CINCIN NEWTON
Fajar Timur, Budiana, Devi Eka S., M. Zainuri
Jurusan Fisika, Fakultas MIPA, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS)
Jl. Arief Rahman Hakim, Surabaya 60111
E-mail: fajar.rumit@gmail.com
I. PENDAHULUAN
Cahaya merupakan hal yang sangat berkaitan dan penting
dalam kehidupak manusia. Cahaya dapat dideskripsikan
sebagai gelombang elektromagnetik yang getaran medan
listrik dan medan magnetnya saling tegak lurus. Cahaya
mempunyai sifat yang bisa dipelajari secara fisikaseperti
dapat dipantulkan, dapat dibiaskan, dapat berdispersi, dapat
berinteferensi, dll. Hal tersebut merupakan bagian dari sifatsifat cahaya.
Salah satu dari sifat cahaya adalah interferensi.
Interferensi
merupakan
perpaduan
dua
gelombang atau lebih yang memiliki beda fase
konstan dan amplitudo yang hampir sama.
Interferensi dapat bersifat membangun dan
merusak. Bersifat membangun jika beda fase
kedua gelombang sama sehingga gelombang
baru yang terbentuk adalah penjumlahan dari
kedua gelombang tersebut. Bersifat merusak jika
beda fasenya adalah 180 derajat, sehingga
kedua gelombang saling menghilangkan. Prinsip
Huygens menerangkan bahwa setiap wave front
(muka gelombang) dapat dianggap memproduksi
wavelet
atau
gelombang-gelombang
baru
dengan panjang gelombang yang sama dengan
panjang gelombang sebelumnya. Wavelet bisa
diumpamakan gelombang yang ditimbulkan oleh
batu yang dijatuhkan ke dalam air. [1]
2
fringes ini dihasilkan oleh interferensi cahaya yang
dipantulkan oleh lapisan udara yang terletak di antara gelas
datar dan lensa cembung. Cincin Newton terjadi karena
adanya perbedaan fase sinaryang datang dan memantul pada
sebuah lensa plancknueks bikonveks yang dilaksanakan di
atas sebuah kaca plan paralel yang
memepunyai
latarbelakang gelap. Cincin Newton sebenarnya adalah pola
interferensi yang berupa lingkaran-lingkaran gelap dan
terang yang konsemtris. Dapat dilihat pada gambar dibawah
ini.
(1)
Setelah mendapatkan data berupa jari-jari pada cincin
newton, dilakukan pengolahan data. Perhitungan nilai R
lensa didapatkan melalui persamaan,
(2)
Dengan n kaca yaitu 1,5. Kemudian akan dihitung pula besar
panjang gelombang lampu halogen dengan persamaan,
(3)
Dengan R (jari-jari kelengkungan lensa) yitu 2500 mm.
kemudian dapat dilakukan perhitungan error nilai panjang
gelombang dengan persamaan (2). Setelah itu dibuat grafik
antara r 2 dan m, dimana r 2 sebagai sumbu x dan m sebagai
sumbu y. dari grafik tersebut dicari besar regresi linier.
Flowchart
1
2
3
4
5
1
2
3
4
5
1
1
2,1
3
4,2
5,1
2
1,2
2,1
3,2
4,2
4,8
3
1
2,1
3
4,2
4,7
Rata-Rata
1
2,1
3
4,2
4,9
Orde
r Atas (mm)
4
Ketika lampu halogen dinyalakan, cahaya akan jatuh pada
lensa bikonveks. Kemudian cahaya ini ada yang dipantulkan
oleh lensa bikonveks, ada pula yang diteruskan oleh lensa
bikonveks. Cahaya yang diteruskan oleh cahaya bikonveks,
jatuh mengenai cermin datar. Lalu cermin datar akan
memantulkan kembali cahaya yang diterimanya. Sehingga
terjadi peristiwa interferensi. Karena lensa bikonveks dan
cermin datar yang digunakan berbentuk bulat, akibatkan pola
gelap dan pola terang yang dihasilkan juga berbentuk
lingkaran seperti cincin, sehingga disebut sebagai cincin
newton.
Pada percobaan kali ini, dapat diamati bahwa pusat pola
ini adalah pola terang. Jari-jari pola terang yang dihasilkan
pada orde 1, 2, dan 3 diukur dengan menggunakan
mikroskop vernier yang berskala 0.01 mm. Perhitungan orde
ini dihitung mulai orde terang yang terdekat dengan orde
terang pusat. Dari perhitungan yang telah diketahui,
didapatkan nilai panjang gelombang cahaya lampu halogen
sebesar 0.00013697 mm atau 120 nm dengan error yaitu
sebesar 109,28%.
IV. KESIMPULAN
Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan, diketahui
bahwa panjang gelombang cahaya lampu halogen adalah 120
nm dengan error yaitu sebesar 109,28%.
UCAPAN TERIMA KASIH
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Allah SWT,
Rasulullah SAW, Dosen pengampu mata kuliah gelombang,
Bapak M. Zainuri dan asisten laboratorium gelombang dan
semua pihak yang telah membantu penulis dalam
melaksanakan percobaan ini.
DAFTAR PUSTAKA
[1] Giancoli. (2001). Fisika Jilid 2 Edisi Kelima. Jakarta: Erlangga
[2] Halliday, Resnick. (1990). Fisika Jilid 2 Edisi Ketiga. Jakarta: Erlangga
[3] Young Freedman. (2003). Fisika Universitas. Jakarta: Erlangga
[4] Dosen-dosen Fisika ITS. 1986.Fisika II. ITS Press : Surabaya.