Anda di halaman 1dari 31

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN LANSIA DENGAN

INKONTINENSIA URINE

Disusun oleh :
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Arum Diah Cahyani


Bagus Ridwan Adi S.
Bayu Dewa Tomo
Cicik Patut Puji Ananti
Dadi Ardiyansah
Dessi Veronica K.S

7. Diah Ayu Siti S.


8. Diah Rani Fatmawati
9. Dian Fitri L.
10. Diki Maulana
11. Dita Mareta Fitria S.

PROGRAM STUDI S 1 KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKES)
AN NUR PURWODADI
TAHUN 2014

KATA PENGANTAR

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan


Komunitas II. Penyusun mengambil topik tentang asuhan keperawatan pada
pasien lansia dengan inkontinensia urine karena pada pasien lansia terjadi
perubahan pada sistem perkemihan, dimana ginjal mengalami pengecilan
sehingga daya tampung ginjal menurun dan menyebabkan frekuensi berkemih
meningkat.
Penyusun memanjatkan puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa
karena atas berkat dan rahmat Nya makalah ini dapat terselesaikan dengan baik.
Tidak lupa pula penyusun mengucapkan terima kasih kepada dosen pembimbing
yang telah membantu dan mengarahkan dalam pembuatan makalah ini serta
kepada semua pihak yang telah mendukung dalam penyusunan makalah ini.
Dalam proses pembuatan makalah ini penyusun menyadari banyak
terdapat kesalahan kesalahan dalam penyusunan makalah ini, oleh karena itu
penyusun mengharapkan kepada pembaca untuk memberikan kritik dan saran
yang sifatnya membangun dalam makalah ini. Terima kasih.

Purwodadi, 29 Agustus 2014

Penyusun
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL....................................................................................i

KATA PENGANTAR......................................................................................ii
DAFTAR ISI...................................................................................................iii
BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang............................................................................1
B. Rumusan Masalah......................................................................2
C. Tujuan.........................................................................................2

BAB II

KONSEP DASAR PENYAKIT


A.
B.
C.
D.
E.
F.
G.
H.
I.

Definisi.......................................................................................3
Klasifikasi...................................................................................3
Etiologi.......................................................................................5
Patofisiologi................................................................................6
Pathway......................................................................................7
Manifestasi Klinis.......................................................................7
Komplikasi.................................................................................8
Pemeriksaan Penunjang..............................................................9
Penatalaksanaan..........................................................................9

BAB III ASUHAN KEPERAWATAN


A.
B.
C.
D.
E.
F.

Pengkajian.................................................................................12
Analisa Data..............................................................................21
Diagnosa Keperawatan..............................................................22
Intervensi Keperawatan.............................................................22
Implementasi Keperawatan.......................................................26
Evaluasi Keperawatan...............................................................29

BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan................................................................................31
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................32

BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Penuaan adalah suatu proses alami yang tidak dapat dihindari, berjalan
secara terus menerus, dan berkesinambungan. Selanjutnya akan menyebabkan
perubahan anatomis, fisiologis, dan biokimia pada tubuh, sehingga akan

mempengaruhi fungsi dan kemampuan tubuh secara keseluruhan (DepKes


RI, 2001).
Menjadi tua ditandai dengan adanya kemunduran biologis yang
terlihat sebagai gejala gejala kemunduran fisik, antara lain kulit mulai
mengendur, timbul keriput, rambut beruban, gigi mulai ompong, pendengaran
dan penglihatan berkurang, mudah lelah, gerakan menjadi lambat dan kurang
lincah, serta terjadi penimbunan lemak terutama di perut dan pinggul.
Kemunduran lain yang terjadi adalah kemampuan kemampuan kognitif
seperti suka lupa, kemunduran orientasi terhadap waktu, ruang, tempat, serta
tidak mudah menerima hal/ ide baru.
Selain itu pada lansia juga terjadi perubahan pada sistem perkemihan,
dimana ginjal mengalami pengecilan dan nefron menjadi atrofi. Aliran ginjal
menurun hingga 50%, fungsi tubulus berkurang mengakibatkan BUN
meningkat hingga 21 mg%, berat jenis urine menurun, serta nilai ambang
ginjal terhadap glukosa meningkat. Pada kandung kemih, otot otot
melemah, sehingga kapasitasnya menurun hingga 200 ml yang menyebabkan
frekuensi berkemih meningkat. Pada laki laki, pembesaran kelenjar prostat
menyebabkan obstruksi aliran urine dari kandung kemih.
Data di luar negeri menyebutkan bahwa 15 30% usia lanjut yang
tinggal di masyarakat dan 50% usia lanjut yang di rawat menderita
inkontinensia urine. Pada tahun 1999, dari semua pasien yang di rawat di
RSUP Cipto Mangunkusumo didapatkan angka kejadian inkontinensia urin
sebesar 10% dan pada tahun 2000, angka kejadian inkontinensia urine
meningkat menjadi 12%.
B. RUMUSAN MASALAH
Adapun rumusan masalah dari makalh ini yaitu :
1. Definisi Inkontinensia pada pasien lansia
2. Klasifikasi Inkontinensia pada pasien lansia
3. Etiologi Inkontinensia pada pasien lansia
4. Patofisiologi Inkontinensia pada pasien lansia
5. Pathway Inkontinensia pada pasien lansia
6. Manisfestasi klinis Inkontinensia pada pasien lansia
7. Komplikasi Inkontinensia pada pasien lansia
8. Pemeriksaan penunjang
9. Penatalaksanaan Inkontinensia pada pasien lansia
10. Asuhan keperawatan Inkontinensia pada pasien lansia

C. TUJUAN
1. Tujuan Umum
Tujuan dari penyusunan makalah ini supaya mahasiswa/I mengerti tentang
konsep dasar penyakit dan asuhan keperawatan pada pasien lansia dengan
Inkontinensia urine.
2. Tujuan Khusus
Mahasiswa/I mengetahui dan mengerti tentang
a. Definisi dan Klasifikasi Inkontinensia urine pada pasien lansia
b. Etiologi Inkontinensia urine pada pasien lansia
c. Patofisiologi beserta Pathway Inkontinensia urine
d. Manisfestasi klinis Inkontinensia urine
e. Komplikasi Inkontinensia urine
f. Pemeriksaan penunjang Inkontinensia urine
g. Penatalaksanaan Inkontinensia urine
h. Asuhan keperawatan pada pasien lansia dengan Inkontinensia urine

BAB II
KONSEP DASAR PENYAKIT
A. DEFINISI
Inkontinensia adalah berkemih di luar kesadaran, pada waktu dan
tempat yang tidak tepat, dan menyebabkan masalah kebersihan atau sosial
(Watson, 1991). Aspek sosial yang akan dialami klien lansia antara lain
kehilangan harga diri, merasa terisolasi, dan depresi.
Inkontinensia urine (IU) adalah pengeluaran urine involunter (tidak
disadari/ mengompol) yang cukup menjadi masalah (R. Siti Maryam; dkk,
2008).
Inkontinensia urine (beser) adalah kondisi ketika dorongan berkemih
tidak mampu dikontrol oleh sfingter ekternal. (Mubarak wahit iqbal &
chayatin Nurul, 2007).
Inkontinensia urine adalah ketidak mampuan otot sfingter ekternal
sementara atau menetap untuk mengontrol ekresi urine. (Wartonah Tarwoto,
2003).

Inkontinensia urine adalah keluarnya urin secara tidak terkendali atau


tidak pada tempatnya. (Soeparman &Waspadji Sarwono, 2001).
Inkontinensia urine adalah eliminasi urine dari kandung kemih tidak
terkendali atau terjadi diluar keinginan (Brunner & Sudarth, 2002).
B. KLASIFIKASI
Menurut R. Siti Maryam, dkk (2008) inkontinensia diklasifikasikan
menjadi beberapa antara lain :
1. Inkontinensia stress
Adanya tekanan di dalam abdomen, seperti bersin, batuk, tertawa dapat
menyebabkan kebocoran urine dari kandung kemih serta tidak terdapat
aktivitas kandung kemih. Tipe inkontinensia ini sering diderita wanita
yang mempunyai banyak anak
Pencegahan penyakit ini dilakukan dengan cara mengajarkan ibu untuk
melakukan latihan dasar pelviks. Latihan ini bertujuan untuk menguatkan
otot rangka pada dasar pelviks sehingga membentuk fungsi sfingter
eksternal pada kandung kemih.
2. Inkontinensia mendesak (Urge Incontinence)
Berkemih dapat dilakukan, tetapi orang biasanya berkemih sebelum
sampai ke toilet. Mereka tidak merasakan adanya tanda untuk berkemih.
Kondisi ini terjadi karena kandung kemih seseorang berkontraksi tanpa
didahului oleh keinginan untuk berkemih.
Kehilangan sensasi untuk berkemih ini disebabkan oleh adanya penurunan
fungsi persarafan yang mengatur perkemihan.
Penatalaksanaanya adalah dengan melakukan bledder training yang
bertujuan melaih seseorang mengembalikan kontrol berkemih. Latihan ini
mencakup pengkajian yang baik terhadap pola berkemih yang normal pada
seseorang. Kemudian dilakukan suatu upaya untuk mengikuti pola ini agar
klien mencapai kontinensia sebagai tahap pertama, kemudian secara
bertahap menunda waktu untuk pergi ke toilet. Hal ini dimaksudkan agar
klien dapat menahan kemih dalam waktu yang lama.
3. Inkontinensia aliran berlebihan (Overflow)
Seseorang yang menderita inkontiensia overflow akan mengeluh bahwa
urinenya mengalir terus menerus. Hal ini disebabkan karena obstruksi pada
saluran kemih seperti pada pembesaran prostat atau konstipasi. Untuk

pembesaran prostat yang menyebabkan inkontinensia dibutuhkan tindakan


pembedahan dan untuk konstipasinya relatif mudah diatasi.
4. Inkontinensia refleks
Ini terjadi karena sistem saraf pusat yang terganggu seperti pada dimensia.
Dalam hal ini, pengosongan kandung kemih dipengaruhi refleks yang
dirangsang oleh pengisian. Kemampuan rasa ingin berkemih dan berhenti
berkemih tidak ada.
Penatalaksanaannya dengan permintaan untuk miksi secara teratur setiap
jam atau dengan menggunakan kateter dan sekarang banyak menggunakan
diapers ukuran dewasa.
5. Inkontinensia fungsional
Pada klien ini mempunyai kandung kemih dan saluran urine yang utuh dan
tidak

mengalami

kerusakan

persarafan

yang

secara

langsung

mempengaruhi sistem perkemihan tersebut. Kondisi ini muncul akibat


beberapa ketidakmampuan lain yang mengurangi kemampuannya untuk
mempertahankan kontinensia. Contohnya, seseorang yang mempunyai
keterbatasan gerak atau berada di kursi roda, mungkin tidak mampu untuk
pergi ke toilet atau berpindah ke dan dari toilet duduk. Seseorang yang
menderita ini masih mampu untuk mempertahankan kontinensia dengan
bantuan dan masih mempunyai keinginan untuk kontinensia. Klien perlu
diberi kesempatan berkemih.
C. ETIOLOGI
Menurut R. Siti Maryam, dkk (2008) ada 2 faktor yang berkonstribusi
terhadap perkembangan inkontinensia adalah faktor fisiologis dan psikologis.
Faktor psikologis dapat mencangkup depresi dan apatis yang dapat
memperberat kondisi, sehingga sulit untuk mengatasi masalah ke arah
normal. Beberapa kondisi psikiatri dan kerusakan otak organik seperti
dimensia juga dapat menyebabkan inkontinensia. Faktor anatomis dan
fisiologis dapat mencakup kerusakan saraf spinal yang menghancurkan
mekanisme normal untuk berkemih dan rasa ingin menghentikannya.
Penglihatan yang kurang jelas, infeksi saluran perkemihan, dan medikasi
tertentu seperti diuretik juga berhubungan dengan inkontinensia. Wanita yang

melahirkan dan laki laki dengan gangguan pada prostat cenderung


mengalami kerusakan kandung kemih akibat trauma atau pembedahan.

D. PATOFISIOLOGI
Inkontinensia urine dapat terjadi dengan berbagai manifestasi, antara
lain:
a. Perubahan yang terkait dengan usia pada sistem Perkemihan Vesika
Urinaria (Kandung Kemih)
Kapasitas kandung kemih yang normal sekitar 300 600 ml. Dengan
sensasi keinginan untuk berkemih diantara 150 350 ml. Berkemih dapat
ditundas 1 2 jam sejak keinginan berkemih dirasakan. Ketika keinginan
berkemih atau miksi terjadi pada otot detrusor kontrasi dan sfingter
internal dan sfingter ekternal relaksasi,yang membuka uretra. Pada orang
dewasa muda hampir semua urine dikeluarkan dengan proses ini.
Pada lansia tidak semua urine dikeluarkan, tetapi residu urine 50 ml
atau kurang dianggap adekuat. Jumlah yang lebih dari 100 ml
mengindikasikan adanya retensi urine.
Perubahan yang lainnya pada peroses penuaan adalah terjadinya
kontrasi kandung kemih tanpa disadari. wanita lansia, terjadi penurunan
produksi esterogen menyebabkan atropi jaringan uretra dan efek akibat
melahirkan mengakibatkan penurunan pada otot otot dasar (Stanley M
& Beare G Patricia, 2006).
b. Fungsi otak besar yang terganggu dan mengakibatkan kontraksi kandung
kemih.
Terjadi hambatan pengeluaran urine dengan pelebaran kandung
kemih,

urine

banyak

dalam

kandung

kemih

sampai

kapasitas

berlebihan. Fungsi sfingter yang terganggu menyebabkan kandung kemih


bocor bila batuk atau bersin

E. PATHWAY
Faktor fisiologi &
faktor psikologi

Nokturia

Kerusakan pada otot


detrusor, sfingter internal,
eksternal
Kandung kemih
bocor, spasme
kandung kemih
Inkontensia
Urine
Tdk bs mengontrol
miksi

Beresiko mengiritasi
kulit disekitar alat
kelamin
Resti
gangguan

Perubahan pola
eliminasi: urine
Gangguan citra
diri

integritas kulit

F. MANIFESTASI KLINIS
Tanda tanda Inkontinensia Urine menurut (H.Alimun Azis, 2006)
1. Inkontinensia Dorongan atau mendesak
a. Sering miksi
b. Spasme kandung kemih
2. Inkontinensia total atau aliran berlebihan (Overflow)
a. Aliran konstan terjadi pada saat tidak diperkirakan.
b. Tidak ada distensi kandung kemih.
c. Nokturia dan Pengobatan Inkontinensia tidak berhasil.
3. Inkontinensia stres
a. Adanya urin menetes dan peningkatan tekanan abdomen.
b. Adanya dorongan berkemih.
c. Sering miksi.
d. Otot pelvis dan struktur penunjang lemah.
4. Inkontinensia refleks
a. Tidak dorongan untuk berkemih.
b. Merasa bahwa kandung kemih penuh.
c. Kontraksi atau spesme kandung kemih tidak dihambat pada interval.
5. Inkontinensia fungsional
a. Adanya dorongan berkemih.
b. Kontraksi kandung kemih cukup kuat untuk mengeluarkan urin.
Gejala Inkontinensia Urine menurut (Potter & Perry, 2005)

1. Inkontinensia dorongan atau mendesak gejalanya adalah berkemih sering


disertai oleh tingginya frekuensi berkemih (lebih sering dari 2 jam sekali).
Spasme kandung kemih atau kontraktur berkemih dalam jumlah kecil
(kurang dari 100 ml) atau dalam jumlah besar (lebih dari 500 ml).
2. Inkontinensia total atau aliran berlebih gejalanya adalah urine tetap
mengalir pada waktu waktu yang tidak dapat diperkirakan nokturia, tidak
menyadari bahwa kandung kemihnya berisi.
3. Inkontinensia stres gejalanya adalah keluarnya urine pada saat tekanan
intra abdomen meningkat dan seringnya berkemih.
4. Inkontinensia refleks gejalanya adalah Tidak menyadari bahwa kandung
kemihnya sudah terisi, kurangnya untuk berkemih, kontraksi spasme
kandung kemih yang tidak dicegah.
5. Inkontinensia fungsional gejalanya adalah mendesaknya keinginan untuk
berkemih menyebabkan urin keluar sebelum mencapai tempat yang sesuai.
G. KOMPLIKASI
Menurut

R.

Siti

Maryam,

dkk

(2008)

Inkontinensia

dapat

menyebabkan terjadinya iritasi kulit, menimbulkan stres keluarga, teman dan


orang yang merawat.
H. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pengkajian fungsi otot destrusor
2. Radiologi dan pemeriksaan fisik ( mengetahui tingkat keparahan / kelainan
dasar panggul )
3. Cystometrogram dan elektromyogram
4. Laboratorium : Elektrolit, ureum, creatinin, glukosa, dan kalsium serum
dikaji untuk menentukan fungsi ginjal dan kondisi yang menyebabkan
poliuria.
5. Kultur Urine
a. Steril
b. Pertumbuhan tak bermakna ( 100.000 koloni / ml)
6. Organisme.
7. Catatan berkemih (voiding record)
Catatan berkemih dilakukan untuk mengetahui pola berkemih. Catatan ini
digunakanuntuk mencatat waktu dan jumlah urin saat mengalami inkontinensia urin
dan tidak inkontinensia urin, dan gejala berkaitan dengan inkontinensia urin. Pencatatan

polaberkemih tersebut dilakukan selama 1-3 hari. Catatan tersebut dapat digunakan
untuk memantau respon terapi dan juga dapat dipakai sebagai intervensi terapeutik
karena dapatmenyadarkan pasien faktor-faktor yang memicu terjadinya inkontinensia
urin pada dirinya.
I. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan

inkontinensia

urin

menurut

Muller

adalah

mengurangi faktor resiko, mempertahankan homeostasis, mengontrol


inkontinensia urin, modifikasi lingkungan, medikasi, latihan otot pelvis dan
pembedahan. Dari beberapa hal tersebut di atas, dapat dilakukan sebagai
berikut :
1. Pemanfaatan kartu catatan berkemih

Yang dicatat pada kartu tersebut misalnya waktu berkemih dan jumlah urin
yang keluar, baik yang keluar secara normal, maupun yang keluar karena
tak tertahan, selain itu dicatat pula waktu, jumlah dan jenis minuman yang
diminum.
2. Terapi non farmakologi

Dilakukan dengan mengoreksi penyebab yang mendasari timbulnya


inkontinensia urin, seperti hiperplasia prostat, infeksi saluran kemih,
diuretik, gula darah tinggi, dan lain-lain.
Adapun terapi yang dapat dilakukan adalah : Melakukan latihan
menahan kemih (memperpanjang interval waktu berkemih) dengan teknik
relaksasi dan distraksi sehingga frekwensi berkemih 6-7 x/hari. Lansia
diharapkan dapat menahan keinginan untuk berkemih bila belum
waktunya.
Lansia dianjurkan untuk berkemih pada interval waktu tertentu, mulamula setiap jam, selanjutnya diperpanjang secara bertahap sampai lansia
ingin berkemih setiap 2-3 jam.Membiasakan berkemih pada waktu-waktu
yang telah ditentukan sesuai dengan kebiasaan lansia. Promted voiding
dilakukan dengan cara mengajari lansia mengenal kondisi berkemih
mereka serta dapat memberitahukan petugas atau pengasuhnya bila ingin

berkemih. Teknik ini dilakukan pada lansia dengan gangguan fungsi


kognitif (berpikir). Melakukan latihan otot dasar panggul dengan
mengkontraksikan otot dasar panggul secara berulang-ulang.
Adapun cara-cara mengkontraksikan otot dasar panggul tersebut
adalah dengan cara :
Berdiri di lantai dengan kedua kaki diletakkan dalam keadaan terbuka,
kemudian pinggul digoyangkan ke kanan dan ke kiri 10 kali, ke depan ke
belakang 10 kali. Gerakan seolah-olah memotong feses pada saat kita
buang air besar dilakukan 10 kali. Hal ini dilakukan agar otot dasar
panggul menjadi lebih kuat dan urethra dapat tertutup dengan baik.
3. Terapi farmakologi

Obat obat yang dapat diberikan pada inkontinensia urgen adalah


antikolinergik seperti Oxybutinin, Propantteine, Dicylomine, flavoxate,
Imipramine. Pada inkontinensia stress diberikan alfa adrenergic agonis,
yaitu pseudoephedrine untuk meningkatkan retensi urethra. Pada sfingter
relax diberikan kolinergik agonis seperti Bethanechol atau alfakolinergik
antagonis seperti prazosin untuk stimulasi kontraksi, dan terapi diberikan
secara singkat.
4. Terapi pembedahan

Terapi ini dapat dipertimbangkan pada inkontinensia tipe stress dan


urgensi, bila terapi non farmakologis dan farmakologis tidak berhasil.
Inkontinensia tipe overflow umumnya memerlukan tindakan pembedahan
untuk menghilangkan retensi urin. Terapi ini dilakukan terhadap tumor,
batu, divertikulum, hiperplasia prostat, dan prolaps pelvic (pada wanita).
5. Modalitas lain

Sambil

melakukan

terapi

dan

mengobati

masalah

medik

yang

menyebabkan inkontinensia urin, dapat pula digunakan beberapa alat


bantu bagi lansia yang mengalami inkontinensia urin, diantaranya adalah
pampers, kateter, dan alat bantu toilet seperti urinal, komod dan bedpan.

BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
Pengkajian dilaksanakan pada hari selasa tanggal 29 Agustus 2014 pukul
10.00 WIB
1. Identitas
a. Identitas Pasien
Nama
Umur
Pendidikan terakhir
Agama
Status Perkawinan
TB/ BB
Penampilan Umum
Ciri ciri tubuh

:
:
:
:
:
:
:

Tn. A
77 Tahun
SMP
Islam
Duda
165 cm/ 50 Kg
Badan tampak bugar, berjalan dengan bantuan

tongkat
: Badan agak kurus, berjalan bungkuk dengan
bantuan tongkat, rambut dipotong pendek
berwarna putih, warna kulit sawo matang,

hidung mancung
Alamat
: Dusun RT 02 RW 04, Desa
Orang yang dapat dihubungi : Tn. S
Hub. Dengan Klien : Anak Pasien
2. Riwayat Keluarga
a. Genogram

b. Keterangan
: Laki-Laki Normal
: Wanita Normal
: Laki-Laki yang pernah mengalami hipertensi
: Wanita yang pernah mengalami hipertensi
: pasien yang mengalami inkontinensia dengan hipertensi
3. Riwayat Pekerjaan
Pasien mengatakan dulu bekerja sebagai ketua dusun setempat, tetapi
sekarang bekerja sebagai petani dengan bantuan anak laki laki nya.
4. Riwayat Lingkungan Hidup
Pasien tinggal dengan keluarga anak terakhirnya tetapi pasien berada
dirumah belakang sedangkan anaknya di depan.
Penerangan : penerangan baik, pada siang hari ada cahaya dari ventilasi
rumah. Lantai tidak licin. Keadaan rumah datar. Tata ruang tidak sering
diubah, kamar mandi berada dibelakang rumah, didekat dapur, peralatan
yang diperlukan tidak jauh dari jangkauan, pasien menggunakan ember
kecil sebagai tempat seni ketika malam hari.
5. Riwayat Rekreasi
Keluarga mengatakan pasien suka menonton tv
6. Sistem Pendukung yang Digunakan
Biaya hidup pasien ditanggung oleh sendiri, rumah pasien cukup dekat
dari sarana kesehatan, pasien menggunakan tongkat sebagai alat bantu
jalan dan pasien mengatakan sebagai seorang perokok berat.
7. Deskripsi Kekhususan/ Kebiasaan Ritual
Pasieen mengatakan menjalankan ibadah sesuai ajaran agamanya tetapi
dengan semampunya saja.
8. Status kesehatan Saat Ini
Pasien mengatakan sulit untuk mengerakan kakinya atau kaki terasa
kaku.
9. Status Kesehatan Masa Lalu
Pasien mengatakan pada bulan Juni 2014 pasien dirawat selama 3 hari
dirumah sakit PB karena keluahan sesak nafas, dan kaki lemas dan
pernah dipasang selang pipis.
10. ADL (Activity Daily Living)
a. Berdasarkan Indeks KATZS
1) Makan
a) Pasien manpu memegang, mengambil dan memasukan
makanan/ minuman ke dalam mulut sendiri

b) Pasien mampu mengunyah


c) Pasien mampu menelan
2) Kontinen
a) Pasien terkadang tidak mampu menahan BAK sampai ke toilet
b) Pasien sering BAK ketika malam hari (BAK lebih dari 2x
setiap malam)
3) Berpindah
a) Pasien dapat berjalan dengan bantuan tongkat
b) Pasien tidak dapat berlari
c) Mampu memindahkan posisi dari duduk menjadi berdiri
maupun sebaliknya
4) Kekamar kecil
a) Pasien mampu melakukan cuci muka, membasahi rambut,
tangan, telinga, mencuci tangan hanya setelah makan, setelah
BAK/ BAB tidak mencuci tangan dengan sabun, tidak
melakukan perawatan khusus.
5) Berpakaian
a) Pasien mampu memakai pakaian dengan baik, mengancing
pakaian
6) Mandi
a) Pasien dapat melakukan personal hygiene dengan baik, mampu
mandi dengan mandiri.
Klasifikasi Indeks KATZS : C (pasien mandiri kecuali kontinen dan
1 fungsi lain)
b. Psikologi Klien Meliputi :
1) Persepsi klien terhadap penyakit
Pasien mengatakan mau sembuh dari penyakit yang dideritanya.
2) Konsep diri
Pasien malu karena sering BAK dan terkadang tidak bisa
menahan BAK tersebut.
3) Emosi
Pasien merasa keadaan emosinya sekarang sedang stabil.
4) Kemampuan adaptasi
Pasien dapat beradaptasi dengan lingkungan.
5) Mekanisme pertahanan diri
Pasien memcahkan masalahnya dengan bercerita kepada anak anaknya.
11. Tinjauan Sistem
a. Keadaan Umum

General appearance/ penampilan umum : sedikit lemas


b. Tingkat kesadaran : Composmentis
c. Skala Koma Glasgow
GCS = 15
E : 4
M: 6
V : 5
d. Tanda tanda vital
1) Tekanan Darah : 160/90 mmHg
2) Respiratory Rate : 20 x/ menit
3) Nadi
: 84 x/ menit
4) Temperature
: 360C
e. Tinggi Badan dan Berat Badan
TB/ BB : 165 cm/ 50 Kg
f. Kulit
Warna kulit sawo matang, kulit terlihat bersih, tidak ada luka, terlihat
keriput karena proses aging, turgor kulit elastis kembali kurang dari 1
detik, tidak ada gangguan pigmentasi kulit
g. Ulkus Dekubitus
Pasien tidak memiliki ulkus dekubitus
h. Kepala
Bentuk kepala : Simetris, mesochepal
i. Rambut, kulit kepala dan kuku
Rambut kepala
: berwarna hitam ke putih putihan.
Kulit kepala
: Tidak ada benjolan, tidak ada lesi, kulit kepala
Kuku

bersih tidak ada ketombe


: sudut antara kuku 1800 dasar kuku kokoh tetapi
kuku terlihat panjang dan kotor, CRT 1 detik

j. Mata
Konjungtiva tidak anemis, sclera tidak ikterik, pupil isokor, simetris
antara kanan dan kiri, tidak memakai alat bantu penglihatan.
k. Telinga
Bentuk simetris, terdapat sedikit penumpukan serumen, tidak
memakai alat bantu pendengaran.
l. Hidung
Saluran hidung bersih tidak ada sumbatan maupun benjolan, tidak ada
polip, tidak terpasang O2
m. Mulut & gigi

Bibir kering tetapi tidak terdapat lesi, bentuk simetris, gigi tanggal,
tidak ada karies, gusi tidak ada perdarahan maupun lesi, lidah lembab,
simetris, tidak ada lesi, tidak ada pembesaran tonsil.
n. Leher
Tidak ada nyeri tekan, tidak ada pembesaran kelenjar tiroid.
o. Payudara
Payudara tidak ada lesi, tidak ada benjolan, tidak ada nyeri tekan
p. Sistem Cardiovaskuler
Inspeksi

: tidak tampak ictus cordis

Palpasi

: teraba ictus cordis pada ICS ke-5 midclavicula sinistra

Perkusi

: bunyi pekak

Auskultasi

: suara S1 dan S2 reguler, tidak ada gallop dan mur

mur.
q. Sistem Respirasi
Inspeksi
: bentuk simetris, tidak ada retraksi interkosta
Palpasi
: vocal fremitus paru kanan sama kuat dengan paru kiri.
Perkusi
: bunyi sonor
Auskultasi : vesikuler lemah pada semua lapang paru, tidak ada
suara nafas tambahan ( wheezing, ronchi).
r. Sistem Gastrointestinal
Inspeksi

: bentuk datar, tidak ada benjolan umbilicus, tidak ada


lesi, tidak ada asites

Auskultasi

: peristatik usus 13 x/ menit

Perkusi

: bunyi timpani

Palpasi

: tidak ada nyeri tekan, tidak ada massa.

s. Anus dan Genetalia


Genetalia
: Alat genetalia tidak bisa terkaji karena pasien malu,
tidak terpasang DC
Anus
: Tidak bisa terkaji karena pasien menolak
t. Sistem perkemihan
Pasien BAK 10x/ hari 1500cc per hari dengan bau khas urine, warna
kuning jernih.
u. Sistem musculoskeletal
1) Ektermitas
a) Superior

Kekuatan otot superior 100%, tidak ada deformitas, terasa akral


panas, tidak ada varises, tidak ada oedem.
b) Inferior
Ekstremitas bawah kekuatan 75%, tidak ada deformitas, terasa
akral panas, ada varises pada tungkai kanan dan kiri bawah,
tidak ada oedem, tidak terjadi atropi otot ekstremitas bawah.
Menggunakan alat bantu jalan berupa tongkat
v. Sistem endokrin
Pasien mengatakan tidak pernah mengalami penyakit gondok dan gula
w. Sistem imun
Tidak terjadi pembesaran pada kelenjar limfe, pasien tidak pernah
mengalami alergi
x. Sistem gastrointestinal
Pasien mengatakan BAB 1x/ 2 hari, fases lembek terkadang keras, bau
khas fases, warna fases kuning kecoklatan.
y. Sistem reproduksi
Pasien mengatakan tidak ada gangguan.
z. Sistem persyarafan
12 syaraf kranial berfungsi dengan normal dengan sedikit gangguan :
1) Nervus Olfatorius
Pasien mampu mengenal bau bauan yang didekatkan dengan
hidung pasien (minyak wangi dan minyak kayu putih)
2) Nervus Optikus
Visus pasien berkurang, pasien tidak mampu melihat benda yang
jauh dan kecil
3) Nervus Okulomotorius
Gerakan bola mata normal
4) Nervus trokhearis
Gerakan bola mata normal
5) Nervus trigeminus
Pasien dapat mengunyah, dan menggerakkan rahang
6) Nervus abdusen
Gerakan bola mata normal
7) Nervus fasialis
Pasien dapat merasakan/ membedakan test yang dilakukan
8) Nervus vestibulo akustikus
Test rinne positif, test weber sama keras, pasien mampu berjalan
sesuai petunjuk yang dibuat dengan bantuan tongkat.
9) Nervus Glosofaringeus

Pasien mampu menelan, mengucapkan aaahh, uvula tetap


ditengah
10) Nervus vagus
Pasien mampu menelan, mengucapkan aaahh, uvula tetap
ditengah
11) Nervus aksesoris
Pasien mampu mengangkat bahu, dapat menolehkan kepala
dengan normal
12) Nervus Hipoglosus
Pasien dapat mengerakan lidah sesuai dengan instruksi
12. Pengkajian Status Fungsional
Berdasarkan Indeks KATZS :
a. Makan
1) Pasien manpu memegang, mengambil dan memasukan makanan/
minuman ke dalam mulut sendiri
2) Pasien mampu mengunyah
3) Pasien mampu menelan
b. Kontinen
1) Pasien terkadang tidak mampu menahan BAK sampai ke toilet
2) Pasien sering BAK ketika malam hari (BAK lebih dari 2x setiap
malam)
c. Berpindah
1) Pasien dapat berjalan dengan bantuan tongkat
2) Pasien tidak dapat berlari
3) Mampu memindahkan posisi dari duduk menjadi berdiri maupun
sebaliknya
d. Kekamar kecil
1) Pasien mampu melakukan cuci muka, membasahi rambut, tangan,
telinga, mencuci tangan hanya setelah makan, setelah BAK/ BAB
tidak mencuci tangan dengan sabun, tidak melakukan perawatan
khusus.
e. Berpakaian
1) Pasien mampu memakai pakaian dengan baik, mengancing pakaian
f. Mandi
1) Pasien dapat melakukan personal hygiene dengan baik, mampu
mandi dengan mandiri.
Klasifikasi Indeks KATZS : C (pasien mandiri kecuali kontinen dan 1
fungsi lain)
13. Status Kognitif dan afektif

a. Pengkajian status mental gerotik dengan SPSMQ


BENA
R

SALAH

N
O
01
02
03
04
05
06
07
08
09
10

PERTANYAAN

Tanggal berapa hari ?

Hari apa sekarang ini ?

Apa nama tempat ini ?

Dimana alamat anda ?

Berapa umur anda ?

Kapan anda lahir ?

Siapa presiden Indonesia sekarang ?

Siapa presiden Indonesia sebelumnya ?

Siapa nama ibu anda ?

Kurangi 3 dari 20 dan tetap pengurangan 3


dari setiap angka baru, semua secara
manurun
Penilaian SPMSQ : Fungsi intelektual utuh (tidak ada gangguan)
14. Pengkajian status social
No Fungsi
1

Adaptasi

Hubungan

Pertumbuhan

Afeksi

Pemecahan

APGAR KELUARGA
Uraian

skor
e
Saya puas bahwa saya dapat kembali pada
2
keluarga (teman teman) saya untuk
membantu pada waktu sesuatu menyusahkan
saya
Saya puas dengan cara keluarga (teman
2
teman) saya membicarakan sesuatu dengan
saya dan mengungkapkan masalah dengan saya
Saya puas bahwa keluarga (teman teman)
2
saya menerima dan mendukung keinginan saya
untuk melakukan aktivitas atau arah baru
Saya puas dengan cara keluarga (taman
2
teman) saya mengekspresikan afek dan
berespon terhadap emosi emosi saya, seprti
marah, sedih, atau mencintai
Saya puas dengan cara temen temen saya dan
2
saya menyediakan waktu bersama sama

B. Analisa Data
No
1

Data
Etiologi
Ds : Pasien mengatakan Inkontinensia Urine
sering
BAK
dan
terkadang tidak bisa
menahan BAK.

Masalah
Perubahan
eliminasi: BAK

pola

Do : Pasien BAK 10x/


hari 1500cc per hari
dengan bau khas urine,
warna kuning jernih.
Ds : Pasien malu Tidak bisa menahan miksi, Gangguan citra diri
karena sering BAK dan BAK sering
terkadang tidak bisa
menahan BAK tersebut
Do : pasien terlihat
malu ketika ditanya
tentang kebiasaan BAK
nya.
Ds : pasien mengatakan penurunan kekuatan otot
Gangguan mobilisasi
sukar
mengerakan
fisik
kakinya, tersa kaku
Do : pasien terlihat
kesulitan
dalam
berjalan,
Ekstremitas
bawah kekuatan 75%,
ada
varises
pada
tungkai kanan dan kiri
bawah, Menggunakan
alat bantu jalan berupa
tongkat
Ds : iritasi kulit oleh urine
Do : pasien terkadang
tidak bisa menahan
BAK sehingga BAK
dicelana

Resiko
gangguan
kulit

tinggi
integritas

C. Diagnosa Keperawatan
No
1
2
3
4

Diagnosa Keperawatan
Perubahan pola eliminasi: BAK b/d Inkontinesia Urine
Gangguan mobilisasi fisik b/d penurunan kekuatan otot
Gangguan citra diri b/d tidak bisa menahan miksi
Resiko tinggi gangguan integritas kulit b/d iritasi kulit oleh urine

D. Intervensi Keperawatan
a. Gangguan Mobilisasi b/d penurunan kekuatan otot
Tujuan
: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24
jam diharapkan pasien berpartisipasi dalam aktifitas
Kriteria hasil :

1) Mengutarakan keinginan dan berpartisipasi dalam aktifitas sehari


hari.
2) Mendemonstrasikan teknik/ tingkah laku yang meningkatkan
kelangsungan atau kembali melakukan aktifitasnya.
3) Mempertahankan/ meningkatkan kekuatan dan fungsi fungsi
bagian yang terpengaruh.
Intervensi
:
1) Tentukan kemampuan fungsional (skala 0 4) dan alas an
ketidakseimbangan.
Rasional:mengidentifikasi

kebutuhan/

tingkat

intervensi

yang

dibutuhkan
2) Catat respons emosional/ tingkah laku untuk mengubah kemampuan
Rasional:perubahan fisik dan kehilangan kemandirian sering kali
menciptakan perasaan marah, frustasi, dan depresi yang dapat
dimanesfestasikan sebagai keengganan untuk ikut serta dalam
aktivitas
3) Rencanakan aktivitas/ kunjungan dengan periode istirahat adekuat
sesuai kebutuhan
Rasional:mencegah

kepenatan,

menghemat

energi

untuk

melanjutkan partisipasi
4) Lengkapi partisipasi dalam perawatan diri dan aktivitas rekreasi/
okupasi
Rasional:meningkatkan kemandirian dan percaya diri, mungkin
meningkatkan keinginan untuk berpartisipasi
5) Bantu dalam memindahkan dan ambulasi jika dibutuhkan,
perilihatkan pada pasien atau orang orang yang berpengaruh pada
pasien bagaimana cara bergerak yang aman, ajarkan ROM Pasif pada
pasien.
Rasional:mencegah terjadinya kecelakaan seperti jatuh/ cedera.
6) Berikan sepatu penyokong yang nyaman dan tepat ukuran, sandal
yang tidak licin.
Rasional:membantu pasien untuk berjalan dengan langkah mantap/
mempertahankan keseimbangan diri dengan mencegah terjadinya
kaki terkilir
7) Pindahkan barang barang yang tidak diperlukan
latihan

dari tempat

Rasional:mencegah pasien menabrak barang barang dan


menurunkan resiko kecelakaan diri/ jatuh
8) Lengkapi dinding pada gang, tangga dan kamar mandi dengan
peganggan tangan.
Rasional:meningkatkan

kemandirian

melakukkan

mobilisasi,

menurunkan resiko jatuh


9) Kaji kembali keamanan mengunakan alat alat bantu/ alat tambahan
seperti walker, brace dan prostese
Rasional:memfasilitasi aktivitas, menurunkan resiko perlukaan.
10) Berikan kursi yang kuat dengan tempat duduk yang tinggi dengan
pegangan di kiri dan di kanan
Rasional:memudahkan pasien untuk bangun dari posisi duduk
11) Berikan lingkungan yang terang bagi pasien yang mengalami
penurunan pengelihatan
Rasional:mencegah terjadinya kecelakaan dan menurunya sensori
penglihatan. Bila pasien buta, akan membutuhkan bantuan dan
orientasi lingkungan
12) Bicara pada pasien ketika memasuki ruangan dan beritahu dimana
pasien berada
Rasional:melakukan tindakan tertentu akan membantu pasien yang
tidak dapat melihat untuk mengetahui seseorang yang berada
ditempat tersebut
13) Kolaborasi dengan ahli terapis fisik/ okupasi, spesialis rehabilitasi
Rasional:sangat membantu dalam membuat program latihan/
aktivitas individu dan menentukan alat bantu yang sesuai
b. Perubahan pola eliminasi: BAK b/d Inkontinesia Urine
Tujuan

Kriteria hasil

: setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24


jam pasien dapat mengurangi atau mengatasi pola
eliminasi agar dapat berkemih normal, dapat menahan
BAK
: Individu akan menjadi kontinen (terutama selama siang
hari, malam, 24 jam) dan mampu mengidentifikasi
penyebab inkontinens dan rasional untuk pengobatan

Intervensi
:
1) Mandiri :
a) Tentukan pola berkemih normal pasien dan tentukan variasi

Rasional

: Kalkulus dapat menyebabkan eksitalitas saraf, yang


menyebabkan sensasi berkemih segera. Biasanya
frekuensi dan urgensi meningkat bila kalkulus
mendekati pertemuan uretrovesikal
b) Dorong meningkatkan pemasukan cairan
Rasional : Peningkatan hidrasi membilas bakteri, darah,dan debris
dan dapat membantu lewatnya batu
c) Selidiki keluhan kandung kemih penuh, palpasi untuk daerah
suprapubik
Rasional : Retensi urine dapat terjadi menyebabkan distensi
jaringan dan potensial resiko infeksi, gagal ginjal
d) Ajari pasien Promted voiding & bladder training
Rasional : pasien dapat mengetahui keadaan dimana pasien ingin
berkemih dan pasien dapat menahan BAK dengan
normal
e) Kolaborasi:
Ambil urine untuk kultur dan sensivitas
Rasional : Menentukan adanya ISK, yang penyebab atau gejala
komplikasi
c. Gangguan citra diri b/d tidak bisa menahan miksi
Tujuan

: setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24


jam

pasien

dapat

menerima

keadaan

tersebut,

melakukkan koping yang baik


Kriteria hasil : individu menerima keadaan, mau beraktivitas dan
berinteraksi dengan lingkuangan tanpa rasa malu
dengan penyakitnya.
Intervensi
:
1) Kaji pengetahuan klien tentang penyakit yang dialaminya
Rasional : mengetahui tingkat pemahaman pasien

tentang

penyakitnya
2) Beri informasi klien tentang penyakitnya
Rasional : pengetahuan tentang penyakitnya dapat membuat
pasien mau menerima keadaan yang ada.
3) Dorong klien untuk menyatakan perasaan
Rasional : pasien menjadi lega setelah mengeluarkan perasaan
yang dipendamnya.

4) Dorong

klien

untuk

lingkunganya.
Rasional : pasien

beraktivitas

mulai

dan

beradaptasi

berinteraksi
dengan

dalam

lingkungan

membuktikan pasien mulai menerima keadaan.


d. Resiko tinggi gangguan integritas kulit b/d iritasi kulit oleh urine
Tujuan

: setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24


jam pasien tidak mengalami gangguan integritas kulit

Kriteria hasil : kulit sekitar alat kelmin tidak menunjukan terjadi


proses inflamasi.
Intervensi
:
1) Ubah posisi dengan sering (setiap 2 jam sekali)
Rasional : menjaga kelembapan kulit agar tidak terjadi iritasi.
2) Berikan perawatan kulit
Rasional : mempercepat penyembuhan iritasi
3) Jaga kulit agar tetap kering
Rasional : kulit yang lembab dapat mengakibatkan munculnya
iritasi kulit
4) Berikan pakaian dari bahan yang dapat menyerap air
Rasional : menjaga kelembaban kulit

E. Implementasi
Waktu
Implementasi
Sabtu,
menentukan kemampuan
2/11/2013 fungsional (skala 0 4)
13.30 WIB dan
alas
an
ketidakseimbangan.

Evaluasi
S : pasien mengatakan dapat
berjalan dengan bantuan tongkat.
O : pasien terlihat berjalan
mengunakan
tongkat,
Skala
tergantungan 2
13.45 WIB
S:mecatat
respons O : pasien terlihat sering murung
emosional/ tingkah laku dan mudah marah
untuk
mengubah
kemampuan
13.50 WIB
S : pasien mau mengikuti istruksi
dari tenaga kesehatan
merencanakan aktivitas/
O : pasien terlihat lebih segar setelah
kunjungan
dengan mengikuti istruksi dari perawat
periode istirahat adekuat
15.00 WIB sesuai kebutuhan
S:O : pasien tampak lebih nyaman
mobilisasi
setelah
mensituasikan linkungan berlatih

yang kondusif, aman lingkungan kondusif


untuk latihan mobilisasi
15.05 WIB
S : pasien mengatakan mau
memakai sandal yang dianjurkan
perawat
meberikan
sepatu O : pasien berjalan dengan lebih
penyokong yang nyaman nyaman dan tidak kawatir terjatuh
15.10 WIB dan tepat ukuran, sandal S : O : pasien mampu melakukan
yang tidak licin.
gerakan aman yang sudah diajarkan
membantu
dalam
memindahkan
dan
ambulasi
jika
dibutuhkan, perilihatkan
pada pasien atau orang
orang yang berpengaruh
S:15.30 WIB pada pasien bagaimana
cara bergerak yang aman, O : pasien terlihat lebih nyaman
merubah posisi duduk ke berdiri dan
ajarkan ROM.
sebaliknya.
memberikan kursi yang
kuat dengan tempat S : 15.40 WIB
duduk
yang
tinggi O : pemberian terapis sesuai indikasi
dengan pegangan di kiri
S:Minggu dan di kanan
O : pasien tampak lebih nyaman
3/11/2013
berlatih
mobilisasi
setelah
dengan lingkungan kondusif
08.00 WIB kolaborasikan
ahli terapis fisik
S:08.20 WIB
O : pasien mampu melakukan
mensituasikan linkungan gerakan aman yang sudah diajarkan
yang kondusif, aman
untuk latihan mobilisasi
membantu
dalam
memindahkan
dan
ambulasi
jika
dibutuhkan, perilihatkan S : pada pasien atau orang O : pemberian terapis sesuai indikasi
10.00 WIB orang yang berpengaruh
pada pasien bagaimana
cara bergerak yang aman,

ajarkan ROM.
kolaborasikan dengan
ahli terapis fisik
Sabtu,
menentukan
pola S : pasien mengatakan bahwa pasien
2/11/2013 berkemih normal pasien sering berkemih 10 kali per hari
13.35 WIB dan tentukan varias
O : pasien terlihat sering berkemih,
berkemih dalam 2 jam sekali
15.45 WIB mendorong
S : pasien mau banyak minum
meningkatkan
O : pasien minum 8 gelas sehari
pemasukan cairan
15.50 WIB menyelidiki
keluhan S : pasien mengeluh kadang BAK
kandung kemih penuh, tidak bisa tertahan
palpasi untuk daerah O : kandung kemih pasien tdk
suprapubik
penuh, inkontinensia bukan karena
pembesaran prostat.
16.00 WIB mengajari
pasien S : pasien mau diajari
Promted voiding & O : pasien mulai tahu kapan terasa
ingin
BAK,
pasien
mampu
bladder training
melakukan bladder training dengan
baik
Minggu,
S : pasien mau banyak minum
mendorong
3/11/2013
O : pasien minum 8 gelas sehari
meningkatkan
09.00 WIB
pemasukan cairan
11.00 WIB

S : pasien mampu melakukan


pasien promted voiding dengan mandiri
Promted O : pasien mulai tahu kapan terasa
bladder ingin
BAK,
pasien
mampu
melakukan bladder training dengan
baik
Sabtu,
mengkaji pengetahuan S : pasien belum paham tentang
2/11/2013 klien tentang penyakit penyakitnya
15.00 WIB yang dialaminya
O : pasien hanya mengatakan ini
terjadi karena proses penuaan
15.30 WIB
S : pasien mau diberi penjelasan
memberi informasi klien tentang penyakitnya
tentang penyakitnya
O : pasien mulai tahu dengan
keadaan yang terjadi pada dirinya
16.05 WIB
S : pasien mengatakan tentang
mendorong klien untuk perasaan yang agak malu tentang
BAK yang tidak dapat terkendali
menyatakan perasaan
O : pasien lebih lega dan mulai bisa
menerima keadaanya.
menemani
melakukkan
voiding
&
training

16.45 WIB

S : pasien mengatakan mau


mendorong klien untuk beraktivitas dan berinteraksi dengan
beraktivitas
dan lingkungan
O : pasien terlihat mulai berinteraksi
berinteraksi
dalam
dengan cucu nya (lingkungan)
lingkunganya

Minggu,
mengubah posisi dengan
2/11/2013 sering (setiap 2 jam
13.00 WIB sekali)

S:O : pasien mengubah posisi setiap 2


jam

13.10 WIB

S:O : area lipatan paha tidak


menunjukan iritasi akibat urine.
S:O : kulit terjaga tetap kering

15.20 WIB
15.25 WIB

memberikan perawatan
kulit
menjaga kulit agar tetap
kering

S : pasien mau memakai pakaian


memberikan pakaian dari yang menyerap air
O : kulit pasien tetap terjaga
bahan yang dapat
kelembabannya.
menyerap air

F. Evaluasi
No
1

Diagnosa
Evaluasi
Gangguan mobilisasi fisik S : pasien mengatakan lebih nyaman
dengan mobilisasi yang diajarkan
b/d penurunan kekuatan otot
perawat
O : pasien terlihat lebih nyaman ketika
mobilisasi.
A : masalah belum teratasi
P : lanjutkan intervensi
- Berikan situasi yang kondusif
- Bantu ambulasi
- Kolaborasi ahli terapis fisik
S : pasien mengatakan lebih nyaman
dengan mobilisasi dan latihan ROM
pasif yang diajarkan perawat, pasien
sudah tidak merasakan kaku kaku
O : pasien terlihat lebih nyaman ketika
mobilisasi.
A : masalah sudah teratasi
P : pertahankan keadaan pasien

Perubahan pola eliminasi: S : pasien mengatakan mulai


BAK b/d Inkontinesia Urin
merasakan ketika ingin BAK tetapi
terkadang masih tdk bisa menahan
BAK, pasien dapat melakukan bladder
training
O : pasien mulai mampu mengatur
BAK, dan tahu kapan BAK, tetapi
tekadang masih BAK dicelana.
A : masalah belum teratasi
P : lanjutkan intervensi
- Peningkatan masukan cairan
- Melakukan promted voiding
dan bladder training
S : pasien mengatakan masih BAK
dicelana tetapi frekuensinya mulai
menurun
O : pasien mulai mampu mengatur
BAK, dan tahu kapan BAK, tetapi
tekadang masih BAK dicelana.pasien
BAK 7x/ sehari, nokturia mulai
berkurang
A : masalah belum teratasi
P : lanjutkan intervensi
- Peningkatan masukan cairan
- Melakukan promted voiding
dan bladder training
Gangguan citra diri b/d tidak S : pasien mengatakan lebih lega dan
bisa menahan miksi
mampu menerima keadaannya
O : pasien terlihat lebih percaya diri
karena mulai mampu menerima
keadaan
A : masalah teratasi
P : pertahankan kondisi pasien;
motivasi pasien untuk sembuh
Resiko
tinggi
gangguan S : pasien mengatakan kulit disekitar
integritas kulit b/d iritasi kulit alat
kelamin
tidak
mengalami
oleh urine
kemerahan
O : kulit pasien tidak mengalami iritasi
A : masalah teratasi
P : pertahankan kondisi pasien

BAB IV
PENUTUP
A. KESIMPULAN
1. Inkontinensia adalah berkemih di luar kesadaran, pada waktu dan tempat
yang tidak tepat, dan menyebabkan masalah kebersihan atau sosial
2. Inkontinensia diklasifikasikan menjadi beberapa antara lain :
a. Inkontinensia stress
b. Inkontinensia mendesak (Urge Incontinence)
c. Inkontinensia aliran berlebihan (Overflow)
d. Inkontinensia refleks
e. Inkontinensia fungsional
3. Ada 2 faktor yang berkonstribusi terhadap perkembangan inkontinensia
adalah faktor fisiologis dan psikologis.
4. Inkontinensia dapat menyebabkan terjadinya iritasi kulit, meimbulkan

stres keluarga, teman dan orang yang merawat.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2012. Askep Gerontik Inkontinensia Urine. Retrieved: Oktober 10, 2013.
From: http://allwhyoechy.blogspot.com/2012/10/askep-gerontikinkontenensia-urine.html
Darmojo, R. Boedhi & H. Hadi Martono. 1999. Geriatri (Ilmu Kesehatan Usia
Lanjut) Edisi ke-3. Balai Penerbitan Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia: Jakarta.
Manaf, Abdul. 2012. Asuhan Keperawatan Inkontinensia Urine. Retrieved:
Oktober 10, 2013. From:
http://abdulblogspot.blogspot.com/2012/10/asuhan-keperawatan-padaklien-ny-s.html
Maryam, R. Siti, dkk. 2008. Mengenal Usia Lanjut dan Perawatannya. Salemba
Medika: Jakarta.
Stanley, Mickey & Patricia Gauntlett Beare. 2006. Buku Ajar Keperawatan
Gerontik Edisi 2. EGC: Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai