BAB I
PENDAHULUAN
Sindrom koroner akut (SKA) adalah suatu fase akut dari angina
pektoris tidak stabil (APTS) yang disertai IMA gelombang Q (IMA-Q)
dengan non ST elevasi (NSTEMI) atau tanpa gelombang Q (IMA-TQ)
dengan ST elevasi (STEMI) yang terjadi karena adanya trombosis akibat
dari ruptur plak aterosklerosis yang tak stabil (vulnerable). Laju mortalitas
awal (30 hari) mencapai 30 % dengan lebih dari separuh kematian terjadi
sebelum pasien tiba di rumah sakit. Walaupun laju mortalitas menurun
sebesar 30% dalam dua dekade terakhir, sekitar 1 diantara 25 pasien
yang tetap hidup pada perawatan awal, meninggal dalam tahun pertama
setelah IMA.
Risiko serangan semakin tinggi dengan bertambahnya usia, pria
mempunyai risiko lebih tinggi dari pada wanita, tapi perbedaan ini makin
lama semakin mengecil dengan meningkatnyan umur. Frekuensi SKA juga
akan meningkat bila terdapat faktor-faktor predisposisi aterosklerosis.
Faktor-faktor risiko untuk terjadinya keadaan ini antara lain hipertensi,
diabetes melitus, dislipidemi, merokok, diet kurang olah raga, stress, serta
riwayat sakit jantung koroner pada keluarga. Faktor pencetus lainnya
aktivitas fisik berat, stres, emosi, segera setelah makan, atau penyakit
medis dan bedah.
Dengan pengobatan farmakologis, berbagai penelitian menunjukkan
bahwa dalam 1 tahun pertama, variasi persentase penderita APTS yang
mengalami IMA berkisar antara 6-60% dengan tingkat kematian 1-40%.
Penelitian Heng dkk melaporkan bahwa selama perawatan di rumah sakit
terdapat 26% penderita APTS dengan angina berulang mengalami IMA.
Sedangkan tanpa angina berulang hanya 10%. Demikian juga Julian
melaporkan dalam 1 tahun, 8% penderita APTS mengalami IMA dengan
Kepaniteraan Ilmu Penyakit Dalam
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
RSUD KOTA SEMARANG
Page 1
By:
Eriana Sari
tingkat kematian 12%. Juga dilaporkan kejadian IMA pada fase perawatan
dari rumah sakit adalah 6,25% dengan tingkat kematian 2,08% sedangkan
pada fase pemeriksaan tindak lanjut 20,45% dengan tingkat kematian 0%.
Sindrom koroner akut (SKA) yang terdiri dari : 1. Angina pektoris
tidak stabil (Unstable Angina Pectoris / UAP), 2. IMA tanpa elevasi ST (non
ST elevation myocardial infarction / NSTEMI), 3. IMA dengan elevasi ST (ST
elevation myocardial infarction / STEMI).
Salah satu komplikasi SKA adalah aritmia berupa fibrilasi atrial (AF).
AF dilaporkan telah memperberat kejadian AMI pada 6-21% pasien rawat
inap. Secara klinis, timbulnya AF penting karena laju ventrikel yang cepat
dan ireguler selama aritmia dapat menyebabkan gangguan lebih lanjut
sirkulasi koroner dan fungsi ventrikel disamping konsekuensi aktivasi
neurohormonal.
Beratnya komplikasi AF berupa thrombosis dan emboli serebral
menyebabkan perlunya penanganan segera untuk menurunkan angka
morbiditas dan mortalitas.
Page 2
By:
Eriana Sari
BAB II
AMI DENGAN ELEVASI ST
(ST ELEVATION MYOCARDIAL INFARCTION /
STEMI)
II.1. Definisi
STEMI adalah nekrosis miokard akibat aliran darah ke otot jantung
terganggu, aliran darah koroner menurun secara mendadak akibat oklusi
trombus pada plak aterosklerotik yang sudah ada sebelumnya/menetap.
II.2. Patofisiologi
Page 3
By:
Eriana Sari
besar
kasus,
infark
terjadi
jika
plak
aterosklerotik
mengalami fisur, ruptur atau ulserasi dan jika kondisi lokal atau sistemik
memicu trombogenesis, sehingga terjadi trombus mural pada lokasi
ruptur yang mengakibatkan oklusi arteri koroner. Penelitian histologis
menunjukkan plak koroner cenderung mengalami ruptur jika mempunyai
fibrous cap yang tipis dan inti kaya lipid (lipid rich core). Pada STEMI
gambaran patologis klasik terdiri dari fibrin rich red trombus, yang
dipercaya menjadi alasan pada STEMI memberikan respons terhadap
terapi trombolitik.
Pada lokasi ruptur plak, berbagai agonis (kolagen, ADP, epinefrin,
serotonin)
memicu
aktivasi
trombosit,
yang
selanjutnya
akan
Page 4
By:
Eriana Sari
II.3. Anamnesis
Pasien yang datang dengan keluhan nyeri dada perlu dilakukan
anamnesis secara cermat apakah nyeri dadanya berasal dari jantung atau
dari luar jantung. Jika dicurigai nyeri dada yang berasal dari jantung, perlu
dibedakan apakah nyerinya berasal dari koroner atau bukan. Perlu
dianamnesis pula apakah ada riwayat infark miokard sebelumnya serta
faktor-faktor risiko antara lain hipertensi, diabetes melitus, dislipidemia,
merokok, stres serta riwayat sakit jantung koroner pada keluarga.
Pada hampir setengah kasus terdapat faktor pencetus sebelum
terjadi STEMI, seperti aktivitas fisik berat, stres, emosi atau penyakit
medis dan bedah. Walaupun STEMI dapat terjadi sepanjang hari atau
malam, variasi sirkadian dilaporkan terutama pada pagi hari dalam
beberapa jam setelah bangun tidur. Bila pasien ditanya secara cermat,
Kepaniteraan Ilmu Penyakit Dalam
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
RSUD KOTA SEMARANG
Page 5
By:
Eriana Sari
Page 6
By:
Eriana Sari
lebih sering dijumpai pada diabetes melitus dan pada usia lanjut.
Page 7
By:
Eriana Sari
Perubahan EKG
Jam
tidak khas
Pembentukan
elevasi segmen ST
Inversi gelombang
segmen ST berkurang
Inversi gelombang T, segmen ST
isoeletrik
Gelombang Q menetap
Tahun
gelombang
T,
Q,
elevasi
Page 8
By:
Eriana Sari
Page 9
By:
Eriana Sari
Posterior infarction
Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium harus dilakukan sebagai bagian dalam
tatalaksana pasien STEMI namun tidak boleh menghambat implementasi
terapi reperfusi.
Biomarker kerusakan jantung
Pemeriksaan yang dianjurkan adalah Creatinin Kinase (CK)MB dan
Cardiac specific Troponin (cTn)T atau cTn I dan dilakukan secara serial.
cTn harus digunakan sebagai petanda optimal untuk pasien STEMI yang
Kepaniteraan Ilmu Penyakit Dalam
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
RSUD KOTA SEMARANG
Page 10
By:
Eriana Sari
disertai kerusakkan otot skeletal, karena pada keadaan ini juga akan
diikuti dengan peningkatan CKMB. Troponin T/I mempunyai sensitivitas
dan spesifisitas tinggi sebagai petanda kerusakan sel miokard dan
prognosis. Pada pasien dengan elevasi ST dan gejala IMA, terapi reperfusi
diberikan sesegera mungkin dan tidak tergantung pada pemeriksaan
biomarker.
Bila peningkatan nilai enzim di atas, 2 kali nilai batas atas normal,
menunjukkan ada nekrosis jantung (infark miokard).
Operasi
jantung,
miokarditis
dan
kardioversi
elektrik
meningkatkan CKMB.
cTn : ada 2 jenis yaitu cTn T dan cTn I. Enzim ini meningkat setelah
2 jam bila ada infark miokard dan mencapai puncak dalam 10-24
jam dan cTn T masih dapat dideteksi setelah 5-14 hari, sedangkan
cTn I setelah 5-10 hari. (Nilai normal troponin ialah 0,1--0,2 mg/dl,
Page 11
By:
Eriana Sari
jam setelah onset nyeri dan menetap selam 3-7 hari. Leukosit dapat
mencapai 12.000-15.000/ul.
Ekokardiografi
Pemeriksaan ekokardiografi dua dimensi jauh lebih bermanfaat
daripada ekokardiografi M-mode, karena :
Orientasi ruangnya lebih luas sehingga kepekaan lebih tinggi.
Pada IMA dapat tampak kontraksi asinergi di daerah yang rusak dan
penebalan sistolik dinding jantung yang menurun.
Dapat ditemukan daerah dan luas IMA yang terkena.
Dapat mendeteksi penyulit-penyulit seperti aneurisma ventrikel,
trombus, ruptur m. papillaris atau korda tendinea, ruptur septum,
tamponade
jantung
akibat
ruptur
jantung,
pseudoaneurisma
jantung.
Berguna untuk menilai faal jantung secara umum dan membantu
menetapkan adanya infark ventrikel kanan.
Radioisotop
darah.
Gated blood pool scanning akan membantu analisis pergerakan
dinding jantung dan faal jantung.
Radiologi
Pemeriksaan
radiologi
tidak
banyak
membantu
menegakkan
diagnosis IMA dengan elevasi ST. Namun demikian akan berguna bila
ditemukan adanya bendungan paru (gagal jantung) atau kardiomegali.
Page 12
By:
Eriana Sari
II.7. Diagnosis
Diagnosis IMA dengan elevasi ST/STEMI ditegakkan berdasarkan
anamnesis nyeri dada yang khas dan gambaran EKG adanya elevasi ST
2mm, minimal pada 2 sadapan prekordial yang berdampingan atau
1mm pada
Nyeri dada khas atau tipikal (substernal > 30menit, menjalar, tidak
hilang saat istirahat).
Peningkatan
serum
enzim
lebih
dari
kali
nilai
normal
pelebaran mediastinum.
Kepaniteraan Ilmu Penyakit Dalam
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
RSUD KOTA SEMARANG
Page 13
By:
Eriana Sari
Perikarditis akut
Nyeri dada yang lebih berat pada saat inspirasi
Kelainan intra abdominal (kolik kolelitiasis, kolelitiasis akut,
pankreatitis akut)
Rasa sakitnya adalah diffus dan bersifat mencekam, mencekik,
mencengkeram atau membor. Paling nyata didaerah subternal, dari
mana ia menyebar kedua lengan, kerongkongan atau dagu, atau
abdomen sebelah atas.
Kelainan lokal dinding dada
Nyeri
umumnya
setempat,
bertambah
dengan
tekanan
atau
perubahan posisi.
Kelainan saluran cerna bagian atas (hernia diafragmatika)
Nyeri berkaitan dengan makanan dan cenderung timbul pada waktu
tidur. Kadang-kadang ditemukan EKG non-spesifik.
Kompresi saraf (terutama C-8)
Nyeri terdapat pada daerah yang dipersarafi oleh saraf tersebut.
II.9. Komplikasi
Disfungsi ventrikuler
dilatasi
pasca
infark
pada
apeks
ventrikel
kiri
yang
Page 14
By:
Eriana Sari
gejala.
Mekanisme
aritmia
terkait
infark
mencakup
Page 15
By:
Eriana Sari
ambang
keamanan
yang
sempit
dan
cenderung
Page 16
By:
Eriana Sari
Page 17
By:
Eriana Sari
Page 18
By:
Eriana Sari
penyadapan
jantung.
Pengobatan
cepat
(diuretik
dan
vasodilator) diperlukan. Operasi penggantian katub mitral kadangkadang perlu dilakukan, teapi bila mungkin setelah kondisi hemodinamik
agak lebih stabil, 4-6 minggu setelah serangan IMA.
Ruptur septum ventrikel dan dinding ventrikel
Ruptur ventrikel menyebabkan tamponade, renjatan, dan klinis
dapat diketahui dengan adanya disosiasi elektromekanis (masih ada
aktivitas elektris tanpa ditemui aktivitas mekanis). Operasi segera sering
terlambat. Ruptur septum interventrikuler mengakibatkan pintas kiri ke
kanan dengan hipotensi, bendungan paru, dan tanda lain gagal jantung
kiri dan kanan. Pengobatan pertama pada regurgitasi mitral akut.
Operasi bila mungkin ditunda sampai 6 minggu untuk memberi
kesempatan tepi daerah rupture mengalami fibrosis dan operasi lebih
dini sering memberi hasil yang relatif lebih baik.
II.11. Penatalaksanaan
Tatalaksana IMA dengan elevasi ST (STEMI) saat ini mengacu pada
data-data dari evidence based berdasarkan penelitian randomized clinical
trial yang terus berkembang ataupun konsensus dari para ahli sesuai
pedoman (guideline) yaitu dari ACC/AHA tahun 2004 dan ESC tahun 2003.
Namun demikian masih perlu disesuaikan dengan kondisi sarana atau
fasilitas di tempat masing-masing senter dan kemampuan ahli yang ada
(khususnya di bidang kardiologi intervensi).
Tujuan utama tatalaksana IMA pertama adalah : 1. diagnosis cepat, 2.
menghilangkan nyeri dada dan cemas, 3. penilaian dan implementasi
strategi perfusi yang mungkin dilakukan, 4. pemberian antitrombotik dan
Kepaniteraan Ilmu Penyakit Dalam
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
RSUD KOTA SEMARANG
Page 19
By:
Eriana Sari
Page 20
By:
Eriana Sari
3).
Pasien
yang
menggunakan
phosphodiesterase-5
Page 21
By:
Eriana Sari
dikaitkan
dengan
aktivasi
simptis
yang
menyebabkan
Page 22
By:
Eriana Sari
dan
kurang
mudah
hancur
dengan
obat
fibrinolisis.
Acute STEMI
Non- ST- elevation acute coronary syndrome (NSTE-ACS)
Stable angina
Angina equivalent (dispnea, aritmia, atau pusing/sinkop)
Pasien dengan bukti objektif iskemia miokard sedang berat tanpa
gejala atau dengan gejala ringan
Kontraindikasi PCI:
PCI Penyelamatan
PCI Penyelamatan didefinisikan sebagai PCI yang dilakukan pada
arteri koroner yang tetap tersumbat meski terapi fibrinolitik telah
dilakukan. Identifikasi dengan cara yang non-invasif terhadap gagal
nya fibrinolisis masih menjadi hal yang menantang. Tetapi, resolusi
segmen ST 50% pada lead dengan peningkatan ST segmen yang paling
tinggi dalam 60-90 menit setelah dimulainya terapi fibrinolitik, semakin
dipakai sebagai batas. PCI penyelamatan tampak layak dan relative
aman. Pada studi acak pada 427 pasien, peningkatan harapan hidup 6
bulan setelah kegagalan fibrinolitik, PCI penyelamatan secara signifikan
lebih tinggi daripada pemberian agen fibrinolitik yang diulang ataupun
terapi konservatif. Metaanalisis terbaru, termasuk REACT, menunjukkan
PCI penyelamatan berhubungan dengan penurunan gagal jantung dan
infrak
ulangan
secara
signifikan
serta
mortalitas
juga,
jika
Page 23
By:
Eriana Sari
dini
meminimalkan
akan
derajat
memperpendek
disfungsi
dan
lama
dilatasi
oklusi
koroner,
ventrikel
serta
Page 24
By:
Eriana Sari
SK,
tidak
boleh
diberikan
pajanan
selanjutnya
karena
dan
Alteplase
Retepla
Tenecteplas
ase
(rt-PA)
se
e (TNK-PA)
Page 25
T (menit)
Alergenik
Spesifik
fibrin
Resisten
PAI-1
Bolus
Dosis
15-25
Ya
-
4-8
Tidak
+
(r-PA)
11-14
Tidak
+
By:
Eriana Sari
17-20
Tidak
++
+
Tidak
1,5 juta
Tidak
15 mg
Dobel
10 U
Satu
Berdasarkan
unit lebih
bolus,
bolus,
BB:
dari 30-60
dilanjutkan
dua kali
< 60 kg
menit
dengan
interval
mg
0,75 mg/kg
30
60-60kg
(maks 50
menit
mg
mg) lebih
70-79kg
dari 30
mg
menit,
80-89kg
dilanjutkan
mg
0,5 mg/kg
> 90 kg
(maks 35
mg
30
35
40
45
50
mg) lebih
dari 1 jam
Dikutip dari 2
Page 26
By:
Eriana Sari
b. Klas II a
1. Jika tidak terdapat kontra indikasi, dipertimbangakn pemberian
fibrinolitik pada pasien STEMI dengan onset gejala <12 jam dan
EKG 12 sadapan konsisten dengan infark miokard posterior.
2. Jika tidak terdapat kontraindikasi, dipertimbangkan pemberian
terapi fibrinolitik pada pasien dengan gejala STEMI mulai dari <12
jam sampai 24 jam yang mengalami gejala iskemi yng terus
berlanjut dan elevasi ST 0,1 mV pada sekurang-kurangnya 2
sandapan
prekordial
yang
berdampingan
atau
sekurang-
elevasi
ST
>50%
dalam
90
menit
pemberian
trombolitik.
Kontraindikasi terapi fibrinolitik pada STEMI
a. Kontraindikasi absolut
- Riwayat perdarahan intraserebral
- Terdapat lesi vaskular serebral struktural (malformasi AV)
- Terdapat neoplasma intakranial ganas (primer atau metastasis)
- Strok iskemik dalam 3 bulan, kecuali strok iskemik akut dalam 3 jam
- Curiga diseksi aorta
- Perdarahan aktif atau diatesis berdarah (kecuali menstruasi)
- Trauma muka atau kepala tertutup yang bermakna dalam 3 bulan
b. Kontraindikasi relatif
- Riwayat hipertensi kronik berat, tidak terkontrol
- Hipertensi berat tidak terkontrol saat masuk ( TDS > 180 mmHg
atau TDD > 110 mmHg
- Riwayat strok iskemik sebelumnya lebih dari 3 bulan, demensia,
atau diketahui ada patologi intrakranial yang tidak termasuk kontra
indikasi.
Kepaniteraan Ilmu Penyakit Dalam
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
RSUD KOTA SEMARANG
Page 27
By:
Eriana Sari
Antitrombotik
Penggunaan antiplatelet dan antitrombotik pada fase awal STEMI
didasarkan pada bukti klinis bahwa thrombosis berperan besar
terhadap pathogenesis kejadian ini. Tujuan utama terapi antitrombotik
adalah untuk mempertahankan patensi arteri terkait-infark, dalam
hubungannya
dengan
reperfusi.
Tujuan
lain
adalah
mengurangi
Page 28
By:
Eriana Sari
alternative
untuk
antikoagulasi
adalah
preparat
low-
- Adrenoceptor Blocker
Pemberian -blocker pada fase awal STEMI memperbaiki hubungan
kebutuhan-
suplai
O2 miokard,
mengurangi
ukuran
infark,
dan
menurunkan insidens aritmia ventricular. Kontraindikasi terapi blocker pada pasien dengan gagal jantung, gangguan berat fungsi LV,
heart block, hipotensi ortostatik, dan riwayat asma.
ACE Inhibitor
Penggunaan ACE inhibitor terbukti menurunkan angka mortalitas
pada STEMI. Efek ini paling terlihat pada pasien tua, atau dengan infark
anterior dan penurunan fungsi LV. Efek jangka pendek ACE inhibitor
tampak pada pasien STEMI dengan keadaan hemodinamik stabil.
Agen Lain
Penggunaan
nitroglycerin
intravena
(inisiasi
5-
10
g/min,
Page 29
By:
Eriana Sari
Untuk prognosis
Untuk pasien yang memiliki peningkatan harapan hidup dengan
operasi pintas, bahkan tanpa adanya gejala yang parah termasuk
mereka dengan stenosis arteri koroner kiri sebesar 50 % atau
dengan keterlibatan pembuluh darah yang multipel dengan lesi
pada arteri koroner LAD dan dengan fungsi ventrikel kiri yang
abnormal. Selain itu, pasien yang pernah menjalani operasi pintas,
yang memiliki banyak miokardium yang berisiko, harus menjalani
operasi ulang bahkan jika tanpa adanya gejala yang parah. Situasi
ini adalah indikasi anatomi untuk operasi. Semakin buruk gejala
pada pasien dan semakin buruk fungsi ventrikel kiri, maka semakin
tinggi manfaat operasi ini. Pencitraan yang modern memungkinkan
Page 30
By:
Eriana Sari
Kontraindikasi CABG
Page 31
By:
Eriana Sari
Diet
Karena risiko muntah dan aspirasi segera setelah infark miokard,
pasien harus puasa atau hanya minum cair dengan mulut dalam 4-12
jam pertama. Diet mencakup lemak < 30% kalori total dan kandungan
kolesterol < 300 mg/hari. Menu harus diperkaya dengan makanan yang
kaya serat, kalium magnesium dan rendah natrium.
Bowels
Istirahat di tempat tidur dan efek penggunaan narkotik untuk
menghilangkan
rasa
nyeri
sering
mengakibatkan
konstipasi.
II.12. Rehabilitasi
Tujuan rehabilitasi setelah infark miokard akut pada umumnya
adalah untuk mencapai kembalinya keadaan fisik, mental, dan sosial
secara optimal. Rehabilitasi dini dengan memperhatikan syarat-syarat di
bawah
pengawasan
medis
tidak
berbahaya,
malah
banyak
keuntungannya, yaitu :
1. Mengurangi risiko infark miokard berulang, komplikasi infark miokard
akut dengan pencegahan sekunder.
2. Mengurangi beban ekonomi pada pasien dan keluarganya dengan
mengurangi jumlah perawatan di rumah sakit.
3. Bekerja kembali dengan perasaan aman.
4. Memperbaiki gaya hidup (quality of life) setelah infark miokard akut.
Page 32
By:
Eriana Sari
yang diperhatikan adalah denyut jantung tidak boleh > 120 kali /
menit, tidak ada nyeri dada, tidak sesak nafas, tidak lelah sekali, tidak
timbul aritmia, tidak ada depresi segmen ST pada EKG pemantauan,
dan tekanan sistolik tidak menurun lebih dari 15 mmHg.
2. Fase IB di ruangan intermediate zone, pada akhir minggu ke-2,
dilaksanakan naik tangga dengan telemetri, lalu dipulangkan.
Tujuan program aktivitas fisik adalah untuk meneruskan usaha
menghindari efek negatif secara fisiologis dan psikologis akibat
istirahat baring, dan menambah fungsi kardiovaskular sampai pasien
dapat mencapai tarif melakukan self care dan pekerjaan rumah tangga
yang ringan jika pasien kemudian dikeluarkan dari rumah sakit.
3. Fase II (convalescence phase), di rumah, pada akhir minggu ketiga
dilakukan low intensity exercise test, pada akhir minggu ke-6 atau ke8 pasien sudah dapat bekerja kembali.
4. Fase III (rehabilitation maintanance) melalui klub jantung yang sudah
ada.
Yaitu fase rehabilitasi dengan melakukan indoor dan outdoor exercise
melalui berbagai klub jantung yang sudah ada.
Rehabilitasi sudah dimulai sejak pasien dirawat di ruang perawatan
intensif
dilanjutkan
di
ruangan
perawatan
biasa
kemudian
diikuti
kepatuhan
pasien
mengikuti
program
pengobatan.
Page 33
By:
Eriana Sari
II.13. Prognosis
Terdapat beberapa sistem yang ada dalam menentukan prognosis
pasca IMA :
Klasifikasi Killip berdasarkan pemeriksaan fisis bedside sederhana;
S3 gallop, kongesti paru dan syok kardiogenik.
Tabel 3. Klasifikasi Killip pada Infark Miokard Akut
Klas
I
II
III
IV
Definisi
Mortalitas
(%)
6
17
30-40
60-80
Dikutip dari 2
Indeks Kardiak
PCWP
I
II
III
IV
(L/min/m2)
> 2,2
> 2,2
< 2,2
< 2,2
(mmHg)
< 18
> 18
< 18
> 18
TIMI
risk
score
adalah
Mortalitas
(%)
3
9
23
51
Dikutip dari 2,3
sistem prognostik
paling
akhir
yang
Risiko/Mortali
tas 30 hari
(%)
0 (0,8)
Page 34
( 1
poin )
Tekanan darah sistolik < 100 mmHg ( 3 poin )
Frekuensi jantung > 100 mmHg ( 2 poin )
Klasifikasi Killip II-IV ( 2 poin )
Berat < 67 kg ( 1 poin )
Elevasi ST anterior atau LBBB ( 1 poin )
Waktu ke reperfusi > 4 jam ( 1 poin )
Skor risiko = total poin ( 0-14 poin )
By:
Eriana Sari
1 (1,6)
2 (2,2)
3 (4,4)
4 (7,3)
5 (12,4)
6 (16,1)
7 (23,4)
8 ( 26,8)
>8 (35,9)
Dikutip dari 2
BAB III
FIBRILASI ATRIUM
III.1 Definisi
Fibrilasi atrium (atrial fibrillation = AF) merupakan gangguan irama
jantung yang paling sering terjadi. AF ditandai dengan aktivasi atrial yang
tak terorganisir, cepat, dan irregular. Respons ventrikel juga irregular. Pada
pasien yang tidak diterapi, detak ventrikel berkisar antara 120 160
x/menit, bahkan dapat mencapai >200 x/menit. Pada kasus lain, karena
peningkatan tonus vagal atau konduksi intrinsic AV node, respons
ventrikel berkisar <100 x/menit.
AF penting secara klinis karena berhubungan dengan hilangnya
kontraktilitas atrial, respons cepat ventrikel yang tak sesuai, dan
hilangnya
kemampuan
pengosongan
atrial
yang
menyebabkan
Page 35
By:
Eriana Sari
digambarkan
dengan
berubahnya
gelombang
menjadi
gangguan
hemodinamik
akibat
disfungsi
ventrikel
kiri
serta
katekolamin.
Page 36
By:
Eriana Sari
terapi
medikamentosa
atau
kardioversi
untuk
Berdasarkan etiologi :
mendasari AF
Lone AF : tidak ditemukan penyakit yang mendasari terjadinya AF.
Coarse AF
Fine AF
III.3. Etiologi
Sebagian besar pasien AF memiliki hipertensi (biasanya dengan
LVH) atau bentuk lain gangguan stuktur jantung. Penyakit abnormalitas
jantung lainnya yang berhubungan dengan AF adalah penyakit jantung
iskemik
(IHD),
kardiomiopati
kelainan
dilatasi.
katup
mitral,
Penyebab
kardiomiopati
hipertrofi
yang
jarang
lain
lebih
dan
adalah
Page 37
By:
Eriana Sari
aktifitas listrik yang sinkron namun pada regangan akut dan aktivitas
impuls
yang
cepat
dapat
menyebabkan
timbulnya
slow
Page 38
By:
Eriana Sari
B. Triggered activity due to early afterdepolarizations (EADs) during phase 3 of the action potential due to
alteration of plateau currents, or delayed afterdepolarizations (DADs) during phase 4 of the action potential due
to intracellular calcium accumulation.
C. Reentry with basic requirements of two pathways that have heterogeneous electrophysiologic properties
which allows conduction to block in one pathway and to propagate slowly in the other, allowing for sufficient
delay so that the blocked site has time for recovery to allow for reentry or circus movement tachycardia. Shown
is typical schema for reentry in the AV node.
Page 39
By:
Eriana Sari
III..5. Diagnosis
Seringkali
AF
tidak
menimbulkan
gejala
pada
penderitanya
alcohol
berlebihan,
penyakit
structural
jantung,
dan
faktor
komorbid lainnya.
Page 40
By:
Eriana Sari
risiko.
Peningkatan
risiko
meliputi
kematian
jantung
III.7 Penatalaksanaan
Pencegahan AF pada pasien AMI
Reperfusi awal dan antikoagulan merupakan inti terapi pasien AMI,
yang dapat menurunkan 50% risiko berkembangnya AF dan proteksi
terhadap risiko tromboemboli. Terapi lainnya adalah penggunaan
bloker, ACEI, dan AT II inhibitor. Mekanisme pencegahan AF oleh masingmasing obat tergantung kapasitas untuk membatasi perubahan substrat
yang dihasilkan oleh iskemia arteri penyebab, dan efek langsung terhadap
substrat aritmia.
Kontrol laju ventrikel merupakan cara alternatif untuk restorasi
irama sinus, namun penggunaan -bloker, digoxin, dan antagonis kalsium
harus
mempertimbangkan
efek
inotropik
negatif
dan
peningkatan
Page 41
By:
Eriana Sari
aritmia
gangguan
hemodinamik
pada
pasien
AMI
dengan
Page 42
By:
Eriana Sari
Maka, pada pasien ini, kontrol laju dapat diperoleh dengan pemberian
digoxin iv dengan / tanpa amiodarone iv. Amiodarone efektif dan dapat
ditoleransi pasien dengan aritmia ventikuler yang mengancam jiwa.
Amiodarone tampaknya tidak memperberat gangguan fungsi ventrikel
kiri.
Page 43
mencegah
komplikasi
ini.
Walaupun
begitu,
By:
Eriana Sari
karena
adanya
risiko
yang
biasa
digunakan
adalah
CHADS2
(cardiac
failure,
Pasien
yang
kontraindikasi
terhadap
warfarin
dapat
diberikan antiplatelet.
Page 44
By:
Eriana Sari
Kardioversi
Kardioversi
eksternal
dengan
menggunakan
DC
shock
kontrol
secara
eksternal
dengan
menggunakan
DC
shock
dapat
tanpa
tidak
pemberian
terdapat
antikoagulan
thrombus
bila
sebelumnya
dengan
sudah
transesophageal
echocardiography (TEE).
Pemasangan Pacu Jantung
The North American Society of Pacing and Electrophysiology
(NASPE) and The British Pacing and Electrophysiology Group (BPEG) telah
menetapkan kode lima huruf pacemaker untuk menggambarkan mode
dasar dan fungsi. Huruf pertama mewakili ruang yang dipacu: A untuk
atrium, V untuk ventrikel, dan D untuk atrium dan ventrikel. Huruf kedua
merujuk pada ruang di mana penginderaan terjadi: kode sama dengan
huruf pertama. Posisi ketiga menjelaskan respon terhadap kejadian
penginderaan: I untuk inhibisi, T untuk memicu, dan D untuk inhibisi dan
memicu. Pacemaker dapat menghambat (I) pacing output atau dapat
memicu
pacing
output
(T)
setelah
kejadian
penginderaan.
Pada
Page 45
By:
Eriana Sari
Dikutip dari
18
Page 46
By:
Eriana Sari
lone AF, pasien dengan kelainan struktur jantung minimal, pasien dengan
fibrilasi atrial persisten lebih dari 4 tahun.
Ablasi kateter merupakan bentuk terapi lini pertama pada pasien
fibrilasi atrial yang simtomatik dengan usia > 35 tahun, disfungsi nodus
sinus yang memerlukan pacemaker, yang kontraindikasi terhadap terapi
farmakologis.
Kontraindikasi pelaksanaan ablasi kateter untuk fibrilasi atrial
adalah hipertensi, obstructive sleep apnea, remodelling struktua atrium,
faktor inflamasi dan faktor genetik (familial atrial fibrillation).
Komplikasi ablasi kateter meliputi tamponade jantung, stenosis vena
pulmonalis, tromboemboli serebral dan fistula atrioesofageal.
BAB IV
Kesimpulan
Berbagai bukti menunjukkan AF pada pasien AMI mempengaruhi
prognosis, baik pasien saat rawat inap, maupun jangka panjang. Terlebih
lagi pada kasus CHF dan gangguan fungsi ventrikel kiri, angka kematian
Kepaniteraan Ilmu Penyakit Dalam
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
RSUD KOTA SEMARANG
Page 47
By:
Eriana Sari
tampak lebih tinggi jika juga ditemukan AF. AF memperberat AMI tidak
hanya karena meningkatkkan risiko stroke saat rawat inap, namun juga
setelah pulang dari RS.
Onset AF pada selama AMI menunjukkan tanda peringatan yang
memerlukan intervensi secepatnya. Bentuk intervensi mempengaruhi
hasil akhir jangka pendek dan mungkin dpaat berimplikasi pada hasil akhir
jangka panjang, pemilihan untuk terapi
DAFTAR PUSTAKA
1. Harun, S. Infark Miokard Akut. Dalam: Noer, Sjaifoellah, Ed. Buku Ajar
Ilmu Penyakit Dalam. Jilid I, Edisi Ketiga. Jakarta: Balai Penerbit FKUI,
1996. 1098-1108.
Kepaniteraan Ilmu Penyakit Dalam
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
RSUD KOTA SEMARANG
Page 48
By:
Eriana Sari
Sudoyo AW, Setiyohadi B, Kolopaking SM, Setiati S, Ed. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam. Jilid III, Edisi IV. Jakarta: Pusat Penerbit FKUI, 2006.
1630 40.
TBA. Patofisiologi dan Penatalaksanaan Penyakit Jantung
3. Djohan
Available
at
http://www.geocities.com/situsgratis3in1/artikel-
kesehatan5.html.
8. Antman, A. M., Braunwald, E.
In:
Harrisons
Clinical
Features,
Prevented?
European
Heart
Journal
(2009)
30,
1035
1037doi:10.1093/eurheartj/ehp154
Page 49
13.
By:
Eriana Sari
European
Heart
Journal
(2009)
30,
10381045
doi:10.1093/eurheartj/ehn579
Fuster V, Walsh RA. Coronary Bypass Surgery. In : Fuster V, Walsh
14.
RA, O'Rourke RA, Poole-Wilson P, eds. Hursts the Heart. 12th ed.
McGraw-Hill. USA. 2008.
Acker, Michael A. and Mariell Jessup. A Surgical Management of
15.
Heart Failure. In : Bonow RO, Mann DL, Pipes DP, Libby P. Braunwalds
Heart Disease : A Textbook of Cardiovascular Medicine. 9 th ed. Volume
1. Elsevier : USA. 2012.
16.
European Society of Cardiology. Guidelines for The Management of
Atrial Fibrillation. European Heart Journal (2010) 31, 23692429
doi:10.1093/eurheartj/ehq278
17.
Fuster V, Walsh RA. Diagnosis and Management of Heart Failure.
In : Fuster V, Walsh RA, O'Rourke RA, Poole-Wilson P, eds. Hursts the
Heart. 12thed. McGraw-Hill. USA. 2008.
18.
Fuster V, Walsh RA. Bradyarrhythmias and Pacemakers. In : Fuster V,
Walsh RA, O'Rourke RA, Poole-Wilson P, eds. Hursts the Heart. 12thed.
McGraw-Hill. USA. 2008.
19.
Stouffer III, George
Medscape.
A.
Percutaneous
2012.
Coronary
Available
Intervention.
at:
http://emedicine.medscape.com/article/161446overview#aw2aab6b2b2.
Page 50