Lapporan Refrat Akupunktur A10
Lapporan Refrat Akupunktur A10
BLOK AKUPUNKTUR
AKUPUNKTUR PADA MIASTENIA GRAVIS
Disusun oleh:
KELOMPOK A10
Alifa Rizka A
(G0011011)
Arina Setyaningrum
(G0011039)
(G0011077)
(G0011101)
Reyhana M. B.
(G0011167)
Daniel Satyo N.
(G0011061)
Hermawan Andhika K.
(G0011107)
M. Syukri Kurnia R.
(G0011129)
(G0011189)
Aryanda Widya T. S.
(G0011041)
BAB I
Latar Belakang
Miastenia gravis adalah suatu penyakit kelainan autoimu yang disebabkan
oleh antibodi otot pada neuromuscular junction yaitu acetylcholine receptors
(AChRs). Kekurangan dari reseptor ini dapat menyebabkan kelainan pada
transmisi neuromuskuler yang ditandai dengan kelemahan otot dan kecapekan.
Myasthenia gravis telah dikenal sejak seorang dokter dari Oxford Thomas Willis
menggambarkan seorang wanita dengan nyeri sendi pada 1672, dengan gangguan
pada sinaptik dan autoimunnya (Vincent et al, 2001). Pengobatan miastenia gravis
memperlukan jumlah obat yang banyak dan jangka waktu yang lama sehingga
pengobatan konvensional miastenia gravis perlu diawasi secara terus menerus
oleh tim dokter (Koch et al., 2013)
Penggunaan akupunktur semakin meningkat setiap harinya, dengan
munculnya bukti ilmiah dari cara kerja dan manfaat akupunktur sekarang
akupunktur dipandang sebagai pengobatan komplementer dan integratif di dunia
modern (Chon et al, 2013). Akupunktur yang merupakan terapi dengan
menusukkan jarum ke kulit pada titik tertentu telah dikenal dan dipelajari ribuan
tahun yang lalu bahkan sebelum anatomi, fisiologi dan patofisiologi dikenal
(Ernst, 2010). Miastenia gravis merupakan salah satu penyakit yang telah
dibuktikan secara ilmiah dapat disembuhkan dengan menggunakan akupunktur.
Maka dari itu perlu didalami lebih lanjut bagaimana akupunktur dapat membantu
dalam penyembuhan myasthenia gravis.
BAB II
Tinjauan Pustaka
A.
Miastenia Gravis
1. Etiologi
Latar belakang patogenetik Miastenia gravis melibatkan terutama
antibodi (selain jenis lain, terutama asetilkolin antibodi reseptor (AChR)),
yang merusak neuromuskuler transmisi (Juel, 2007). Pada kebanyakan
pasien hiperplasia timus (70% -85%) dan, dalam beberapa kasus, thymoma
(10% -15%) dapat ditemukan. Miastenia gravis disebabkan oleh
penurunan jumlah reseptor asetilkolin pascasinaps pada sambungan
neuromuskuler, yang menurunkan kapasitas neuromuskuler end-plate
untuk mengirimkan sinyal saraf. Awalnya, dalam menanggapi stimulus
yang menghasilkan depolarisasi, asetilkolin dilepaskan presynaptically
yang menghasilkan dalam potensial aksi otot. Pada Miastenia gravis,
jumlah postsynaptic yang diaktifkan reseptor mungkin tidak cukup untuk
memicu potensial aksi otot. Selanjutnya, dengan berulang-ulang stimulasi,
penurunan pelepasan asetilkolin berkorelasi dengan karakteristik kelelahan
(Vincent et al, 2001).
2. Patofisiologi
Miastenia gravis adalah gangguan sistem saraf perifer yang ditandai
dengan pembentukan autoantibodi terhadap reseptor asetilkolin yang
terdapat di daerah motor end-plate (membran postsinap) otot rangka.
Autoantibodi IgG secara kompetitif berikatan dengan reseptor asetilkolin,
mencegah pengikatan asetilkolin ke reseptor sehingga mencegah kontraksi
otot. Akhirnya, reseptor di taut neuromuskular rusak (Corwin, 2009).
Miastenia gravis memiliki ciri-ciri yang sangat mirip dengan kelainan
autoimun diperantarai antibodi, antara lain: (1) antibodi kompetitif
reseptor asetilkolin dapat ditemukan pada 80-90% pasien, (2) IgG
ditemukan pada taut neuromuskular, tempat terjadinya kelainan, (3)
pemberian IgG dari pasien miastenia gravis ke hewan coba menghasilkan
tampilan klinis seperti pada penyakit, (4) terapi yang menurunkan
konsentrasi
serum
antibodi
kompetitif
reseptor
asetilkolin
dapat
tidak
dapat
terjadi
secara
maksimal.
Transmisi
Otot-otot
okular
Gangguan
otot levator
palpebra
Otot volunter
Otot pernapasan
Regurgitasi makanan ke
hidung pada saat menelan,
suara abnormal,
ketidakmampuan menutup
rahang
Kelemahan
otot-otot
rangka
Ketidakmampuan
batuk efektif,
kelemahan otototot pernapasan
ekstraokular atau ptosis dan diplopia. Ptosis yang merupakan salah satu
gejala sering menjadi keluhan utama penderita miastenia gravis, ini
disebabkan oleh kelumpuhan dari nervus okulomotorius. Walaupun pada
miastenia gravis otot levator palpebra jelas lumpuh, namun ada kalanya
otot-otot okular masih bergerak normal. Tetapi pada tahap lanjut
kelumpuhan 6 otot okular kedua belah sisi akan melengkapi ptosis
miastenia gravis. Kelemahan otot bulbar juga sering terjadi, dikuti dengan
kelemahan pada fleksi dan ekstensi kepala. Sewaktu- waktu dapat pula
timbul kelemahan dari otot maseter sehinga mulut penderita sukar untuk
ditutup. Selain itu dapat pula timbul kesukaran menelan dan berbicara
akibat kelemahan dari otot faring, lidah, palatum mole, dan laring sehinga
timbulahparesis dari palatum mole yang akan menimbulkan suara sengau.
Selain itu bila penderita minum air, mungkin air itu dapat keluar dari
hidungnya.
Pada 85 % pasien, Miastenia gravis menjadi menyeluruh, biasanya
membutuhkan waktu 3 tahun, mempengaruhi esktremitas-khususnya
bagian proksimal, otot-otot bagian aksial tubuh seperti otot leher, otot
wajah dan mata menyebabkan pasien kehilangan ekspresi wajah. Ketika
otot-otot pernafasan melemah, Miastenia gravis dapat mengancam jiwa.
4. Diagnosis
Pemeriksaan fisik yang cermat harus dilakukan untuk menegakkan
diagnosis suatu miastenia gravis. Kelemahan otot dapat muncul dalam
berbagai derajat yang berbeda, biasanya menghinggapi bagian proksimal
dari tubuh serta simetris di kedua anggota gerak kanan dan kiri. Refleks
tendon biasanya masih ada dalam batas normal. Miastenia gravis biasanya
selalu disertai dengan adanya kelemahanpada otot wajah. Kelemahan otot
wajah bilateral akan menyebabkan timbulnya a mask-like face dengan
adanya ptosis dan senyum yang horizontal (Howard , 2008).
Kelemahan otot bulbar juga sering terjadi pada penderita dengan
miastenia gravis. Pada pemeriksaan fisik, terdapat kelemahan otot-otot
palatum, yang menyebabkan suara penderita seperti berada di hidung
(nasal twang to the voice) serta regurgitasi makanan terutama yang bersifat
cair ke hidung penderita. Selain itu, penderita miastenia gravis akan
b.
itu benar disebabkan oleh miastenia gravis, maka gejala seperti ptosis,
strabismus, dan lain-lain akan berttambah berat.
Pemeriksaan Penunjang untuk Diagnosis Pasti.
Pemeriksaan Laboratorium
a.
miastenia gravis, dimana terdapat hasil yang postitif pada 74% pasien.
80% dari penderita miastenia gravis generalisata dan 50% dari penderita
dengan miastenia ocular murni menunjukkan hasil tes anti-asetilkolin
reseptor yang positif. Pada pasien thymoma tanpa miastenia gravis sering
kali terjadi false positive anti-AChR antibody ( Howard, 2008 ).
b.
Antistriational antibodies
Dalam serum beberapa pasien dengan miastenia gravis menunjukkan
b.
c.
5. Tatalaksana
Miastenia Gravis bisa dikontrol dengan beberapa terapi yang ada,
yang dirasakan cukup efektif untuk membantu para penderita Miastenia
Gravis. Terapi-terapi tersebut bisa berupa obat-obatan maupun beberapa
tindakan medis, yaitu:
a.
Anticholinesterase
Anticholinesterase (contohnya mestinon) memperkenankan asetilkolin
(contohnya
prednisone)
dan
immunosupresan
Immunoglobulin
Immunoglobulin (IVIg) dimasukkan ke dalam pembuluh darah
yang
tidak
normal.Penggunaan
immunoglobulin
melalui
Plasmapheresis
Plasmapheresis atau pertukaran plasma mungkin juga berguna pada
Thymectomy
Thymectomy (pembedahan menghilangkan kelenjar thymus) adalah
pengobatan
menghilangkan
bagi
thymoma
Miastenia
Gravis.
Pembedahan
untuk
kemungkinan
Akupunktur
1. Definisi
Kata Acupuncture terdiri dari dua kata Latin: acus: jarum dan
puncture: tusukan. Ini adalah prosedur pengobatan dengan cara
2. Fisiologi
Terdapat dua hal yang sangat berbeda dalam menentukan titik
akupunktur yang dipilih dalam pengobatan nyeri pada umumnya yaitu:
a. Pemilihan titik akupunktur yang lokasinya berada di luar pembagian
segmen miotom, neurotom dan dermatom disebut akupuntur
heterosegmental.
b. Pemilihan titik akupunktur yang lokasinya berada di segmen
dermatom yang sama disebut akupuntur segmental.
Kedua metode pemilihan titik di atas memiliki mekanisme kerja yang
berbeda. Pada akupuntur non segmental terdapat tiga mekanisme
penekanan nyeri yaitu mekanisme serotonergik, mekanisme noradrenergik
sel
substansia
gelatinosa
(SG)
dengan
mekanisme
(PGC)
melepaskan
kontak sinaptik.
Diffuse Noxious Inhibitory Controls (DNIC)
Subnukleus retikularis dorsalis (R) di kaudal medulla oblongata.
muntah
dan
tidur
mendukung
pendekatan
terpadu
dengan
melakukan terapi bebas dari rasa sakit dan efek samping. Akupunktur laser
telah ada selama lebih dari 20 tahun, namun kesetaraan jarum dan
b. metode non-invasif.
Yang termasuk dalam metode non-invasif adalah akupresur, laser,
moxibustion serta penerapan berbagai patch dan pelet perangsang pada
titik akupunktur.
C.
kelumpuhan, apakah kelumpuhan pada seluruh badan atau separuh badan yang
dapat mengakibatkan terganggunya aktivitas pasien. Rangkaian sel saraf berjalan
dari otak melalui batang otak keluar menuju otot yang disebut motor pathway.
Fungsi otot yang normal membutuhkan hubungan yang lengkap disepanjang
semua motor pathway. Adanya kerusakan pada ujungnya menurunkan
kemampuan
otak
untuk
mengontrol
pergerakan
pergerakan
otot.
Induce
Treatment
Therapy,
Functional
Electrical
Stimulation,
2.
3.
2.
3.
4.
Teori Gate Control yang menyatakan bahwa persepsi nyeri diatur oleh bagian
dari sistem saraf yang mengatur impuls yang akan diinterpretasikan sebagai
nyeri.
Permasalahan nyeri merupakan problema yang menyangkut seluruh
umat manusia. Akupunktur sejak ribuan tahun lalu telah menunjukkan
keberhasilannya untuk mengurangi bahkan membebaskan manusia dari
penderitaan nyeri. Sejak tahun 1985 World Health Organization (WHO)
merekomendasikan akupunktur sebagai satu indikasi untuk pengobatan nyeri.
Dengen diterbitkannya Peraturan Menteri Kesehatan RI No.1186 tahun 1996
tentang Pemanfaatan Akupunktur di Sarana Pelayanan Kesehatan, maka perlu
ditunjukkan manfaat akupunktur unruk terapi mengurangi nyeri, baik nyeri
akut maupun kronis. frekuensi elektroakupunktur yang paling optimal untuk
menurunkan nyeri adalah frekuensi rendah yaitu 2 Hz (Sudirman S dan
Hargiyanto, 2011).
Akupunktur dapat menghilangkan frustasi, kaku otot, keram perut dan
kaki, kelelahan, lemah, sensasi kolaps, dan kesulitan bernapas akibat gangguan
emosi melalui stimulasi titik khusus untuk melepaskan emosi yang berlebihan
(Anom Arie W et al., 2013).
BAB III
Penutup
A.
Simpulan
Akupunktur terbukti dapat digunakan sebagai terapi utama maupun
adjuvan pada kasus kelemahan otot seperti pada miastenia gravis.
Stimulasi terhadap titik akupunktur zanzhu, yangbai, yuyzo, sibai, dan
jingming dapat digunakan untuk terapi kelemahan kelopak mata.
Sedangkan untuk kelemahan anggota gerak dapat dipilih titik
akupungktur
diantaranya:
iagu,
neiguan,
waiguan,
sanyinjiao,
miatenia gravis.
Saran
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut terkait titik-titik akupunktur
lainnya yang dapat berfungsi sebagai terapi khususnya untuk terapi
miastenia grafis.
Kegiatan refrat dapat terus dilanjutkan keberlangsungannya agar
mahasiswa dapat memiliki pengetahuan lebih tentang terapi akupunktur
serta memberikan informasi terkini bagi masyarakat terkait metode
akupunktur khususnya sebagai terapi pilihan bagi miatenia gravis.
Daftar Pustaka
Acupuncture association of Chartered Physiotherapists (AACP) (2011). What is
acupuncture?.
http://www.aacp.org.uk/public-sp-31531/what-isacupuncture - diakses Oktober 2014
Anom Arie WAA, Adnyana MO, Widyadharma IPE (2013). Diagnosis dan
tatalaksana miastenia gravis. Denpasar: Fakultas Kedokteran Universitas
Udayana.
Bowsher
David
(2001).
Mechanisms
of
Acupuncture.
https://www.us.elsevierhealth.com/media/us/samplechapters/9780443049
767/9780443049767.pdf -- Diakses Oktober 2014.
Caboglu, M.T. (2006). The Mechanism of Acupuncture and Clinical
Applications. Turki: Taylor & Francis LLC.
Chernyak GV, Sessler DI (2005). Preoperative acupunktur and related techniques.
Anesthesiology, 102 (5): 1031-1078.
Chon TY, Lee MC (2013). Acupuncture. Mayo Clinic Proceeding, 88 (10): 11411146.
Corwin EJ (2009). Buku saku patofisiologi. Edisi 3. Jakarta: EGC, p: 264.
Dharmananda.
(2001).
Zusanli
(Stomach-36).
http://www.itmonline.org/arts/pc6.htm -- Diakses Oktober 2014
Endres G, Diener H, Maier C, Bwig G, Trampisch H, Zenz M (2007).
Acupuncture in chronic headache. Dtsch Med J. 104(3):114-122.
Ernst E (2010). Acupuncture. The Lancet, 11: 2.
Filshie J, White A (1998). Medical Acupuncture : a Western Scientific Approach.
Edinburgh: Churchill Livingstone.
Gach M (1993). Acupressure: How to Cure Common Ailments the Natural
Way. London: Piatkus Books.
Harrison. Priciple of Internal Medicine Fourteenth Edition. New York : McGrawHill.
Howard, JF (2008). Myasthenia Gravis. Dalam: Rosyid FN. Mengenal tentang
miastenia gravis dan penatalaksanaannya. Surabaya: Fakultas Ilmu
Kesehatan Universitas Muhammadiyah Surabaya, pp: 16-31.