PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Definisi penyakit ginjal kronik (PGK) berdasarkan National Kidney
Foundation (NKF) Kidney Disease Outcome Quality Initiative (KDOQI)
Guidelines update tahun 2002 adalah kerusakan ginjal >3 bulan, berupa kelainan
struktural ginjal, dapat atau tanpa disertai penurunan Laju Filtrasi Glomerulus
(LFG) yang ditandai dengan kelainan patologi dan adanya pertanda kerusakan
ginjal, dapat berupa kelainan laboratorium darah atau urine atau kelainan
radiologi. LFG <60mL/menit/1,73 m2 selama> 3 bulan, dapat disertai atau tanpa
disertai kerusakan ginjal.1
Penyakit ginjal kronik merupakan masalah kesehatan masyarakat di
seluruh dunia, insiden dan prevalensi penyakit ginjal meningkat di Amerika
Serikat, dari 340.000 orang pada tahun 1999 menjadi 651.000 orang pada tahun
2010. Pada penelitannya, Bliwise dkk2 menyatakan bahwa di Amerika Serikat tiap
tahunnya lebih dari 300.000 pasien menerima terapi hemodialisis dengan tingat
kematian tiap tahunnya sekitar 20%.1
Berdasarkan data di beberapa pusat nefrologi di Indonesia, diperkirakan
insiden PGK berkisar 100-150/juta penduduk dan prevalensinya 200-250/juta
penduduk pada tahun 2005.3 Anemia merupakan komplikasi PGK yang sering
terjadi, bahkan dapat terjadi lebih awal dibandingkan komplikasi PGK lainnya
dan pada hampir semua pasien PGK. Anemia sendiri juga dapat meningkatkan
risiko morbiditas dan mortalitas secara bermakna dari PGK. Adanya anemia pada
pasien dengan PGK dapat dipakai sebagai prediktor risiko terjadinya kejadian
kardiovaskular dan prognosis dari penyakit ginjal sendiri. Menurut data dari The
Third National Health and Examination Survey (NHANES III), yang dikutip oleh
penelitian Ayu Nyoman dkk4 kejadian anemia yang ditandai dengan kadar
hemoglobin < 11g/dl sebesar 80.000 orang. Pada pasien pradialisis dengan LFG
kurang dari 60ml/mnt/1,73 (PGK stadium 3-5), kejadian anemia dengan kadar
hemoglobin kurang atau sama dengan 12 g/dl adalah sebesar 50%. Anemia pada
PGK ditandai dengan morfologi normokrom normokromik normositer, setelah
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi Ginjal
2.2 Fisiologi
3
Organ yang paling paling penting untuk menjamin komposisi yang tepat
dari darah dan cairan ekstraseluler adalah ginjal. Kedua ginjal dengan jumlah
glomerulus dan tubuli 2,4 x 106 mempunyai cadangan fungsi yang cukup besar.
Jika oleh karena suatu sebab salah satu ginjal diangkat oleh ahli bedah,ginjal
lainnya akan mengambil alih tugas dari ginjal yang diangkat, sehingga ia akan
bekerja untuk memenuhi fungsi kedua ginjal. Fungsi ginjal yang tinggal akan
segera membaik sehingga seolah-olah penderita masih tetap mempunyai 2 buah
ginjal. Ahli patologi menyatakan bahwa berat ginjal yang tinggal akan bertambah
yang pada keadaan normal 150gr menjadi paling sedikit 200-250gr dalam waktu
beberapa bulan. Proses otomatis ini disebut hipertropi kompensasi.1
Ginjal, organ yang, bersama dengan masukan hormonal dan saraf yang
mengatur fungsinya, terutama berperan dalam mempertahankan stabilitas volume
dan komposisi elektrolit CES.1 Setiap ginjal terdiri dari sekitar satu juta satuan
fungsional berukuran mikroskopik yang dikenal sebagai nefron, yang di satukan
satu sama lain oleh jaringan ikat. Susunan nefron di dalam ginjal membentuk dua
daerah khusus-daerah sebelah luar yang tampak granuler,korteks ginjal, dan
daerah bagian dalam yang berupa segitiga-segitiga bergaris-garis, piramida ginjal,
yang secara kolektif disebut sebagai medula ginjal.2
Setiap nefron terdiri dari komponen vaskular dan komponen tubulus, yang
keduanya secara structural dan fungsional berkaitan erat. Bagian dominan pada
komponen vaskular adalah glomerulus, suatu berkas (tuft) kapiler berbentuk bola
tempat filtrasi sebagian air dan zar terlarut dari darah yang melewatinya. Cairan
yang sudah terfiltrasi ini, yang komposisinya nyaris identik dengan plasma,
kemudian mengalir ke komponen tubulus nefron, tempat cairan tersebut di
modifikasi oleh berbagai sistem transportasi yang mengubahnya menjadi urin.2
Berikut ini adalah fungsi spesifik yang dilakukan oleh ginjal, yang
sebagian besar ditujukan untuk mempertahankan kestabilan lingkungan cairan
internal :
1. Mempertahankan keseimbangan H2O dalam tubuh.
2. Mengatur jumlah dan konsentrasi sebagian besar ion CES
3. Memelihara volume plasma yang sesuai
(eliminasi)
produk-produk
sisa
(buangan)
dari
metabolism tubuh
7. Mengekskresikan banyak senyawa asing
8. Mensekresikan eritropoetin, suatu hormone yang dapat merangsang
pembentukan sel darah merah
9. Mensekresikan rennin, suatu hormone enzimatik yang memicu reaksi
berantai yang penting dalam proses konservasi garam oleh ginjal
10. Mengubah vitamin D menjadi bentuk aktifnya.2
2.3 Penyakit Ginjal Kronik
2.3.1 Definisi
Penyakit ginjal kronik adalah suatu proses patofisiologis dengan etiologi
yang beragam, mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang progresif, dan pada
umumnya berakhir dengan gagal ginjal. Selanjutnya, gagal ginjal adalah suatu
keadaan klinis yang ditandai dengan penurunan fungi ginjal yang ireversibel, pada
suatu derajat yang memerlukan terapi pengganti ginjal yang tetap, berupa dialysis
atau transplantasi ginjal. Uremia adalah suatu sindrom klinik dan laboratorik yang
terjadi pada semua organ, akibat penurunan fungsi ginjal pada penyakit ginjal
kronik. 1
Table 1. Kriteria Penyakit Ginjal Kronik1
1. Kerusakan ginjal (renal damage) yang terjadi lebih dari 3 bulan, berupa kelainan
structural atau fungsional, dengan atau tanpa penurunan laju filtrasi glomerulus (LFG),
dengan manifestasi:
-
Kelainan patologis
Terdapat tanda kelainan ginjal, termasuk kelainan dalam komposisi darah atau urin, atau
kelainan dalam tes pencitraan (imaging test)
2. Laju filtrasi glomerulus (LFG) kurang dari 60 ml/menit/1,73m 2 selama 3bulan, dengan
5
Pada keadaan tidak terdapat kerusakan ginjal lebih dari 3 bulan, dan LFG
sama atau lebih dari 60 ml/menit/1,73m2, tidak termasuk kriteria penyakit ginjal
kronik.2
2.3.2 Klasifikasi3
Klasifikasi ginjal kronik didasarkan atas dua hal,yaitu, atas dasar derajat
(stage) penyakit dan atas dasar diagnosis etiologi.3
Klasifikasi atas dasar derajat penyakit, dibuat atas dasar LFG, yang dihitung
dengan mempergunakan rumus Kockcroft-Gault sebagai berikut :
LFG (ml/mnt/1,73m2) = (140 umur) X berat badan *)
72 X kreatinin plasma (mg/dl)
*) pada wanita dikalikan 0,85
Penyakit
ginjal
diabetic
neoplasia)
Penyakit vaskular (penyakit pembuluh darah besar, hipertensi,
mikroangiopati)
Penyakit tubulointerstisial (pielonefritis kronik, batu, obstruksi,
keracunan obat)
Penyakit kistik (ginjal polikistik)
Penyakit
transplantasi
2.3.4 Epidemiologi
Diperkirakan paling sedikit 6% dari populasi dewasa U.S. mempunyai
kerusakan ginjal kronis dengan LFG >60 (stage 1 dan 2), dan diambang resiko
penurunan progresif yang lebih jauh pada LFG. Tambahan mendekati 4,5% dari
populasi U.S. ada di stage 3 dan 4. Diabetes dan hipertensi adalah etiologi dasar
dari CRD dan ESRD.4
2.3.5 Patofisiologi
Sejumlah penyakit ginjal akhirnya dapat menyebabkan kerusakan jaringan
ginjal. Jika jaringan ginjal yang tersisa tidak dapat memenuhi fungsinya, akan
muncul gambaran kegagalan ginjal. Penurunan ekskresi ginjal terutama sangat
bermakna. Penurunan GFR secara berbanding terbalik meningkatkan kadar
kreatinin di plasma. Konsentrasi plasma terhadap zat yang direabsorbsi juga
meningkat, tetapi tidak terlalu tinggi karena reabsorpsi di tubulus ginjal juga
terganggu pada gagal ginjal. Pada gagal ginjal, reabsorpsi Na+ dan air dihambat
7
oleh berbagai faktor, seperti hormone natriuretik, PTH, dan vanadat. Penurunan
reabsorpsi Na+ di tubulus proksimal juga secara langsung atau tidak langsung
menurunkan reabsorpsi zat lainnya, seperti fosfat, asam urat, HCO 3- , Ca 2+, urea,
glukosa, dan asam amino. Reabsorpsi fosfat juga dihambat oleh PTH.4
Penurunan reabsorpsi NaCl di bagian asendens ansa Henle mengganggu
mekanisme pemekatan urin. Suplai volume dan NaCl yang besar dari nefron
bagian proksimal meningkatkan reabsorpsi Na+ dibagian distal serta membantu
sekresi K+ dan H+ di nefron distal dan duktus koligentes. Akibatnya, konsentrasi
elektrolit di plasma dapat tetap normal, meskipun GFR sangat menurun
(insufisiensi ginjal terkompensasi). Gangguan baru terjadi jika penurunan GFR
lebih rendah daripada seperempat nilai normal. Namun, kompensasi ini terjadi
dengan mengorbankan rentang pengaturan, yang artinya ginjal yang rusak tidak
mampu meningkatkan ekskresi air, Na+, K+, H+, fosfat, dll.(missal, jika asupannya
meningkat) secara adekuat.3
Diduga bahwa gangguan pada ekskresi air dan elektrolit,berperan paling
tidak sebagian, terhadap munculnya sebagian besar gejala gagal ginjal kronis.
Volume yang berlebihan dan perubahan konsentrasi elektrolit menimbulkan
edema, hipertensi, osteomalasia, asidosis, pruritus, dan arthritis, baik secara
langsung maupun melalui pengaktifan hormone. Hal diatas juga bisa
menimbulkan gangguan pada sel eksitatorik (polineuropati, kehilangan kesadaran,
koma, kejang, edema serebri), fungsi pencernaan (mual, tukak lambung, diare),
dan sel darah (hemolisis, gangguan fungsi leukosit, gangguan pembekuan darah).3
Pada konsentrasi yang tinggi, asam urat dapat mengendap, terutama
disendi, sehingga menyebabkan gout. Namun konsentrasi asam urat yang sangat
tinggi jarang terjadi pada pada gagal ginjal. Peranan berkurangnya pembuangan
zat, yang disebut toksin uremia (misal, aseton, 2,3-butileneglikol, asam
guanidinosuksinat, metilguanidin, indol, fenol, amin aromatik dan alifatik, dll)
dan molekul berukuran sedang (lipid atau peptide dengan berat molekul antara
300 2000 Da), dalam menimbulkan gejala gagal ginjal masih menjadi
perdebatan. Konsentrasi urea yang tinggi dapat membuat protein menjadi tidak
stabil sehingga terjadi penyusutan sel. Tetapi pengaruh ini sebagian dapat diatasi
melalui
pengambilan
sejumlah
osmolit
penstabil
(terutama
betain,
penurunan
pembentukan
kalsitriol
menimbulkan
gangguan
produksi
SDM
(diseritropoiesis).
Setiap
keadaan
yang
Kekurangan vitamin-vitamin penting, seperti B12, asam folat, vitamin C, dan zat
besi dapat mengakibatkan pembentukan SDM tidak efektif, menimbulkan anemia.
Untuk menentukan jenis anemia, baik pertimbangan morfologik dan etiologic
harus digabungkan.7
13
terkait
dengan
sejumlah
komplikasi,
termasuk
hemosiderosis,
14
Target Hb :
Tingkat koreksi optimal :
11-12 gr%
Peningkatan Hb 1-2 gr% periode selama 4
minggu
Darbopoietin alfa
Dosis permulaan :
15
Target Hb :
Tingkat koreksi optimal :
Zat Besi
1. Monitor kadar zat besi dari saturasi transferin (TSat) dan serum ferritin
2. Jika pasien kekurangan zat besi (TSat <20% ; serum feritin <100 mcg/L),
beri zat besi 50 100 mg IV 2X/minggu selama 5 minggu, jika indeks zat
besi masih rendah, ulangi
3. Jika indeks zat besi normal,Hb masih tidak mencukupi, berikan zat besi
seperti yang di uraikan diatas, monitor Hb, TSat, dan ferritin
4. Tahan terapi zat besi saat TSat >50% dan/atau ferritin >800mcg/L
16