Anda di halaman 1dari 12

KONJUNGTIVITIS

Merupakan proses inflamasi akibat infeksi atau non-infeksi pada konjungtiva


yang ditandai dengan dilatasi vaskular, infiltrasi seluler, dan eksudasi. 1,2 Berdasarkan
waktu, konjungtivitis dibedakan menjadi:
1. Konjungtivitis akut: awitan terpisah yang diawali dengan inflamasi unilateral,
kemudian diikuti dengan inflamasi mata kedua seminggu kemudian. Lama
sakit adalah kurang dari empat minggu.
2. Konjungtivitis kronik: lama sakit lebih dari tiga sampai empat minggu.2
Etiologi Konjungtivitis
Secara garis besar, penyebab konjungtivitis adalah endogen (non-infeksius) atau
eksogen (infeksius).
Infeksius

Bakterial
Klamidia
Viral
Riketsia
Parasitik

Non-infeksius

Alergi
Autoimun
Toksik (kimia atau iritan)
Penyakit sistemik seperti sindrom Steven-Johnson
Iritasi persisten akibat produksi air mata yang kurang.2

Gejala dan Tanda Konjungtivitis


Gejala konjungtivitis adalah mata merah dengan produksi sekret yang berlebih
sehingga mata terasa lengket pada pagi hari setelah bangun tidur. Selain itu, pasien dapat
mengalami sensasi benda asing, terbakar, atau gatal, serta fotofobia. Rasa nyeri yang
muncul biasanya menandakan kornea juga terkena. Gejala yang dirasakan oleh pasien

dapat bervariasi. Oleh karena itu, penting untuk mengenali tanda dari konjungtivitis
berupa:

Hiperemia: mata tampak merah akibat dilatasi pembuluh darah. Jika tanpa

disertai infiltrasi seluler, menandai iritasi seperti angin, matahari, dan asap.
Epifora: lakrimasi yang berlebihan sebagai respons terhadap sensasi benda asing
dan iritan yang harus dibedakan dengan transudat. Transudat ringan yang timbul

akibat pelebaran pembuluh darah dapat bercampur dengan air mata.


Eksudasi: kuantitas dan sifat eksudar (mukoid, purulen, berair, atau berdarah)

bergantung dengan etiologi penyakit.


Pseudoptosis: jatuhnya kelopak bola mata karena infiltrasi pada otot Muller yang

dapat ditemukan pada konjungtivitis parah seperti keratokonjungtivitis trakoma.


Hipertrofi papiler: reaksi konjungtiva yang tidak spesifik berupa papil berukuran
kecil, halus, dan seperti beludru. Papil berwarna kemerahan pada infeksi bacterial,

sedangkan bentuk cobblestone ditemui pada konjungtivitis vernal.


Kemosis: pembengkakan konjungtiva yang sering ditemukan pada konjungtivitis

alergika, bakterial (konjungtivitis gonokokus), dan adenoviral.


Folikel: hiperplasia limfoid lokal konjungtiva yang terdiri dari sentrum
germinativum yang paling sering ditemukan pada infeksi virus. Selain infeksi
virus, ditemui pula pada infeksi parasit dan yang diinduksi oleh obat idoxuridine,

dipivefrin, dan miotik.


Pseudomembran: terbentuk akibat proses eksudatif dimana epitel tetap intak

ketika pseudomembran dibuang.


Konjungtiva lignose: terbentuk pada pasien yang mengalami konjungtivitis

membranosa berulang.
Flikten: diawali dengan perivaskulitis limfositik yang kemudian berkembang
menjadi ulkus konjungtiva. Selain itu, flikten menandakan reaksi delayed

hipersensitivitas terhadap antigen microbial.


Limfadenopati preaurikular: pembesaran kelenjar getah bening yang dapat
disertai rasa nyeri pada infeksi akibat herpes simpleks, konjungtivitis inklusi, atau
trakoma.1,2,3

Tanda Konjungtvitis3

Mata tampak merah dengan dilatasi pembuluh darah konjungtiva yang difus
(injeksi konjungtiva)

A. KONJUNGTIVITIS BAKTERIAL
Tanda dan Gejala
Dua bentuk konjungtivitis bakterial adalah akut dan kronik. Konjungtivitis bacterial
akut (subakut) yang disebabkan oleh Haemophilus influenza bersifat self-limited dengan
lama sakit melebihi dua minggu (tanpa pengobatan) dan eksudat tipis, berair, serta
flokulen.

Konjungtivitis purulen yang disebabkan oleh Neisseria gonorrhoeae atau

Neisseria meningitidis menyebabkan komplikasi yang serius jika tidak diobati dengan
benar.
Konjungtivitis bilateral dengan eksudat purulen dan biasanya pembengkakan kelopak
mata. Umumnya, infeksi bersifat unilateral pada mulanya kemudian mengenai mata yang
lain melalui tangan. Konjungtivitis purulen yang banyak dapat disebabkan oleh N
gonorrhoeae, Neisseria kochii, dan N meningitides yang membutuhkan pemeriksaan
laboratorium dan pengobatan segera. Penundaan dapat menyebabkan kerusakan kornea,

kebutaan, dan sepsis. Sedangkan konjungtivitis mukopurulen akut, penyebab tersering


adalah Streptococcus pneumoniae.
Konjungtivitis kronik terjadi pada pasien dengan obstruksi duktus nasolakriminal
dan dakriosistitis kronik. Disamping itu, blefaritis bacterial kronik atau disfungsi kelenjar
meibom juga dapat menyebabkan konjungtivitis kronik.1
Pengobatan
Terapi empiris didahulukan sebelum hasil tes sensitivitas antibiotik tersedia. Adapun
terapi empiris yang dapat diberikan adalah Polytrim dalam bentuk topical. Sediaan
topikal yang diberikan dalam bentuk salep atau tetes mata adalah seperti gentamisin,
tobramisin, aureomisin, kloramfenikol, polimiksin B kombinasi dengan basitrasin dan
neomisis, kanamisis, asam fusidat, ofloksasin, dan asidamfenikol. Kombinasi
pengobatan antibiotik spektrum luas dengan deksametason atau hidrokortison dapat
mengurangi keluhan yang dialami oleh pasien lebih cepat.1,2
Namun, apabila hasil mikroskopik menunjukkan bakteri gram-negatif diplokokus
seperti neisseria, maka terapi sistemik dan topikal harus diberikan secepatnya.
Seftriakson 1 g, dosis tunggal intramuscular, diberikan apabila tidak mengenai kornea.
Jika ada keterlibatan kornea, maka diberikan seftriakson 1-2 g/hari secara parenteral
selama 5 hari. Pemberian obat tersebut diikuti dengan doksisiklin 100 mg dua kali sehari
atau eritromisin 500 mg empat kali sehari selama 1 minggu. Pada konjungtivitis kataral
kronik, diberikan antibiotik topikal seperti kloramfenikol atau gentamisin diberikan 3-4
kali/ hari selama dua minggu untuk mengeliminasi infeksi kronik.1,4
Selain itu, eksudat dibilas dengan larutan saline pada konjungtivitis purulen dan
mukopurulen akut. Untuk mencegah penyebaran penyakit, pasien dan keluarga diedukasi
untuk memerhatikan kebersihan diri.1,2

B. KONJUNGTIVITIS VIRAL

Konjungtivitis viral dapat disebabkan berbagai jenis virus. Adenovirus adalah


penyebab tersering, sementara Herpes Simplex Virus merupakan etiologi yang paling
membahayakan. Selain itu penyakit ini juga dapat disebabkan oleh virus Varicella zoster,
Picornavirus, Poxvirus, dan Human Immunodeficiency Virus. Transmisi terjadi melalui
kontak dengan sekret respiratori, sekret okular, serta benda-benda yang menyebarkan

virus (fomites) seperti handuk. Infeksi dapat muncul sporadik atau epidemik pada tempat
ramai seperti sekolah, RS, atau kolam renang. 1
Tanda dan Gejala
Mata akan sangat berair dengan eksudat minimal, disertai adenopati preaurikular atau
radang tenggorokan dan demam. Vaughan membagi konjungtivitis ke dalam 3 kelompok
sbb:
a) Konjungtivitis folikuler viral akut 1
Pharyngoconjunctival fever.
Disebabkan oleh adenovirus tipe 3, 4, dan 7. Ditandai dengan demam 38 40

C, nyeri tenggorokan, dan konjungtivitis folikuler pada satu atau kedua mata.
Tanda lain dapat berupa injeksi, mata berair, limfadenopati preaurikular, atau
keratitis epitelial superfisial.
Epidemic keratoconjunctivitis.
Disebabkan oleh adenovirus tipe 8, 19, dan 29. Sering hanya muncul pada satu
mata, atau bilateral dengan lesi salah satu mata akan lebih berat. Ditandai dengan
injeksi, nyeri, mata berair, kemudian dalam 5 14 hari diikuit dengan
fotofobia, keratitis epitelial, dan opasitas subepitelial. Tanda lain berupa nodul
preaurikular, edema kelopak mata, kemosis, subkonjungtiva hiperemis, dan
kadang pseudomembran dan symblepharon. Pada dewasa, infeksi ini hanya
terbatas pada mata, sedangkan pada anak-anak gejala nyeri tenggorokan dan
demam akan terlihat nyata.
Herpes simplex virus conjungtivitis.
Biasanya ditemukan pada anak-anak, ditandai dengan infeksi unilateral, iritasi,
keluar sekret mukoid, nyeri, dan fotofobia ringan. Muncul pada infeksi primer
HSV atau pada episode rekuren herpes okuler. Kadang disertai pula dengan
keratitis

herpes

simplex.

Bentuk

konjungtivitis

berupa folikuler

atau

pseudomembran (jarang). Dapat pula muncul vesikel herpetik pada kelopak


mata dan nyeri pada nodul preaurikuler.
Acute hemorrhagic conjunctivitis.
Disebabkan oleh enterovirus tipe 70 atau coxsackievirus tipe A24 (jarang).
Penyakit ini memiliki masa inkubasi yang pendek 8 48 jam, dan perjalanan
penyakit yang ringkas 5 7 hari. Tanda klinis berupa nyeri, fotofobia, sensasi

benda asing, mata berair, mata merah, kelopak mata bengkak, perdarahan
subkonjungtiva, kemosis. Disertai dengan limfadenopati preaurikular, folikel
konjungtiva, dan keratitis epitelial.
b) Konjungtivitis folikuler viral kronik 1
Infeksi Molluscum contagiosum

ditandai dengan konjungtivitis folikular

unilateral kronik, keratitis superior, dan pannus superior. Lesi berbentuk nodul bulat,
waxy, berwarna putih mutiara, dengan pusatnya bertangkai.

(A)

Konjungtivitis folikular dengan lesi molluscum; (B) lesi molluscum pada konjungtiva
bulbar; (C) lesi molluscum ekstensif pafa pasien HIV 5

c) Blefarokonjungtivitis viral 1

Infeksi oleh varicella dan herpes zoster, ditandai dengan konjungtivitis hiperemis,
lesi erupsi vesikular sepanjang cabang optalmika dari nervus trigeminalis. Lesi berbentuk
papil, kadang folikel, pseudomembran, dan vesikel. Lesi varicella dapat muncul pada
kulit disekitar mata.
Tatalaksana 1,5
Mengurangi risiko transmisi
Menjaga kebersihan tangan, mencegah menggaruk mata
Tidak menggunakan handuk bersamaan
Disinfeksi alat-alat kedokteran setelah digunakan pada pasien yang terinfeksi
menggunakan sodium hipoklorit, povidone-iodine
Steroid topikal
Prednisolone 0,5% 4xsehari pada konjungtivitis psuedomembranosa atau
membranosa
Keratitis simtomatik steroid topikal lemah, hati-hati dalam penggunaan,
gejala dapat muncul kembali karena steroid hanya menekan proses inflamasi.
Steroid dapat membantu replikasi virus dan memperlama periode infeksius
pasien.
Harus monitoring tekanan intraokular jika penggunaan steroid diperpanjang
Lainnya
Untuk infeksi varicella zoster, Acyclovir oral dosis tinggi (800 mg 5x sehari
selama 10 hari) diberikan jika progresi memburuk.
Pada keratitis herpetik dapat diberikan acyclovir 3% salep 5x/hari, selama

10 hari, atau dengan acyclovir oral, 400 mg 5x/hari selama 7 hari.


Stop menggunakan lensa kontak
Artificial tears 4xsehari
Kompres hangat atau dingin
Insisi/pengankatan jaringan pseudomembran atau membran
Antibiotik topikal jika diduga ada infeksi bateri sekunder
Povidone-iodine
Jika sudah ada ulkus kornea, lakukan debridemant

Prognosis
Konjungtivitis virus merupakan penyakit limited disease, yang dapat sembuh
dengan sendirinya tanpa pengobatan khusus. Pada infeksi adenovirus, infeksi
dapat hilang sempurna dalam 3 4 minggu, dan 2 3 minggu untuk HSV. Dan

infeksi enterovirus tipe 70 atau coxsackievirus tipe A24 sembuh dalam 5 7


hari, tanpa butu tatalaksana khusus. 1
C. KONJUNGTIVITIS ALLERGIKA
Merupakan bentuk alergi pada mata yang disebabkan oleh reaksi sistem imun
pada konjungtiva.
a) Tanda dan gejala
Bervariasi untuk tiap kelompok.
1. Reaksi hipersensitivitas tipe cepat (humoral) 1
a. Hay fever conjunctivitis (pollens, grasses, animal danders, etc).
Merupakan inflamasi nonspesifik yang diasosiasikan dengan hay fever
(rinitis alergika). Terdapat riwayat alergi pada pollen, rumput, atau bulu
hewan sebelumnya. Mata akan gatal, berair, dan sangat merah. Jika
alergern persisten, maka akan tampak gambaran konjungtivitis papiler.
b. Vernal keratoconjunctivitis
Dikatakan sebagai konjungtivitis musiman, yang penyebabkan kadang
sulit untuk diketahui. Riwayat alergi sebelumnya kadang diketahui. Gejala
berupa gatal dan keluar kotoran jernih yang kental. Tampakan dapat
berupa konjungtivitis folikuler atau papiler yang besar-besar.
c. Atopic keratoconjunctivitis
Dimiliki pada pasien dengan dermatitis atopik. Gejala berupa sensasi
panas terbakar dengan kotoran mukoid pada mata, mata merah, dan
fotofobia. Papila koeratokonjungtivitis lebih kecil.
d. Giant papillary conjunctivitis
Gejala mirip konjungtivitis vernal yang berkembang pada pasien dengan
2.

penggunaan air mata artifisial dan lensa kontak.


Reaksi hipersensitivitas tipe lambat (seluler) 1
a. Phylctenulosis. Disebabkan oleh reaksi hipersensitivitas tipe lambat pada
protein mikroba, termasuk basil tuberkulosis, spesies staphylococcus species,
Candida albicans, Coccidioides immitis, Haemophilus aegyptius, dann
Chlamydia trachomatis. Gejala diawali dengan lesi kecil, merah, tinggi, yang
dikelilingi dengan zona hiperemi, terasa gatal dan mata berair. Pada limbus
terdapat bentuk triangular dengan apex mengarah pada kornea yang dapat
membuat ulkus. Biasanya dipicu dengan blefaritis, konjungtivitis bakterial akut,
dan defisiensi diet.

b.

Konjungtivitis ringan sekunder akibat kontak dengan blepharitis. Blefaritis


kontak

akubat

atropine,

antibiotik,

neomycin,

atau

broad-spectrum

antibioticsdiikuti dengan hiperemia, papiler, kotoran mukoid, dan iritasi.


3.

Penyakit autoimun
Keratoconjunctivitis sicca yang diasosiasikan dengan sindroma Sjgren.

a.

Sindrom ini ditandai dengan trias: keratoconjunctivitis sicca, xerostomia, dan


arthritis. Kelenjar lakrimal terinfiltrasi oleh limfosit dan sel plasma sehingga
rusak. Muncul gejala berupa konjungtiva bulbar hiperemis, iritasi, denngan
b.

kotoran mukoid,
Cicatricial pemphigoid. Diawali dengan konjungtivitis kronik nonspesifik yang
resisten terhadap terapi. Progresi hingga membentuk scar pada fornix dan
entropion dengan trichiasis.

Tatalaksana
Pada dasarnya

terapi

yang

diberikan

berupa

terapi

suportif

pemberian

vasokonstriktor-antihistamin topikal, kompres dingin untuk mengurangi gatal,


antihistamin oral, dan steroid topikal untuk mengurangi infeksi. Pemberian steroid
harus dengan hati-hati, karena hanya mensupresi gejala, bukan menyingkirkan
penyebab utama. Pada pasien dengan kecurigaan infeksi sekunder bakteri, dapat
diberikan antibiotik topikal. Sedangkan pada kasus-kasus akibat alergi dengan air
mata artifisial atau lensa kontak, penanganan terbaik adalah menghentikan
penggunaannya

atau

mengalihkan

dengan

jenis

lain.

Sedangkan

pada

konjungtivitis sicca, tatalaksana hanya berupa suportif, menggantikan fungsi kelenjar


air mata yang hilang, menggunakan air mata artifisial. Hal lain yang juga perlu
diperhatikan adalah mengupayakan untuk menghindari kontak dengan alergen. 1

Pemeriksaan Kultur dan Sitologik Sekret Konjungtiva


Penyebab infeksi dapat diketahui melalui pemeriksaan kultur serta pewarnaan
giemsa, dan di dapatkan hasil pemeriksaan sebagai berikut :
Sel eosinofil, kebanyakan merupakan akibat atopi atau terutama akibat konjungtivitis

vernal.
Sel limfosit, merupakan gambaran karakteristik infeksi infeksi kronis.
Sel epitel dengan multi nukleus dengan atau tanpa badan inklusi intraseluler
merupakan gambaran yang dapat ditemukan pada infeksi virus.
Sedangkan pada pemeriksaan dengan pewarnaan gram dapat ditemukan bakteri gram
positif yang akan terlihat sel dengan berwarna ungu gelap atau biru, sedangkan pada
bakteri gram negatif akan ditemukan sel berwarna merah,

Diagram skematik dinding sel bakteri gram positif (a) dan bakteri gram negatif (b).
Foto pewarnaan gram di tengah menunjukkan sel Staphylococcus aureus (ungu, gram
positif) dan Escherichia coli (merah muda, gram negatif)

TRIAS KERATITIS (RADANG KORNEA)


Blefarospasme, keadaan dimana kelopak mata sering memejam karena silau.
Fotofobia, keadaan dimana seseorang tidak tahan dengan cahaya matahari/cahaya
lampu.
Epifora, keadaan dimana air mata disekresikan secara berlebihan.
PEMERIKSAAN PADA KORNEA

1.

Tes Sensibilitas Kornea


Bertujuan untuk mengetahui apakah sensai kornea normal, atau menurun. Tes ini
menggunakan kapas steril yang telah di pilin halus hingga berbentuk runcing,
kemudian disentuhkan pada kornea dengan hati-hati. Pada tingkat sentuhan tertentu
reflek mengedip akan terjadi.

2.

Tes Flouresensi Kornea


Tes ini untuk mengetahui apakah ada kerusakan pada kornea. Dengan menggunakan
strep flouresens yang ditempelkan pada permukaan mata/kornea, zat yang ada pada
strep ini akan berubah warna menjadi hijau kekuningan karena kornea bersifat basa.
Utamanya tes ini dilakukan pada pasien dengan trauma mata akibat zat kimia dan
ulkus kornea.

3.

Tes Untuk Melihat Kelengkungan Kornea


Tes ini bertujuan untuk mengetahui apakah terjadi kelengkungan pada kornea,
dengan menggunakan alat yaitu keratoskop placido, bila kornea mengalami kelainan
contohnya pada orang dengan astigmatisme maka pada kornea akan timbul bayangan
dari pantulan keratoskop namun dengan pola tidak beraturan/terputus-putus. Apabila
dalam keadaan normal maka bayangan yang timbul tidak terputus.

PENULISAN RESEP

Tulislah resep obat untuk pasien berikut Tn. A, usia 35 tahun. Mendapatkan terapi Ximex
Optixitrol sebanyak 2 tetes setiap 6 kali dalam 1 hari pada mata kanan, obat minum Asam
Mefenamat 500 mg 2 kali dalam sehari, dan Becom C 1 kali dalam sehari.

R/ Ximex Optixitrol eye drops fl No. I

S 6 dd gtt 2 OD
R/ Asam Mefenamat 500 mg tab No. X

S 2 dd tab 1
R/ Becom C tab No. X

S 1 dd tab 1

Pro : Tn. A
Usia : 35 tahun

Anda mungkin juga menyukai