Anda di halaman 1dari 45

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Penyakit tuberculosis (TB) merupakan penyakit infeksi yang masih menjadi
masalah kesehatan masyarakat yang penting, baik di Indonesia maupun Negara
berkembang lainnya. TB paru merupakan salah satu penyakit saluran pernapasan
bagian bawah yang disebabkan basil Mycobacterium tuberculosis.1
Sejak tahun 1992 WHO (World Health Organization) mencanangkan
tuberculosis sebagai penyakit yang termasuk Global Emergency karena jumlah
penderitanya telah mencapai angka yang memprihatinkan.Menurut laporan
WHO tahun 2006, Indonesia masih sebagai Penyumbang TB terbesar nomor 3
didunia setelah negara India dan Cina. Jumlah pasien TB di Indonesia sekitar
10% dari total jumlah pasien TB didunia.2
Sedangkan menurut Survei Kesehatan Rumah Tangga tahun 1995,
menempatkan TB sebagai penyebab kematian ketiga terbesar setelah penyakit
kardiovaskuler dan penyakit saluran pernapasan, dan merupakan nomor satu
terbesar dalam kelompok penyakit infeksi. Keterbatasan Pemerintah dan
besarnya tantangan TB saat ini memerlukan peran aktif dengan semangat
kemitraan dari berbagai instusi dan semua pihak yang terkait. Adanya dukungan
berbagai pihak, perubahan perilaku masyarakat dan memberdayakan masyarakat
dalam pelaksanaan penanggulangan TB amat diharapkan sehingga keberhasilan
program penanggulangan TB dapat tercapai.3

Berdasarkan hasil riset BBKPM didapatkan bahwa dari tahun ke tahun


jumlah kejadian TB paru positif cenderung mengalami penurunan kecuali dari
tahun 2006 ke tahun 2007 mengalami peningkatan kasus sebanyak 218 kasus
dari 1055 menjadi 1273 kasus tetapi mengalami penurunan pesat pada tahun
2008 menjadi 489 kasus.Penurunan ini tidak lepas juga dari upaya petugas
kesehatan serta kader dalam memberikan penyuluhan dan pelayanan yang
terbaik bagi penderita TB Paru.4
Menurut direktorat bina peran serta masyarakat Depkes RI kader adalah
warga masyarakat setempat yang dipilih dan ditinjau oleh masyarakat dan dapat
bekerja secara sukarela. Kader merupakan kunci keberhasilan program
peningkatan pengetahuan dan keterampilan bidang kesehatan dalam masyarakat.
Keberadaan kader di masyarakat dalam pengendalian kasus TB paru sangat
strategis karena kader dapat berperan sebagai penyuluh, membantu menemukan
tersangka penderita secara dini, merujuk penderita dan sekaligus pengawas
menelan obat bagi penderita TB paru secara langsung.4
Di kota makassar seperti juga halnya dengan berbagai daerah di Indonesia,
kegiatan penanggulangan Tuberkulosis juga dengan menggunakan DOTS
(Directly Observed Treatment Shortcourse Chemotherapy). Dalam kegiatan
tersebut melibatkan berbagai pihak kesehatan (rumah sakit, puskesmas) serta
masyarakat termasuk lembaga swadaya masyarakat untuk membina kader dalam
pelaksanaan program TB paru. Berdasarkan data dari program Sub Recipient
(SR TB) kota Makassar menunjukkan jumlah kader yang menemukan suspek
dan BTA (+) tertinggi pada tahun 2012-2013 yaitu di kecamatan Tallo.4

Beberapa penelitian telah dilakukan yang menyangkut dengan tuberculosis,


diantaranya menunjukkan adanya signifikan keberhasilan penemuan dan
pengobatan tuberculosis seperti keberadaan kader, Pengawas Menelan Obat
(PMO) serta ketidakpatuhan minum obat pasien. Keberhasilan kader dalam
menemukan suspek dan BTA (+) dapat dilihat dari faktor internal berupa
pengetahuan, sikap, pendidikan, motivasi menjadi kader serta faktor eksternal
terdiri dari insentif (penghargaan), kemitraan, serta dukungan keluarga. Dalam
peningkatan pengetahuan dan pemahaman masyarakat tentang TB dan
pengobatannya dibutuhkan kegiatan penyuluhan baik yang dilakukan petugas
kesehatan maupun kader. Secara khusus kader melakukan kegiatan penyuluhan
pada majelis talim dan kunjungan rumah.4
Namun pada penelitian tentang kader belum banyak diteliti sehingga
peneliti tertarik melihat dari aspek keberhasilan kader dalam menemukan suspek
dan BTA (+) di kecamatan Tallo.4
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka rumusan masalah penelitian
sebagai berikut :
1. Apakah pengetahuan merupakan faktor yang berpengaruhterhadap kader
dalam menemukan pasien suspek dan BTA (+)?
2. Apakah penyuluhan merupakan faktor yang berpengaruh terhadap kader
dalam menemukan pasien suspek dan BTA (+)?
1.3 Tujuan Penelitian
a. Tujuan umum

Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi kader TB dalam menemukan


pasien suspek dan BTA (+).
b. Tujuan khusus
1. Mengetahui pengetahuan kader TB merupakan faktor dalam menemukan
pasien suspek dan BTA () di kecamatan Tallo
2. Mengetahui penyuluhan kader TB merupakan faktor dalam menemukan
pasien suspek dan BTA (+) di kecamatan Tallo
1.4 Manfaat Penelitian
1. Manfaat bagi instansi
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan dalam
meningkatkan

kinerja

suatu

program

kesehatan

khususnya

dalam

mendukung kegiatan kader TB.


2. Manfaat bagi lembaga
Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan bacaan untuk
membantu proses pembelajaraan.
3. Manfaat bagi ilmu pengetahuan
Sebagai bahan referensi dalam menambah pengembangan pengetahuan.
4. Manfaat bagi peneliti
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan wawasan dan menambah
pengalaman untuk mengembangkan kemampuan meneliti ke depannya.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Umum Tentang Kader
Kader adalah siapa saja dari anggota masyarakat yang mau bekerja sama
secara suka rela dan ikhlas, mau dan sanggup menggerakkan masyarakat dalam

penanganan berbagai penyakit. Kader juga sebagai penggerak masyarakat dalam


hal membantu serta mendukung keberhasilan pemerintah dibidang kesehatan dan
tidak mengharapkan imbalan berupa gaji dari pemerintah, melainkan bekerja
secara sukarela. Kader merupakan ujung tombak dalam

kegiatan yang

mendukung permasalahan kesehatan. Mereka merupakan anggota masyarakat


yang mau

bekerja untuk menggerakkan masyarakat untuk menanggulangi

masalah kesehatan.6
Salah satu pendekatan dalam mengatasi permasalahan kesehatan dapat
dilakukan dengan cara edukatif, inovatif dan motivatif. Pendekatan tersebut dapat
dilakukan melalui kerjasama antara pemerintah dan swasta. Karakteristik dan
struktur sosial masyarakat harus dipahami terlebih dahulu selama melakukan
pendekatan. Salah satu ujung tombak untuk pendekatan ke masyarakat adalah
kader kesehatan, oleh karena mereka berasal dari masyarakat itu sendiri, sehingga
mampu bergerak secara luas dan luwes.6
TBC adalah penyakit menular yang dapat menyerang siapa saja. Di
Indonesia merupakan penyebab kematian no.2. Setiap tahun ditemukan 582.000
kasus baru dan 259.970 diantaranya mempunyai BTA (+). Dari setiap 100
penduduk, 2-3 orang menderita TBC. Angka kematian tahun 1998 secara nasional
diperkirakan 68 per 100.000 penduduk, angka kematian rata-rata mencapai 24%.
Sedangkan angka penemuan kasus terus meningkat dan tahun 2004 mencapai
51,8% .6
Penyebab penyakit TBC adalah mikrobacterium tuberculosis. Infeksi awal
biasanya berlangsung tanpa gejala. Tes tuberkulin akan memberikan hasil yang

positif 2 10 minggu kemudian. Lesi awal pada paru umumnya akan sembuh
dengan sendirinya tanpa meninggalkan gejala sisa walaupun sangat jarang terjadi.
Hampir 90 95% mereka yang mengalami infeksi awal akan memasuki fase laten
dengan risiko terjadi reaktivasi seumur hidup mereka. Pemberian kemoterapi
preventif yang sempurna dapat mengurangi risiko terjadinya TBC klinis seumur
hidup sebesar 95% dan kemoterapi preventif ini sangat efektif pada penderita
HIV/AIDS. Akibat serius TBC awal sering terjadi pada bayi, dewasa muda, dan
pada orang dengan kelainan imunitas.6
Data yang berkaitan dengan penyakit TBC adalah : 1) data penemuan kasus
TBC baik kasus lama dan baru didasarkan pada pendekatan epidemiologi,
dipisahkan menurut orang(golongan umur, jenis kelamin), waktu(mingguan,
bulanan, tahunan) dan tempat(kelurahan); 2). Data penemuan kasus dengan BTA
(+); 3) data kematian karena kasus TBC (menurut umur dan jenis kelamin); dan 4)
resiko penularan tiap tahun. Sampai dengan tahun 2005 diharapkan angka
kesembuhan minimal 85% dari kasus baru yang ditemukan (70%).6
TBC merupakan penyakit menular, sehingga berpotensi terhadap kejadian
wabah. Faktor-faktor penyebab penularannya adalah: 1) pertumbuhan penduduk
yang tidak memiliki pola tertentu; 2) urbanisasi yang tidak terkontrol dan
terencana; 3) kehidupan penduduk yang berdesakan, 4) pola hidup masyarakat
tidak sehat; 5) status gizi masyarakat buruk; dan 6) imunisasi tidak merata.6
Apabila pengetahuan masyarakat khususnya penderita TBC dapat
diluruskan, maka diharapkan perilaku penderita akan berubah menjadi perilaku
sehat. Diharapkan peningkatan prevalensi dan mortalitas penyakit dapat ditekan

dengan tindakan perawatan dan pencegahan penularan penyakit TBC. Proses


peningkatan pengetahuan dan perubahan perilaku penderita TBC dapat dilakukan
melalui pendekatan antara kader kesehatan dengan anggota keluarga penderita
TBC atau masyarakat. Oleh karena itu kader kesehatan dapat dianggap sebagai
perantara utama dalam perawatan TBC agar tidak menyebar ke masyarakat luas.6
Penerapan dan pelaksanaan strategi DOTS oleh pemerintah melalui
Puskesmas di seluruh Indonesia dan beberapa lembaga non pemerintah lainnya
kiranya perlu dibarengi peran masyarakat yang aktif dan berkesinambungan
sebagai Kader TB sehingga diharapkan Indonesia Bebas TB dapat dicapai.
Menjadi Kader TB, paling tidak harus sebagai berikut :7
1. Rasa kepedulian dan ingin berbagi merupakan modal utama bagi
masyarakat yang menjadi Kader TB. Selanjutnya ditumbuhkan sikap mau
belajar, bekerjasama, berkomunikasi dan mau berkorban sebagai modal
tambahan.
2. Kader TB harus memiliki pengetahuan yang benar tentang penyakit TB dan
menghilangkan stigma negatif yang dipahami selama ini tentang penyakit
TB. Informasi yang benar tentang penyakit TB dapat diketahui dengan
menanyakan ke petugas Puskesmas dan RS terdekat atau lembaga non
pemerintah yang melaksanakan program DOTS seperti Layanan Kesehatan
Cuma-Cuma (LKC). Kader TB dapat pula mengikuti pelatihan tentang TB
untuk kader yang sering diselenggarakan oleh pemerintah atau lembaga non
pemerintah.
3. Kader TB harus mengetahui gejala-gejala pasien yang dicurigai atau suspek
TB pada orang dewasa, yaitu gejala utama berupa batuk berdahak secara

terus-menerus selama 2 minggu atau lebih dan biasanya disertai gejala


tambahan berupa batuk bercampur darah, sesak nafas, keringat malam,
nafsu makan berkurang dan berat badan turun. Apabila dijumpai disekitar
lingkungannya ada yang memiliki gejala-gejala seperti itu, maka harus
dianjurkan (bahkan dapat diantarkan langsung) untuk segera memeriksakan
diri ke Puskesmas / RS terdekat atau LKC Bekasi untuk dilakukan
pemeriksaan dahak dalam memastikan menderita penyakit TB atau tidak.
Setelah mendapatkan pengetahuan tentang TB, maka Kader TB sebagai
wujud berbagi sehat sering melakukan beberapa kegiatan sebagai berikut :7
1.

Kader TB dapat berbagi informasi melalui penyuluhan perorangan


atau berkelompok (seperti dalam arisan dan pengajian rutin) tentang
penyakit TB dalam lingkungannya, sehingga akan terbangun pengetahuan
dan pemahaman yang benar diiringi kewaspadaan dan kepedulian terhadap
pasien suspek TB dan pasien TB yang sedang berobat yang ada di
lingkungan sekitarnya.

2. Apabila pasien suspek TB tersebut didiagnosa sebagai pasien TB, maka


masyarakat dapat menjadi PMO (Pengawas Menelan Obat). Sebagai PMO
TB, masyarakat akan mendapatkan pelatihan dan bekerjasama dengan
petugas kesehatan yang mengobati pasien TB. Tugas dari PMO pasien TB
adalah memastikan bahwa pasien TB menelan obatnya sesuai dengan aturan
sejak awal pengobatan sampai sembuh,mendampingi serta memberikan
dukungan moral kepada pasien agar menjalani pengobatan secara lengkap
dan teratur serta memberikan penyuluhan tentang TB kepada keluarga
pasien atau orang yang tinggal serumah.7
8

Masalah lain TB sebagai penyakit menular yang disebabkan olehkuman


mycobacterium tuberculosisini ternyata di masyarakat masih dipahami dengan
pemahaman yang tidak benar atau adanya stigma negatif sepeti dikatakan bahwa
penyakit TB disebabkan oleh guna-guna atau kutukan dan merupakan penyakit
keturunan.7
Stigma negatif tersebut membuat pelaksanaan program pemberantasan TB
yang dilaksanakan oleh pemerintah dan lembaga non pemerintah mengalami
hambatan, seperti pasien dikucilkan atau diasingkan. Padahal, pasien TB (dewasa
dan hasil pemeriksaan dahaknya positif ada kuman TB) yang tidak diobati akan
dapat menularkan kepada 10-15 orang yang ada di sekitarnya setiap tahun.
Sehingga sangat diperlukan sekali peran serta masyarakat yang aktif dan
berkesinambungan, bersama-sama dengan pemerintah dan lembaga non
pemerintah dalam berantas TB di Indonesia.7
Penyakit TB dapat menyerang siapa saja, terutama menyerang kelompok
usia kerja produktif (15 s/d 50 tahun) sehingga merugikan secara ekonomi.
Apabila ada pasien TB, maka akan disertai kehilangan 3-4 bulan waktu
bekerjanya dalam setahun. Sebuah keluarga akan kehilangan rata-rata
penghasilannya selama 15 tahun akibar kematian karena TB.7
Dengan adanya Kader TB diharapkan stigma negatif tentang TB
dimasyarakat berkurang atau bahkan hilang, pasien TB dapatmemeriksakan diri
dan mendapatkan pengobatan sesuai standar nasional serta mengalami
kesembuhan. Terjadilah pemutusan rantai penularan TB di keluarga dan

masyarakat, sehingga terbangunlah lingkungan yang sehat dan menunjang


terwujudnya Indonesia yang sehatpula.7
2.2 Tinjauan Umum Tentang Tuberkulosis
2.2.1 Definisi Tuberkulosis
Tuberkulosis adalah penyakit menular yang disebabkan oleh bakteri
Mycobacterium tuberculosis, yang paling umum mempengaruhi paru-paru. Hal ini
ditularkan dari orang ke orang melalui droplet dari tenggorokan dan paru-paru
orang dengan penyakit pernapasan aktif.8
2.2.2

Cara Penularan
Lingkungan hidup yang sangat padat dan pemukiman di wilayah perkotaan

kemungkinan besar telah mempermudah proses penularan dan berperan sekali atas
peningkatan jumlah kasus TB. Proses terjadinya infeksi oleh Mycobacterium
tuberculosis biasanya secara inhalasi, sehingga TB paru merupakan manifestasi
klinis yang paling sering dibanding organ lainnya. Penularan penyakit ini sebagian
besar, melalui inhalasi basil yang mengandung droplet nuclei, khususnya yang
didapat dari pasien TB paru dengan batuk berdarah atau berdahak yang
mengandung basil tahan asam (BTA). Sudah dibuktikan bahwa lingkungan social
ekonomi yang baik, pengobatan teratur dan pengawasan minum obat ketat
berhasil mengurangi angka morbiditas dan mortalitas di Amerika selama tahun
1950-1960.8
Penyebab tuberkulosis adalah Mycobacterium tuberculosis, sejenis kuman
berbentuk batang dengan ukuran panjang 1-4/um dan tebal 0,3-0,6/um. Yang
tergolong dalam kuman Mycobacterium tuberculosae complexadalah : 1.)
Mycobacterium tuberculosae, 2.) Varian Asian, 3.) Varian African I, 4.) Varian
10

African II, 5.) M. bovis. Pembagian tersebut berdasarkan perbedaan secara


epidemiologi.8
Sebagian besar dinding kuman terdiri atas asam lemak (lipid), kemudian
peptidoglikan dan arabinomannan. Lipid inilah yang membuat kuman lebih tahan
terhadap asam (asam alkohol) sehingga disebut bakteri tahan asam (BTA) dan ia
juga lebih tahan terhadap gangguan kimia dan fisis. Kuman dapat tahan hidup
pada udara kering maupun dalam keadaan dingin (dapat tahan bertahun-tahun
dalam lemari es).Hal ini terjadi karena kuman berada dalam sifat dormant. Dari
sifat dormant ini kuman dapat bangkit kembali dan menjadikan penyakit
tuberculosis menjadi aktif lagi.8
Di dalam jaringan, kuman hidup sebagai parasit intraseluller yakni dalam
sitoplasma makrofag.Makrofag yang semula memfagositasi malah kemudian
disenanginya karena banyak mengandung lipid.8
Sifat lain kuman ini adalah aerob. Sifat ini menunjukkan bahwa kuman
lebih menyenangi jaringan yang tinggi kandungan oksigennya.Dalam hal ini
tekanan oksigen pada bagian apikal paru-paru lebih tinggi dari bagian lain,
sehingga bagian apikal ini merupakan tempat predileksi penyakit tuberculosis.8
2.2.3

Gejala dan Diagnosis


Gejala akibat TB paru adalah batuk produktif yang berkepanjangan (lebih

dari 3 minggu), nyeri dada, dan hemoptisis.Gejala sistemik termasuk demam,


mengigil, keringat malam, kelemahan, hilangnya nafsu makan, dan penurunan
berat badan.Seseorang yang dicurigai menderita TB harus dianjurkan untuk
menjalani pemeriksaan fisik, tes tuberkulin mantaoux, foto toraks, dan

11

pemeriksaan bakteriologi atau histologi.Tes tuberkulin harus dilakukan pada


semua orang yang dicurigai menderita TB klinis aktif, palsu, khususnya pada
seseorang dengan imunosupresif (misal, TB dengan infeksi HIV.Seseorang yang
diperkirakan memiliki gejala TB, khususnya batuk produktif yang lama dan
hemoptisis, harus menjalani foto toraks, walaupun reaksi terhadap tes tuberkulin
intradermalnya negatif.8
Berdasarkan CDC, kasus TB diperkuat dengan kultur bakteriologi
organisme Mycobacterium tuberculosis yang positif. Sangat penting untuk
menanyakan orang yang diduga terkena TB tentang riwayat terpajan dan infeksi
TB sebelumnya. Harus dipertimbangkan juga faktor-faktor demografi (misal
Negara asal, usia, kelompok etnis atau ras) dan kondisi kesehatan (misalnya
infeksi HIV) yang mungkin meningkatkan risiko seseorang untuk terpajan TB.8

Diagnosis (Pemeriksaan Laboratorium)8


1.

Pemeriksaan

Mikroskopis.

Basil

tahan

asam

akan

memberikan warna merah pada pewarnaan Neelsen atau Kinyoun Gabbet


2.

dan ditemukan basil tahan asam dalam dahak penderita.


Homogenisasi atau konsentrasi. Cara lain yang bisa dipakai
untuk lebih berkonsentrasi basil tuberculosis ialah dengan dekontaminasi
sputum.

2.2.4 Klasifikasi

12

Sampai sekarang belum ada kesepakatan di antara para klinikus, ahli


radiologi, ahli patologi, mikrobiologi dan ahli kesehatan masyarakat tentang
keseragaman klasifikasi tuberculosis.9
Dari sistem lama diketahui beberapa klasifikasi seperti:9
1. Tuberculosis primer (Tuberculosis Anak)
2. Tuberculosis post primer (Tuberculosis Dewasa)
3. Tuberculosis paru aktif, non aktif dan quiescent.
4. Tuberculosis minimal, terdapat sebagian kecil infiltrat non kavitas pada satu
paru maupun kedua paru, tetapi jumlahnya tidak melebihi satu lobus.
5. Tuberkulosis tipe menengah, kavitas dengan diameter tidak lebih dari 4 cm.
Jumlah infiltrat bayangan halus tidak lebih dari satu bagian paru.Bila
bayangannya kasar tidak lebih dari sepertiga bagian satu paru.
6. Tuberculosis tipe berat, terdapat infiltrat dan kavitas yang melebihi keadaan
pada tuberculosis tipe sedang.
Klasifikasi diatas dititik beratkan pada bidang patologi, mikrobiologi dan
radiologi. Pada tahun 1974 American Thoracic Society memberikan klasifikasi
baru yang diambil dari klasifikasi kesehatan masyarakat.9
1. Kategori O : tidak pernah terpapar, dan tidak terinfeksi. Riwayat kontak negatif,
test tuberkulin negatif.
13

2. Kategori I : terpapar tuberculosis, tetapi tidak terbukti terinfeksi. Riwayat


kontak positif, test tuberkulin negatif.
3. Kategori II : terinfeksi tuberculosis, tapi tidak sakit. Test tuberkulin positif,
radiologis dan sputum negatif.
4. Kategori III : terinfeksi tuberculosis dan sakit.
Di Indonesia klasifikasi yang banyak dipakai adalah:9
1. Tuberculosis paru
2. Bekas tuberculosis paru
3. Tuberculosis paru tersangka, yang terbagi dalam:
a. Tuberculosis paru tersangka yang diobati. Disini sputum BTA negatif, tapi
tanda-tanda lain positif.
b. Tuberculosis paru tersangka tersangka yang tidak diobati. Disini sputum BTA
negatif dan tanda-tanda lain juga meragukan.
2.2.5 Pengobatan TB Paru
Pengobatan TBC Kriteria I (Tidak pernah terinfeksi, ada riwayat kontak,
tidak menderita TBC) dan II (Terinfeksi TBC/test tuberkulin (+), tetapi tidak
menderita TBC (gejala TBC tidak ada, radiologi tidak mendukung dan

14

bakteriologi negatif) memerlukan pencegahan dengan pemberian INH 510


mg/kgbb/hari.8
1.

Pencegahan (profilaksis) primer


Anak yang kontak erat dengan

penderita

TBC

BTA

(+).

INH minimal 3 bulan walaupun uji tuberkulin (-).Terapi profilaksis dihentikan


bila hasil uji tuberkulin ulang menjadi (-) atau sumber penularan TB aktif sudah
tidak ada.
2.

Pencegahan (profilaksis) sekunder


Anak dengan infeksi TBC yaitu uji tuberkulin (+) tetapi tidak ada gejala

sakit TBC. Profilaksis diberikan selama 6-9 bulan.


Obat yang digunakan untuk TBC digolongkan atas dua kelompok yaitu :8
1.

Obat primer : INH (isoniazid), Rifampisin, Etambutol, Streptomisin,


Pirazinamid. Memperlihatkan efektifitas yang tinggi dengan toksisitas yang masih
dapat ditolerir, sebagian besar penderita dapat disembuhkan dengan obat-obat ini.

2.

Obat sekunder : Exionamid, Paraaminosalisilat, Sikloserin, Amikasin,


Kapreomisin dan Kanamisin.
Pengobatan TBC pada orang dewasa8
1. Kategori1:HRZE/4H3
Selama 2 bulan minum obat INH, rifampisin, pirazinamid, dan etambutol
setiap hari (tahap intensif), dan 4 bulan selanjutnya minum obat INH dan
rifampisin tiga kali dalam seminggu (tahapan lanjutan). Diberikan kepada:
2. Penderita baru TBC paru BTA positif.
3. Penderita TBC ekstra paru (TBC di luar paru-paru) berat.
3. Kategori2:HRZE/5H3R3E3
Diberikan kepada:8
1. Penderita kambuh.
2. Penderita gagal terapi.
3. Penderita dengan pengobatan setelah lalai minum obat.
15

4.

Kategori3:2HRZ/4H3R3

Diberikan kepada:9
1. Penderita BTA (+) dan rontgen paru mendukung aktif.
Pengobatan TBC pada anak
Adapun dosis untuk pengobatan TBC jangka pendek selama 6 atau 9 bulan, yaitu:
2. 2HR/7H2R2 : INH+Rifampisin setiap hari selama 2 bulan pertama, kemudian
INH +Rifampisin setiap hari atau 2 kali seminggu selama 7 bulan (ditambahkan
Etambutol bila diduga ada resistensi terhadap INH).
3. 2HRZ/4H2R2 : INH+Rifampisin+Pirazinamid: setiap hari selama 2 bulan
pertama, kemudian INH+Rifampisin setiap hari atau 2 kali seminggu selama 4
bulan (ditambahkan Etambutol bila diduga ada resistensi terhadap INH).
Pengobatan TBC pada anak-anak jika INH dan rifampisin diberikan bersamaan,
dosis maksimal perhari INH 10 mg/kgbb dan rifampisin 15 mg/kgbb.
Dosis anak INH dan rifampisin yang diberikan untuk kasus:9
TB tidak berat
INH

: 5 mg/kgbb/hari

Rifampisin

: 10 mg/kgbb/hari

TB berat (milier dan meningitis TBC)


INH

: 10 mg/kgbb/hari

Rifampisin

: 15 mg/kgbb/hari
: 1-2 mg/kgbb/hari (maks.

Dosis prednison
60 mg)

2.3 Tinjauan Umum Tentang Pengetahuan


Pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi setelah orang
melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu.Penginderaan terjadi

16

melalui pancaindera manusia, yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman,


rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan
telinga.10
Pengetahuan yang tercakup dalam domain kognitif mempunyai 6 tingkatan
yaitu :10
1. Tahu
Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari
sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkatan ini adalah mengingat
kembali sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan
yang telah diterima.
2. Memahami
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara
benar tentang objek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi tersebut
secara benar.
3. Aplikasi
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang
telah dipelajari pada situasi atau kondisi sebenarnya.
4. Analisis
Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu
objek ke dalam komponen-komponen tetapi masih di dalam struktur organisasi
dan masih ada kaitannnya satu sama lain.
5. Sintesis

17

Sintesis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau


menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru.
6. Evaluasi
Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau
penilaian terhadap suatu materi atau objek.
Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan menurut Notoatmodjo
(2007) yaitu :10
1. Sosial ekonomi
Lingkungan sosial akan mendukung tingginya pengetahuan seseorang,
sedang ekonomi dikaitkan dengan pendidikan, ekonomi baik tingkat pendidikan
akan tinggi sehingga tingkat pengetahuan juga akan tinggi.
2. Kultur (budaya, agama)
Budaya sangat berpengaruh terhadap tingkat pengetahuan seseorang, karena
informasi yang baru akan disaring sesuai tidak dengan budaya yang ada dan
agama yang dianut.
3. Pendidikan
Semakin tinggi pendidikan maka ia akan mudah menerima hal-hal baru dan
mudah menyesuaikan dengan hal baru tersebut.
4. Pengalaman
Berkaitan dengan umur dan pendidikan individu, bahwa pendidikan yang
tinggi maka pengalaman akan luas, sedangkan semakin tua umur seseorang maka
pengalaman akan semakin banyak.
2.4 Tinjauan Umum Tentang Sikap
2.4.1 Pengertian sikap
Sikap sebagai produk dari proses sosialisasi dimana seseorang bereaksi
dengan rangsangan yang diterimanya. Respon timbul apabila individu dihadapkan
pada suatu stimulus yang menghendaki respon individual. Respon yang

18

dinyatakan sebagai sikap didasari oleh proses evaluasi dari dalam diri individu,
yang memberikan kesimpulan nilai terhadap stimulus dalam bentuk baik atau
buruk, positif atau negatif, menyenangkan atau tidak menyenangkan, suka atau
tidak suka yang kemudian mengkristal sebagai potensi reaksi terhadap obyek
sikap. Ekspresi sikap individu tergantung pada berbagai kondisi dan situasi yang
betul-betul bebas dari berbagai bentuk tekanan atau hambatan yang dapat
mengganggu ekspresi sikapnya maka dapat diharapkan bahwa bentuk-bentuk
perilaku yang ditampakkan merupakan ekspresi sikap sebenarnya.10
Sikap terdiri dari 3 komponen yaitu:10
a)

Kognitif, berhubungan dengan kepercayaan, ide dan konsep. Komponen


kognisi berisi persepsi, kepercayaan dan stereotip yang dimiliki seseorang
tentang sesuatu.

b)

Afektif, berhubungan dengan kehidupan emosional seseorang. Secara umum


komponen ini disamakan denagn perasaan yang dimiliki seseorang terhadap
sesuatu. Namun perasaan pribadi sangat berbeda perwujudannya bila
dikaitkan dengan sikap.

c)

Konatif,berhubungan dengan kecenderungan tingkah laku seseorang


berkaitan dengan sikap yang dihadapi. Asumsi dasar adalah bahwa
kepercayaan dan perasaan mempengaruhi perilaku. Artinya orang akan
berperilaku dalam situasi tertentu dan terhadap stimulus tersebut.
Kecenderungan berperilaku konsisten selaras denag kepercayaan dan
perasaan ini membentuk sikap individual, karena itu logis bahwa sikap
seseorang dicerminkan dalam bentuk perilaku dalam obyek.

19

2.4.2 Faktor yang mempengaruhi perubahan sikap


Dalam perkembangannya sikap dipengaruhi oleh lingkungan, individu yang
satu dengan yang lain. Sikap tidak akan terbentuk interaksi manusia terhadap
obyek tertentu atau suatu obyek.10
Beberapa faktor yang mempengaruhi sikap:10
a)

Faktor internal, yaitu faktor yang terdapat dalam kepribadian manusia.


Faktor ini berupa selektifitas atau daya pilih seseorang untuk menerima dan
mengolah perubahan-perubahan yang datang dari luar.

b)

Faktor eksternal, yaitu faktor yang terdapat di luar pribadi manusia. Faktor
ini berupa interaksi sosial di luar kelompok.

Sikap memiliki tingkatan berdasarkan intensitasnya, yaitu :10


1. Menerima diartikan bahwa orang (subjek) mau dan memperhatikan stimulus
yang diberikan oleh objek.
2. Menanggapi diartikan memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan
dan menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap.
3. Menghargai diartikan mengajak orang lain untuk mengerjakan atau
mendiskusikan sesuatu masalah adalah suatu indikasi sikap tingkat tiga
(kecenderungan untuk bertindak).
4. Bertanggung jawab diartikan sikap yang paling tinggi tingkatannya adalah
2.5

bertanggung jawab terhadap apa yang telah diyakini.


Tinjauan Umum Tentang Insentif
Insentif

merupakan

kompensasi

yang

mengaitkan

gaji

dengan

produktivitas.Insentif yang diberikan kepada seseorang dalam bentuk uang karena


dapat bekerja melampaui standar yang telah ditentukan.11
a.

Tujuan pemberian insentif

20

Fungsi utama dari insentif adalah untuk memberikan tanggung jawab dan
dorongan kepada seseorang. Insentif menjamin bahwa karyawan akan
mengarahkan usahanya untuk mencapai suatu tujuan.11
Dengan adanya pemberian insentif karyawan akan mendapat keuntungan
sebagai berikut :11
1)
2)

Standar prestasi dapat diukur secara kuantitatif


Standar prestasi di atas dapat digunakan sebagai dasar pemberian balas jasa
yang diukur dalam bentuk uang
3) Seseorang harus lebih giat agar dapat menerima uang lebih besar

b. Jenis insentif
Menurut Manullang (1981), tipe insentif ada dua yaitu :11
1. Finansial insentif
Merupakan dorongan yang bersifat keuangan yang bukan saja meliputi gaji
utama.Tetapi juga termasuk gaji tambahan yang diperoleh dari hasil kerjanya.
2. Nonfinansial insentif
Merupakan keadaan pekerjaan yang memuaskan meliputi tempat kerja, jam
kerja, tugas dan rekan kerja.
2.6 Tinjauan Umum Tentang Penyuluhan Kesehatan
2.6.1 Pengertian
Penyuluhan kesehatan adalah penambahan pengetahuan dan kemampuan
seseorang melalui tehnik praktek belajar atau instruksi dengan tujuan mengubah
atau mempengaruhi perilaku manusia secara individu, kelompok maupun
masyarakat untuk dapat lebih mandiri dalam mencapai tujuan hidup sehat.12
Penyuluhan kesehatan adalah gabungan berbagai kegiatan dan kesempatan
yang berlandaskan prinsip-prinsip belajar untuk mencapai suatu keadaan, dimana
individu, keluarga, kelompok atau masyarakat secara keseluruhan ingin hidup

21

sehat, tahu bagaimana caranya dan melakukan apa yang bisa dilakukan, secara
perseorangan maupun secara kelompok dengan meminta pertolongan.12
2.6.2

Sasaran
Sasaran penyuluhan kesehatan mencakup individu, keluarga, kelompok

dan masyarakat. Penyuluhan kesehatan pada individu dapat dilakukan di rumah


sakit,

klinik,

puskesmas,

posyandu,

keluarga

binaan

dan

masyarakat

binaan.Penyuluhan kesehatan pada keluarga diutamakan pada keluarga resiko


tinggi, seperti keluarga yang menderita penyakit menular, keluarga dengan sosial
ekonomi rendah, keluarga dengan keadaan gizi yang buruk, keluarga dengan
sanitasi lingkungan yang buruk dan sebagainya.12
Penyuluhan kesehatan pada sasaran kelompok dapat dilakukan pada
kelompok ibu hamil, kelompok ibu yang mempunyai anak balita, kelompok
masyarakat yang rawan terhadap masalah kesehatan seperti kelompok lansia,
kelompok yang ada di berbagai institusi pelayanan kesehatan seperti anak sekolah,
pekerja dalam perusahaan dan lain-lain. Penyuluhan kesehatan pada sasaran
masyarakat dapat dilakukan pada masyarakat binaan puskesmas, masyarakat
nelayan, masyarakat pedesaan, masyarakat yang terkena wabah dan lain-lain.12
2.6.3

Materi/pesan
Materi atau pesan yang disampaikan kepada sasaran hendaknya

disesuaikan dengan kebutuhan kesehatan dari individu, keluarga, kelompok dan


masyarakat, sehingga materi yang disampaikan dapat dirasakan langsung
manfaatnya.Materi yang disampaikan sebaiknya menggunakan bahasa yang
mudah dimengerti, tidak terlalu sulit untuk dimengerti oleh sasaran, dalam

22

penyampaian materi sebaiknya menggunakan metode dan media untuk


mempermudah pemahaman dan untuk menarik perhatian sasaran.12
2.6.4

Metode
Menurut metode penyuluhan merupakan salah satu faktor yang

mempengaruhi tercapainya suatu hasil penyuluhan secara optimal. Metode yang


dikemukakan antara lain :12
1.

Metode penyuluhan perorangan


Dalam penyuluhan kesehatan metode ini digunakan untuk membina

perilaku baru atau seseorang yang telah mulai tertarik pada suatu perubahan
perilaku atau inovasi.Dasar digunakan pendekatan individual ini karena setiap
orang mempunyai masalah atau alasan yang berbeda-beda sehubungan dengan
penerimaan atau perilaku baru tersebut. Bentuk dari pendekatan ini antara lain :12
a.

Bimbingan dan penyuluhan


Dengan cara ini kontak antara klien dengan petugas lebih intensif. Setiap

masalah yang dihadapi oleh klien dapat dikoreksi dan dibantu penyelesaiannya.
Akhirnya klien akan dengan sukarela, berdasarkan kesadaran dan penuh
pengertian akan menerima perilaku tersebut.
b.

Wawancara
Cara ini sebenarnya merupakan bagian dari bimbingan dan penyuluhan.

Wawancara antara petugas kesehatan dengan klien untuk menggali informasi


mengapa ia tidak atau belum menerima perubahan, ia tertarik atau belum
menerima perubahan, untuk mempengaruhi apakah perilaku yang sudah atau akan

23

diadopsi itu mempunyai dasar pengertian dan kesadaran yang kuat, apabila belum
maka perlu penyuluhan yang lebih mendalam lagi.

2.

Metode penyuluhan kelompok


Dalam memilih metode penyuluhan kelompok harus mengingat besarnya

kelompok sasaran serta tingkat pendidikan formal pada sasaran. Untuk kelompok
yang besar, metodenya akan berbeda dengan kelompok kecil. Efektifitas suatu
metode akan tergantung pula pada besarnya sasaran penyuluhan. Metode ini
mencakup kelompok besar, yaitu apabila peserta penyuluhan lebih dari 15 orang.
Metode yang baik untuk kelompok ini adalah ceramah dan seminar.12
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam menggunakan metode ceramah
adalah :12
a.

Persiapan
Ceramah yang berhasil apabila penceramah itu sendiri menguasai materi

apa yang akan diceramahkan, untuk itu penceramah harus mempersiapkan diri.
Mempelajari materi dengan sistematika yang baik. Lebih baik lagi kalau disusun
dalam diagram atau skema dan mempersiapkan alat-alat bantu pengajaran.
b.

Pelaksanaan
Kunci keberhasilan pelaksanaan ceramah adalah apabila penceramah dapat

menguasai sasaran Untuk dapat menguasai sasaran penceramah dapat


menunjukkan sikap dan penampilan yang meyakinkan.Tidak boleh bersikap raguragu dan gelisah.Suara hendaknya cukup keras dan jelas.Pandangan harus tertuju

24

ke seluruh peserta. Berdiri di depan /dipertengahan, seyogianya tidak duduk dan


menggunakan alat bantu lihat semaksimal mungkin.
2)

Seminar
Metode ini hanya cocok untuk sasaran kelompok besar deng pendidikan

menengah ke atas. Seminar adalah suatu penyajian dari seseorang ahli atau
beberapa orang ahli tentang suatu topik yang dianggap penting dan dianggap
hangat di masyarakat. Kelompok kecil, yaitu apabila peserta penyuluhan kurang
dari 15 orang. Metode yang cocok untuk kelompok ini adalah diskusi kelompok,
curah pendapat, bola salju, memainkan peranan, permainan simulasi.
2.6.5

Metode penyuluhan massa


Dalam metode ini penyampaian informasi ditujukan kepada masyarakat

yang sifatnya massa. Oleh karena sasaran bersifat umum dalam arti tidak
membedakan golongan umur, jenis kelamin, pekerjaan, status ekonomi, tingkat
pendidikan dan sebagainya, maka pesan kesehatan yang akan disampaikan
harusdirancang sedemikian rupa sehingga dapat ditangkap oleh massa tersebut.
Pada umumnya bentuk pendekatan masa ini tidak langsung, biasanya
menggunakan media massa. Beberapa contoh dari metode ini adalah ceramah
umum, pidato melalui media massa, simulasi, dialog antara pasien dan petugas
kesehatan, sinetron, tulisan dimajalah atau koran, spanduk, poster dan
sebagainya.12
2.6.6

Media Penyuluhan
Media penyuluhan adalah semua sarana atau upaya untuk menampilkan

pesan informasi yang ingin disampaikan oleh komunikator sehingga sasaran dapat

25

meningkat pengetahuannya yang akhirnya diharapkan dapat berubah perilakunya


ke arah positif terhadap kesehatan.12
Penyuluhan kesehatan tak dapat lepas dari media karena melalui media,
pesan yang disampaikan dapat lebih menarik dan dipahami, sehingga sasaran
dapat mempelajari pesan tersebut sehingga sampai memutuskan untuk
mengadopsinya ke perilaku yang positif.12
Tujuan atau alasan mengapa media sangat diperlukan di dalam
pelaksanaan penyuluhan kesehatan antara lain adalah :12
a. Media dapat mempermudah penyampaian informasi.
b. Media dapat menghindari kesalahan persepsi.
c. Media dapat memperjelas informasi.
d. Media dapat mempermudah pengertian.
e. Media dapat mengurangi komunikasi verbalistik.
f. Media dapat menampilkan objek yang tidak dapat ditangkap dengan mata.
g. Media dapat memperlancar komunikasi.
Berdasarkan fungsinya sebagai penyaluran pesan kesehatan, media ini dibagi
menjadi 3 yakni :12
a.

Media cetak
Media ini mengutamakan pesan-pesan visual, biasanya terdiri dari

gambaran sejumlah kata, gambar atau foto dalam tata warna. Yang termasuk
dalam media ini adalah brosur,surat edaran,selebaran,lembar balik,tulisan pada
surat kabar atau majalah, poster, foto yang mengungkapkan informasi kesehatan.
Ada beberapa kelebihan media cetak antara lain tahan lama, mencakup banyak

26

orang, biaya rendah, dapat dibawa kemana-mana, tidak perlu listrik,


mempermudah pemahaman dan dapat meningkatkan gairah belajar. Media
cetakmemiliki kelemahan yaitu tidak dapat menstimulir efek gerak dan efek suara
dan mudah terlipat.
b.

Media elektronik
Media ini merupakan media yang bergerak dan dinamis, dapat dilihat dan

didengardan penyampaiannya melalui alat bantu elektronika. Yang termasuk


dalam media ini adalah televisi, radio, video film, kaset, CD, VCD. Seperti halnya
media cetak, media elektronik ini memiliki kelebihan antara lain lebih mudah
dipahami, lebih menarik, sudah dikenal masyarakat, bertatap muka, mengikut
sertakan seluruh panca indera, penyajiannya dapat dikendalikan dan diulang-ulang
serta jangkauannya lebih besar. Kelemahan dari media ini adalah biayanya lebih
tinggi, sedikit rumit, perlu listrik dan alat canggih untuk produksinya, perlu
persiapan matang, peralatan selalu berkembang dan berubah, perlu keterampilan
penyimpanan dan keterampilan untuk mengoperasikannya.
c.

Media luar ruang


Media menyampaikan pesannya di luar ruang, bisa melalui media cetak

maupun elektronik misalnya papan reklame, spanduk, pamerandan televisi layar


lebar.Kelebihan dari media ini adalah lebih mudah dipahami, lebih menarik,
sebagai informasi umum dan hiburan, bertatap muka, mengikut sertakan seluruh
panca

indera,

penyajian

dapat

dikendalikan

dan

jangkauannya

relatif

besar.Kelemahan dari media ini adalah biaya lebih tinggi, sedikit rumit, perlu alat
canggih untuk produksinya, persiapan matang, peralatan selalu berkembang dan

27

berubah,

memerlukan

keterampilan

penyimpanan

dan

keterampilan

untukmengoperasikannya. Media penyuluhan kesehatan yang baik adalah media


yang mampu memberikan informasi atau pesan-pesan kesehatan yang sesuai
dengan tingkat penerimaan sasaran, sehingga sasaran mau dan mampu untuk
mengubah perilaku sesuai dengan pesan yang disampaikan.
2.7 Tinjauan Umum Tentang Kunjungan Rumah
Kunjungan rumah dilakukan oleh kader bertujuan untuk menanyakan
keadaan pasien.Kader juga harus memberikan motivasi minum obat pada pasien
serta mengingatkan jadwal pengambilan obat dan waktu ulang pemeriksaan
dahak. Kader juga bertugas untuk memberitahukan kepada keluarga cara
pencegahan penularan TB dan mendiskusikan kendala atau masalah apa yang
dihadapi pasien dan keluarganya selama ini. 13
2.8

Kerangka Teori
Kader adalah seorang yang karena kecakapannya atau kemampuannya

diangkat, dipilih, atau ditunjuk untuk mengambil peran dalam kegiatan dan
pembinaan posyandu dan telah mendapat pelatihan kesehatan. Para kader itu
seyogyanya

memiliki latar belakang pendidikan yang cukup sehingga

memungkinkan mereka untuk membaca, menulis, dan menghitung secara


sederhana.6
Pada hakekatnya pelayanan kesehatan dipolakan mengikut sertakan
masyarakat dalam meningkatkan efisiensi pelayanan adalah atas dasar terbatasnya
daya dan dana didalam operasional pelayanan kesehatan masyarakat.6

28

Kader bukan merupakan tenaga profesional melainkan hanyamembantu


dalam pelayanan kesehatan sehingga kegiatan kader akan ditentukan. Pembatasan
tugas yang diberikan, baik menyangkut jumlah maupun jenis pelayanan.6
Adapun kegiatan kader ini dipengaruhi oleh faktor-faktor internal yaitu
pengetahuan dan sikap kader sedankan dari faktor eksternal dapat dilihat dari
insentif yang didapatkan, penyuluhan kepada pasien Tb dan kunjungan rumah.
Faktor-faktor ini merupakan atribusi yang mempengaruhi keberhasilan kader
dalam menemukan pasien suspek dan BTA (+) diwilayah kerjanya.6

Kader TB

Faktor eksternal

Insentif

Jenis
intensif
Tujuan
insentif

Penyuluhan
Sasaran

Faktor internal

Kunjungan

Pengetahuan

Sikap kader

rumah

kader TB

TB

6 tingkatan pengetahuan

Metode
Media

Faktor
mempengaruhi
pengetahuan

29

2.9 Kerangka Konsep


Dependent
Faktor yang

Independent
Pengetahuan Kader TB

mempengaruhi
kader TB

Sikap Kader TB

menemukan

terhadap pasien suspek

suspek dan BTA

Insentif yang diterima

(+)
Penyuluhan

Kunjungan rumah

Keterangan :

: Variabel independent

: Variabel yang tidak diteliti

: Variabel dependent

30

2.10
Definisi operasional dan kriteria objektif
1. Pengetahuan
Pengetahuan adalah pemahaman kader tentang kriteria pasien suspek dan
BTA (+) terkait dengan bahaya tuberculosis.
Kriteria Objektif
Sangat baik : jika kader TB menjawab 91-100 %
Baik
: jika kader TB menjawab 71-90 %
Cukup
: jika kader TB menjawab dengan benar 51-70 %
Kurang
: jika kader TB menjawab dengan benar 50%
2. Penyuluhan
Penyuluhan adalah kegiatan kader menyampaikan pengetahuan tentang
TB pada pasien maupun keluarga.
Kriteria objektif
Baik

: jika kader menjawab pertanyaan 50-100%

Kurang

: jika kader menjawab pertanyaan 50%

BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian

31

Penelitian ini menggunakan metode deskriptif dengan pendekatan


cross sectional study.14
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian
1. Lokasi Penelitian
Lokasi Penelitian akan dilakukan di kecamatan Tallo
2. Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari-Maret 2014
3.3 Populasi dan Sampel
1. Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh kader TB Paru yang
dapat menemukan pasien yang suspek dan BTA (+) selama 2012-2013
2. Sampel
Cara pengambilan sampel dengan cara purposive sampling dengan
kriteria kader aktif yang telah terlatih. Kader TB paru yang menemukan
pasien yang suspek dan BTA (+) di kecamatan Tallo.
n
N=
1 + n (d2)
23
=
1 + 23 (0,152)
= 15 orang
Keterangan :
N = besar populasi
n = besar sampel
d = tingkat ketepatan yang diinginkan
3.4 Teknik Pengumpulan data
Pengumpulan data yang dilakukan pada penelitian ini adalah dengan
menggunakan data primer.
1. Data Primer
Data primer adalah data yang diperoleh dari hasil wawancara langsung
terhadap sampel yang terpilih dengan menggunakan kuesioner yang ada.
3.5

Pengolahan dan Penyajian Data


32

Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan program excel. Penyajian


data, yang diolah dan dianalisa, disajikan dalam bentuk tabel dan grafik.

BAB IV
GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4.1 Gambaran Umum Keadaan Geografis dan Topografi

33

Gamba
r 4.1 Peta Wilayah Kecamatan Tallo

Kecamatan Tallo merupakan salah satu dari 14 kecamatan di Kota


Makassar yang terletak sebelah utara Kota Makassar dengan pusat pemerintahan
berada di kelurahan Ujung pandang baru, yang berbatasan dengan selat Makassar
di sebelah utara, Kecamatan Tamalanrea di sebelah timur, Kecamatan Bontoala
sebelah selatan dan Kecamatan Ujung tanah di sebelah barat. Sebanyak 3
kelurahan di Kecamatan Tallo merupakan daerah pantai dan 12 kelurahan lainya
merupakan daerah bukan pantai dengan topografi ketinggian antara permukaan
laut.Kecamatan Tallo tercatat memiliki luas wilayah sekitar 8,75 km yang terdiri
dari 15 Kelurahan.
4.2

Gambaran Umum Demografi Kecamatan Tallo

34

Registrasi penduduk akhir tahun 2010, jumlah penduduk Kecamatan Tallo


tercatat sebanyak 134.253 jiwa yang terdiri atas 67.554 laki-laki dan 66.709
perempuan, dengan pertumbuhan penduduk 2.00 % setiap tahunnya.
4.3

Keadaan Wilayah Administrasi


Sampai dengan tahun 2010 wilayah Administratif Kecamatan Tallo terdiri

atas 15 kelurahan. Kelurahan Tammua tercatat memiliki wilayah paling luas,


yakni 0,92 km, sedangkan Kelurahan Wala-Walayya memiliki luas wilayah
terkecil dengan luas 0,11 km.
Kecamatan Tallo mempunyai rencana strategis yang berorientasi pada
hasil yang ingin dicapai selama kurun waktu 5 (lima) tahun, dengan mendasarkan
pada isu-isu strategis yang timbul baik issue strategis lingkungan internal maupun
eksternal yang akan menjadi potensi, peluang dan tantangan bagi Kecamatan
Tallo. Rencana Strategis Kecamatan Tallo ini mencakup pernyataan Visi, Misi,
Tujuan, Sasaran, Perencanaan strategis merupakan suatu proses yang berorientasi
pada hasil yang ingin dicapai selama 5 (lima) tahun terakhir ini.
4.4 Visi dan Misi
a. Visi
Berdasarkan tugas pokok dan fungsi Kecamatan Tallo Kota Makassar dalam
mempertimbangkan issue strategis yang ada, maka Visi Kecamatan Tallo 20092014 adalah menjadikan Kecamatan Tallo sebagai wilayah Maritim, Jasa, dan
Budaya yang berorientasi Global dan terbaik dalam pelayanan Publik
b. Misi
Agar visi yang telah dirumuskan dapat secara bertahap diaplikasikan, maka
perumusan misi adalah merupakan suatu hal yang sangat penting untuk
35

mengarahkan operasionalisasi organisasi sehingga tujuan organisasi dapat tercapai


sesuai dengan visi yang telah ditetapkan.
Oleh karena merupakan penentu arah tindakan operasional organisasi, maka
perumusan misi perlu mempertimbangkan tugas pokok dan fungsi organisasi
adapun misi kecamatan Tallo sebagai berikut :
1. Meningkatkan kualitas manusia melalui pemerataan pelayanan pendidikan,
peningkatan derajat kesehatan dan kesejahteraan masyarakat
2. Meningkatkan infrastruktur Lingkungan dalam wilayah Kecamatan
3. Meningkatkan pertumbuhnya aktivitas perdagangan barang dan jasa serta
peningkatan ekonomi kerakyatan.
4. Mengembangkan sistem pemerintahan yang baik, bersih dan berwibawa,
melalui peningkatan profesionalisme aparatur.
5. Mendorong terciptanya stabilitas, kenyamanan, dan tertib lingkungan.
4.5 Tujuan Strategi Kecamatan Tallo
Tujuan pada dasarnya merupakan penjabaran atau implementasi dari
pernyataan misi organisasi yang memberikan gambaran tentang sesuatu yang akan
dicapai atau yang ingin dihasilkan dalam jangka waktu 1 (satu) sampai 5 (lima)
tahun. Dengan perumusan tujuan strategis ini maka Kecamatan Tallo Kota
makassar apa yang akan dilaksanakan dalam memenuhi visi dan misinya dalam
jangka waktu satu sampai lima tahun ke depan dengan memperhatikan sumber
daya yang dimilikinya.
Adapun tujuan strategis Kecamatan Tallo adalah sebagai berikut:
1.

Terciptanya kualitas sumber daya Manusia dalam pelayanan pendidikan,


kesehatan, dan kesejahteraan masyarakat.

2.

Tersedianya sarana dan prasarana infrastruktur lingkungan yang memadai

36

3.

Meningkatnya pertumbuhan perdangangan barang dan jasa dalam mendukung


ekonomi masyarakat

4.

Terwujudnya system pemerintahan yang baik yang ditujang dengan SDM


aparatur yang profesional.

5.

Terwujudnya stabilitas keamanan dan ketertiban serta ketaatan masyarakat


dengan hukum dan peraturan yang berlaku.

BAB V
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
5.1

Hasil Penelitian
Adapun hasil penelitian mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi

keberhasilan kader TB dalam menemukan suspek dan BTA () di kecamatan Tallo


pada tahun 2012-2013 adalah sebagai berikut. Sampel dalam penelitian ini adalah
kader TB terlatih di kecamatan Tallo dengan menggunakan metode purposive

37

sampling yang artinya peneliti menentukan sendiri sampel dan tidak mengambil
secara acak dikarenakan jumlah kader secara keseluruhan 23 orang tetapi kader
yang terlatih hanya 15 orang. Jadi jumlah sampel yang diteliti hanya 15 sampel.
Tabel 5.1.1 Gambaran Faktor Pengetahuan terhadap Keberhasilan Kader
TB dalam Menemukan pasien suspek dan BTA ()
Pengetahuan

Jumlah (n)

Persentase ( %)

Sangat baik

11 orang

47.8

Baik

1 orang

4.3

Cukup

3 orang

13.0

Kurang

Total

15 orang

65.2 %

Sumber : Data Primer 2014


Berdasarkan hasil penelitian diperoleh responden yang memiliki
pengetahuan sangat baik 47,8 % . Responden yang memiliki pengetahuan baik
4,3%. Responden yang memiliki pengetahuan yang cukup 13,0%.
Grafik 5.1.1 Gambaran Faktor Pengetahuan terhadap Keberhasilan Kader
TB dalam Menemukan pasien suspek dan BTA ()

38

70
Jumla h responden

60
50
40
Column1

30
20
10

Tingkat
stres

0
sangat baik

baik

cukup

kurang

Sumber : Data primer 2014


Berdasarkan hasil penelitian diperoleh responden yang memiliki
pengetahuan sangat baik sebesar 11 orang, responden yang memiliki pengetahuan
baik sebanyak 1 orang dan yang memiliki pengetahuan cukup sebanyak 3 orang
serta responden yang pengetahuannya kurang tidak ada.

Tabel 5.1.2 Gambaran Kegiatan Penyuluhan terhadap Keberhasilan Kader


TB dalam Menemukan pasien suspek dan BTA ()

Tingkat penyuluhan

Jumlah (n)

Persentase ( %)

39

Baik

15 orang

Kurang

65,2%

Total

15 orang

65,2 %

Sumber : Data Primer 2014


Berdasarkan hasil penelitian diperoleh responden yang melakukan
penyuluhan dengan baik sebanyak 65,2% responden.
Grafik 5.1.2 Gambaran Kegiatan Penyuluhan terhadap Keberhasilan Kader
TB dalam Menemukan pasien suspek dan BTA ()
70
Jumla h responden

60
50
40
Column1

30
20
10
0
baik

kurang

Sumber : Data Primer 2014


Berdasarkan hasil penelitian diperoleh responden yang melakukan
penyuluhan dengan baik sebesar 15 orang responden dan yang tidak ada
responden yang tidak melakukan penyuluhan.
5.2 Pembahasan

40

Peneliti telah melakukan di kecamatan Tallo untuk mengetahui faktorfaktor yang mempengaruhi kader TB dalam menemukan pasien suspek dan BTA
(+) pada tahun 2012-2013. Jumlah kader dalam penelitian ini 15 orang yang
diambil dengan menggunakan teknik purposive sampling. Selanjutnya peneliti
akan membahas variable independen dan variable dependen yang peneliti telah
teliti.
5.2.1 Pengetahuan kader
Berdasarkan hasil penelitian,

faktor

pengetahuan

mempengaruhi

keberhasilan kader TB dalam menemukan pasien suspek dan BTA (+) dapat
dilihat sebagian besar kader telah memiliki tingkat pengetahuan yang sangat baik
yakni sebesar 47,8 % dan kader TB yang memiliki tingkat pengetahuan yang baik
4,3% serta kader yang memiliki pengetahuan yang cukup yakni sebesar 13,0%.
Menurut Soekidjo Notoadmojo (2007) Pengetahuan merupakan suatu hasil
tahu dan ini terjadi setelah seseorang melakukan penginderaan terhadap suatu
objek tertentu. Pengetahuan terdiri dari enam tingkatan pengetahuan yaitu tahu,
memahami, aplikasi, analisis, sintesis dan evaluasi.10
Pada penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa ada hubungan yang kuat
antara pengetahuan dengan kinerja kader TB dalam menemukan kasus baru BTA
(+). Pengetahuan juga faktor dominan yang sangat penting untuk terbentuknya
tindakan seseorang apabila pengetahuan yang dimiliki seseorang terhadap suatu
pekerjaan baik, maka akan menghasilkan tingkat kinerja yang baik. Pengetahuan
merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan
terhadap suatu objek tertentu.10,12
5.2.2 Penyuluhan Kader

41

Berdasarkan hasil penelitian, faktor penyuluhan mempengaruhi kader TB


dalam menemukan pasien suspek dan BTA (+) ini ditunjukkan bahwa kader yang
melakukan penyuluhan dengan baik sebanyak 65,2%.
Penyuluhan kesehatan adalah penambahan pengetahuan dan kemampuan
seseorang melalui tehnik praktek belajar atau instruksi dengan tujuan mengubah
atau mempengaruhi perilaku manusia secara individu, kelompok maupun
masyarakat untuk dapat lebih mandiri dalam mencapai tujuan hidup sehat.12
Pada penelitian sebelumnya TAMBAHKAN

BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1

Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang kami lakukan mengenai faktor-faktor

yang mempengaruhi kader dalam menemukan suspek dan BTA () di kecamatan


Tallo, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :

42

1. Di kecamatan Tallo presentasi tingkat pengetahuan kader TB sangat baik


sebesar 47,8% yang mempengaruhi keberhasilan dalam menemukan
pasien suspek dan BTA (+).
2. Penyuluhan kader TB di kecamatan Tallo baik sebesar 65,2% yang
mempengaruhi keberhasilan dalam menemukan pasien suspek dan BTA
(+).
6.2

Saran
1. Pemerintah seharusnya lebih memberdayakan kader-kader terlatih untuk
membantu menemukan pasien suspek dan BTA ().
2. Lebih ditingkatkan pelatihan atau pengembangan kemampuan menemukan
kader unuk mempertahakan kinerja kader.
3. Seharusnya kader lebih mengefisienkan menggunakan media untuk
melakukan penyuluhan baik itu media elektronik maupun media non
elektronik.

DAFTAR PUSTAKA
1.

Tbindonesia.

2011.

artikel

obat

tuberkulosis.http://artikel-obat-

tuberkulosis.com. Diakses mei 2011


2.

Depkes

RI.

2011.Laporan

Perkembangan

Pencapaian

Tujuan

PembangunanMillenium Indonesia. Jakarta


3.

Program penanggulangan TB berbasis masyarakat. 2010. Kegiatan Program


TB berbasis masyarakat 6 bulan pertama.http://jkmtb.blogspot.com.Diakses
19 Juni 2010
43

4.

BBKPM Makassar.

2010.

Rekam

medik

2010

BBKPM.http://asharitobi.com. Diakses mei 2010


5.

Kusuma Wijaya, I made. 2013. Hubungan pengetahuan, sikap, dan motivasi


kader kesehatan dengan aktivitasnya dalam pengendalian kasus tuberkulosis
di kabupaten buleleng. Jurnal magister kedokteran keluarga. Vol. 1 : 38-39

6.

Gama Trisnawati, Azizah. 2010. Pelatihan peningkatan kemampuan kader


kesehatan dalam penangganan tuberculosis di wilayah kerja puskesmas
gemolong II Sragen. Jawa Timur

7.

LKC-DD.2011.

Berbagi

Sehat

dengan

Menjadi

Kader

TB.

http://lkc.eramuslim.com/wp/berbagi-sehat-dengan-menjadi-kader-tb.
Diakses 25 mei 2011
8.

A. Price, Sylvia. 2005. Tuberkulosis Paru : patofisiologi konsep klinis


proses-proses penyakit. Edisi 6 vol. 2.Jakarta : EGC

9.

Sudoyo, Aru W. 2009. Tuberkulosis paru : buku ajar ilmu penyakit dalam.
Edisi V jilid III. Jakarta : Balai Pustaka FK UI

10.

Khomsan. A. 2010. Pengukuran Pengetahuan. Bandung: IPB Press.

11.

Lawlor, A dan Peka F. 2010. Manual Peningkatan Produktivitas. SIUP


Grower Publising Company Limited Binamar Teknika. Jakarta.

12.

Dumbela, Ali. 2011. Studi Penemuan Kasus Baru TB Paru BTA positif.
Gorontalo

13.

Depkes RI. 2010. Pedoman nasional penanggulangan tuberkulosis, edisi 2


cetakan pertama. Jakarta

44

14.

Sofyan, Ismail. 1995. Dasar-dasar metodologi penelitian klinis. Jakarta :


Binarupa Aksara

45

Anda mungkin juga menyukai