yang dapat
menyebabkan stroke atau kerusakan saraf yang lain. Perdarahan akibat pecahnya
15
Gejala
Akut
Nyeri kepala hebat
Transient ischemia
Kejang
2
Kronik
18
10
16
Riwayat Subdural
hematom
30 hari
1 tahun
Yes
13.7
No
2.3
15.3
Yes
12.1
No
3.8
12
dan
ukuran
aneurisma
dapat
ditetapkan
dengan
menggunakan
17
Sensitivitas (%)
Spesivisitas(%)
69 to 100
75 to 100
85 to 95
Tidak dilaporkan
50 to 91
87.5
18
Gambar 7. Arteriogram showing clip placed across the neck of the aneurysm. The
aneurysm no longer fills with blood.
19
2.8 PENATALAKSANAAN
Untuk aneurisma yang belum pecah, terapi ditujukan untuk mencegah agar
aneurisma tidak pecah, dan juga agar tidak terjadi penggelembungan lebih lanjut dari
aneurisma tersebut. Sedangkan untuk aneurisma yang sudah pecah, tujuan terapi
adalah untuk mencegah perdarahan lebih lanjut dan untuk mencegah atau membatasi
terjadinya ''vasospasme'' (kontraksi pembuluh darah yang menyebabkan penyempitan
diameter pembuluh darah). Aneurisma biasanya diatasi dengan operasi, yang
dilakukan dengan membedah otak, memasang klip logam kecil di dasar aneurisma,
sehingga bagian dari pembuluh darah yang menggelembung itu tertutup dan tidak bisa
dilalui oleh darah. Dengan operasi ini diharapkan kemungkinan aneurisma tersebut
untuk pecah jauh berkurang.
Terapi lain adalah dengan memasukkan kateter dari pembuluh darah arteri di
kaki, dimasukkan terus sampai ke pembuluh darah di otak yang terkena aneurisma,
dan dengan bantuan sinar X, dipasang koil logam di tempat aneurisma pembuluh
darah otak tersebut. Setelah itu dialirkan arus listrik ke koil logam tersebut, dan
diharapkan darah di tempat aneurisma itu akan membeku dan menutupi seluruh
20
resiko
perdarahan
fatal
di
kemudian
hari.
Pembedahan ini sulit dan angka kematiannya sangat tinggi, terutama pada penderita
yang mengalami koma atau stupor. Sebagian besar ahli bedah menganjurkan untuk
melakukan pembedahan dalam waktu 3 hari setelah timbulnya gejala. Menunda
pembedahan sampai 10 hari atau lebih memang mengurangi resiko pembedahan tetapi
meningkatkan kemungkinan terjadinya perdarahan kembali. Pasien yang dicurigai
atau datang dengan gejala asymptomatic atau simptomatik aneurisma intrakrnial harus
dilakukan tindakan bedah. Dua pilihan untuk terapi invasif adalah kraniotomi terbuka
dan terapi endovaskular.
2.9 KOMPLIKASI
Aneurisma yang pecah dapat mengakibatkan :
1. Perdarahan subarachnoid saja.
2. Perdarahan subarachnoid dan perdarahan intra serebral (60%).
3. Infark serebri (50%).
21
2.10 PROGNOSIS
Prognosis pada aneurisma bergantung pada jenis aneurisma (rupture atau unruptur),
bentuk aneurisma, lokasi, waktu penanganan dan kondisi pasien saat dilakukan
pengobatan (usia, gejala klinis, kesadaran dan adanya penyakit lain). Prinsipnya
semakin cepat ditemukan aneurisma mempunyai kemungkinan kesembuhan yang
baik, oleh karena itu pemeriksaan medis rutin sangat dianjurkan.
Aneurisma a. communicans posterior, dengan ligasi a.carotis communis kematian
sebesar 10%, sedangkan dengan bed rest kematian sebesar 42%.
Aneurisma a. cerebri media, dengan clipping langsung pada aneurismanya mortalitas
11%, sedang dengan istirahat ditempat tidur mortalitas sebesar 36%.
Aneurisma a. communicans anterior tindakan bedah maupun konservatif angka
kematian sama.
Perdarahan intraserebral merupakan jenis stroke yang paling berbahaya.
Stroke biasanya luas, terutama pada penderita tekanan darah tinggi menahun. Lebih
dari separuh penderita yang memiliki perdarahan yang luas, meninggal dalam
22
beberapa hari. Penderita yang selamat biasanya kembali sadar dan sebagian fungsi
otaknya kembali, karena tubuh akan menyerap sisa-sisa darah. Pada perdarahan
subarahnoid, sekitar sepertiga penderita meninggal pada episode pertama karena
luasnya kerusakan otak. 15% penderita meninggal dalam beberapa minggu setelah
terjadi perdarahan berturut-turut. Penderita aneurisma yang tidak menjalani
pembedahan dan bertahan hidup, setelah 6 bulan memiliki resiko sebanyak 5% untuk
terjadinya perdarahan. Banyak penderita yang sebagian atau seluruh fungsi mental
dan fisiknya kembali normal, tetapi kelainan neurologis kadang tetap ada.
DAFTAR PUSTAKA
1. Charles vega, m.d., jeremiah v. Kwoon, m.d., and sean d. Lavine, m.d.
Intracranial Aneurysms: Current Evidence and Clinical Practice, University of
California, Irvine, College of Medicine, Irvine, California, Agustus, 2002.
2. Ismail Setyopranoto, Pendekatan Evidence-Based Medicine pada Manajemen
Stroke Perdarahan Intraserebral, Bagian Neurologi Fakultas Kedokteran
Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Indonesia.Oktober. 2008.
3. Wardlaw JM, White PM. The detection and management of unruptured
intracranial aneurysms. Brain. 2000;123(pt 2):20521.
4. Ronkainen A, Hernesniemi J, Puranen M, Niemitukia L, Vanninen R,
Ryynanen M, et al. Familial intracranial aneurysms. Lancet. 1997;349:3804.
5. Inci S, Spetzler RF. Intracranial aneurysms and arterial hypertension: a review
and hypothesis. Surgery Neurologi. 2000;53:53040.
6. Unruptured intracranial aneurysmsrisk of rupture and risks of surgical
intervention. International Study of Unruptured Intracranial Aneurysms
Investigators. N Engl J Med. 1998;339:172533.
23
24