245 728 1 PB
245 728 1 PB
Abstrak
Kekerasan seksual yang terjadi di masa kanak-kanak merupakan suatu peristiwa krusial
karena membawa dampak negatif pada kehidupan korban di masa dewasanya. Angka
kasus kekerasan seksual pada anak meningkat setiap tahunnya. Kemampuan resiliensi
dibutuhkan anak agar dapat tumbuh kembali rasa percaya dari individu yang sudah
dirusak oleh pelaku kekerasan seksual tersebut. Penelitian ini menggunakan teknik
kualitatif dalam menganalisa data. Data yang diperoleh melalui proses wawancara
mendalam. Jumlah subyek penelitian adalah 3 orang sesuai dengan kriteria subyek
penelitian yang sudah ditentukan. Hasil penelitian ini menunjukkan adanya kemampuan
resiliensi yang diperoleh dari lingkungan serta dari segi spiritual, yaitu melakukan
pendekatan diri kepada Tuhan. Hal ini membawa dampak seperti diterimanya nilai-nilai
atau ajaran-ajaran yang positif dan juga menjadikan Tuhan sebagai pegangan hidup
yang kokoh untuk mencari kebermaknaan dalam peristiwa kekerasan seksual yang
dialami. Sementara itu, subyek yang tidak mengalami resilien dikarenakan faktor
internal dirinya sendiri yang cenderung menyalahkan keadaan dan orang lain di
sekitarnya sehingga sulit untuk dapat menerima masa lalunya. Penelitian ini
menunjukkan gejolak dalam jiwa korban kekerasan seksual dalam menghadapi dampak
negatif yang dihasilkan untuk memiliki kemampuan resiliensi. Apa dan bagaimana cara
subyek melangkah ke proses resiliensi dapat menjadi pembelajaran bagi korban
kekerasan seksual yang sangat banyak jumlahnya.
Kata Kunci: perempuan dewasa muda, kekerasan seksual pada anak-anak, resiliensi
61
struggling and turmoil in victims psyche to overcome negative traumatic effects until
they are fully resilience. What and how victims resilience can be a model for other
victim to learn so that they can be resilience as well.
Key Words: womans young adult, child sexual abuse, resiliency
PENDAHULUAN
Di Indonesia saat ini, kasus kekerasan terhadap anak mulai mendapat perhatian yang terekspos oleh media. Pada
kuartal pertama tahun 2009, yakni dari
bulan Januari Maret, diperoleh data dari
Komnas Perlindungan Anak terdapat 602
kasus kekerasan pada anak-anak. Menurut Seto Mulyadi, 62% dari kasus kekerasan tersebut adalah kekerasan seksual.
Menurut data demografis berdasar
jenis kelamin diketahui bahwa 81.43 %
korban adalah anak perempuan, sementara 18.57% adalah anak laki-laki (Komnas
PA, 2006). Irwanto (2004) menyatakan
bahwa hal ini memang dapat dipahami
karena posisi sosial perempuan dalam
budaya Indonesia memang lebih rendah
daripada laki-laki sehingga menjadi lebih
rentan.
Kekerasan seksual pada anak memberikan dampak traumatis yang berbedabeda pada seseorang dan dapat menjadi
sangat mengkhawatirkan sebab dapat
menimbulkan dampak jangka panjang di
sepanjang kehidupan anak. Pada tahun
1993, Kendall-Tackett, Williams, dan
Finkelhor (dikutip oleh Santrock, 2004)
menemukan bahwa dampak terbesar yang
akan terus berlanjut hingga pada kehidupan dewasanya adalah ketakutan dan
rendahnya harga diri. Whitffen dan
MacIntosh (2005) menemukan bahwa
pengalaman kekerasan seksual di masa
anak-anak berhubungan dengan stress
emosional di masa dewasa dan kesulitan
menjalin relasi intim saat dewasa (Rice,
1999).
Kemampuan seseorang untuk dapat
berhasil dalam mengatasi atau bangkit
kembali dari pengalaman hidup yang
menyakitkan disebut dengan kemampuan
62
A
24 tahun
Single
Katolik
Sarjana
WNI keturunan Cina
Anak ke 3 dari 3
bersaudara
Karyawan administrasi
Jenis
Pelaku
Durasi
Onset
Keadaan dimana korban
menceritakan pengalamannya
Struktur kepribadian
Gambaran kekerasan
Reaksi pertama dari orang
yang
signifikan
saat
melakukan penyingkapan
B
23 tahun
Single
Kristen
Sarjana
WNI keturunan Cina
Anak ke 2 dari 5
bersaudara
Pemasaran
F
26 tahun
Single
Kristen
Sarjana
WNI keturunan Cina
Anak ke 2 dari 2
bersaudara
Guru privat
63
I have
(Sumber Daya Eksternal)
A tidak memiliki keluarga yang
dapat diandalkan
A memiliki teman yang memberi
dukungan sosial namun A
membatasi hubungan sosialnya ini
A tidak memiliki seseorang yang
membimbing atau mengarahkan
A merasa tidak memiliki orang yang
memahami dirinya
I can
(Keahlian)
A tidak mampu terbuka dengan
orang lain
A tidak dapat menerima dirinya
64
Faktor-faktor Risiko
Ada permasalahan dalam keluarga
Kekerasan seksual pada masa kanakPergaulan yang buruk
1.
kanak
2.
Faktor-faktor Protektif
Memiliki teman yang memberi dukungan
sosial
memiliki harapan akan masa depan
Familial
Sepupu dan paman
Berkali-kali
Usia SD (antara 9-11 tahun)
Negatif karena hubungan yang terjalin dengan
pelaku membuat B sulit untuk melakukan
disclosure.
Suka menolong, optimis, memiliki harapan akan
masa depan
Tidak ada, tidak ada paksaan saat peristiwa itu
terjadi
Baik, tidak menunjukkan sikap mengasihani,
memberi dukungan spiritual pada korban.
subjek B merasa memiliki Tuhan, keluarga, teman, dan kakak pembina rohani
yang dapat diandalkan. Subjek B juga
memiliki cita-cita, visi hidup, dan akses
untuk mencari pertolongan ketika dibutuhkan. Dari sisi keahlian, subjek B
mampu belajar untuk bertahan hidup dalam keadaan sulit, mampu menceritakan
masalah pada orang yang dekat dengan
dirinya, dan mampu mencari orang lain
ektika dibutuhkan.
Tabel 7 menunjukkan faktor risiko
dan protektif pada subjek B. Faktor risikonya adlaah perceraian orang tua,
kekerasan seksual, dan hubungan ayahanak yang kurang dekat. Faktor protektifnya adalah inteligensi yang baik, ikatan
yang aman denagn ibu, dukungan sosial
dari teman-teman, suka menolong, berprestasi di sekolah, keterlibatan dalam
komunitas gereja, berpartisipasi dalam
kegiatan ekstra kurikuler di sekolah, dan
berpaling dari situasi yang berisiko tinggi.
I have
(sumber daya eksternal)
B memiliki Tuhan, keluarga,
teman dan kakak pembina rohani
yang dapat diandalkan
B memiliki cita-cita
I can
(keahlian)
B mampu belajar untuk bertahan
dalam keadaan yang sulit
B mampu menceritakan masalah
pada orang-orang yang dekat
dengannya
B mampu mencari orang lain ketika
membutuhkan
65
Faktor-faktor risiko
Perceraian orangtua
Kekerasan seksual
hubungan ayah-anak yang kurang
dekat
Faktor-faktor protektif
Inteligensi yang baik
Ikatan yang aman dengan ibu
Dukungan sosial dari teman-teman
suka menolong
prestasi dalam sekolah
keterlibatan dalam komunitas gereja
berpartisipasi dengan kegiatan ekstrakulikuler di
sekolah yaitu di dalam OSIS
8. berpaling dari situasi yang berisiko tinggi
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
Derajat trauma pada subjek F adalah paling rendah, seperti yang dapat
dilihat pada Tabel 8. Pelaku kekerasan
seksual adalah karyawan percetakan milik
ibu korban tetapi sudah cukup dekat.
Kekerasan yang dialami hanya sekali saat
subjek berumur 6 tahun. Keadaan yang
subjek rasakan saat menceritakan kekerasan yang dialami negatif, karena kondisi lingkungan yang tidak dipercayai
korban dan karena struktur kepribadian
korban yang merasa tidak membutuhkan
orang lain dalam menyelesaikan masalah.
Struktur kepribadian subjek berjiwa sosial, tidak egois, pendiam, agak tertutup,
dewasa, lebih memikirkan orang lain
daripada diri sendiri, mandiri, dan sangat
menolong. Sama dengan kedua subjek
sebelumnya, subjek F tidak mengalami
kekerasan fisik, karena tidak ada unsur
paksaan. Reaksi pertama dari orang signi-
66
Extrafamilial
Karyawan pabrik percetakan milik ibu korban. Hubungan pelaku dengan
korban cukup dekat.
1 kali
6 tahun
Negatif karena kondisi lingkungan yang tidak dipercayai korban dan
karena struktur kepribadian korban yang merasa tidak membutuhkan
orang lain dalam menyelesaikan masalah.
Berjiwa sosial, tidak egois, pendiam, agak tertutup, dewasa, lebih
memikirkan orang lain daripada diri sendiri, mandiri, menolong.
Tidak ada, tidak ada paksaan saat peristiwa itu terjadi
Baik, tidak menunjukkan sikap mengasihani, memberi dukungan
spiritual pada korban.
I have
(sumber daya eksternal)
F memiliki Tuhan, keluarga, dan
teman-teman yang mengasihi
saya
F memiliki teman-teman yang
mendukung dan menjaga F
F memiliki tubuh yang sempurna
I can
(keahlian)
F mampu bersyukur dalam
keadaan yang sulit
F mampu menerima diri F apa
adanya
F mampu menemukan kekuatan
ketika menghadapi masalah
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
Faktor-faktor Protektif
Dukungan sosial dari teman dan keluarga
Keterlibatan dalam kegiatan keagamaan
memiliki prestasi akademik
memiliki harapan akan masa depan
optimis
suka menolong
memiliki tanggungjawab sebagai pembina rohani
67
68
69