Defenisi Sepsis
Sepsis adalah adanya mikroorganisme patogen atau toksinnya di dalam darah
atau jaringan lain atau dapat dikatakan suatu keadaan yang berhubungan dengan
keadaan tersebut. Septikemia adalah penyakit sistemik yang berhubungan dengan
adanya dan bertahannya mikroorganisme patogen atau toksinnya di dalam darah.
Bakteremia adalah adanya bakteri di dalam darah. Viremia adalah adanya virus di
dalam darah.17
2.2.
2.3.
Sepsis awitan dini (SAD) merupakan infeksi perinatal yang terjadi segera
dalam periode pascanatal (kurang dari 72 jam) dan biasanya diperoleh pada saat
proses kelahiran atau in utero.20 Incidence rate sepsis neonatorum awitan dini adalah
3,5 kasus per 1.000 kelahiran hidup dan 15-50% pasien tersebut meninggal.7
Sepsis awitan lambat (SAL) merupakan infeksi pascanatal (lebih dari 72 jam)
yang diperoleh dari lingkungan sekitar atau rumah sakit (infeksi nosokomial). Proses
infeksi pasien semacam ini disebut juga infeksi dengan transmisi horizontal. Angka
mortalitas SAL lebih rendah daripada SAD yaitu kira-kira 10-20%. 7 SAD sering
dihubungkan dengan infeksi intranatal, sedangkan SAL sering dihubungkan dengan
infeksi
postnatal
terutama
nosokomial.20
Tabel
di
bawah
ini
mencoba
Dini
<72 jam
Jalan Lahir
Lambat
>72 jam
Lingkungan (Nosokomial)
Tabel 2.1. Klasifikasi sepsis berdasarkan awitan dan sumber infeksi.
2.4.
Patogenesis
Selama dalam kandungan janin relatif aman terhadap kontaminasi kuman
karena terlindung oleh berbagai organ tubuh seperti plasenta, selaput amnion, khorion,
dan beberapa faktor anti infeksi dari cairan amnion.19
Infeksi pada neonatus dapat terjadi antenatal, intranatal dan pascanatal. Lintas
infeksi perinatal dapat digolongkan sebagai berikut:
2.4.1.
Infeksi Antenatal.
Infeksi antenatal pada umumnya infeksi transplasenta, kuman berasal dari ibu,
kemudian melewati plasenta dan umbilikus dan masuk ke dalam tubuh bayi melalui
sirkulasi bayi. Infeksi bakteri antenatal antara lain oleh Streptococcus Group B.
Penyakit lain yang dapat melalui lintas ini adalah toksoplasmosis, malaria dan sifilis.
Pada dugaan infeksi tranplasenta biasanya selain skrining untuk sifilis, juga dilakukan
skrining terhadap TORCH (Toxoplasma, Rubella, Cytomegalovirus dan Herpes).
2.4.2.
Infeksi Intranatal
Infeksi intranatal pada umumnya merupakan infeksi asendens yaitu infeksi
yang berasal dari vagina dan serviks. Karena ketuban pecah dini maka kuman dari
serviks dan vagina menjalar ke atas menyebabkan korionitis dan amnionitis. Akibat
korionitis, maka infeksi menjalar terus melalui umbilikus dan akhirnya ke bayi. Selain
itu korionitis menyebabkan amnionitis dan liquor amnion yang terinfeksi ini masuk ke
traktus respiratorius dan traktus digestivus janin sehingga menyebabkan infeksi
disana.21
Infeksi lintas jalan lahir ialah infeksi yang terjadi pada janin pada saat
melewati jalan lahir melalui kulit bayi atau tempat masuk lain. Pada umumnya infeksi
ini adalah akibat kuman Gram negatif yaitu bakteri yang menghasilkan warna merah
pada pewarnaan Gram dan kandida. Menurut Centers for Diseases Control and
Prevention (CDC) Amerika, paling tidak terdapat bakteria pada vagina atau rektum
pada satu dari setiap lima wanita hamil, yang dapat mengkontaminasi bayi selama
melahirkan.22
2.4.3.
Infeksi Pascanatal
Infeksi pascanatal pada umumnya akibat infeksi nosokomial yang diperoleh
bayi dari lingkungannya di luar rahim ibu, seperti kontaminasi oleh alat-alat, sarana
perawatan dan oleh yang merawatnya. Kuman penyebabnya terutama bakteri, yang
sebagian besar adalah bakteri Gram negatif. Infeksi oleh karena kuman Gram negatif
umumnya terjadi pada saat perinatal yaitu intranatal dan pascanatal. 21 Lintas infeksi
perinatal dapat dilihat pada gambar berikut:
INFEKSI
PRANATAL
INFEKSI
INTRANATAL
Bila paparan kuman ini berlanjut dan memasuki aliran darah, akan terjadi
respons tubuh yang berupaya untuk mengeluarkan kuman dari tubuh. Berbagai reaksi
tubuh yang terjadi akan memperlihatkan pula bermacam gambaran gejala klinis pada
pasien. Tergantung dari perjalanan penyakit, gambaran klinis yang terlihat akan
berbeda. Oleh karena itu, pada penatalaksanaan selain pemberian antibiotika, harus
memperhatikan pula gangguan fungsi organ yang timbul akibat beratnya penyakit.7
Gejala Klinik 21
2.5.
Gejala klinik infeksi sistemik pada neonatus tidak spesifik dan seringkali sama
dengan gejala klinik gangguan metabolik, hematologik dan susunan saraf pusat.
Peningkatan suhu tubuh jarang terjadi dan bila ada umumnya terdapat pada bayi cukup
bulan. Hipotermia lebih sering ditemukan daripada hipertermia. Leukosit pada
neonatus mempunyai rentang yang luas yaitu antara 4.000 s/d 30.000 per mm3.
Gejala klinik sepsis neonatorum pada stadium dini sangat sulit ditemukan
karena tidak spesifik, tidak jelas dan seringkali tidak terobservasi. Karena itu,
dibutuhkan suatu dugaan keras terhadap kemungkinan ini agar diagnosa dapat
ditegakkan. Gejala klinik sepsis pada neonatus dapat digolongkan sebagai:
2.5.1.
Gejala umum: bayi tidak kelihatan sehat (not doing well), tidak mau
2.6.1.
menyebabkan
hipigamaglobulinemia
berat.
Imaturitas
kulit
juga
kembar pada janin adalah umur kehamilan tambah singkat dengan bertambahnya
jumlah janin dalam kehamilan kembar, sehingga kemungkinan terjadinya bayi
prematur sangat tinggi.32
a.
2. Faktor Ibu
pendidikan
ibu
dapat
menjadi
salah
satu
faktor
yang
ibu dinilai lebih banyak memperoleh infromasi yang dibutuhkan. Selain itu, ibu
dengan tingkat pendidikan relatif tinggi lebih mudah menyerap informasi atau
himbauan yang diberikan. Dengan demikian mereka dapat memilih serta
menentukan alternatif terbaik dalam melakukan perawatan dan pemeriksaan
kehamilan sehingga dapat melahirkan bayi sehat.
Menurut Bachroen, tingkat pendidikan mempunyai pengaruh besar terhadap
derajat kesehatan. Penelitian yang dilakukan menyebutkan bahwa pendidikan paling
berpengaruh adalah pendidikan ibu.36
a. 2.3. Pekerjaan Ibu
Variabel pekerjaan akan mencerminkan keadaan sosial ekonomi keluarga.
Penelitian Yahya K, dkk menyebutkan bahwa presentase terbanyak adalah pada
golongan berpenghasilan rendah. Dimana suami bekerja sebagai buruh, kemudian
diikuti pedagang kecil, pegawai negeri golongan I dan II. Sedangkan istrinya (ibu
hamil) pada umumnya tidak bekerja. Rendahnya kedudukan tingkat dan macam
pekerjaan ini adalah akibat dari tingkat pendidikan yang juga
rendah.37
Di Negara berkembang, banyak ibu bekerja keras untuk membantu menopang
kehidupan keluarganya di samping tugas utama mengelola rumah tangga, menyiapkan
makanan, mengasuh dan merawat anak. Salah satu studi menunjukkan bahwa 25%
dari rumah tangga sangat bergantung pada pendapatan kaum perempuan. Jika ibu
hamil bekerja terlalu keras dan intake kalori kurang selama hamil akan lebih mudah
melahirkan bayi dengan berat lahir rendah yang merupakan faktor risiko terjadinya
infeksi.38
a. 2.4. Umur Kehamilan
Lama kehamilan yaitu 280 hari atau 40 minggu, dihitung dari hari pertama
haid yang terakhir. Lama kehamilan dapat dibedakan atas:
i.
ii. Partus matures atau aterm (cukup bulan), adalah partus pada kehamilan
37-40 minggu, janin matur, berat badan di atas 2.500 gram.
iii. Partus postmaturus (serotinus) adalah persalinan yang terjadi 2 minggu
atau lebih dari waktu partus cukup bulan.32
a. 2.5. Ketuban pecah dini (KPD)
Ketuban pecah dini (KPD) yaitu bocornya cairan amnion sebelum mulainya
persalinan, terjadi pada kira-kira 7 sampai 12 persen kehamilan. Paling sering ketuban
pecah pada atau mendekati saat persalinan; persalinan terjadi secara spontan dalam
beberapa jam. Bila ketuban pecah dini dihubungkan dengan kehamilan preterm, ada
risiko peningkatan morbiditas dan mortalitas perinatal akibat imaturitas janin.39
Sepsis neonatorum dini sering dihubungkan dengan KPD karena infeksi
dengan KPD saling mempengaruhi. Infeksi genital bawah dapat mengakibatkan KPD,
demikian pula KPD dapat memudahkan infeksi asendens. Infeksi asendens ini dapat
berupa amnionitis dan korionitis, gabungan keduanya disebut korioamnionitis. 40 Bila
ketuban pecah lebih dari 24 jam, kejadian sepsis pada bayi meningkat sekitar 1% dan
bila disertai korioamnionitis, kejadian sepsis akan meningkat menjadi 4 kalinya.18
Dalam penelitian Suwiyoga, dkk tahun 2007 dengan menggunakan rancangan
penelitian studi kohort di Indonesia menemukan bahwa resiko SAD pada ketuban
pecah kurang 12 jam adalah 1,5 kali, sesudah 12-18 jam adalah 7 kali dan pada 18-24
jam adalah 9 kali.35 Selain itu, KPD merupakan faktor risiko utama prematuritas yang
merupakan penyumbang utama SAD dan kematian perinatal.40
a. 2.6. Infeksi dan demam (>38C) pada masa peripartum
Infeksi dapat merupakan akibat korioamnionitis, infeksi saluran kemih,
kolonisasi vagina oleh Streptococcus grup B (SGB), kolonisasi perineal oleh E. coli,
dan komplikasi obstetrik lainnya.18 Ibu yang menderita infeksi ketika hamil dapat
menyebabkan dampak yang besar terhadap ibu maupun janin dan bayi neonatal seperti
infeksi neonatal.39
a. 2.7. Cairan ketuban hijau keruh dan berbau.
Dalam penelitian Nugrahani, dkk tahun 2005 dengan menggunakan rancangan
penelitian uji diagnostik potong lintang di RS Dr. Sardjito Yogyakarta terdapat
proporsi ibu dengan keadaan air ketuban keruh melahirkan bayi yang mengalami
sepsis neonatorum sebanyak 33,1%.15 Menurut hasil penelitian Simbolon di instalasi
kebidanan Rumah Sakit Pusat Sardjito Yogyakarta dari bulan Januari 2001 ditemukan
72 % faktor risiko sepsis neonatorum adalah BBLR dengan keadaan air ketuban bau
busuk.10
a. 2.8. Riwayat Persalinan Ibu
Bayi yang lahir dengan tindakan (ekstraksi cunam/vakum dan seksio sesaria)
berisiko mengalami sepsis neonatorum. Infeksi dapat diperoleh bayi dari
lingkungannya diluar rahim ibu, seperti alat-alat penolong persalinan yang
terkontaminasi.41 Dalam penelitian Simbolon tahun 2008 dengan menggunakan desain
penelitian kasus kontrol di kabupaten Rejang Lebong propinsi Bengkulu, kejadian
sepsis neonatorum menurut riwayat persalinan menunjukkan bahwa kejadian sepsis
neonatorum sedikit lebih banyak pada bayi dengan riwayat persalinan dengan tindakan
(ekstraksi cunam/vakum dan seksio sesaria). Bayi yang lahir dengan tindakan berisiko
2,142 kali mengalami sepsis neonatorum dibandingkan dengan bayi yang lahir secara
normal.10
a. 2.9. Frekuensi Pemeriksaan Kehamilan (Antenatal Care)
Pemeriksaan kehamilan (Antenatal Care) yang teratur berfungsi sebagai
kontrol untuk mendeteksi terjadinya tanda-tanda komplikasi kehamilan, sehingga
dapat mengantisipasi kemungkinan bahaya kehamilan dan persalinan. 42 Pemeriksaan
kehamilan perlu dilakukan oleh ibu semasa hamil, mulai dari trimester pertama sampai
saat berlangsungnya persalinan. Tujuan pemeriksaan kehamilan adalah untuk
menemukan ibu hamil yang mempunyai risiko tinggi sehingga risiko kematian ibu
atau bayi dapat dikurangi.43 Pemeriksaan kehamilan yang dilakukan dapat mengurangi
kejadian kelahiran prematur pada bayi yang sangat rentan terkena sepsis. Selain itu
dengan melakukan pemeriksaan selama hamil dapat dideteksi secara dini penyakit
infeksi yang diderita oleh ibu yang nantinya akan mengakibatkan infeksi pada
bayinya.
normal enterik. Mereka biasanya bersifat nonhemolitik tapi suatu saat dapat
bersifat hemolitik-a.
b. 5. Sterptococcus bovis: Bakteri ini termasuk dalam streptococcus group D
nonenterococcus. Mereka sebagian merupakan flora enterik dan kadangkala
dapat mengakibatkan endokarditis, dan juga dapat
mengakibatkan bakteremia pada pasien dengan carcinoma colon.
Bakteri bersifat nonhemolitik.
b. 6. Streptococcus anginosus: Bakteri streptococcus ini merupakan
bagian dari flora normal. Bisa bersifat a,, atau nonhemo litik. S.
anginosus meliputi bakteri streptococcus hemolitik B yang membentuk
koloni kecil (berdiameter < 0,5 mm) dan bereaksi dengan antiserum
grup A, C, atau G; dan terhadap semua hemolitik B grup F.
b. 7. Streptococcus Grup N: Mereka jarang menimbulkan penyakit pada
manusia namun dapat menyebabkan penggumpalan normal pada susu.
b. 8. Streptococcus Grup E, F, G, H, dan K-U: Bakteri streptococcus ini
terdapat terutama pada hewan dan terkadang juga pada manusia.
b. 9. Streptococcus pneumoniae: Bakteri pneumokokus bersifat hemolitika.
b. 10. Streptococcus viridians: Secara tipikal, biasanya bersifat hemolitika, tapi kemungkinan lain mereka bersifat nonhemolitik. Bakteri
streptococcus viridians merupakan bakteri yang paling umum sebagai
flora normal pada saluran pernafasan atas dan berperan penting untuk
menjaga kesehatan membran mukosa yang terdapat disana.45
Selain itu penyebab lain dari sepsis neonatorum adalah Staphylococcus aureus,
Klebsiella,
Enterobacter
sp,
Pseudomonas
aeruginosa,
Proteus
sp,Listeria
monocytogenes dan bakteri anaerob. Sepsis awitan dini akan terlihat sebagai proses
nyata, yang mengenai banyak organ pada minggu pertama kehidupan, sedangkan
sepsis awitan lambat, sering dimanifestasikan sebagai meningitis setelah minggu
pertama kehidupan.
Pertama-tama biasanya dihubungkan dengan faktor-faktor ibu dan organisme
yang berasal dari cairan ketuban yang terinfeksi atau ketika janin melewati jalan lahir,
dan setelah itu bayi mungkin terinfeksi dari lingkungannya atau dari sejumlah sumber
di rumah sakit. E. coli dan streptococcus B mungkin bertanggung jawab atas
terjadinya sepsis awitan dini atau lambat, sedangkan S. aureus, Klebsiella,
Enterobacter sp, P. aeruginosa dan Serratila sp, lebih lazim menyebabkan sepsis
awitan lambat.21
c. Environment
Beberapa faktor lingkungan yang menjadi determinan sepsis neonatorum
terutama berasal dari keadaan Neonatal Intensive Care Unit (NICU) yaitu jumlah
pasien yang terlalu banyak, kurangnya tempat dan sabun untuk mencuci tangan,
kurangnya handuk atau tissue, tempat penyimpanan sarana kesehatan yang tidak
nyaman, buruknya kebersihan, buruknya ventilasi aliran udara dan fasilitas ruangan
isolasi, dapat meningkatkan angka kejadian sepsis neonatorum.
Komplikasi
Komplikasi sepsis neonatorum antara lain:7
2.7.1. Meningitis
2.7.2.
dapat menyebabkan
terjadinya
Komplikasi
yang
berhubungan
dengan
penggunaan
2.7.
2.8.1.
Pencegahan Primordial
Mengatur pola makan sehat dan bergizi dalam jenis dan jumlah yang cukup
pada ibu untuk mempertahankan daya tahan tubuh serta menjaga kebesihan diri
sehingga terhindar dari penyakit infeksi.
b.
c.
Tidak melahirkan pada usia ibu risiko tinggi, seperti usia kurang dari 20 tahun
atau lebih dari 35 tahun agar tidak berisiko melahirkan bayi prematur dan bayi
dengan berat badan lahir rendah.
2.8.2.
Pencegahan Primer
Pencegahan primer meliputi segala bentuk kegiatan yang dapat menghentikan
kejadian suatu penyakit atau gangguan sebelum hal itu terjadi. Pencegahan primer juga
diartikan sebagai bentuk pencegahan terhadap terjadinya suatu penyakit pada
seseorang dengan faktor risiko. Upaya yang dapat dilakukan sebagai pencegahan
primer terhadap kejadian sepsis neonatorum adalah: a. Mewujudkan Pelayanan
Kebidanan yang Baik dan Bermutu
Bidan memegang peranan penting dalam upaya meningkatkan kesehatan.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan untuk mewujudkan pelayanan kebidanan yang
baik dan bermutu antara lain:
a. 1. Semua wanita hamil mendapat kesempatan dan menggunakan
kesempatan untuk menerima pengawasan serta pertolongan dalam
kehamilan, persalinan, dan nifas.
a. 2. Pelayanan yang diberikan bermutu.
a.3. Walaupun tidak semua persalinan berlangsung di rumah sakit, namun ada
kemungkinan untuk mendapat perawatan segera di rumah sakit jika
terjadi komplikasi.
a. 4. Diwajibkan bersalin di rumah sakit untuk:
a.4.1.
Wanita
dengan
komplikasi
obstetrik
(panggul
sempit,
dapat dideteksi penyakit infeksi yang dialami ibu yang dapat mengakibatkan
sepsis neonatorum.
Kunjungan antenatal sebaiknya dilakukan paling sedikit 4 kali selama masa
kehamilan dengan distribusi kontak sebagai berikut:
c. 1.
Minimal 1
Minimal
Minimal
2 kali pada trimester III (K3 dan K4), usia kehamilan > 24
d. Mencuci tangan
d. Mencuci tangan
d. Mencuci tangan
itu akan terjadi interaksi atau hubungan timbal balik dengan cepat antara ibu dengan
bayi.52
Penggunaan Air Susu Ibu (ASI) sudah dibuktikan dapat mencegah terjadinya
infeksi pada bayi. Bayi yang mendapat ASI mempunyai risiko lebih kecil untuk
memperoleh infeksi daripada bayi yang mendapat susu formula. Efektifitas ASI
tergantung dari jumlah yang diberikan, semakin banyak ASI yang diberikan semakin
sedikit risiko untuk terkena infeksi. Insidensi infeksi nosokomial pada bayi prematur
yang mendapat ASI (29,3%) lebih kecil dibandingkan dengan bayi prematur yang
mendapat susu formula (47,2%).12
f. Pembersihan Ruang Perawatan Bayi
Bentuk, konstruksi dan suasana ruang perawatan yang baik dan memadai
dapat mengurangi insidens infeksi nosokomial. Setiap ruang perawatan terutama
NICU (Neonatal Intensive Care Unit) memerlukanpaling
untuk 2 pasien yang terinfeksi, dan ruangan
untuk
memakai baju steril untuk tindakan invasif, dan tempat penyimpanan alat-alat atau
material yang sudah dibersihkan.7
g. Perawatan persalinan aseptik
Perawatan ibu selama persalinan dilakukan secara aseptik, dan pemberian
ampicillin 1 gram intravena yang diberikan pada awal persalinan dan tiap 6 jam
selama persalinan. Pemberian ampicillin dapat menurunkan risiko terjadinya infeksi
awitan dini (early-onset) sampai 56% pada bayi lahir prematur karena ketuban pecah
dini, serta menurunkan resiko infeksi Streptococcus Grup B sampai 36%. Pada
wanita dengan korioamnionitis dapat diberikan ampicillin dan gentamicin, yang
dapat menurunkan angka kejadian sepsis neonatorum sebesar 82% dan infeksi
Streptococcus Grup B sebesar 86%. Sedangkan wanita dengan faktor risiko seperti
korioamnionitis atau ketuban pecah dini serta bayinya, sebaiknya diberikan ampisilin
dan gentamisin intravena selama persalinan. Antibiotik tersebut diberikan sebagai
obat profilaksis.7
2.8.3.
Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder ini diberikan kepada mereka yang menderita atau
dianggap menderita. Adapun tujuan pada pencegahan sekunder yaitu diagnosis dini
dan pengobatan yang tepat.
a. Diagnosis
Saat
ini,
upaya
penegakan
diagnosis
sepsis
mengalami
beberapa
perkembangan. Pada tahun 2004, The International Sepsis Forum mengajukan usulan
kriteria diagnosis sepsis pada neonatus berdasarkan perubahan klinis sesuai dengan
perjalanan infeksi. Gambaran klinis sepsis neonatorum dikelompokkan menjadi 4
variabel, yaitu variabel klinik, variabel hemodinamik, variabel perfusi jaringan, dan
variabel inflamasi (tabel 2.2).
7
Tabel 2.2. Kntena diagnosis sepsis pada neonatus
Variabel Klinis
Suhu tubuh tidak stabil
Denyut nadi > 180 kali/menit atau < 100 kali/menit
Laju nafas > 60 kali/menit, dengan retraksi atau desaturasi oksigen
Letargi
Intoleransi glukosa ( plasma glukosa > 10 mmol/L )
Intoleransi minum
Variabel Hemodinamik
TD < 2 SD menurut usia bayi
TD sistolik < 50 mmHg ( bayi usia 1 hari )
TD sistolik < 65 mmHg ( bayi usia < 1 bulan )
Variabel Perfusi Jaringan
Pengisian kembali kapiler > 3 detik
Asam laktat plasma > 3 mmol/L
Variabel Inflamasi
Leukositosis ( > 34000x109/L )
Leukopenia ( < 5000 x 109/L )
Neutrofil muda > 10%
Neutrofil muda/total neutrofil ( I/T ratio ) > 0,2
Trombositopenia <100000 x 109/L
_________ C Reactive Protein > 10 mg/dL atau > 2 SD dari nilai normal___________
Dalam menentukan diagnosis klinik sepsis, setiap lembaga hendaknya
membuat sendiri kriteria yang cocok untuk dipakai ditempatnya. Pengkajian secara
statistik mengenai hal ini sangat sulit, karena faktor predisposisi infeksi maupun
gejala klinis sangat sulit digolongkan karena saling tumpang tindih.21
b. Penatalaksanaan11
Eliminasi kuman penyebab merupakan pilihan utama dalam tata laksana
sepsis neonatorum, sedangkan di pihak lain penentuan kuman penyebab
membutuhkan waktu dan mempunyai kendala tersendiri. Hal ini merupakan masalah
dalam melaksanakan pengobatan optimal karena keterlambatan pengobatan akan
berakibat peningkatan komplikasi yang tidak diinginkan.
b.
1. Pemberian Antibiotik
Pada kasus tersangka sepsis, terapi antibiotik empirik harus segera dimulai
tanpa menunggu hasil kultur darah. Setelah diberikan terapi empirik, pilihan antibiotik
harus dievaluasi ulang dan disesuaikan dengan hasil kultur dan uji resistensi. Bila
hasil kultur tidak menunjukkan pertumbuhan bakteri dalam 2-3 hari dan bayi secara
klinis baik, pemberian antibiotik harus dihentikan.
b.
Pada sepsis neonatorum berat mungkin terlihat disfungsi dua sistem organ atau
lebih yang disebut Disfungsi Multi Organ, seperti gangguan fungsi respirasi,
gangguan kardiovaskular diseminata (KID), dan/atau supresi sistem imun. Pada
keadaan tersebut dibutuhkan terapi suportif seperti pemberian oksigen, pemberian
inotropik, dan pemberian komponen darah. Terapi suportif ini dalam kepustakaan
disebut terapi adjuvant dan beberapa terapi yang dilaporkan dikepustakaan antara lain
pemberian intravenous immunoglobulin (IVIG), pemberian tranfusi dan komponen
darah, granulocyte-macrophage colony stimulating factor (G-CSF dan GM-CSF),
inhibitor reseptor IL-1, transfusi tukar (TT) dan lain-lain.
2.7.4.
Pencegahan Tertier
Tujuan utama dari pencegahan tertier adalah mencegah cacat, kematian, serta