Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT atas berkah dan
rahmat-NYA jualah kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik.
Makalah ini dapat kami selesaikan tentu saja dengan bantuan orangorang disekitar kami.
Adapun makalah yang kami tulis bertemakan Pergantian fase :
peleburan, penguapan, dan sublimasi. Dan bahan makalah ini kami
peroleh dari berbagai buku. Kami pun mengucapkan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu dalam
proses penyusunan makalah ini, yakni :
1.Bapak Apit Faturohman, S.Pd., M.Si selaku dosen pengampuh
termodinamika.
2.Teman-teman Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan prodi
Pendidikan Fisika.
3.Orang tua kami yang senantiasa memberikan dukungan untuk
kelancaran penyusunan karya makalah.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat untuk semua pihak. Kritik dan
saran sangat kami harapkan, agar menjadi lebih baik kedepannya.
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...................................................................................i
DAFTAR ISI................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang..................................................................................1
B. Rumusan Masalah............................................................................1
C. Tujuan Masalah.................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN
1. FASE DAN PERUBAHAN FASE ZAT................................................3
1.1 FASE.......................................................................................3
1.2 KALOR ...................................................................................3
1.3 PERUBAHAN FASE...............................................................4
2. PERGANTIAN ORDO-PERTAMA: PERSAMAAN CLAPEYRON.......8
2.1 Peleburan.............................................................................11
2.2 Penguapan...........................................................................14
2.3 Sublimasi..............................................................................23
2.4 Tetapan Uap.........................................................................27
2.5 Pengukuran Tekanan Uap...................................................31
3. PERMUKAAN TERMODINAMIKA....................................................35
4. PERSAMAAN CLAUSIUS CLAPEYRON.........................................36
5. PENERAPAN PERSAMAAN CLAUSIUS CLAPEYRON DALAM
FISIKA .............................................................................................38
5.1 POMPA KALOR ........................................................................39
5.1.1 MESIN
REFRIGERASI
SIKLUS
ABSORPSI ........................42
5.1.2 TABUNG VORTEX ........................................................44
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pada saat pergantian fase terkenal proses yang terjadi yaitu proses
peleburan, penguapan, dan sublimasi. Proses peleburan , penguapan,
dan sublimasi ini merupakan proses yang sering terjadi dalam kehidupan
sehari-hari. Jika dilihat secara sederhana proses peleburan, penguapan ,
dan sublimasi merupakan proses yang sederhana juga. Karena proses
pergantian fase ini sudah pernah dipelajari sewaktu duduk di bangku
sekolah dasar dengan materi penguapan, peleburan, dan sublimasi yang
masih sangat sederhana. Dilanjutkan pada waktu pembelajaran di bangku
sekolah menengah dengan proses yang sama tentang peleburan,
penguapan, dan sublimasi namun dengan materi yang lebih mandalam
dan lebih rumit lagi. Namun dalam termodinamika proses peleburan ,
penguapan, dan sublimasi ini dilihat secara lebih mendalam. Sehingga
proses yang lebih rumit tentang ketiga proses tersebut akan dibahas lebih
mendalam lagi. Dalam termodinamika juga mulai
dikenal istilah-istilah
C. Tujuan
1. Mampu meneliti pengaruh kalor terhadap perubahan fase zat,
2. Mampu mendeskripsikan dan menerapkan persamaan Clausius
Clapeyron dalam kehidupan sehari-hari.
BAB II
PEMBAHASAN
1. FASE, KALOR DAN PERUBAHAN FASE ZAT
a. FASE
Suatu zat yang murni memiliki sifat yang homogen. Zat tersebut
dapat memiliki lebih dari suatu fase, tapi setiap fase harus memiliki
komposisi kimiawi yang sama. Air merupakan zat murni. Berbagai
kombinasi dari ketiga fase memiliki komposisi kimiawi yang sama. Udara
bukan merupakan zat murni, karena udara cair dan uap udara memiliki
komposisi yang berbeda.
Suatu zat memiliki 3 fase yang berbeda: padat, cair dan gas.
Misalkan sebuah benda padt dimasukkan ke dalam piston silinder dan
tekanan nya dijaga pada nilai konstan. Kalor ditambahkan ke dalam
silinder, sehingga zat tersebut melewati semua fase yang berbeda. Ketika
suatu zat pada dengan temperatur yang rendah kemudian ditambahkan
kalor sampai zat tersebut mulai mencair. Penambahan kalor lebih lanjut
akan mencairkan seluruh zat padat tersebut sementara temperatur nya
tetap konstan. Setelah seluruh zat padat tersebut cair, temperatur dari
cairan yang dihasilkan akan menigkat lagi sampai uap tersebut mulai
terbentuk, keadaan ini disebut keadaan cairan jenuh.
Cairan air, campuran dari cairan air dan uap air, atau campuran es
dan cairan air adalah zaat murni karena setiap fase mempunyai komposisi
kimia sama yaitu H2O. Namun, campuran udara air dan udara gas bukan
merupakan zat murni karena komposisi fase udara cair berbeda dengan
fase udara uap. Kadang-kadang campuran gas seperti udara dianggap
sebagai zat murni sepanjang tidak ada perubahan fase karena udara
mempunyai beberapa karakteristik zat murni.
2.2 KALOR
Suatu usaha yang melalui energinya dapat dipindahkan secara
makroskopik ke atau dari suatu sistem. Energi juga dapat dipindahkan
secara mikroskopik ke atau dari suatu sistem melalui cara-cara interaksi
disebabkan
oleh
perbedaab
temperature
oleh
sistem
dan
liquid yang berarti bahwa cairan tersebut belum siap untuk menguap
(gambar 1.1). Apabila sistem tersebut dipanaskan, maka suhu air akan
meningkat (misalkan menjadi 60C) yang diikuti dengan terjadinya
peningkatan volume dari sistem akibat pengembangan dari volume air
tersebut. Volume yang mengembang dengan massa yang tetap juga
mengandung
makna
terjadinya
peningkatan
spesific
volume
air
yang
menyebabkan
terjadinya
perubahan
fasa,
hingga fasa cair baru bisa berubah menjadi fasa uap. Besarnya energi
yang diperlukan untuk merubah fasa cair menjadi fasa uap ini dikenal
dengan sebutan dengan Kalor Laten (Latent Heat of Vaporization) dan
jumlah nya sama dengan energi yang dilepaskan uap untuk berubah
kembali menjadi fasa cair selama proses pengembunan. Sebagai contoh,
pada tekanan 1 atm, kalor laten air adalah sebesar 2257.1 kJ/kg
2. Pergantian Orde Pertama; Persamaan Clapeyron
Pada pergantian fase yang terkenal (peleburan, penguapan, dan
sublimasi) dan juga pada pergantian fase yang kurang terkenal
(perubahan bentuk Kristal), temperatur dan tekanannnya selalu tetap,
sedangkan entropi dan volumnya berubah. Tinjaulah n 0 mol bahan dalam
fase i dengan entropi molar s(i) dan volum molar v(i). keduanya, s(i) dan v(i),
adalah fungsi dari T dan P sehingga selalu tetap selama pergantian fase
berlangsung sampai semua bahan dalam fase f dengan entropi molar s(f)
dan volum molar v(f). (Perbedaan fase ditunjukan oleh tikalas supaya kita
bias menyediakan pemakaian tikalas intuk memberi perincian keadaan
yang berbeda dari fase yang sama atau zat yang berbeda). Ambil x sama
dengan bagian fase mula-mula yang sudah diubah menjadi fase akhir
pada setiap saat. Jadi entropi dan volum campuran pada setiap saat. Jadi
entropi dan volum campuran pada setiap saat, yaitu S dan V, ialah
S=n0 ( 1x ) s(i )+n0 x s (f )
dan
(i )
V =n 0 ( 1x ) s + n0 x s
(f )
( Pg ) ,
s=
dan
( gP ) ,
v=
kita dapat mencirikan pergantian fase yang terkenal dengan salah satu
pernyataan yang setara berikut ini:
1. Terdapat perubahan entropi dan volum
2. Turunan pertama fungsi Gibbs berubah secara takmalar
Setiap perubahan fase yang memenuhi persyaratan tersebut dikenal
sebagai pergantian fase orde pertama. Untuk perubahan fase seperti itu,
variasi temperatur dari G, S, V, dan C p diperlihatkan pada empat grafik
kasar dalam gambar 10.1.
Pergantian fase dapat dianggap terjadi secara terbalikkan dalam dua
arah. Grafik keempat yang memperlihatkan kelakuan C p sangatlah penting
karena Cp dari campuran dua fase selama terjadi pergantian fase menjadi
tak terhinggaI. Hal ini berlaku karena pergantian terjadi pada Tdan P yang
tetap. Bila P tetap, dT = 0; atau bila T tetap, dP = 0. Jadi,
C p =T
( Ts ) = , = V1 ( VT ) = ,= 1V ( TV ) =.
p
Namun, perlu diperhatikan bahwa pernyataan itu hanya benar bila kedua
fase itu ada. Seperti diperlihatkan dalam gambar 10.1d, C p fase 1 tetap
berhingga sampai temperatur pergantian tercapai. Dalam gambar tersebut
tidak terlihat adanya antisipasi terjadinya pergantian fase dengan
menaiknya Cp sebelum temperature ini tercapai. Hal seperti ini selalu
benar untuk pergantian fase orde pertama, tetapi tidak untuk segala jenis
pergantian lainnya.
Persamaan T dS kedua memberikan hasil yang taktertentu bila diterapkan
pada pergantian fase orde-pertama. Untuk suatu bagian kecil berlaku,
T dS=C p dT TV dP
dengan C p =
dT =0 ;
dan
dan juga
dan
dP=0 .
( TP ) dv
v
( PT ) = dPdT
v
v (f )v (i)
Jadi,
T ( s( f )s (i ) )=T
dP
dT
Ruas kiri persamaan ini adalah kalor laten per mol, sehingga
dP
1
= ( f ) ( i)
dT v v
(10.1)
T + dT
dan
P+dP
Atau
(f )
(i )
dP s s
=
dT v ( f )v ( i)
Jadi
Dan akhirnya,
dP
1
=
dT T (v ( f ) v (i ))
l V , dan kalor
sublimasi l S .
1. Peleburan
Metode paling sederhana untuk mengukur kalor lebur zat padat
ialah dengan mengirimkan energi listrik dengan laju tetap dan mengukur
temperaturnya pada selang waktu yang memudahkan. Dengan rajah
temperatur terhadap waktu, diperoleh kurva pemanasan; di sini pergantian
fase muncul sebagai garis lurus pada temperatur tetap yang panjangnya
, diukur sepanjang sumbu waktu. Radarnya, perlindungannya,
I , maka
I
n
Jika TM menyatakan titik lebur normal suatu zat padat dan
l FM
adalah kalor laten peleburan pada titik lebur normal, maka perubahan
entropi yang berkaitan dengan perubahan pada temperatur ini ialah
l FM
, dinyatakan dalam satuan R. Perubahan entropi ini didaftarkan
RTM
dalam tabel 10.1 untuk 15 zat padat non logam dan 15 logam, dan dapat
dilihat bahwa logam menunjukkan keteraturan lebih banyak daripada
nonlogam. Secara kasar,
l FM
RTM
[( ) ]
c
PPTP =a
T
1
T TP
Dengan TTP dan PTP menyatakan koordinat titik tripel, dan a serta c adalah
tetapan yang bergantung pada zatnya. Pada temperatur tinggi P TP
diabaikan, sehingga persamaan yang biasa dipakai berbentuk
P
T c
=
1
a
T TP
( )
Harga a dan c untuk empat jenis gas mulia yang terkondensasi yang
diperlihatkan dalam gambar 10.3 didaftarkan dalam tabel 10.2, dan harga
untuk zat padat lainnya telah diberikan oleh S. E. Babb.
Tabel 10.2 Parameter peleburan untuk gas mulia yang terkondensasi
Gas Mulia yang
terpadatkan
TTP, K
PTP, kPa
a, MPa
Ne
24,6
43,2
103,6
1,6
Ar
83,8
69,0
227,0
1,5
Kr
116
73,3
305,0
1,4
Xe
161
81,7
345,5
1,31
10.4.
(10.3)
dalam
bejana
dapat
dipertahankan
menurut
yang
I
n
Tabel 10.3 Data Penguapan *
Zat
T,K
T/TC
IV/TC,
P,
v-v,
P(v-
IV,J/
J/
kPa
1/ mol
mol
mol .
v) /T
J/mol.K
12,5
41,35
6,042
1,317
0,624
0,374
0,251
0,172
0,097
8,20
7,91
7,00
6,10
5,24
4,43
3,60
2,39
9,834
6,882
1,523
0,758
0,501
0,352
0,259
0,198
8,07
7,99
7,29
6,62
6,06
5,47
4,88
4,32
N2
TC = 126,25 K
PC = 3,396 MPa
Ar
TC = 150,86 K
PC = 4,898 MPa
63,1
0,50
595
5
77,3
0
0,61
6
553
5
94
104
111
116
120
124
3
0,74
6
486
5
0,82
9
429
4
0,87
2
375
9
0,91
4
324
9
0,95
4
268
0
0,98
1
181
83,7
0,55
646
8
87,2
5
0,57
3
637
9
106
117
124
130
135
9
0,70
5
576
3
0,77
0
524
6
0,82
5
482
47,18
43,85
38,57
34,00
29,73
26,70
21,24
14,40
42,84
42,26
38,18
34,77
31,98
29,10
26,18
23,46
3
101,
3
499,
5
1016
1554
2047
2515
3057
68,7
5
101,
3
507,
4
1022
1499
2020
139
CO
TC = 140,23 K
PC = 3,498 MPa
72,4
81,6
3
99
109
115
121
126
130
2
0,86
5
439
2
0,89
0
395
5
0,92
0
353
0,51
642
6
0,58
9
604
2
0,70
0
512
6
0,77
4
449
7
0,82
0
413
0
0,86
1
352
3
0,89
2
280
9
0,92
2
199
2545
3032
45,85
43,07
36,54
32,02
29,46
25,12
19,98
14,19
30,4
101,
3
506,
5
1012
1418
2026
2535
3039
19,047
6,325
1,304
0,650
0,450
0,279
0,185
0,109
8,00
7,85
6,67
6,04
5,55
4,67
3,72
2,55
Hal yang lebih menarik adalah cairan kriogenik dengan titik didih
normal disekitar 100 K atau kurang. Untuk cairan ini, orang harus memilih
informasi yang terdapat dalam buku pegangan keteknikan-yaitu tekanan,
entropi, entalpi, dan volum, dari cairan jenuh serta uap jenuh pada
temperature titik tripel hinggatitik kritis. Beberapa table seperti ini sekarang
tersedia, dan kalor penguapan bisa diperoleh dengan melakukan
pengurangan h h. dalam table 10.3 disajikan data penguapan untuk
beberapa cairan sederhana yang diperoleh dari table termodinamik yang
disusun oleh Vargaftik.
T
<1 )
Tc
=
= Tc
dT / T P()/T
P (vv)/T
Perhatikan bahwa ruas kanannya sama dengan 5,4 Tc. Persamaan yang
dihasilkan, yaitu
dP
dT
=5,4 Tc
P
T
Bisa diintegrasi dari T ke Tc dan dari Pke Pc, asal saja T/Tc tidak kurang
dari pada 0,5. Jadi,
ln
Pc
1 1
=5,4 Tc( )
P
T Tc
atau
P
Tc
=5,4(1 )
T
<1 ).
Pc
T ( Untuk 0,5 <
Tc
ln
(10.5)
P
Tc
=5,3(1 )
Pc
T
T
Tc
<1
dP
Iv
=
, atau
P R T 2 /P
Iv d ln P
=
=
R
1
d( )
T
d ln (
P
)
Pc
1
d( )
T
Jika persamaan ini kita integrasi melalui selang temperatur kecil sekitar T
, dengan Iv memiliki harga tetap Iv , kita dapatkan
ln
P
Iv
=tetapan
`
Pc
RT
(10.6)
(10.7)
Tc,
Iv ,
KJ/kmol
Iv/R,
Ne
27,1
44,5
0,609
2112
254
9,4
77,3
126
0,613
5583
671
8,7
CO
81,7
133
0,614
6051
728
8,9
85,2
144
0,592
6046
727
8,5
Ar
90,2
151
0,578
6288
757
8,7
90,2
154
0,586
6833
822
9,1
CH
111
191
0,581
8797
1058
9,5
Kr
120
209
0,574
9812
1180
9,8
Xe
165
290
0,569
12.644
1521
9,2
CH
175
283
0,601
14.680
1766
10,4
CH
185
308
0,601
16.241
1953
10,6
HCL
188
325
0,578
16.183
1946
10,4
Cairan
T/Tc
Iv/RT
HBr
206
363
0,567
17.618
2119
10,3
CL
238
417
0,570
18.408
2214
9,3
T
Tc
~ 0,6 ) = 5,4RTc
T
dP ls
+
dT
'' '
Keterangan :
v' ' '
v'
RT
P
'
bisa diabaikan,atau
v
Persamaan Clapeyron bisa ditulis
ls
=R
dP/ P
dT /T 2
d P
1
d( )
T
= -R
= - 2,30 R
lS
d log P
1
d( )
T
kurva yang diperoleh bila log P dirajah terhadap 1/T. Tekanan uap padatan
biasanya diukur untuk selang temperatur yang kecil. Dalam selang ini
grafik log P terhadap 1/T praktis merupakan garis lurus,atau
log P=
tetapan
+tetapan .
T
[ ( )]
dh=c p dT + vT
v
T
dP
c p dT + v ( 1T ) dP
Perubahan entalpi yang berlebihan antara dua keadaan
Pf T f
ialah
Pi T i dan
i'
i ' ke
f ' ,kita
i ' ke
f' .
dengan h0 .
A
'
h h = v ( 1T ) dP+ c p dT
'
'
0
'
A
P
v dP+ c 'P dT ,
'
h'
Keterangan :
v'
'
c p = kapasitas kalor molar pada tekanan P tetap.
v'
dP,dan
(10.8)
Karena
c 'p
tekanan,harga
c 'p
di atas. Entalpi uap jenuh yang ditujukan dalam gambar 10.10 dapat
dihitung berdasarkan anggapan bahwa uap jenuh pada tekanan rendah
berkelakuan seperti gas ideal. Kembali ke persamaan umum
( T h ) p
cP
(10.9)
'
ke
'''
Kita dapatkan
T
ketika T 0,
h'0' ' adalah kalor sublimasi pada nol mutlak dan dineri lambang
l0
. Jadi,
T
l s= c dT c 'p dT + l 0
'''
p
(10.10)
Persamaan
Persamaaan
ini
di
atas
hanya
dikenal
merupakan
sebagai
persamaan
hampiran,dan
Kirchhoff.
dibatasi
oleh
l s=l 0 + c dT c 'p dT .
' ''
p
Kapasitas kalor molar gas ideal dapat digambarkan sebagai jumlah suku
tetap dan suku yang merupakan fungsi dasi temperatur. Jadi,
'' '
' ''
' ''
(10.11)
c p =c 0 +c i ,
Dengan
7
R
2
c '0' '
5
R
2
sama dengan
c 'i' '
ditimbulkan oleh derajat kebebasan internal dari uap; faktor itu mempunyai
sifat mendekato nol dengan cepat ketika T mendekati nol bila gas itu
ekaatom. Persamaan Kirchhoff bisa ditulis
T
l
c
dP
= 0 2 dT +
P RT
RT
' ''
i
RT
c 'p dT
dT
2
dT
RT 2
dT .
'' '
i
dT
dT
R0
c 'p dT
0
dT + i ,
(10.12)
disertai galat yang jauh lebih besar daripada yang timbul karena
pengandaian penyederhanaan yang dimasukkan dalam penurunan ini.
Jika uap itu dalam keseimbangan dengan zat padat ekaatom, c '0' '
5
R
2
mempunyai harga
c ''p '
dan
sublimasinya menjadi
T
T
l
5
1
P= 0 + T
RT 2
R0
c 'p dT
0
dT +i
(10.13)
2,30 RT 2
2,30 R 0
c 'p dT
0
dT +
i
log 1.013 .250.
2,30
i=
i
log1.013 .250
2,30
i
6,0052.
2,30
B=
2,30 R 0
c'p dT
0
T2
dT ,
i' .
l 0 5
+ logT B+i ' + 2,881.
19,1T 2
Inilah bentuk yang paling berguna bagi fisikawan atau kimiawan yang
bekerja di laboratorium.
Persamaan sublimasi dipakai menurut dua cara :
1. Untuk mendapatkan pengukuran melalui percobaan tetapan
tekanan-uap
i'
c 'p
kurva
T2
c 'p dT
yang
baru
ini,
pada
berbagai
harga
yang
5
log P logT +B
2
Karena
l 1
5
log P logT +B= 0 +i ' +2,881,
2
19,1 T
Maka grafik yang dihasilkan merupakan garis lurus dengan kemiringan
l0
,
19,1
dan perpotongannya
'
i +2,881.
Log P
360
380
400
450
500
550
- 7,44
594
- 6,57
- 5,80
- 4,17
- 2,86
- 1,77
- 0,99
i'
kadmium
5
log T
2
5
log P logT +B
2
1/T
6,38
1,82
- 12,00
0,00278
6,45
1,88
- 11,14
0,00263
6,50
1,94
- 10,36
0,00250
6,63
2,08
- 8,72
0,00222
6,75
2,20
- 7,41
0,00200
6,85
2,32
- 6,30
0,00182
6,94
2,41
- 5,52
0,00168
1. Metode statik
Bila tekanan uap ada dalam selang antara 10 -3 sampai 103 mm Hg
(10-1 sampai 105 Pa), benjana yang berisi zat padat atau zat cair
dihubungkan dengan manometer kolom cairan, dan tekanannya
bisa dibaca langsung. Metode statik biasanya cukup memadai
untuk zat cair, tetapi seringkali sedikit gunanya untuk mengukur
tekanan uap zat padat bertitik lebur tinggi.
2. Metode penguapan Langmuir
Zat padat yang tekanan uapnya akan diukur harus ditimbang
dengan hati-hati, juga luas permukaannya. Zat itu diletakkan dalam
suatu ruang hampa dan temperaturnya dinaikkan sekehendak kita.
Zat akan menguap dengan laju tetap, dan uapnya disedot.
Diandaikan laju penguapan sama dengan laju molekul menumbuk
zat padat jika terjadi kesetimbangan antara padatan dan uap. Laju
ini sama dengan P /
luasnya,
perangkap
yang
kemudian
dingin.
dikondensasikan
Pengukuran
massa
dalam
suatu
uap
yang
B
P= A +CT + D log T
T
log
(10.14)
3 cv
5
( )
(10.15)
Tabel 10.6 Hasil bagi antara kapasitor kalor dengan ktermuaian dan kalor
sublimasi logam
[ ( c v / )0
Nesmeyan]
Gambar 10.12 Kalor sublimasi pada nol mutlak berbanding lurus dengan
( c v / )0
6. PERMUKAAN TERMODINAMIKA
Keadaan kesetimbangan sembarang zat termampatkan sederhana
dapat dinyatakan dalam permukaan segiempat, ruang tiga dimensi yang
disebut permukaan termodinamik.
Disebut digram fase karena ketiga fase dipisahkan satu sama lain
oleh tiga garis.
1. Garis sublimasi (sublimation) menyatakan kesetimbangan antara fase
padat dan fase uap.
2. Garis penguapan (vaporation) menyatakan kesetimbangan antara
fase cair dan uap.
3. Garis peleburan (melting) menyatakan kesetimbangan fase padat dan
fase cair.
Dan hanya pada satu titik dimana fase padat, fase cair, dan uap
berada dalam kesetimbangan yaitu pada titik tripel (triple point). Ujung
garis uap adalah titik kritis, sebab tidak ada pembedaan antara fasa cair
dan fasa uap di atas titik kritis.
a. Data Titik Tripel
Nama Zat
T(K)
Helium-4
Hidrogen
Neon
Oksigen
Nitrogen
Amoniak
Dioksid
belerang
Dioksid
karbon
Air
p (Pa)
2,117
13,97
24,56
54,36
63,15
195,40
(mmHg)
37,77
52,8
324
1,14
94
45,57
5035
7040
43,200
152
12500
6075
197,68
1,256
167,5
216,55
3880
517
273,16
4,58
611
( Tp ) =( vs )
v
( Tp ) = Tp
v
ug uf + p (v gv f )
h gh f =h fg
Kalor yang diserap per satuan massa pada tekanan konstan sama
dengan,
q=Tsfg
Dan
s fg =
s g s f
h fg
T
sfg
( vs ) = v v = h
T
fg
h sf
T v sf
dP h sf
=
dT
8. Penerapan Persamaan Clausius Clapeyron dalam Fisika
digunakan
sebagai
pendingin
(Refrigerasi)
maka
output
adalah
Untuk pendingin:
COP = Qc / W
oleh karena W = Qh Qc
maka:
COP =
Qc
Qh Qc
- Untuk Pemanas
COP = Qh / W
Atau COP =
Qh
Qh Qc
energi panas didapatkan dari gas alam, kerosin, elemen pemanas listrik,
uap panas, gas panas buang dan sumber-sumber panas yang lainnya.
Aplikasi dari sistem ini dapat diterapkan pada refrigerasi domestik maupun
pada sistem refrigerasi komersial dan juga pada pengkondisian udara.
Secara umum fluida kerja yang digunakan pada sistem refrigerasi siklus
absorpsi adalah refrigeran dua substansi berupa campuran tak bereaksi
seperti;
- amonia-air (NH3 H2O)
- air-lithium bromide (H2O LiBr), dan lain sebagainya
Pada sistem Air-Amonia, air berfungsi sebagai absorbent dan
amonia berfungsi sebagai refrigeran. Sedangkan pada sistem Litium
bromida-air, litium bromida berfungsi sebagai absorben dan air sebagai
refrigerannya.
Continuous
Absorption
System
with
Pump.
refrigeran
mendinginkannya
selanjutnya
sehingga
dimurnikan
absorben
dalam
yang
rectifier
ikut
dengan
menguap
akan
mengalir
sehingga
melalui
kondensor.
refrigeran
Di
mengalami
kondensor
proses
refrigeran
pengembunan.
Kondensatnya yang sudah berupa wujud cair yang keluar dari kondensor,
( TP )
( 473 ) ( 0,14060,001 )
( 19061254
210190 )
2153 kJ /kg
21531941
100 =10,9
1941
Jawaban : 600,8 K.
2. Air yang membeku pada titik bekunya (T i , Pi ) mengisi penuh suatu
bajana baja. Temperaturnya diturunkan menjadi Tf pada volume
tetap dengan tekanan Pf. Hitung y untuk i = 0C,101x 105 Pa; f = 5C, 5,98 x 107 Pa; = - 67 x 10-6 K-1 ; k = 12,02 x 10-11 Pa; vf vf
= -1,02 x 10-4 m3/kg.
Jawaban : 6,7 %.
3. Kristal iodium memiliki berat atom 127 kg/kmol dan kalor jenis
0,197 kJ/kg.K. Uap iodium dapat dianggap sebagai gas dwiatom
ideal dengan CF tetap. Pada 301 K,tekanan uapnya 51,5 N/m 2 ;
pada 299 K 43,5 N/m2. Hitunglah kalor laten sublimasi
a) Pada 300 K
b) Pada temperatur nol mutlak
c) Pada 200 K
Jawaban : a) 63,6 kJ/mol; b) 69,5 kJ/mol; c) 65,4 kJ/mol.
4. Kalor sublimasi seng pada 600K diketahui sama dengan 130
kJ/mol. Kapasitas kalor seng padat besarnya sedemikian sehingga
600
c 'p dT =13.800
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Dalam proses pergantian fase terjadi tiga peristiwa yang terkenal
yaitu peleburan, penguapan, dan sublimasi. Adapun proses yang kurang
terkenal pun terjadi dalam proses pergantian fase misalnya perubahan
bentuk Kristal, dengan temperature dan tekanannya selalu tetap,
sedangkan
entropi
dan
volume
nya
berubah.
Adapun
dalam
DAFTAR PUSTAKA