Anda di halaman 1dari 13

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengetahuan
2.1.1. Pengertian Pengetahuan
Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang
melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Pengindraan terjadi melalui
pancaindra manusia, yakni penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa, dan raba.
Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga.
Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam
membentuk tindakan seseorang (Notoatmodjo, 2007).

2.1.2. Pengukuran Pengetahuan


Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket
yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek penelitian atau
responden. Kedalaman pengetahuan yang ingin kita ketahui atau kita ukur dapat
kita sesuaikan dengan tingkatan-tingkatan (Notoatmodjo, 2007).

2.2. Sikap
2.2.1. Pengertian Sikap
Sikap (attitude) merupakan reaksi atau respons yang masih tertutup dari
seseorang terhadap suatu stimulus atau objek. Dari batasan-batasan di atas dapat
disimpulkan bahwa manifestasi sikap itu tidak dapat langsung dilihat, tetapi hanya
dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang tertutup. Sikap secara nyata
menunjukkan konotasi adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulus tertentu dalam
kehidupan sehari-hari merupakan reaksi yang bersifat emosional terhadap
stimulus sosial. Newcomb, salah seorang ahli psikologis sosial, menyatakan
bahwa sikap itu merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak dan bukan
merupakan pelaksanaan motif tertentu. Sikap belum merupakan suatu tindakan
atau aktivitas, akan tetapi merupakan predisposisi tindakan suatu perilaku. Sikap

Universitas Sumatera Utara

merupakan kesiapan untuk bereaksi terhadap objek di lingkungan tertentu sebagai


suatu penghayatan terhadap objek.

2.2.2. Komponen Pokok Sikap


Dalam bagian lain Allport (1954) menjelaskan bahwa sikap mempunyai tiga
komponen pokok yaitu:
a. Kepercayaan (keyakinan), ide, dan konsep terhadap suatu objek.
b. Kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu objek.
c. Kecenderungan untuk bertindak (tend to behave).
Ketiga komponen ini secara bersama-sama membentuk sikap yang utuh
(total attitude). Dalam penentuan sikap yang utuh ini, pengetahuan, pikiran,
keyakinan, dan emosi memegang peranan penting (Notoatmodjo, 2007).

2.2.3. Pengukuran Sikap


Pengukuran sikap dapat dilakukan secara langsung dan tidak langsung.
Secara langsung dapat ditanyakan bagaimana pendapat atau pernyataan responden
terhadap suatu objek. Secara langsung dapat dilakukan dengan pernyataanpernyataan hipotesis, kemudian ditanyakan pendapat reponden (Notoatmodjo,
2007).

2.3. Transfusi Darah


2.3.1. Pendahuluan
Kemajuan dalam ilmu bedah dan pengobatan mengakibatkan bertambah
seringnya dilakukan transfusi darah. Pemberian darah ataupun komponennya
dimaksudkan antara lain untuk menjamin kemampuan penyediaan oksigen dalam
batas curah jantung yang dapat dihasilkan oleh tubuh, menjamin cukup tersedia
trombosit dan faktor-faktor pembekuan, dan untuk mencukupi isi ruang
intravaskular (Miller, 1981).
Transfusi darah sering merupakan penyelamat jiwa, akan tetapi morbiditas
dan motalitas setelah transfusi darah juga cukup tinggi. Karena itu transfusi darah
seyogiyanya hanya diberikan apabila ada indikasi yang jelas. Biasanya seorang

Universitas Sumatera Utara

dewasa normal masih dapat dengan baik mengatasi gangguan fungsional yang
ditimbulkan oleh kehilangan 10% isi darah, 20% kemampuan membawa oksigen
atau kehilangan 40% faktor pembekuan. Kehilangan sebanyak dua kali jumlah
tersebut di atas masih belum mengakibatkan kematian walaupun menimbulkan
gejala yang cukup berat (Rodman, 1988).

2.3.2. Pengertian
Menurut Peraturan Pemerintah No. 18 tahun 1980, definisi transfusi darah
adalah tindakan medis memberikan darah kepada seorang penderita yang
darahnya telah tersedia dalam botol kantong plastik. Usaha transfusi darah adalah
segala tindakan yang dilakukan dengan tujuan untuk memungkinkan penggunaan
darah bagi keperluan pengobatan dan pemulihan kesehatan yang mencakup
masalah-masalah pengadaan, pengolahan, dan penyampaian darah kepada orang
sakit. Darah yang digunakan adalah darah manusia atau bagian-bagiannya yang
diambil dan diolah secara khusus untuk tujuan pengobatan dan pemulihan
kesehatan. Penyumbang darah adalah semua orang yang memberikan darah untuk
maksud dan tujuan transfusi darah (PMI, 2002).

2.3.3. Pengelolaan Darah


Yang dimaksud dengan pengelolaan darah adalah tahapan kegiatan untuk
mendapatkan darah sampai dengan kondisi siap pakai, yang mencakup antara lain
(PMI, 2002):
a. Rekruitmen donor.
b. Pemeriksaan golongan darah.
c. Pemeriksaan uji saring.
d. Pengambilan darah donor.
e. Pemisahan darah menjadi komponen darah.
f. Pemeriksaan kococokan darah donor dengan pasien.
g. Penyimpanan darah di suhu tertentu.
h. Dan lain-lain.

Universitas Sumatera Utara

2.3.4. Syarat-syarat Teknis Menjadi Donor Darah


Untuk menjadi donor darah, seorang calon donor harus berusia antara 17 60 tahun. Pada usia 17 tahun diperbolehkan menjadi donor bila mendapat izin
tertulis dari orangtua; berat badan minimum 50 kg; temperatur tubuh secara oral
antara 36,6 - 37,5C; tekanan darah baik, yaitu sistole 110 - 160 mm Hg dan
diastole 70 - 100 mm Hg; denyut nadi teratur 50 - 100 kali/ menit; kadar
hemoglobin untuk wanita minimal 12 gr % dan pria minimal 12,5 gr %. Jumlah
penyumbangan pertahun sebanyak 3-4 kali, dengan jarak penyumbangan
sekurang-kurangnya tiga bulan. Keadaan ini harus sesuai dengan keadaan umum
kesehatan donor.
Seseorang tidak dibolehkan menjadi donor darah pada keadaan pernah
menderita hepatitis B atau hepatitis C dan berhubungan kontrak erat dengan
penderita hepatitis dalam enam bulan terakhir, menindik atau menato badan dalam
kurun waktu enam bulan terakhir, pasca operasi gigi dalam kurun waktu 72 jam
terakhir, pasca operasi kecil dalam enam bulan terakhir, pasca operasi besar dalam
12 bulan terakhir, menerima vaksinasi polio, influenza kolera, tetanus dipteria
atau profilaksis dalam 24 jam terakhir, menerima vaksinasi virus hidup parotitis
epidemica, measles dan tetanus toxin dalam dua minggu terakhir, menerima
injeksi imunisasi rabies terapetik dalam satu tahun terakhir, memiliki reaksi alergi
dalam satu minggu terakhir, melakukan transplantasi kulit dalam satu tahun
terakhir, sedang hamil dan sesudah persalinan dalam enam bulan terakhir, sedang
menyusui, ketergantungan obat, ketergantungan alkohol akut dan kronik,
menderita sifilis, menderita tuberkolosa, menderita epilepsi dan sering kejang,
menderita penyakit kulit pada vena (pembuluh darah balik) yang akan ditusuk,
mempunyai kecenderungan perdarahan atau penyakit darah, misalnya, defisiensi
G6PD, thalasemia, polisitemiavera, termasuk kelompok masyarakat yang
mempunyai resiko tinggi untuk mendapatkan HIV/AIDS (homoseks, morfinis,
berganti-ganti pasangan seks, pemakai jarum suntik tidak steril) dan yang terakhir
adalah pengidap HIV/ AIDS menurut hasil pemeriksaan pada saat donor darah
(PMI, 2002).

Universitas Sumatera Utara

2.3.5. Pengambilan Darah Donor


Seorang calon donor yang datang ke UTD akan diminta untuk menbaca dan
menjawab sendiri persyaratan-persyaratan menjadi donor, mengisi formulir
pendaftaran donor dan diperbolehkan untuk menanyakan hal-hal yang tidak
dimengerti kepada petugas. Riwayat medis calon donor akan ditanyakan.
Kemudian dilanjutkan dengan pemeriksaan hemoglobin dengan mengambil darah
dari ujung jari anda untuk diperiksa. Dokter akan melalukan pemeriksaan fisik
sederhana dan tekanan darah dan akan memberikan pertanyaan sehubungan
dengan isian formulir pendaftaran. Pengambilan darah akan mengambil waktu
kurang lebih 15 menit (PMI, 2002).
Seorang asisten atau laboran akan bersama calon pendonor dan calon
pendonor diminta untuk beristirahat selama 5-10 menit dalam posisi berbaring.
Lama penyumbangan bervariasi terbantung dari banyak tidaknya penyumbang
darah. Pengambilan donor darah dilakukan secara bergantian. Darah yang diambil
sekitar 250cc atau 350 cc, kira-kira 7-9% dari volume rata-rata orang dewasa.
Darah dikumpulkan ke dalam kantung plastik 250 ml yang mengandung 65 75
mL CPC (Citrate Phosphate Dextrose) atau ACD (Acid Citrate Dextrose).
Volume tersebut akan digantikan oleh tubuh dalam waktu 24-48 jam dengan
minum yang cukup (PMI, 2002).
Setelah menyumbangkan darah, pendonor dipersilahkan menuju ruang
istirahat sambil duduk untuk memberikan kesempatan tubuh menyesuaikan diri
sambil menikmati hidangan. Kartu donor akan diberikan sebelum meninggalkan
ruangan (PMI, 2002).

2.3.6. Skrining atau Pemeriksaan Uji Saring


Transfusi darah merupakan jalur ideal bagi penularan penyebab infeksi
tertentu dari donor kepada resipien. Untuk mengurangi potensi transmisi penyakit
melalui transfusi darah, diperlukan serangkaian skrining terhadap faktor-faktor
risiko yang dimulai dari riwayat medis sampai beberapa tes spesifik. Tujuan
utama skrining adalah untuk memastikan agar persediaan darah yang ada sedapat
mungkin bebas dari penyebab infeksi dengan cara melacaknya sebelum darah

Universitas Sumatera Utara

tersebut ditransfusikan. Untuk skrining donor darah yang aman maka pemeriksaan
harus dilakukan secara individual (tiap individual bag atau satu unit darah). Jenis
pemeriksaan yang digunakan sesuai dengan standard WHO, dalam hal ini
meliputi pemeriksaan atas sifilis, hepatitis B, hepatitis C dan HIV. Metode tes
dapat menggunakan uji cepat khusus (rapid test), automated test maupun ELISA
(Enzyme Linked Immuno Sorbent Assay). Laboratorium yang menguji 1-35 donasi
per minggu sebaiknya menggunakan rapid test. Laboratorium yang menguji 35-60
donasi per minggu sebaiknya menggunakan metoda uji aglutinasi partikel dan
yang menguji lebih dari 60 donasi per minggu sebaiknya menggunakan EIA.
Metode yang umum digunakan di UTD cabang adalah rapid test (Depkes RI,
2001).
Dalam mempertimbangkan berbagai pengujian, perlu disadari data yang
berkaitan dengan sensitivitas dan spesifitas masing-masing pengujian. Sensitivitas
adalah suatu kemungkinan adanya hasil tes yang akan menjadi reaktif pada
seorang individu yang terinfeksi, oleh karena itu sensitivitas pada suatu pengujian
adalah kemampuannya untuk melacak sampel positif yang selemah mungkin.
Spesifisitas adalah suatu kemungkinan adanya suatu hasil tes yang akan menjadi
non-reaktif pada seorang individu yang tidak terinfeksi, oleh karena itu spesifitas
suatu pengujian adalah kemampuannya untuk melacak hasil positif non-spesifik
atau palsu (Depkes RI, 2001).
Dalam mempertimbangkan masalah penularan penyakit melalui transfusi
darah, perlu diingat bahwa seorang donor yang sehat akan memberikan darah
yang aman. Donor yang paling aman adalah donor yang teratur, sukarela, dan
tidak dibayar. Jelasnya bahwa para donor yang berisiko terhadap penyakit infeksi
harus didorong agar tidak menyumbangkan darahnya (Depkes RI, 2001).

2.3.7. Indikasi Pemberian Darah dan Komponen Darah


Faktor keamanan dan keefektifan transfusi darah bergantung pada indikasi
transfusi darah dan pemberian komponen darah yang tepat. Transfusi darah atas
indikasi yang tidak tepat tidak akan memberi keuntungan bagi pasien, bahkan
malah menambah resiko yang tidak perlu (WHO, 2002). Keputusan untuk

Universitas Sumatera Utara

melakukan transfusi darah harus selalu berdasarkan penilaian yang tepat dari segi
klinis penyakit dan hasil pemeriksaan laboratorium. Pada tabel 2.1 tersedia
macam-macam daftar bentuk darah yang dipisahkan, indikasi pemberian
komponen darah dan masa simpannya.

Tabel 2.1. Bentuk Darah, Indikasi Pemberian dan Masa Simpan Darah
No.

Bentuk Darah

Indikasi

Masa
Simpan

Keterangan

1. Pendarahan
2. Anemia
1.

Darah lengkap

3. Renjetan Oligonemik
4. Kelainan darah seperti

21 hari

anemia aplastik

Khususnya untuk
pasien jantung,

2.

Eritrosit
terkonsentrasi

Anemia kronis dimana


volume sirkulasi tidak

anemia berat,
21 hari

bertambah

sepsis, pasien
sangat muda
ataupun sangat
tua

3.

Darah lengkap
segar

Pendarahan dengan
trombositopenia

12 jam

(trombosit <40.000/mL
Bila kadar kalim
pasien masih

Transfusi tukar pada


4.

Darah baru

neonatus

2 hari

rendah

Universitas Sumatera Utara

No.
5.

Bentuk Darah

Indikasi

Eritrosit cucian 1. Hemoglobinuria

Masa
Simpan

Keterangan

6 jam

Leukosit belum

noktrunal paroksimal

dapat hilang

2. Resipien yang

seluruhnya

memiliki antibody
terhadap
leukosit/trombosit
3. Reaksi transfusi
terhadap antigen plasma
4. Pasca transplantasi
organ
5. Pasien dengan
defisiensi imunitas
6.

Eritrosit beku

Sama seperti indikasi

6 jam

untuk eritrosit cucian

setelah

Pembuatan mahal

dicairkan
7.

Plasma kering

1. Untuk meningkatkan

8 tahun

volume sirkulasi

Umur 3 jam
setelah dicairkan

2. Luka bakar

8.

Plasma beku

Defisiensi faktor

segar

pembekuan seperti

Harus segera
dipakai setelah

hemofilia, pasca

dicairkan

transfuse masif,
kelebihan dosis coumarin
dan antikoagulan
indandione
9.

Konsentrasi

Sama dengan indikasi

Fraksi Protein

plasma kering

plasma

2 tahun

Tidak
mengandung
fibrinogen

Universitas Sumatera Utara

No.

Bentuk Darah

10.

Albumin

Indikasi
Hipoalbuminemia

Masa
Simpan
3 jam

Keterangan

setelah
preparasi
11.

Fibrinogen

Afibrinogenemia

3 jam
setelah
preparasi

12.

Kripresipitat

Defisiensi faktor VII

13.

Faktor VIII

Hemofilia

kering

3 jam
setelah
preparasi

14.

Konsentrat

Trombositopenia karena

Trombosit

berbagai macam sebab

2-3 hari

Sumber: James, D.C., 1981. Blood Transfusion and Notes on Realted Aspects of
Blood Clotting and Heamoglobinopathies. In: James, D.C., Scientific Foundation
of Anesthesia. London :WB Saunders, 375-91.
2.3.8. Pemeriksaan Golongan Darah Donor
Karl Landsteiner, seorang ilmuwan asal Austria yang menemukan 3 dari 4
golongan darah dalam sistem AB0 pada tahun 1900 dengan cara memeriksa
golongan darah beberapa teman sekerjanya. Percobaan sederhana ini pun
dilakukan dengan mereaksikan sel darah merah dengan serum dari para donor.
Hasilnya adalah dua macam reaksi (menjadi dasar antigen A dan B, dikenal
dengan golongan darah A dan B) dan satu macam tanpa reaksi (tidak memiliki
antigen, dikenal dengan golongan darah 0). Kesimpulannya ada dua macam
antigen A dan B di sel darah merah yang disebut golongan A dan B, atau sama
sekali tidak ada reaksi yang disebut golongan 0.
Kemudian Alfred Von Decastello dan Adriano Sturli yang masih kolega
dari Landsteiner menemukan golongan darah AB pada tahun 1901. Pada golongan
darah AB, kedua antigen A dan B ditemukan secara bersamaan pada sel darah

Universitas Sumatera Utara

merah sedangkan pada serum tidak ditemukan antibodi (PMI, 2002). Menurut
sistem AB0, golongan darah dibagi menjadi 4 golongan seperti yang tertera pada
Tabel 2.2.
Untuk menentukan golongan darah seseorang tidak diperlukan biaya yang
besar dan relatif mudah karena hanya memerlukan beberapa tetes dari sampel
darah. Sebuah serum anti-A dicampur dengan satu atau dua tetes sampel darah.
Serum lainnya dengan anti-B dicampurkan pada sisa sampel. Penilaian dilakukan
dengan memperhatikan apakan ada penggumpalan pada salah satu sampel darah
tersebut. Sebagai contoh, apabila sampel darah yang dicampur serum anti-A
tersebut menggumpal namun tidak menggumpal pada sampel darah yang
dicampur serum anti-B maka antigen A ada pada sampel darah tersebut. Oleh
karena itu dapat disimpulkan bahwa sampel darah tersebut diambil dari orang
dengan golongan darah A (Palomar College Behavioral Sciences Department,
2009).
Tabel 2.2. Pembagian Golongan Darah Sistem ABO
Golongan
Darah
A
B
0
AB

Antigen A

Antigen B

+
+

+
+

Antibodi
Anti-A
+
+
-

Antibodi
Anti-B
+
+
-

Berdasarkan ada tidaknya antigen-Rh, maka golongan darah manusia


dibedakan atas dua kelompok. Kelompok pertama adalah kelompok orang dengan
Rh-positif (Rh+), berarti darahnya memiliki antigen-Rh yang ditunjukkan dengan
reaksi positif atau terjadi penggumpalan eritrosit pada waktu dilakukan tes dengan
anti-Rh (antibodi Rh). Kelompok satunya lagi adalah kelompok orang dengan Rhnegatif (Rh-), berarti darahnya tidak memiliki antigen-Rh yang ditunjukkan
dengan reaksi negatif atau tidak terjadi penggumpalan saat dilakukan tes dengan
anti-Rh (antibodi Rh).
Menurut Landsteiner golongan darah Rh ini termasuk keturunan (herediter)
yang diatur oleh satu gen yang terdiri dari 2 alel, yaitu R dan r. R dominan

Universitas Sumatera Utara

terhadap r sehingga terbentuknya antigen-Rh ditentukan oleh gen dominan R.


Orang Rh+ mempunyai genotip RR atau Rr, sedangkan orang Rh- mempunyai
genotip rr (Beutler, 2006).

2.3.9. Resiko Penularan Infeksi


2.3.9.1. Pendahuluan
Resiko penularan penyakit infeksi melalui transfusi darah bergantung pada
berbagai hal, antara lain prevalensi penyakit di masyarakat, keefektifan skrining
yang digunakan, status imun resipien dan jumlah donor tiap unit darah (National
Blood Users Group, 2001). Penularan penyakit terutama timbul pada saat window
period yaitu periode segera setelah infeksi dimana darah donor sudah infeksius
tetapi hasil skrining masih negatif (Goodnough, 1999).

2.3.9.2. Transmisi HIV


Penularan HIV melalui transfusi darah pertama kali diketahui pada akhir
tahun 1982 dan awal 1983. Pada tahun 1983 Public Health Service (Amerika
Serikat) merekomendasikan orang yang berisiko tinggi terinfeksi HIV untuk tidak
menyumbangkan darah. Bank darah juga mulai menanyakan kepada donor
mengenai berbagai perilaku berisiko tinggi, bahkan sebelum skrining antibodi
HIV dilaksanakan, hal tersebut ternyata telah mampu mengurangi jumlah infeksi
HIV yang ditularkan melalui transfusi. Berdasarkan laporan dari Centers for
Disease Control and Prevention (CDC) selama 5 tahun pengamatan, hanya
mendapatkan 5 kasus HIV/tahun yang menular melalui transfusi setelah
dilakukannya skrining antibodi HIV pada pertengahan maret 1985 dibandingkan
dengan 714 kasus pada 1984.
Untuk mengurangi risiko penularan HIV melalui transfusi, bank darah mulai
menggunakan tes antigen p24 pada tahun 1995. Setelah kurang lebih 1 tahun
skrining, dari 6 juta donor hanya 2 yang positif (Goodnough, 1999).

Universitas Sumatera Utara

2.3.9.3. Penularan Hepatitis B dan C


Penggunaan skrining antigen permukaan hepatitis B pada tahun 1975
menyebabkan penurunan infeksi hepatitis B yang ditularkan melalui transfusi,
sehingga saat ini hanya terdapat 10% yang menderita hepatitis pasca transfusi.
Makin meluasnya vaksinasi hepatitis B diharapkan mampu lebih menurunkan
angka penularan virus hepatitis B. Meskipun penyakit akut timbul pada 35%
orang yang terinfeksi, tetapi hanya 1-10% yang menjadi kronis (Goodnough,
1999).
Transmisi infeksi virus hepatitis non-A non-B sangat berkurang setelah
penemuan virus hepatitis C dan dilakukannya skrining anti-HCV. Risiko
penularan hepatitis C melalui transfusi darah adalah 1:103.000 transfusi. Infeksi
virus hepatitis C penting karena adanya fakta bahwa 85% yang terinfeksi akan
menjadi kronik, 20% menjadi sirosis dan 1-5% menjadi karsinoma hepatoselular.
Mortalitas akibat sirosis dan karsinoma hepatoselular adalah 14,5% dalam kurun
waktu 21-28 tahun (Moore, 1997). Prevalensi hepatitis B di Indonesia adalah 317% dan hepatitis C 3,4% sehingga perlu dilakukan skrining hepatitis B dan C
yang cukup adekuat (Soetomo, 2001).

2.3.9.4. Penularan Syphilis


Syphilis dapat menular kepada orang lain selain melalui hubungan seks
yaitu melalui transfusi darah. Penularan sifilis di Kanada telah berhasil
dihilangkan dengan penyeleksian donor yang cukup hati-hati dan penggunaan tes
serologis terhadap penanda sifilis (Canadian Medical Association, 1997). Di
Indonesia

syphilis

dikenal

dengan

nama

penyakit

raja

singa.

2.3.10. Kontaminasi Darah Donor


2.3.10.1. Kontaminasi Bakteri
Kontaminasi bakteri mempengaruhi 0,4% konsentrat sel darah merah dan 12% konsentrat trombosit (WHO, 2002). Kontaminasi bakteri pada darah donor
dapat timbul sebagai hasil paparan terhadap bakteri kulit pada saat pengambilan
darah, kontaminasi alat dan manipulasi darah oleh staf bank darah atau staf rumah

Universitas Sumatera Utara

sakit pada saat pelaksanaan transfusi atau bakteremia pada donor saat
pengambilan darah yang tidak diketahui (Canadian Medical Association, 1997).
Jumlah

kontaminasi

bakteri

meningkat

seiring

dengan

lamanya

penyimpanan sel darah merah atau plasma sebelum transfusi. Penyimpanan pada
suhu kamar meningkatkan pertumbuhan hampir semua bakteri. Beberapa
organisme, seperti Pseudomonas tumbuh pada suhu 2-6C dan dapat bertahan
hidup atau berproliferasi dalam sel darah merah yang disimpan, sedangkan
Yersinia dapat berproliferasi bila disimpan pada suhu 4C. Stafilokokus tumbuh
dalam kondisi yang lebih hangat dan berproliferasi dalam konsentrat trombosit
pada suhu 20-40C. Oleh karena itu, risiko meningkat sesuai dengan lamanya
penyimpanan (Moore, 1997). Gejala klinis akibat kontaminasi bakteri pada sel
darah merah timbul pada 1 : 1 juta unit transfusi. Risiko kematian akibat sepsis
bakteri timbul pada 1 : 9 juta unit transfusi sel darah merah. Di Amerika Serikat
selama tahun 1986-1991, kontaminasi bakteri pada komponen darah sebanyak
16%; 28% di antaranya berhubungan dengan transfusi sel darah merah. Risiko
kontaminasi bakteri tidak berkurang dengan penggunaan transfusi darah autolog.

2.3.10.2. Kontaminasi parasit


Kontaminasi parasit dapat timbul hanya jika donor menderita parasitemia
pada saat pengumpulan darah. Kriteria seleksi donor berdasarkan riwayat
bepergian terakhir, tempat tinggal terdahulu, dan daerah endemik, sangat
mengurangi kemungkinan pengumpulan darah dari orang yang mungkin
menularkan malaria, penyakit Chagas atau Leismaniasis. Di Kanada dan Amerika
Serikat penularan penyakit Chagas melalui transfusi sangat jarang (Zallen, 1999).
Menurut National Blood Users Group (2001), resiko penularan malaria di Kanada
diperkirakan 1 : 400.000 unit konsentrat sel darah merah, di Amerika Serikat 1 : 4
juta unit darah, sedangkan di Irlandia saat ini tidak ada laporan mengenai
penularan malaria melalui transfusi darah.

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai