Anda di halaman 1dari 24

BAB I

PENDAHULUAN
Penyakit infeksi mata perlu mendapat pertolongan segera dan adekuat, agar tidak
mengganggu penglihatan terlalu lama atau tidak berakibat gangguan penglihatan dan kebutaan.7
Konjungtivitis adalah peradangan selaput bening yang menutupi bagian putih mata dan
bagian dalam kelopak mata. Peradangan tersebut menyebabkan timbulnya berbagai macam
gejala, salah satunya adalah mata merah. Konjungtivitis dapat disebabkan oleh virus, bakteri,
alergi, atau kontak dengan benda asing, misalnya kontak lensa.
Konjungtivitis virus biasanya mengenai satu mata. Pada konjungtivitis ini, mata sangat
berair. Kotoran mata ada, namun biasanya sedikit. Konjungtivitis bakteri biasanya mengenai
kedua mata. Ciri khasnya adalah keluar kotoran mata dalam jumlah banyak, berwarna kuning
kehijauan. Konjungtivitis alergi juga mengenai kedua mata. Tandanya, selain mata berwarna
merah, mata juga akan terasa gatal. Gatal ini juga seringkali dirasakan dihidung. Produksi air
mata juga berlebihan sehingga mata sangat berair. Konjungtivitis papiler raksasa adalah
konjungtivitis yang disebabkan oleh intoleransi mata terhadap lensa kontak. Biasanya mengenai
kedua mata, terasa gatal, banyak kotoran mata, air mata berlebih, dan kadang muncul benjolan di
kelopak mata. Konjungtivitis virus biasanya tidak diobati, karena akan sembuh sendiri dalam
beberapa hari. Walaupun demikian, beberapa dokter tetap akan memberikan larutan astringen
agar mata senantiasa bersih sehingga infeksi sekunder oleh bakteri tidak terjadi dan air mata
buatan untuk mengatasi kekeringan dan rasa tidak nyaman di mata.

BAB II
1

TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Konjungtivitis merupakan peradangan pada konjungtiva ( lapisan luar mata dan lapisan
dalam kelopak mata ) yang disebabkan oleh mikro-organisme (virus, bakteri, jamur,
chlamidia), alergi, iritasi bahan-bahan kimia.2
2.2 Etiologi
Konjungtiva bisa mengalami peradangan akibat:
Infeksi olah virus atau bakteri
Reaksi alergi terhadap debu, serbuk sari, bulu binatang
Iritasi oleh angin, debu, asap dan polusi udara lainnya; sinar ultraviolet dari las listrik
atau sinar matahari.
2.3 Klasifikasi
Konjungtivitis, terdiri dari:
1. Konjungtivitis bakterial
2. Konjungtivitis virus
3. Konjungtivitis alergi
4. Konjungtivitis Neonatorum
5. Trakoma
6. Konjungtivitis iritasi atau kimia
2.4 Gambaran klinik Konjungtivitis
a. Subjekstif
Seperti ada benda asing, berpasir, pedih, panas,, gatal, kadang kabur, lengket waktu
pagi.
b. Objektif
1. Injeksi Konjungtiva
Pelebaran pembuluh a. konjungtiva posterior, yang memberi gambaran berkelokkelok, merah dari bagian perifer konjungtiva bulbi menuju kornea dan ikut
bergerak apabila konjungtiva bulbi digerakkan.
2. Folikel
Kelainan berupa tonjolan pada jaringan konjungtiva, besarnya kira-kira 1mm.
tonjolan ini mirip vesikel. Gambaran permukaan folikel landai, licin abu-abu
kemerehan karena adanya pembuluh darah dari pinggir folikel yang naik kearah
puncak folikel.
3. Papil raksasa (Coble-stone)
Cobble-stone berbentuk polygonal tersusun berdekatan dengan permukaan datar.
Pada coble-stone pembuluh darah berasal dari bawah sentral.
4. Flikten
Tonjolan berupa sebukan sel-sel radang kronik di bawah epitel konjungtiva atau
kornea, berupa suatu mikro-abses, dimana permukaan epitel mengalami nekrosis.
2

5. Membran
Massa putih padat yang menutupi sebagian kecil, sebagian besar, atau seluruh
konjungtiva. Paling sering menutupi konjungtiva tarsal. Massa puth ini dapat
berupa endapan secret, sehingga mudah diangkat, dan disebut pseudomembran.
Selain massa putih yang menutupi konjungtiva dapat berupa koagulasi dan
nekrosis konjungtiva, sehingga sukar diangkat, disebut membran.7
Gejala lainnya adalah:
- mata berair
- mata terasa nyeri
- mata terasa gatal
- pandangan kabur
- peka terhadap cahaya
- terbentuk keropeng pada kelopak mata ketika bangun pada pagi hari.2
2.5 Macam-macam Konjungtivitis
1. Konjungtivitis Bakteri
o Definisi : inflamasi konjungtiva diakibatkan Staphylococcus aureus (berhubungan
dengan blefaritis), S.Epidermidis, Streptococcus pneumonia, dan Haemophilus
influenza (khususnya pada anak-anak)
o Diagnosis
Gejala : Mata merah, pedih, nyeri, mengganjal, eksudat, lakrimasi
Tanda :
Papila konjungtiva
Kemosis : pembengkakan konjungtiva
Konjungtiva injeksi
Tanpa adenopati preaurikuler
Pemeriksaan penunjang :
Pemeriksaan tajam penglihatan
Pemeriksaan segmen anterior bola mata
Sediaan langsung (swab konjungtiva untuk pewarnaan garam) untuk
mengindentifikasi bakteri, jamur dan sitologinya.
o Terapi
Prinsip terapi dengan obat topical spectrum luas. Pada 24 jam pertama obat
diteteskan tiap 2 jam kemudian pada hari berikutnya diberikan 4 kali sehari
selama 1 minggu. Pada malam harinya diberikan salep mata untuk mencegah
belekan di pagi hari dan mempercepat penyembuhan
o Prognosis
3

Konjungtivitis bakteri akut hampir selalu sembuh sendiri, infeksi dapat


berlangsung selama 10-14 hari; jika diobati dengan memadai, 1-3 hari, kecuali
konjungtivitis stafilokokus (yang dapat berlanjut menjadi blefarokonjungtivitis
dan memasuki tahap menahun) dan konjungtivitis gonokokus (yang bila tidak
diobati dapat berakibat perforasi kornea dan endoftalmitis).
Karena konjungtiva dapat menjadi gerbang masuk bagi meningokokus ke dalam
darah dan meninges, hasil akhir konjungtivitis meningokokus adalah septicemia
dan meningitis.Konjungtivitis bacterial menahun mungkin tidak dapat sembuh
sendiri dan menjadi masalah pengobatan yang menyulitkan.1,4
o Pencegahan

Konjungtivitis mudah menular, karena itu sebelum dan sesudah membersihkan


atau mengoleskan obat, penderita harus mencuci tangannya bersih-bersih.

Usahakan untuk tidak menyentuh mata yang sehat sesudah menangani mata
yang sakit.

Jangan menggunakan handuk atau lap bersama-sama dengan penghuni rumah


lainnya.8

2. Konjungtivitis Virus
1. Konjungtivitis Folikuler Virus Akut
a). Demam Faringokonjungtival
Tanda dan gejala
Demam Faringokonjungtival ditandai oleh demam 38,3-40 C, sakit tenggorokan, dan
konjungtivitis folikuler pada satu atau dua mata. Folikuler sering sangat mencolok
pada kedua konjungtiva dan pada mukosa faring. Mata merah dan berair mata sering
terjadi, dan kadang-kadang sedikit kekeruhan daerah subepitel. Yang khas adalah
limfadenopati preaurikuler (tidak nyeri tekan).1
Laboratorium
Demam faringokonjungtival umumnya disebabkan oleh adenovirus tipe 3 dan kadang
kadang oleh tipe 4 dan 7. Virus itu dapat dibiakkan dalam sel HeLa dan ditetapkan
oleh tes netralisasi. Dengan berkembangnya penyakit, virus ini dapat juga didiagnosis
secara serologic dengan meningkatnya titer antibody penetral virus. Diagnosis klinis
adalah hal mudah dan jelas lebih praktis.1,3,6
Kerokan konjungtiva terutama mengandung sel mononuclear, dan tak ada bakteri
yang tumbuh pada biakan. Keadaan ini lebih sering pada anak-anak daripada orang
dewasa dan sukar menular di kolam renang berchlor. 1,3,6
4

Terapi
Tidak ada pengobatan spesifik. Konjungtivitisnya sembuh sendiri, umumnya dalam
sekitar 10 hari. 1
b). Keratokonjungtivitis Epidemika
Tanda dan gejala
Keratokonjungtivitis epidemika umumnya bilateral. Awalnya sering pada satu mata
saja, dan biasanya mata pertama lebih parah. Pada awalnya pasien merasa ada infeksi
dengan nyeri sedang dan berair mata, kemudian diikuti dalam 5-14 hari oleh
fotofobia, keratitis epitel, dan kekeruhan subepitel bulat. Sensai kornea normal.
Nodus preaurikuler yang nyeri tekan adalah khas. Edema palpebra, kemosis, dan
hyperemia konjungtiva menandai fase akut. Folikel dan perdarahan konjungtiva
sering muncul dalam 48 jam. Dapat membentuk pseudomembran dan mungkin diikuti
parut datar atau pembentukan symblepharon. 1,3,4
Konjungtivitis berlangsung paling lama 3-4 minggu. Kekeruhan subepitel terutama
terdapat di pusat kornea, bukan di tepian, dan menetap berbulan-bulan namun
menyembuh tanpa meninggalkan parut. 1
Keratokonjungtiva epidemika pada orang dewasa terbatas pada bagian luar mata.
Namun, pada anak-anak mungkin terdapat gejala sistemik infeksi virus seperti
demam, sakit tenggorokan, otitis media, dan diare.
Laboratorium
Keratokonjungtiva epidemika disebabkan oleh adenovirus tipe 8, 19, 29, dan 37
(subgroub D dari adenovirus manusia). Virus-virus ini dapat diisolasi dalam biakan
sel dan diidentifikasi dengan tes netralisasi. Kerokan konjungtiva menampakkan
reaksi radang mononuclear primer; bila terbentuk pseudomembran, juga terdapat
banyak neutrofil. 1
Penyebaran

Transmisi nosokomial selama pemeriksaan mata sangat sering terjadi melalui


jari-jari tangan dokter, alat-alat pemeriksaan mata yang kurang steril, atau pemakaian
larutan yang terkontaminasi. Larutan mata, terutama anestetika topical, mungkin
terkontaminasi saat ujung penetes obat menyedot materi terinfeksi dari konjungtiva
atau silia. Virus itu dapat bertahan dalam larutan itu, yang menjadi sumber
penyebaran. 1,3
Pencegahan
Bahaya kontaminasi botol larutan dapat dihindari dengan dengan memakai
penetes steril pribadi atau memakai tetes mata dengan kemasan unit-dose. Cuci
tangan secara teratur di antara pemeriksaan dan pembersihan serta sterilisasi alat-alat
yang menyentuh mata khususnya tonometer juga suatu keharusan. Tonometer
aplanasi harus dibersihkan dengan alcohol atau hipoklorit, kemudian dibilas dengan
air steril dan dikeringkan dengan hati-hati. 4,6
Terapi
Sekarang ini belum ada terapi spesifik, namun kompres dingin akan
mengurangi beberapa gejala. kortikosteroid selama konjungtivitis akut dapat
memperpanjang keterlibatan kornea sehingga harus dihindari. Agen antibakteri
harus diberikan jika terjadi superinfeksi bacterial. 1
c). Konjungtivitis Virus Herpes Simpleks
Tanda dan gejala
Konjungtivitis virus herpes simplex biasanya merupakan penyakit anak kecil,
adalah keadaan yang luar biasa yang ditandai pelebaran pembuluh darah
unilateral, iritasi, bertahi mata mukoid, sakit, dan fotofobia ringan. Pada kornea
tampak lesi-lesi epithelial tersendiri yang umumnya menyatu membentuk satu
ulkus

atau

ulkus-ulkus

epithelial

yang

bercabang

banyak

(dendritik).

Konjungtivitisnya folikuler. Vesikel herpes kadang-kadang muncul di palpebra


6

dan tepian palpebra, disertai edema hebat pada palpebra. Khas terdapat sebuah
nodus preaurikuler yang terasa nyeri jika ditekan. 1,3
Laboratorium
Tidak ditemukan bakteri di dalam kerokan atau dalam biakan. Jika
konjungtivitisnya folikuler, reaksi radangnya terutama mononuclear, namun jika
pseudomembran, reaksinya terutama polimorfonuklear akibat kemotaksis dari
tempat nekrosis. Inklusi intranuklear tampak dalam sel konjungtiva dan kornea,
jika dipakai fiksasi Bouin dan pulasan Papanicolaou, tetapi tidak terlihat dengan
pulasan Giemsa. Ditemukannya sel sel epithelial raksasa multinuclear
mempunyai nilai diagnostic.3
Virus mudah diisolasi dengan mengusapkan sebuah aplikator berujung kain
kering di atas konjungtiva dan memindahkan sel-sel terinfeksi ke jaringan
biakan.3
Terapi
Jika konjungtivitis terdapat pada anak di atas 1 tahun atau pada orang dewasa,
umunya sembuh sendiri dan mungkin tidak perlu terapi. Namun, antivirus local
maupun sistemik harus diberikan untuk mencegah terkenanya kornea. Untuk
ulkus kornea mungkin diperlukan debridemen kornea dengan hati-hati yakni
dengan mengusap ulkus dengan kain kering, meneteskan obat antivirus, dan
menutupkan mata selama 24 jam. Antivirus topical sendiri harus diberikan 7 10
hari: trifluridine setiap 2 jam sewaktu bangun atau salep vida rabine lima kali
sehari, atau idoxuridine 0,1 %, 1 tetes setiap jam sewaktu bangun dan 1 tetes
setiap 2 jam di waktu malam. Keratitis herpes dapat pula diobati dengan salep
acyclovir 3% lima kali sehari selama 10 hari atau dengan acyclovir oral, 400 mg
lima kali sehari selama 7 hari.3
Untuk ulkus kornea, debridmen kornea dapat dilakukan. Lebih jarang adalah
pemakaian vidarabine atau idoxuridine. Antivirus topical harus dipakai 7-10 hari.
7

Penggunaan kortikosteroid dikontraindikasikan, karena makin memperburuk


infeksi herpes simplex dan mengkonversi penyakit dari proses sembuh sendiri
yang singkat menjadi infeksi yang sangat panjang dan berat. 1,3
d). Konjungtivitis Hemoragika Akut
Epidemiologi
Semua benua dan kebanyakan pulau di dunia pernah mengalami epidemic
besar konjungtivitis konjungtivitis hemoregika akut ini. Pertama kali diketahui di
Ghana dalam tahun 1969. Konjungtivitis ini disebabkan oleh coxackie virus A24.
Masa inkubasi virus ini pendek (8-48 jam) dan berlangsung singkat (5-7 hari). 5
Tanda dan Gejala
Mata terasa sakit, fotofobia, sensasi benda asing, banyak mengeluarkan air
mata, merah, edema palpebra, dan hemoragi subkonjungtival. Kadang-kadang
terjadi kemosis. Hemoragi subkonjungtiva umumnya difus, namun dapat berupa
bintik-bintik pada awalnya, dimulai di konjungtiva bulbi superior dan menyebar
ke bawah. Kebanyaka pasien mengalami limfadenopati preaurikuler, folikel
konjungtiva, dan keratitis epithelial. Uveitis anterior pernah dilaporkan, demam,
malaise, mialgia, umum pada 25% kasus. 1,5
Penyebaran
Virus ini ditularkan melalui kontak erat dari orang ke orang dan oleh fomite
seperti sprei, alat-alat optic yang terkontaminasi, dan air. Penyembuhan terjadi
dalam 5-7 hari
Terapi
Tidak ada pengobatan yang pasti.
2. Konjungtivitis Virus Menahun

a). Blefarokonjungtivitis
Molluscum Contagiosum
Sebuah nodul molluscum pada tepian atau kulit palpebra dan alis mata dapat
menimbulkan konjungtivitis folikuler menahun unilateral, keratitis superior, dan
pannus superior, dan mungkin menyerupai trachoma. Reaksi radang yang
mononuclear (berbeda dengan reaksi pada trachoma), dengan lesi bulat,
berombak, putih mutiara, non-radang dengan bagian pusat, adalah khas
molluscum kontagiosum. Biopsy menampakkan inklusi sitoplasma eosinofilik,
yang memenuhi seluruh sitoplasma sel yang membesar, mendesak inti ke satu
sisi.3
Eksisi, insisi sederhana nodul yang memungkinkan darah tepi memasukinya,
atau krioterapi akan menyembuhkan konjungtivitisnya.
b). Blefarokonjungtivitis Varicella-Zoster
Tanda dan gejala
Hyperemia dan konjungtivitis infiltrate disertai dengan erupsi vesikuler khas
sepanjang penyebaran dermatom nervus trigeminus cabang oftalmika adalah khas
herpes zoster. Konjungtivitisnya biasanya papiler, namun pernah ditemukan
folikel, pseudomembran, dan vesikel temporer, yang kemudian berulserasi.
Limfonodus preaurikuler yang nyeri tekan terdapat pada awal penyakit. parut
pada palpebra, entropion, dan bulu mata salah arah adalah sekuele. 1
Laboratorium
Pada zoster maupun varicella, kerokan dari vesikel palpebra mengandung sel
raksasa dan banyak leukosit polimorfonuklear; kerokan konjungtiva pada
varicella dan zoster mengandung sel raksasa dan monosit. Virus dapat diperoleh
dari biakan jaringan sel sel embrio manusia. 1
Terapi

Acyclovir oral dosis tinggi (800 mg oral lima kali sehari selama 10 hari), jika
diberi pada awal perjalanan penyakit, agaknya akan mengurangi dan menghambat
penyakit. 1
c). Keratokonjungtivitis Morbilli
Tanda dan gejala
Pada awal penyakit, konjungtiva tampak mirip kaca yang aneh, yang dalam
beberapa hari diikuti pembengkakan lipatan semiluner. Beberapa hari sebelum
erupsi kulit, timbul konjungtivitis eksudatif dengan secret mukopurulen, dan saat
muncul erupsi kulit, timbul bercak-bercak Koplik pada konjungtiva dan kadangkadang pada carunculus. 1,3
Pada

pasien

imunokompeten,

keratokonjungtivitis

campak

hanya

meninggalkan sedikit atau sama sekali tanpa sekuel, namun pada pasien kurang
gizi atau imunokompeten, penyakit mata ini seringkali disertai infeksi HSV atau
infeksi bacterial sekunder oleh S pneumonia, H influenza, dan organism lain.
Agen ini dapat menimbulkan konjungtivitis purulen yang disertai ulserasi kornea
dan penurunan penglihatan yang berat. Infeksi herpes dapat menimbulkan ulserasi
kornea berat dengan perforasi dan kehilangan penglihatan pada anak-anak kurang
gizi di Negara berkembang. 1,3
Kerokan konjungtivitis menunjukkan reaksi sel mononuclear, kecuali jika ada
pseudomembran atau infeksi sekunder. Sedian terpulas giemsa mengandung selsel raksasa. Karena tidak ada terapi spesifik, hanya tindakan penunjang saja yang
dilakukan, kecuali jika ada infeksi sekunder. 1

3. Konjungtivitis Alergi
1) Konjungtivitis Demam Jerami (Hay Fever)
- Tanda dan gejala
o Radang konjungtivitis non-spesifik ringan umumnya menyertai demam jerami
(rhinitis alergika). Bianya ada riwayat alergi terhadap tepung sari, rumput, bulu
hewan, dan lainnya. Pasien mengeluh tentang gatal-gatal, berair mata, mata
10

merah, dan sering mengatakan bahwa matanya seakan-akan tenggelam dalam


jaringan sekitarnya. Terdapat sedikit penambahan pembuluh pada palpebra dan
konjungtiva bulbi, dan selama serangan akut sering terdapat kemosis berat (yang
menjadi sebab tenggelamnya tadi). Mungkin terdapat sedikit tahi mata,
o
o

khususnya jika pasien telah mengucek matanya.


Laboratorium
Sulit ditemukan eosinofil dalam kerokan konjungtiva
Terapi
Meneteskan vasokonstriktor local pada tahap akut (epineprin, larutan 1:1000 yang
diberikan secara topical, akan menghilangkan kemosis dan gejalanya dalam 30
menit). Kompres dingin membantu mengatasi gatal-gatal dan antihistamin hanya
sedikit manfaatnya. Respon langsung terhadap pengobatan cukup baik, namun

sering kambuh kecuali anti-gennya dapat dihilangkan.


2) Konjungtivitis Vernalis
- Definisi : suatu inflamasi mata bagian luar yang bersifat musiman dan dianggap
sebagai suatu alergi.
o Konjungtiva banyak sekali mengandung sel dari sistem kekebalan (mast sel) yang
melepaskan senyawa kimia (mediator) dalam merespon terhadap berbagai
rangsangan (seperti serbuk sari atau debu tungau) . Mediator ini menyebabkan
radang pada mata, yang mungkin sebentar atau bertahan lama. Sekitar 20% dari
orang memiliki tingkat mata merah alergi.7
-

Diagnosis
Ditemukan adanya tanda-tanda radang konjungtiva
Ditemukan adanya giant papil pada konjungtiva palpebra superior
Ditemukan adanya tantras dot pada limbus kornea
Kadang disertai shield ulcer
Bersifat kumat-kumatan
Gejal danTanda :
Mata merah (biasanya rekuren)
Kadang disertai rasa gatal yang hebat
Adanya riwayat alergi
Adanya hipertrofi papil difus pada konjungtiva tersal terutama superior
Adanya penebalan limbus dengan tantras dot
Discharge mukoid dan menjadi mukopurulen apabila terdapat infeksi sekunder
- Terapi
Kasus ringan : terapi edukasi (menghindari allergen, kompres dingin, ruangan
sejuk, lubrikasi, salep mata), pemberian antihistamin (topical levokabastin,
11

emestadine), vasokonstriktor (phenileprine, tetrahidrolozine), mast cell stabilizer

(cromolin sodium 4% alomide)


Kasus sedang-berat : mast cell stabilizer (cromolin sodium 4% alomide),
antiinflamasi steroid topika (ketorolac 0,5%), kortikosteroid topical atau agen
modulator siklosporin. Pada pasien denga sheld ulcer bias diberikan sikloplegik
yang agresif (atropine 1%, homatropin 5%, atau skopolamin 0,25%) dan

antibiotic topikal
Dapat diberikan antihistamin sistemik.8
3) Konjungtivitis Atopik

- Tanda dan gejala


o Sensasi terbakar, bertahi mata berlendir, merah, dan fotofobia. Tepian palpebra
eritemosa, dan konjungtiva tampak putih seperti susu. Terdapat papilla halus,
namun papilla raksasa tidak berkembang seperti pada keratokonjungtivitis vernal,
dan lebih sering terdapat di tarsus inferior. Berbeda dengan papilla raksasa pada
keratokonjungtivitis vernal, yang terdapat di tarsus superior. Tanda-tanda kornea
yang berat muncul pada perjalanan lanjut penyakit setelah eksaserbasi
konjungtivitis terjadi berulangkali. Timbul keratitis perifer superficial yang diikuti
dengan vaskularisasi. Pada kasus berat, seluruh kornea tampak kabur dan
bervaskularisasi, dan ketajaman penglihatan. 1,3
o Biasanya ada riwayat alergi (demam jerami, asma, atau eczema) pada pasien atau
keluarganya. Kebanyakan pasien pernah menderita dermatitis atopic sejak bayi.
Parut pada lipatan-lipatan fleksura lipat siku dan pergelangan tangan dan lutut
sering ditemukan. Seperti dermatitisnya, keratokonjungtivitis atopic berlangsung
berlarut-larut

dan

sering

mengalami

eksaserbasi

dan

remisi.

Seperti

keratokonjungtivitis vernal, penyakit ini cenderung kurang aktif bila pasien telah
berusia 50 tahun.
- Laboratorium
o Kerokan konjungtiva menampakkan eosinofil, meski tidak sebanyak yang terlihat
sebanyak pada keratokonjungtivitis vernal. 1
- Terapi
o Atihistamin oral termasuk terfenadine (60-120 mg 2x sehari), astemizole (10 mg
empat kali sehari), atau hydroxyzine (50 mg waktu tidur, dinaikkan sampai 200
12

mg) ternyata bermanfaat. Obat-obat antiradang non-steroid yang lebih baru,


seperti ketorolac dan iodoxamid, ternyata dapat mengatasi gejala pada pasienpasien ini. Pada kasus berat, plasmaferesis merupakan terapi tambahan. Pada
kasus lanjut dengan komplikasi kornea berat, mungkin diperlukan transplantasi
kornea untuk mengembalikan ketajaman penglihatannya. 1,3
4. Konjungtivitis Neonatorum
- Definisi
Oftalmia Neonatorum (Konjungtivitis Neonatorum) adalah suatu infeksi mata
-

pada bayi baru lahir yang didapat ketika bayi melewati jalan lahir.
Penyebab
Berbagai organisme bisa menyebabkan infeksi mata pada bayi baru lahir, tetapi
infeksi bakteri yang berhubungan dengan proses persalinan, yang paling banyak
ditemukan dan berpotensi menyebabkan kerusakan mata adalah gonore (Neisseria
gonorrhea) dan klamidia (Chlamydia trachomatis). Virus yang bisa menyebabkan
konjungtivitis neonatorum dan kerusakan mata yang berat adalah virus herpes.
Virus ini juga bisa didapat ketika bayi melewati jalan lahir, tetapi konjungtivitis
herpes lebih jarang ditemukan. Organisme tersebut biasanya terdapat pada ibu
hamil akibat penyakit menular seksual (STD, sexually-transmitted disease). Pada
saat persalinan, ibu mungkin tidak memiliki gejala-gejala tetapi bakteri atau virus
mampu menyebabkan konjungtivitis pada bayi yang akan dilahirkan.

Tanda dan Gejala


Bayi baru lahir yang terinfeksi akan mengeluarkan kotoran dari matanya dalam
waktu 1 hari sampai 2 minggu setelah dia lahir. Kelopak matanya membengkak,
merah dan nyeri bila ditekan. Gonore bisa menyebabkan perforasi kornea dan
kerusakan yang sangat berarti pada struktur mata yang lebih dalam. Gejala
lainnya adalah: - riwayat penyakit menular seksual pada ibu - dari mata keluar
kotoran encer dan berdarah (serosanguinosa) atau kotoran kental seperti nanah

(purulen).
Diagnosa
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan mata. Untuk

13

mengetahui organisme penyebabnya, dilakukan pembiakan terhadap kotoran


-

mata.
Terapi
Antibiotik dalam bentuk topikal (salep dan tetes mata), per-oral (melalui mulut)
maupun intravena (melalui pembuluh darah), semua bisa digunakan tergantung
kepada beratnya infeksi dan organisme penyebabnya. Kadang antibiotik oral dan
topikal digunakan secara bersamaan. Irigasi mata dengan larutan garam normal

dilakukan untuk membuang kotoran purulen yang terkumpul.8


Pencegahan
Konjungtivitis neonatorum bisa dicegah dengan cara:
1. Mengobati penyakit menular seksual pada ibu hamil
2. Memberikan tetes mata perak nitrat atau antibiotik (misalnya eritromisin)
kepada setiap bayi yang baru lahir.

5. Trakoma
- Definisi
Trakoma (Konjungtivitis granuler, Oftalmia Bangsa Mesir) adalah suatu infeksi
konjungtiva yang berlangsung lama dan disebabkan oleh bakteri Chlamydia
-

trachomatis.
Penyebab
Trakoma terjadi akibat infeksi oleh bakteri Chlamydia trachomatis.
Masa inkubasi berlangsung selama 5-12 hari dan berawal sebagai kemerahan pada
mata, yang jika tidak diobati bisa menjadi penyakti kronis dan menyebabkan
pembentukan jaringan parut.
Trakoma ditemukan di seluruh dunia, terutama di daerah pedesaan di negaranegara berkembang.
Sering menyerang anak-anak.
Trakoma merupakan penyakit menular dan bisa ditularkan melalui:
- kontak tangan dengan mata
- sejenis lalat

-benda-benda yang terkontaminasi (misalnya handuk atau saputangan).


Gejala
Pada stadium awal, konjungtiva tampak meradang, merah dan mengalami iritasi
14

serta mengeluarkan kotoran (konjungtivitis).


Pada stadium lanjut, konjungtiva dan kornea membentuk jaringan parut sehingga
bulu mata melipat ke dalam dan terjadi gangguan penglihatan.
Gejala lainnya adalah:
- pembengkakan kelopak mata
- pembengkakan kelenjar getah bening yang terletak tepat di depan mata
- kornea tampak keruh.
o Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan mata.
-

Apusan mata diperiksa untuk mengetahui organisme penyebabnya.


Terapi
Pengobatan meliputi pemberian salep antibiotik yang berisi tetracyclin dan
erythromycin selama 4-6 minggu. Selain itu, antibiotik tersebut juga bisa
diberikan dalam bentuk tablet.
Jika terjadi kelainan bentuk kelopak mata, kornea maupun konjungtiva, mungkin

perlu dilakukan pembedahan untuk memperbaikinya.


6. Konjungtivitis kimia atau iritasi
a. Konjungtivitis iatrogenik pemberian obat topikal
- Konjungtivitis folikular toksik atau konjungtivitis non-spesifik infiltrate, yang
diikuti pembentukan parut, sering kali terjadi akibat pemberian lama dipivefrin,
miotika, idoxuridine, neomycin, dan obat-obat lain yang disiapkan dalam
bahanpengawet atau vehikel toksik atau yang menimbulakan iritasi. Perak nitrat
yang diteteskan ke dalam saccus conjingtiva saat lahir sering menjadi penyebab
konjungtivitis kimia ringan. Jika produksi air mata berkurang akibat iritasi yang
kontinyu, konjungtiva kemudian akan cedera karena tidak ada pengenceran
-

terhadap agen yang merusak saat diteteskan kedalam saccus conjungtivae.


Kerokan konjungtiva sering mengandung sel-sel epitel berkeratin, beberapa
neutrofil polimorfonuklear, dan sesekali ada sel berbentuk aneh. Pengobatan
terdiri atas menghentikan agen penyebab dan memakai tetesan yang lembut atau
lunak, atau sama sekali tanpa tetesan. Sering reaksi konjungtiva menetap sampai
berminggu-minggu

atau

berbulan-bulan

lamanya

setelah

dihilangkan.
b. Konjungtivitis Pekerjaan oleh Bahan Kimia dan Iritans
15

penyebabnya

Asam, alkali, asap, angin, dan hamper setiap substansi iritan yang masuk ke
saccus conjungtiva dapat menimbulkan konjungtivitis. Beberapa iritan umum
adalah pupuk, sabun, deodorant, spray rambut, tembakau, bahan-bahan make-up,
dan berbagai asam dan alkali. Di daerah tertentu,asbut (campuran asap dan kabut)
menjadi penyebab utama konjungtivitis kimia ringan. Iritan spesifik dalam asbut
belum dapat ditetapkan secara positif, dan pengobatannya non-spesifik. Tidak ada
efek pada mata yang permanen, namun mata yang terkena seringkali merah dan

terasa mengganggu secara menahun. 1


Pada luka karena asam, asam itu mengubah sifat protein jaringan dan efek
langsung. Alkali tidak mengubah sifat protein dan cenderung cepat menyusup
kedalam jaringan dan menetap di dalam jaringan konjungtiva. Disini mereka terus
menerus merusak selama berjam-jam atau berhari-hari lamanya, tergantung
konsentrasi molar alkali tersebut dan jumlah yang masuk. Perlekatan antara
konjungtiva bulbi dan palpebra dan leokoma kornea lebih besar kemungkinan
terjadi jika agen penyebabnya adalah alkali. Pada kejadian manapun, gejala utama
luka bahan kimia adalah sakit, pelebaran pembuluh darah, fotofobia, dan

blefarospasme. Riwayat kejadian pemicu biasanya dapat diungkapkan.


Pembilasan segera dan menyeluruh saccus conjungtivae dengan air atau larutan
garam sangat penting, dan setiap materi padat harus disingkirkan secara mekanik.
Jangan memakai antidotum kimiawi. Tindakan simtomatik umum adalah kompres
dingin selama 20 menit setiap jam, teteskan atropine 1% dua kali sehari, dan beri
analgetika sistemik bila perlu. Konjungtivitis bacterial dapat diobati dengan agen
antibakteri yang cocok. Parut kornea mungkin memerlukan transplantasi kornea,
dan symblepharon mungkin memerlukan bedah plastic terhadap konjungtiva.
Luka bakar berat pada kojungtiva dan kornea prognosisnya buruk meskipun
dibedah. Namun jika pengobatan memadai dimulai segera, parut yang terbentuk
akan minim dan prognosisnya lebih baik.

16

LAPORAN KASUS
3.1 Identitas Pasien
Nama

: GAD

Umur

: 22 tahun

Jenis kelamin

: Perempuan

Alamat

: Lelateng

Pekerjaan

:17

Pendidikan

: Tamat SMA

Suku/Bangsa

: Bali

Agama

: Hindu

Tanggal pemeriksaan : 12 Januari 2015


3.2 Anamnesis
Keluhan utama
Pasien ke poliklinik umum RSUD Negara dengan keluhan mata merah pada mata kanan dan
terasa gatal.
Perjalanan Penyakit
Keluhan mata kanan merah dan gatal dirasakan sejak kemarin, awalnya dirasakan seperti
ngeres pada mata kanan dan dikucek oleh pasien hingga mata tersebut menjadi merah. Os juga
mengeluh silau dan keluar kotoran mata saat bangun tidur. Penlihatan kabur, nyeri pada mata
yang sakit, sakit kepala disangkal pasien. Riwayat pemakaian kontak lens disangkal pasien.
Riwayat pengobatan
Pasien belum pernah berobat apa apa untuk keluhannya saat ini.
Riwayat Alergi
Pasien mengatakan tidak ada riwayat alergi terhadap makanan, obat, maupun bahan-bahan
alergen lainnya.

Riwayat penyakit terdahulu :


Riwayat menderita penyakit kronis dan penyakit sistemik disangkal oleh pasien. Riwayat bersin
pagi hari, kemerahan pada pipi dan asma juga disangkal pasien.
Riwayat penyakit dalam keluarga :
Riwayat penyakit yang sama dalam keluarga tidak ada..

18

Riwayat Sosial :
Pasien sehari hari bekerja sebagai guru SD, dikatakan oleh pasien bahwa ada salah satu
rekan guru d SD tempat pasien bekerja menderita penyakit mata yang sama
3.3

Pemeriksaan Fisik

Status present
TD

: 110/80

Nadi

: 88 x / menit reguler isi cukup

RR

: 20 x / menit reguler

Tax

: 36,5

Status generalis
Kepala

: Normochepali

Leher

: Tidak ada pembesaran KGB,dan pembesaran kelenjar tiroid,


JVP , 5-2 cmH2O

Thorax
Cor

: S1 S2 Tunggal reguler, murmur (-)

Paru

: ves +/+, ronkhi (-), wheezing (-)

Abdomen

: Distensi (-), bising usus (+)

Ekstremitas

: dalam batas normal

STATUS LOKALIS
I.PEMERIKSAAN SUBJEKTIF
VOD Sc

: 6/6

Koreksi

:-

PH TD

VOS

19

Sc

: 6/6

Koreksi

:-

PH TD

II.PEMERIKSAAN OBJEKTIF
a.Inspeksi

OD

OS

Motilitas BM

Palpebra

normal

normal

Cilia

Trichiasis (-)

Trichiasis (-)

APP.lac

lacrimasi (+)

normal

Konjungtiva

IC (+),IS (-)

IC(-),IS(-)

Cornea

Infiltrat (-),Sikatrik (-)

COA

Dalam

Iris

Rubeosis(-),sinekia(-)

Pupil

ref. cahaya (+), 3mm

Lensa

Jernih

Infiltrat (-)Sikatrik (-)


dalam
rubeosis (-),sinekia(-)
ref. cahaya (+), 3 mm
jernih

RINGKASAN
20

Anamnesa Khusus

Mata kanan merah


Mata sering berair
Kotoran mata banyak saat bangun pagi
Mata terasa ngeres

Pemeriksaan Fisik

VOD : 6/6
VOS : 6/6

Conjungtiva

OD = Injeksi silier (+), Injeksi conjungtiva (+)

Diagnosa kerja

: Konjungtivitis Akut ec Bakteri OD

Diagnosa Banding

: Konjungtivitis akut ec virus OD

Terapi :

Gentamicyn ED
3 x 1 tts OD
Tetracaine ED3 x 1 tts OD

BAB IV
PEMBAHASAN

AKD, umur 22 tahun, perempuan datang dengan keluhan mata kanan merah dan gatal dirasakan
sejak kemarin, awalnya dirasakan seperti ngeres pada mata kanan dan dikucek oleh pasien
hingga mata tersebut menjadi merah. Os juga mengeluh silau dan keluar kotoran mata yang
banyak dan lengket saat bangun tidur. Penlihatan kabur, nyeri pada mata yang sakit, sakit kepala
disangkal pasien. Riwayat pemakaian kontak lens disangkal pasien. Pada pemeriksaan status
lokalis mata ditemukan injeksi konjungtiva pada okuli dekstra dan hipersekresi lakrimal pada
mata kiri. Dari gejala dan tanda yang dijabarkan diatas menunjukkan bahwa terjadi infeksi pada
lapisan konjungtiva, kemungkinan keratitis ataupun penyakit mata yang lebih profundus dapat
21

disingkirkan sebab pada kasus ini tidak ada penurunan tajam penglihatan. Penyebab dari
konjungtivitis yang dialami pasien kemungkinan adalah bakteri, hal ini ditunjukkan dengan
keluhan adanya kotoran mata yang banyak dan lengket saat baru bangun tidur yang merupakan
gejala khas infeksi bakteri.
Pengobatan pada kasus konjungtivitis yang disebabkan oleh bakteri adalah antibiotik tetes mata
yang berpedoman pada bakteri empiris penyebab konjungtivitis. Agen terbanyak dan tersering
yang menyebabkan konjungtivitis adalah golongan staphylococcus, dalah hal ini yaitu
staphylococcus aureus. Antibiotika tetes mata yang cocok dan tersedia di puskesmas yang efektif
terhadap agen ini adalah gentamicyn suatu golongan aminoglikosida yang bekerja dengan
dengan menghambat sintesi protein bakteri yaitu di subunit 30s dan mengacaukan susunan
protein sehingga membentuk stop kodon. Pembentukan stop kodon akan menyebabkan kematian
sel bakteri, sehingga gentamicyn tergolong antibiotik baktereosida. Pemberian dosis gentamicyn
sebagai tetes mata adalah 3x 2 tts, namun pemberian antibiotic tetes mata tunggal dapat
menyebabkan iritasi mata sehingga perlu penambahan tetes mata penyegar yang dalam kasus ini
diberikan tetes mata tetracaine yaitu air mata buatan yang diteteskan sebelum pemakaian
antibiotik, dosis pemberiannya yaitu 3x 2 tts.
BAB V
KESIMPULAN
Penyakit infeksi mata perlu mendapat pertolongan segera dan adekuat, agar tidak
mengganggu penglihatan terlalu lama atau tidak berakibat gangguan penglihatan terlalu lama
atau tidak berakibat gangguan penglihatan dan kebutaan.
Konjungtivitis virus biasanya mengenai satu mata. Pada konjungtivitis ini, mata sangat
berair. Kotoran mata ada, namun biasanya sedikit. Konjungtivitis bakteri biasanya mengenai
kedua mata. Ciri khasnya adalah keluar kotoran mata dalam jumlah banyak, berwarna kuning
kehijauan. Konjungtivitis alergi juga mengenai kedua mata. Tandanya, selain mata berwarna
merah, mata juga akan terasa gatal. Gatal ini juga seringkali dirasakan dihidung. Produksi air
mata juga berlebihan sehingga mata sangat berair. Konjungtivitis papiler raksasa adalah
konjungtivitis yang disebabkan oleh intoleransi mata terhadap lensa kontak. Biasanya mengenai
22

kedua mata, terasa gatal, banyak kotoran mata, air mata berlebih, dan kadang muncul benjolan di
kelopak mata. Konjungtivitis virus biasanya tidak diobati, karena akan sembuh sendiri dalam
beberapa hari. Walaupun demikian, beberapa dokter tetap akan memberikan larutan astringen
agar mata senantiasa bersih sehingga infeksi sekunder oleh bakteri tidak terjadi dan air mata
buatan untuk mengatasi kekeringan dan rasa tidak nyaman di mata.
Obat tetes atau salep antibiotik biasanya digunakan untuk mengobati konjungtivitis
bakteri. Antibiotik sistemik juga sering digunakan jika ada infeksi di bagian tubuh lain. Pada
konjungtivitis bakteri atau virus, dapat dilakukan kompres hangat di daerah mata untuk
meringankan gejala. Tablet atau tetes mata antihistamin cocok diberikan pada konjungtivitis
alergi. Selain itu, air mata buatan juga dapat diberikan agar mata terasa lebih nyaman, sekaligus
melindungi mata dari paparan alergen, atau mengencerkan alergen yang ada di lapisan air mata.
Untuk konjungtivitis papiler raksasa, pengobatan utama adalah menghentikan paparan dengan
benda yang diduga sebagai penyebab, misalnya berhenti menggunakan lensa kontak. Selain itu
dapat diberikan tetes mata yang berfungsi untuk mengurangi peradangan dan rasa gatal di mata.

DAFTAR PUSTAKA
1. Vaughan, Daniel G. dkk. Oftalmologi Umum. Widya Medika. Jakarta. 2000
2. James, Brus, dkk. Lecture Notes Oftalmologi. Erlangga. Jakarta. 2005
3. Ilyas DSM, Sidarta,. Ilmu Penyakit Mata. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Jakarta. 1998
4. www.dcmsonline.org, tentang conjunctivitis
5. www.eyepathologisyt.com/disease
6. www.aafp.org/afp//AFPprinter/980215ap/morrow.html

23

7. PERDAMI,. Ilmu Penyakit Mata Untuk dokter umum dan mahasiswa kedokteran.
Jakarta. 2002
8.

______. Art of Therapy. FK UGM.Yogyakarta. 2008

24

Anda mungkin juga menyukai