Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN PENDAHULUAN

ASFIKSIA

A. DEFENISI

Asfiksia adalah keadaan dimana bayi baru lahir tidak dapat bernapas secara
spontan dan teratur. Bayi dengan riwayat gawat janin sebelum lahir, umumnya akan
mengalami asfiksia pada saat dilahirkan. Masalah ini erat hubungannya dengan gangguan
kesehatan ibu hamil, kelainan tali pusat, atau masalah yang mempengaruhi kesejahteraan
bayi selama atau sesudah persalinan (Asuhan Persalinan Normal, 2007).
Asfiksia neonatorum ialah keadaan dimana bayi tidak dapat segera bernafas scr
spontan dan teratur setelah lahir. Hal ini disebabkan oleh hipoksia janin dalam uterus dan
hipoksia ini berhubungan dengan faktor-faktor yang timbul dalam kehamilan, persalinan,
atau segera setelah bayi lahir. Akibat-akibat asfiksia akan bertambah buruk apabila
penanganan bayi tidak dilakukan secara sempurna. Tindakan yang akan dikerjakan pada
bayi bertujuan mempertahankan kelangsungan hidupnya dan membatasi gejala-gejala
lanjut yang mungkin timbul. (Prawirohardjo: 2008).
Asfiksia neonatorum adalah keadaan dimana bayi tidak dapat bernafas secara
spontan dan teratur segera setelah lahir. Keadaan tersebut dapat disertai dengan adanya
hipoksia, hiperkapnea, dan sampai ke asidosis. Keadaan asfiksia ini dapat terjadi karena
kurangnya kemampuan fungsi organ bayi seperti pengembangan paru-paru. Proses
terjadinya asfiksia neonatorum ini dapat terjadi pada masa kehamilan, persalinan, atau
dapat terjadi segera setelah lahir. Banyak faktor yang menyebabkannya, diantaranya
adanya penyakit pada ibu sewaktu hamil seperti hipertensi, paru, gangguan kontraksi
uterus pada ibu, resiko tinggi kehamilan, dapat terjadi pada faktor plasenta seperti janin
dengan solusio plasenta, atau juga faktor janin itu sendiri. ( Hidayat, 2005).

B. ETIOLOGI

Beberapa faktor tertentu diketahui dapat menjadi penyebab terjadinya asfiksia pada bayi
baru lahir, diantaranya adalah sebagai berikut :
1. Factor Ibu
1

2.

3.

4.

5.

Cacat bawaan
Preklampsia dan eklampsia
Pendarahan abnormal (plasenta previa atau solusio plasenta)
Partus lama atau partus macet
Demam selama persalinan Infeksi berat (malaria, sifilis, TBC, HIV)
Kehamilan Lewat Waktu (sesudah 42 minggu kehamilan)
Hipoventilasi selama anastesi
Penyakit jantung sianosis
Gagal bernafas
Keracunan CO
Tekanan darah rendah
Gangguan kontraksi uterus
Usia ibu kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun
Factor tali pusat
Lilitan tali pusat
Tali pusat pendek
Factor bayi
Kompresi umbilikus
Tali pusat menumbung, lilitan tali pusat
Kompresi tali pusat antara janin dan jalan lahir
Prematur
Gemeli
Kelainan congential
Pemakaian obat anestesi
Trauma yang terjadi akibat persalinan
Bayi prematur (sebelum 37 minggu kehamilan)
kelainan bawaan (kongenital)
Air ketuban bercampur mekonium (warna kehijauan)
Factor plasenta
Plasenta tipis
Plasenta kecil
Plasenta tidak menempel
Solusio plasenta
Factor persalinan

Persalinan dengan tindakan (sungsang, bayi kembar, distosia bahu, ekstraksi


vakum, ekstraksi forsep)
Partus lama
Partus tindakan
C. MANIFESTASI KLINIK
Bayi yang mengalami kekurangan O2 akan terjadi pernafasan yang cepat dalam
periode yang singkat apabila asfiksia berlanjut, gerakan pernafasan akan berhenti, denyut
jantung juga mulai menurun, sedangkan tonus neuromuscular berkurang secara
berangsur-agsur berkurang dari bayi memasuki periode apneru primer.
Gejala dan tanda pada asfiksia neunatorum yang khas antara lain meliputi
pernafasan cepat, pernafasan cuping hidung, sianosisus, nadi cepat Gejala lanjut pada
asfiksia :
1. Pernafasan megap-megap yang dalam
2. Denyut jantung terus menurun
3. Tekanan darah mulai menurun
4. Bayi terlihat lemas (flaccid)
5. Menurunnya tekanan O2 anaerob (PaO2)
6. Meningginya tekanan CO2 darah (PaO2)
7. Menurunnya PH (akibat acidosis respoiraktorik dan metabolic)
8. Dipakainya sumber glikogen tubuh anak metabolisme anaerob
9. Terjadinya perubahan sistem kardivaskuler
D. PATOFISIOLOGI
Selama kehidupan didalam rahim, paru janin tidak berperan dalam pertukaran gas
oleh karena plasenta menyediakan oksigen dan mengangkat CO2 keluar dari tubuh janin.
Pada keadaan ini paru janin tidak berisi udara, sedangkan alveoli janin berisi cairan yang
diproduksi didalam paru sehingga paru janin tidak berfungsi untuk respirasi. Sirkulasi
darah dalam paru saat ini sangat rendah dibandingkan dengan setelah lahir. Hal ini
disebabkan oleh karena konstriksi dari arteriol dalam paru janin. Sebagian besar sirkulasi
darah paru akan melewati Duktus Arteriosus (DA) tidak banyak yang masuk kedalam
arteriol paru.
Segera setelah lahir bayi akan menarik nafas yang pertama kali (menangis), pada
saat ini paru janin mulai berfungsi untuk respirasi. Alveoli akan mengembang udara akan
masuk dan cairan yang ada didalam alveoli akan meninggalkan alveoli secara bertahap.
Bersamaan dengan ini arteriol paru akan mengembang dan aliran darah kedalam paru
akan meningkat secara memadai. Duktus Arteriosus (DA) akan mulai menutup
3

bersamaan dengan meningkatnya tekanan oksigen dalam aliran darah. Darah dari jantung
kanan (janin) yang sebelumnya melewati DA dan masuk kedalam Aorta akan mulai
memberi aliran darah yang cukup berarti kedalam arteriole paru yang mulai mengembang
DA akan tetap tertutup sehingga bentuk sirkulasi extrauterin akan dipertahankan.
Pada saat lahir alveoli masih berisi cairan paru, suatu tekanan ringan diperlukan
untuk membantu mengeluarkan cairan tersebut dari alveoli dan alveoli mengembang
untuk pertama kali. Pada kenyataannya memang beberapa tarikan nafas yang pertama
sangat diperlukan untuk mengawali dan menjamin keberhasilan pernafasan bayi
selanjutnya. Proses persalinan normal (pervaginam) mempunyai peran yang sangat
penting untuk mempercepat proses keluarnya cairan yang ada dalam alveoli melalui
ruang perivaskuler dan absorbsi kedalam aliran darah atau limfe. Gangguan pada
pernafasan pada keadaan ini adalah apabila paru tidak mengembang dengan sempurna
(memadai) pada beberapa tarikan nafas yang pertama. Apnea saat lahir, pada keadaan ini
bayi tidak mampu menarik nafas yang pertama setelah lahir oleh karena alveoli tidak
mampu mengembang atau alveoli masih berisi cairan dan gerakan pernafasan yang
lemah, pada keadaan ini janin mampu menarik nafas yang pertama akan tetapi sangat
dangkal dan tidak efektif untuk memenuhi kebutuhan O 2 tubuh. keadaan tersebut bisa
terjadi pada bayi kurang bulan, asfiksia intrauterin, pengaruh obat yang dikonsumsi ibu
saat hamil, pengaruh obat-obat anesthesi pada operasi sesar.
Dalam hal respirasi selain mengembangnya alveoli dan masuknya udara kedalam
alveoli masih ada masalah lain yang lebih panjang, yakni sirkulasi dalam paru yang
berperan dalam pertukaran gas. Gangguan tersebut antara lain vasokonstriksi pembuluh
darah paru yang berakibat menurunkan perfusi paru. Pada bayi asfiksia penurunan perfusi
paru seringkali disebabkan oleh vasokonstriksi pembuluh darah paru, sehingga oksigen
akan menurun dan terjadi asidosis. Pada keadaan ini arteriol akan tetap tertutup dan
Duktus Arteriosus akan tetap terbuka dan pertukaran gas dalam paru tidak terjadi.
Selama penurunan perfusi paru masih ada, oksigenasi ke jaringan tubuh tidak
mungkin terjadi. Keadaan ini akan mempengaruhi fungsi sel tubuh dan tergantung dari
berat dan lamanya asfiksia, fungsi tadi dapat reversible atau menetap, sehingga
menyebabkan timbulnya komplikasi, gejala sisa, ataupun kematian penderita. Pada
tingkat permulaan, gangguan ambilan oksigen dan pengeluaran CO 2 tubuh ini mungkin
hanya menimbulkan asidosis respiratorik. Apabila keadaan tersebut berlangsung terus,
maka akan terjadi metabolisme anaerobik berupa glikolisis glikogen tubuh. Asam organik
yang terbentuk akibat metabolisme ini menyebabkan terjadinya gangguan keseimbangan
asam basa berupa asidosis metabolik. Keadaan ini akan mengganggu fungsi organ tubuh,
4

sehingga mungkin terjadi perubahan sirkulasi kardiovaskular yang ditandai oleh


penurunan tekanan darah dan frekuensi denyut jantung. Secara singkat dapat disimpulkan
bahwa pada penderita asfiksia akan terlihat tahapan proses kejadian yaitu menurunnya
kadar PaO2 tubuh, meningkat PCO2, menurunnya pH darah dipakainya sumber glikogen
tubuh dan gangguan sirkulasi darah. Perubahan inilah yang biasanya menimbulkan
masalah dan menyebabkan terjadinya gangguan pada bayi saat lahir atau mungkin
berakibat lanjut pada masa neonatus dan masa pasca neonatus.
Bila janin kekurangan O2 dan kadar CO2 bertambah, timbulah rangsangan
terhadap nervus vagus sehingga DJJ (denyut jantung janin) menjadi lambat. Jika
kekurangan O2 terus berlangsung maka nervus vagus tidak dapat dipengaruhi lagi.
Timbulah kini rangsangan dari nervus simpatikus sehingga DJJ menjadi lebih cepat
akhirnya ireguler dan menghilang. Janin akan mengadakan pernafasan intrauterin dan
bila kita periksa kemudian terdapat banyak air ketuban dan mekonium dalam paru,
bronkus tersumbat dan terjadi atelektasis. Bila janin lahir, alveoli tidak berkembang.
Apabila asfiksia berlanjut, gerakan pernafasan akan ganti, denyut jantung mulai
menurun sedangkan tonus neuromuskuler berkurang secara berangsur-angsur dan bayi
memasuki periode apneu primer. Jika berlanjut, bayi akan menunjukkan pernafasan yang
dalam, denyut jantung terus menurun , tekanan darah bayi juga mulai menurun dan bayi
akan terlihat lemas (flascid). Pernafasan makin lama makin lemah sampai bayi memasuki
periode apneu sekunder. Selama apneu sekunder, denyut jantung, tekanan darah dan
kadar O2 dalam darah (PaO2) terus menurun. Bayi sekarang tidak bereaksi terhadap
rangsangan dan tidak akan menunjukkan upaya pernafasan secara spontan. Kematian
akan terjadi jika resusitasi dengan pernafasan buatan dan pemberian tidak dimulai segera.

E. KOMPLIKASI

Komplikasi yang muncul pada asfiksia neonatus antara lain :


a. Edema otak & Perdarahan otak
Pada penderita asfiksia dengan gangguan fungsi jantung yang telah berlarut
sehingga terjadi renjatan neonatus, sehingga aliran darah ke otak pun akan menurun,
keadaaan ini akan menyebabkan hipoksia dan iskemik otak yang berakibat terjadinya
edema otak, hal ini juga dapat menimbulkan perdarahan otak.
b. Anuria atau oliguria
Disfungsi ventrikel jantung dapat pula terjadi pada penderita asfiksia, keadaan ini
dikenal istilah disfungsi miokardium pada saat terjadinya, yang disertai dengan
perubahan sirkulasi. Pada keadaan ini curah jantung akan lebih banyak mengalir ke
organ seperti mesentrium dan ginjal. Hal inilah yang menyebabkan terjadinya
hipoksemia pada pembuluh darah mesentrium dan ginjal yang menyebabkan
pengeluaran urine sedikit.
c. Kejang
Pada bayi yang mengalami asfiksia akan mengalami gangguan pertukaran gas dan
transport O2 sehingga penderita kekurangan persediaan O2 dan kesulitan
pengeluaran CO2 hal ini dapat menyebabkan kejang pada anak tersebut karena
perfusi jaringan tak efektif.
d. Koma
Apabila pada pasien asfiksia berat segera tidak ditangani akan menyebabkan
koma karena beberapa hal diantaranya hipoksemia dan perdarahan pada otak.
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Beberapa pemeriksaan diagnostik yang dilakukan untuk mendiagnosis adanya
asfiksia pada bayi (pemeriksaan diagnostik) yaitu:
a. Pemeriksaan pH darah janin
Dengan menggunakan amnioskopi yang dimasukkan lewat serviks dibuat
sayatan kecil pada kulit kepala janin dan diambil contoh darah janin. Darah ini
diperiksa pH-nya. Adanya asidosis menyebabkan turunnya pH. Apabila pH itu
sampai turun dibawah 7,2 hal itu dianggap sebagai tanda bahaya (Wiknjosastro,
2007).
b. Analisa Gas Darah
6

c.

d.

e.

f.
g.
h.
i.

Analisa dilakukan pada darah arteri, penting untuk mengetahui adanya


asidosis dan alkalosis respiratorik/metabolik. Hal ini diketahui dengan tingkat
saturasi SaO2 dan PaO2. Pemeriksaan ini juga dilakukan untuk mengetahui
oksigenasi, evaluasi tingkat kemajuan terapi (Muttaqin, 2008).
Elektrolit Darah
Komplikasi metabolisme terjadi didalam tubuh akibatnya persediaan
garam-garam elektrolit sebagai buffer juga terganggu kesetimbangannya. Timbul
asidosis laktat, hipokalsemi, hiponatremia, hiperkalemi. Pemeriksaan elektrolit
darah dilakukan uji laboratorium dengan test urine untuk kandungan ureum,
natrium, keton atau protein (Harris, 2003).
Gula darah
Pemeriksaan gula darah dilakukan uji laboratorium dengan test urine
untuk kandungan glukosa. Menurut Harris (2003), penderita asfiksia umumnya
mengalami hipoglikemi
Pemeriksaan radiologic
Pemeriksaan radiologik seperti ultrasonografi (USG), computed
tomography scan (CT-Scan) dan magnetic resonance imaging (MRI) mempunyai
nilai yang tinggi dalam menegakkan diagnosis
USG ( Kepala )
Penilaian APGAR score
Pemeriksaan EGC dab CT- Scan
Foto polos dada

G. TERAPI DAN PENGOBATAN


1. Pengaturan suhu

Segera setelah lahir, badan dan kepala neonatus hendaknya dikeringkan


seluruhnya dengan kain kering dan hangat, dan diletakan telanjang di bawah alat/
lampu pemanas radiasi, atau pada tubuh Ibunya, bayi dan Ibu hendaknya

diselimuti dengan baik, namun harus diperhatikan pula agar tidak terjadi
pemanasan yang berlebihan pada tubuh bayi.
2. Lakukan tindakan A-B-C-D (Airway/ membersihkan jalan nafas, Breathing/
mengusahakan timbulnya pernafasan/ ventilasi, Circulation/ memperbaiki
sirkulasi tubuh, Drug/ memberikan obat)
Memastikan saluran nafas terbuka
Meletakkan bayi dalam posisi kepala defleksi, bahu diganjal.
Menghisap mulut, hidung dan trakhea.
Bila perlu, masukkan pipa ET untuk memastikan saluran pernafasan
terbuka.
Memulai pernafasan
Memakai rangsangan taktil untuk memulai pernafasan.
Memakai VTP bila perlu, seperti sungkup dan balon, pipa ET dan balon,
mulut ke mulut (hindari paparan infeksi)
Mempertahankan sirkulasi darah
Rangsangan dan pertahankan sirkulasi darah dengan cara kompres pada
daerah dada
Pemberian obat-obatan
Epineprin
Indikasi : diberikan apabila frekuensi jantung tetap dibawah 80 x/mnt
walaupun telah diberikan paling sedikit 30 detik VTP adekuat dengan
oksigen 100 % dan kompresi dada atau frekuensi jantung. Dosis 0,1 0,3
ml/kg untuk larutan 1:10000. Cara pemberian dapat melalui intravena (IV)
atau melalui pipa endotrakheal.
Efek : Untuk meningkatkan kekuatan dan kecepatan konstraksi jantung
Volume ekspander (darah/ whole blood, cairan albumin-salin 5%, Nacl,
RL).
Indikasi : digunakan dalam resusitasi apabila terdapat kejadian atau diduga
adanya kehilangan darah akut dengan tanda-tanda hipovolemi. Dosis 10 ml/
kg. Cara pemberian IV dengan kecepatan pemberian selama waktu 5-10
menit.
Efek : meningkatkan volume vaskuler, meningkatkan asidosis metabolik.
Natrium Bikarbonat

Indikasi : digunakan apabila terdapat apneu yang lama yang tidak


memberikan respon terhadap terapi lain. Diberikan apabila VTP sudah
dilakukan.
Efek : memperbaiki asidosis metabolik dengan meningkatkan ph darah
apabila ventilasi adekuat, menimbulkan penambahan volume disebabkan
oleh cairan garam hipertonik.
Nalakson hidroklorid/ narcan
Indikasi : depresi pernafasan yang berat atau riwayat pemberian narkotik
pada Ibu dalam 4 jam sebelum persalinan.
Efek : antagonis narkotik.
H. APGAR SKOR
Apgar score adalah suatu metode penilaian yang digunakan untuk mengkaji
kesehatan neonatus dalam menit pertama setelah lahir sampai 5 menit setelah lahir , serta
dapat diulang pada menit ke 10 15 . Nilai apgar merupakan standart evaluasi neonatus
dan dapat dijadikan sebagai data dasar untuk evaluasi di kemudian hari . (Adelle , 2002) .
Kata APGAR dipublikasikan pertama kali pada tahun 1952 . Lalu tahun 1962
, Joseph membuat akronim dari kata APGAR tersebut , yaitu Appearance
(colour = warna kulit) , Pulse (heart rate = denyut nadi) , Grimace (refleks terhadap
rangsangan) , Activity (tonus otot) , dan Respiration (usaha bernapas) . (Sujiyatini , 2011)
.

1.

Tujuan yang dilakukannya apgar

Hal yang penting diketahui , bahwa penilaian skor ini dibuat untuk menolong
tenaga kesehatan dalam mengkaji kondisi bayi baru lahir secara umum dan
memutuskan untuk melakukan tindakan darurat atau tidak . Penilaian ini bukan
sebagai prediksi terhadap kesehatan bayi atau intelegensi bayi dimasa mendatang .
Beberapa bayi dapat mencapai angka 10 , dan tidak jarang , bayi yang sehat
mempunyai skor yang lebih rendah dari biasanya , terutama pada menit pertama saat
baru lahir . Sampai saat ini , skor apgar masih tetap digunakan , karena , selain
ketepatannya , juga karena cara penerapannya yang sederhana , cepat , dan ringkas .
Dan yang terpenting dalam penentuan skor apgar ini adalah untuk menetukan bayi
tersebut asfiksia atau tidak . (Sujiyatini , 2011) .
2. Kriteria
9

Lima kriteria skor apgar


Kriteria

Nilai 0

Nilai 1

Nilai 2

Appearance seluruhnya biru


(warna kulit) atau pucat

warna kulit tubuh


normal merah muda ,
tetapi kepala dan
ekstermitas kebiruan
(akrosianosis)

warna kulit tubuh ,


tangan , dan kaki
normal merah muda ,
tidak ada sianosis

Pulse
(denyut
jantung)

tidak teraba

<100 kali/menit

>100 kali/menit

Grimace
(respons
refleks)

tidak ada respons meringis/menangis


terhadap stimulasi lemah ketika di
stimulasi

meringis/bersin/batuk
saat stimulasi saluran
napas

Activity
(tonus otot)

lemah/tidak ada

sedikit gerakan

bergerak aktif

Lemah, tidak teratur

menangis kuat,
pernapasan baik dan
teratur

Respiration tidak ada


(pernapasan)

3. Cara penilaian apgar

Skor Apgar dinilai pada menit pertama , menit kelima , dan menit kesepuluh
setelah bayi lahir , untuk mengetahui perkembangan keadaan bayi tersebut . Namun
dalam situasi tertentu , Skor Apgar juga dinilai pada menit ke 10 , 15 , dan 20 , hingga
total skor 10 . (Sujiyatini , 2011).
1.

Appearance (warna kulit) :


Menilai kulit bayi . Nilai 2 jika warna kulit seluruh tubuh bayi kemerahan , nilai 1
jika kulit bayi pucat pada bagian ekstremitas , dan nilai 0 jika kulit bayi pucat
pada seluruh badan (Biru atau putih semua) .
10

2.

Pulse (denyut jantung) :


Untuk mengetahui denyut jantung bayi , dapat dilakukan dengan meraba bagian
atas dada bayi di bagian apeks dengan dua jari atau dengan meletakkan stetoskop
pada dada bayi . Denyut jantung dihitung dalam satu menit , caranya dihitung 15
detik , lalu hasilnya dikalikan 4 , sehingga didapat hasil total dalam 60 detik .
Jantung yang sehat akan berdenyut di atas 100 kali per menit dan diberi nilai 2 .
Nilai 1 diberikan pada bayi yang frekuensi denyut jantungnya di bawah 100 kali
per menit . Sementara bila denyut jantung tak terdeteksi sama sekali maka
nilainya 0 .

3.

Grimace (respon reflek) :


Ketika selang suction dimasukkan ke dalam lubang hidung bayi untuk
membersihkan jalan nafasnya , akan terlihat bagaimana reaksi bayi . Jika ia
menarik , batuk , ataupun bersin saat di stimulasi , itu pertanda responnya
terhadap rangsangan bagus dan mendapat nilai 2 . Tapi jika bayi hanya meringis
ketika di stimulasi , itu berarti hanya mendapat nilai 1 . Dan jika bayi tidak ada
respon terhadap stimulasi maka diberi nilai 0 .

4.

Activity (tonus otot) :


Hal ini dinilai dari gerakan bayi . Bila bayi menggerakkan kedua tangan dan
kakinya secara aktif dan spontan begitu lahir , artinya tonus ototnya bagus dan
diberi nilai 2 . Tapi jika bayi dirangsang ekstermitasnya ditekuk , nilainya hanya 1
. Bayi yang lahir dalam keadaan lunglai atau terkulai dinilai 0 .

5.

Respiration (pernapasan) :
Kemampuan bayi bernafas dinilai dengan mendengarkan tangis bayi . Jika ia
langsung menangis dengan kuat begitu lahir , itu tandanya paru-paru bayi telah
matang dan mampu beradaptasi dengan baik . Berarti nilainya 2 . Sedangkan bayi
yang hanya merintih rintih , nilainya 1 . Nilai 0 diberikan pada bayi yang terlahir
tanpa tangis (diam) .
Dan kriteria keberhasilannya adalah sebagai berikut :
1. Hasil skor 7-10 pada menit pertama menunjukan bahwa bayi berada dalam
kondisi baik atau dinyatakan bayi normal.
2. Hasil skor 4-6 dinyatakan bayi asfiksia ringan sedang , sehingga memerlukan
bersihan jalan napas dengan resusitasi dan pemberian oksigen tambahan
sampai bayi dapat bernafas normal .

11

3. Hasil skor 0-3 dinyatakan bayi asfiksia berat , sehingga memerlukan

resusitasi segera secara aktif dan pemberian oksigen secara terkendali .


4. Penatalaksanaan pada bayi baru lahir
1. Asfiksia berat (nilai APGAR 0-3) :
Kolaborasi dalam pemberian suction .
Kolaborasi dalam pemberian O2 .
Berikan kehangatan pada bayi .
Observasi denyut jantung , warna kulit , respirasi .
Berikan injeksi vit K , bila ada indikasi perdarahan .
2. Asfiksia ringan sedang (nilai APGAR 4-6) :
Kolaborasi dalam pemberian suction .
Kolaborasi dalam pemberian O2 .
Observasi respirasi bayi .
Beri kehangatan pada bayi .
3. Bayi normal (nilai APGAR 7-10) :
Berikan kehangatan pada bayi .
Observasi denyut jantung , warna kulit , serta respirasi pada menit
selanjutnya sampai nilai Apgar menjadi 10 .
5. Penilaian bayi waktu Lahir (assesment at birth) 1 menit dan 5 menit berikutnya:
Tanda

Menit
1

Menit
5

Frekuensi jantung ( ) tidak ada


Usaha bernafas
( ) tidak ada
Tonus otot
( ) lumpuh
Reflex
Warna

( ) < 100
( ) < 100
( ) lambat tak teratur ( ) baik, menangis
( ) eks. Fleksi sedikit ( ) gerakan aktif

dari anggota
( ) tidak bereaksi ( ) menangis
( ) menangis kuat
( ) biru pucat
( ) tubuh kemerahan ( ) kemerahan

Frekuensi jantung ( ) tidak ada


Usaha bernafas
( ) tidak ada
Tonus otot
( ) lumpuh
Reflex
Warna

Tangan & kaki biru


( ) < 100
( ) lambat tak teratur
( ) eks. Fleksii sedikit

Seluruh tubuh
( ) < 100
( ) baik, menangis
( ) gerakan aktif

dari anggota
( ) tidak bereaksi ( ) menangis
( ) menangis kuat
( ) biru pucat
( ) tubuh kemerahan ( ) kemerahan
Tangan & kaki biru

(Prawihardjo : 2006)

12

seluruh tubuh

Jumlah
nilai

Selain penilaian bayi waktu lahir dinilai dengan APGAR SKOR dapat dinilai juga
dengan cara SKOR DOWN :
Evaluasi Respiratory Distress dengan Skor Down
Frekuensi nafas
Retraksi
Sianosis

0
1
2
< 60 / menit
60-80 / menit
> 80 / menit
Tidak ada retraksi Retraksi ringan
Retraksi berat
Tidak sianosis
Sianosis
hilangSianosis menetap
dengan O2
masukPenurunan

Air entry

Udara

Merintih

bilateral baik
Tidak merintih

walaupun diberi O2
ringanTidak tidak ada

udara masuk
udara masuk
Dapat di dengarDapat
didengar

dengan stetoskop tanpa alat bantu


Evaluasi gawat nafas dengan menggunakan Skor Down
1. Skor < 4
: Tidak ada gawat nafas
2. Skor 4-7
: Gawat nafas
3. Skor 7
: Ancaman gagal nafas (pemeriksaan gas darah harus dilakukan)

ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian

Pengkajan adalah data dasar utama proses keperawatan yang tujuannya adalah untuk
memberikan gambaran secara terus menerus mengenai keadaan kesehatan klien yang
memungkinkan perawat asuhan keperawatan kepada klien
a. Identitas Pasien
13

yaitu: mencakup nama pasien, umur, agama, alamat, jenis kelamin, pendidikan,
perkerjaan, suku, tanggal masuk, no. MR, identitas keluarga, dll.
b. Keluhan Utama
biasanya bayi setelah partus akan menunjukkan tidak bisa bernafas secara spontan dan
teratur segera setelah dilahirkan keadaan bayi ditandai dengan sianosis, hipoksia,
hiperkapnea, dan asidosis metabolic
c. Riwayat kehamilan dan kelahiran
1) Prenatal
Kemungkinan ibu menderita penyakit infeksi akut, infeksi kronik, keracunan
karena obat-obat bius, uremia, toksemia gravidarum, anemia berat, bayi
mempunyai resiko tinggi terhadap cacat bawaan dan tejadi trauma pada waktu
kehamilan.
2) Intranatal
Biasanya asfiksia neonatus dikarenakan kekurangan o2 sebab partus lama, rupture
uteri yang memberat, tekanan terlalu kuat dari kepala anak pada placenta, prolaps
fenikuli tali pusat, pemberian obat bius terlalu banyak dan tidak tepat pada
waktunya, perdarahan bayak, placenta previa, sulitio plasenta, persentase janin
abnormal, lilitan tali pusat, dan kesulitan lahir
3) Postnatal
Biasanya ditandai dengan adanya hipoksia, hiperkapnea, asidosis metabolic,
perubahan fungsi jantung, kegagalan system multi organ.
d. Riwayat kesehatan
RKD
Kemungkinan ibu menderita penyakit infeksi akut, infeksi kronik, keracunan
karena obat-obat bius, uremia, toksemia gravidarum, anemia berat, bayi
mempunyai resiko tinggi terhadap cacat bawaan dan tejadi trauma pada waktu
kehamilan.
RKS
Biasanya bayi akan menunjukkan warna kulit membiru, terjadi hipoksia,
hiperkapnea, asidosis metabolic, usaha bernafas minimal atau tidak ada,
perubahan fungsi janutng, kegagalan system multi organ, kejang, nistagmus dan
menagis kurang baik atau tidak menangis.
RKK
biasanya faktor ibu meliputi amnionitis, anemia, diabetes, hipertensi yang
diinduksi oleh kehamilan dan obat-obat infeksi.
14

e. Pemeriksaan fisik
1. Kulit

2.

3.

4.
5.
6.
7.
8.

9.

10.

11.

12.

warna kulit tubuh merah, sedangkan ekstremitas berwarna biru, pada bayi preterm
terdapat lanugo dan verniks.
Kepala
Kemungkinan ditemukan caput succedaneum atau cephal haematom, ubun-ubun
besar cekung atau cembung.
Mata
Warna konjungtiva anemis/tidak anemis, tidak ada bleeding konjungtiva, warna
sclera tidak kuning, pupil menunjukkan refleksi terhadap cahaya.
Hidung
Terdapat pernafasan cuping hidung dan terdapat penumpukan lendir.
Mulut
Bibir berwarna pucat atau merah, ada lendir atau tidak.
Telinga
Perhatikan kebersihannya dan adanya kelainan.
Leher
Perhatikan kebersihannya karena leher neonatus pendek.
Thorax
Bentuk simetris, terdapat tarikan intercostal, perhatikan suara wheezing dan
ronchi, frekuensi bunyi jantung lebih dari 100 x/menit.
Abdomen
Bentuk silindris, hepar bayi terletak 1-2 cm dibawah arcus costae pada garis
papilla mamae, lien tidak teraba, perut buncit berarti adanya asites/tumor, perut
cekung adanya hernia diafragma, bising usus timbul 1-2 jam setelah masa
kelahiran bayi, sering terdapat retensi karena GI Tract belum sempurna.
Umbilikus
Tali pusat layu, perhatikan ada perdarahan/tidak, adanya tanda- tanda infeksi pada
tali pusat.
Genitalia
Pada neonatus aterm testis harus turun, lihat adakah kelainan letak muara uretra
pada neonatus laki-laki, neonatus perempuan lihat labia mayor dan labia minor,
adanya sekresi mucus keputihan, kadang perdarahan.
Anus

15

Perhatikan adanya darah dalam tinja, frekuensi buang air besar serta warna dari
faeces.
13. Ekstremitas : Warna biru, gerakan lemah, akral dingin, perhatikan adanya
patah tulang atau adanya kelumpuhan saraf atau keadaan jari-jari tangan serta
jumlahnya.
f. Refleks
Pada neonates preterm post asfiksia berat reflek moro dan sucking lemah. Reflek moro
dapat memberi keterangan mengenai keadaan susunan saraf pusat atau adanya patah
tulang
2. Diagnose keperawatan
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d produksi mukus banyak.
2. Pola nafas tidak efektif b.d hipoventilasi/ hiperventilasi
3. Kerusakan pertukaran gas b.d ketidakseimbangan perfusi ventilasi.
4. Gangguan pemenuhan kebutuhan O2 sehubungan dengan post asfiksia berat.
5. Resiko terjadinya hipotermia .
6. Resiko Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi sehubungan dengan reflek
menghisap lemah.
7. Resiko tinggi terjadinya infeksi berhubungan dengan respon imun yang terganggu.
8. Gangguan hubungan interpersonal antara ibu dan bayi sehubungan dengan rawat
terpisah.
3. Intervensi
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d produksi mukus banyak.
Tujuan :Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama proses keperawatan diharapkan
jalan nafas lancar.
Kriteria Hasil :
Tidak menunjukkan demam.
Tidak menunjukkan cemas.
Rata-rata repirasi dalam batas normal.
Pengeluaran sputum melalui jalan nafas.
Tidak ada suara nafas tambahan.
Intervensi :
a. Auskultasi bunyi napas,dan catat adanya bunyi napas tambahan

Rasional :obstrusi jalan napas dapat dimanifestasikan dengan adnya bunyi


tambahan missal ronki
16

b. Kaji / pantau frekuensi pernapasan

Rasional : pada takipnea biasanya ditemukan pernapasan dapat melambat dan


frekuensi espirasi memanjang dibanding ispirasi.
c. Catat adanya dispnea
Rasional: disfungsi pernapasan adalah variable biasanya disebabkan oleh adanya
infeksi atau reaksi alergi

2. Pola nafas tidak efektif b.d hipoventilasi/ hiperventilasi.

Tujuan :Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama proses keperawatan diharapkan


pola nafas menjadi efektif.
Kriteria hasil :
Pasien menunjukkan pola nafas yang efektif.
Ekspansi dada simetris.
Tidak ada bunyi nafas tambahan.
Kecepatan dan irama respirasi dalam batas normal.
Intervensi :
a. Pertahankan kepatenan jalan nafas dengan melakukan pengisapan lender.
b. Pantau status pernafasan dan oksigenasi sesuai dengan kebutuhan
c. Auskultasi jalan nafas untuk mengetahui adanya penurunan ventilasi
d. Kolaborasi dengan dokter untuk pemeriksaan AGD dan pemakaian alat bantu nafas
e. Siapkan pasien untuk ventilasi mekanik bila perlu.

Berikan oksigenasi sesuai kebutuhan.


3. Kerusakan pertukaran gas b.d ketidakseimbangan perfusi ventilasi.
Tujuan :Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama proses keperawatan diharapkan
pertukaran gas teratasi.
Kriteria hasil :
Tidak sesak nafas
Fungsi paru dalam batas normal
f.

Intervensi :

17

a. Kaji bunyi paru, frekuensi nafas, kedalaman nafas dan produksi sputum.
b. Pantau saturasi O2 dengan oksimetri
c. Pantau hasil Analisa Gas Darah
4. Gangguan pemenuhan kebutuhan O2 sehubungan dengan post asfiksia berat

Tujuan: Kebutuhan O2 bayi terpenuhi


Kriteria hasil :
Pernafasan normal 40-60 kali permenit
Pernafasan teratur
Tidak cyanosis
Wajah dan seluruh tubuh warna kemerahan
Gas darah normal.
Intervensi:
a. Letakkan bayi terlentang dengan alas yang datar, kepala lurus, dan leher sedikit

tengadah/ekstensi dengan meletakkan bantal atau selimut diatas bahu bayi sehingga
bahu terangkat 2-3 cm.
Rasional:Memberi rasa nyaman dan mengantisipasi flexi leher yang dapat
mengurangi kelancaran jalan nafas.
b. Bersihkan jalan nafas, mulut, hidung bila perlu.
Rasional:Jalan nafas harus tetap dipertahankan bebas dari lendir untuk menjamin
pertukaran gas yang sempurna.
c. Observasi gejala kardinal dan tanda-tanda cyanosis tiap 4 jam.
Rasional:Deteksi dini adanya kelainan.
d. Kolaborasi dengan team medis dalam pemberian O2 dan pemeriksaan kadar gas
darah arteri.
Rasional:Menjamin oksigenasi jaringan yang adekuat terutama untuk jantung dan
otak. Dan peningkatan pada kadar PCO2 menunjukkan hypoventilasi.
5. Resiko terjadinya hipotermi sehubungan dengan adanya proses persalinan yang lama
dengan ditandai akral dingin suhu tubuh dibawah 36 C.
Tujuan: Tidak terjadi hipotermia.
Kriteria:
Suhu tubuh 36,5 37,5C
Akral hangat; Warna seluruh tubuhkemerahan.
Intervensi:

18

a. Letakkan bayi terlentang diatas pemancar panas (infant warmer).

Rasional:Mengurangi kehilangan panas pada suhu lingkungan sehingga meletakkan


bayi menjadi hangat.
b. Singkirkan kain yang sudah dipakai untuk mengeringkan tubuh, letakkan bayi diatas

handuk / kain yang kering dan hangat.


Rasional:Mencegah kehilangan tubuh melalui konduksi.
c. Observasi suhu bayi tiap 6 jam.
Rasional:Perubahan suhu tubuh bayi dapat menentukan tingkat hipotermia
d. Kolaborasi dengan team medis untuk pemberian Infus Glukosa 5% bila ASI tidak
mungkin diberikan.
Rasional:Mencegah terjadinya hipoglikemia.
6. Resiko gangguan penemuan kebutuhan nutrisi sehubungan dengan reflek menghisap
lemah.
Tujuan: Kebutuhan nutrisi terpenuhi
Kriteria:
Bayi dapat minum pespeen / personde dengan baik
Berat badan tidak turun lebih dari 10%; Retensi tidak ada.
Intervensi:
a. Lakukan observasi BAB dan BAK jumlah dan frekuensi serta konsistensi.
b.
c.
d.
e.

Rasional: Deteksi adanya kelainan pada eliminasi bayi dan segera mendapat
Monitor turgor dan mukosa mulut.
Rasional: Menentukan derajat dehidrasi dari turgor dan mukosa mulut.
Monitor intake dan out put
Rasional: Mengetahui keseimbangan cairan tubuh (balance).
Beri ASI/PASI sesuai kebutuhan.
Rasional; Kebutuhan nutrisi terpenuhi secara adekuat.
Lakukan control berat badan setiap hari.
Rasional: Penambahan dan penurunan berat badan dapat di monitor.

19

7. Resiko terjadinya infeksi.

Tujuan: Selama perawatan tidak terjadi komplikasi (infeksi)


Kriteria:
Tidak ada tanda-tanda infeksi
Tidak ada gangguan fungsi tubuh.
Intervensi:
a. Lakukan teknik aseptik dan antiseptik dalam memberikan asuhan keperawatan

Rasional: Pada bayi baru lahir daya tahan tubuhnya kurang / rendah.
b. Cuci tangan sebelum dan sesudah melakukan tindakan.
Rasional: Mencegah penyebaran infeksi nosokomial.
c. Pakai baju khusus/ short waktu masuk ruang isolasi (kamar bayi).
Rasional: Mencegah masuknya bakteri dari baju petugas ke bayi.
d. lakukan perawatan tali pusat dengan triple dye 2 kali sehari.
Rasional: Mencegah terjadinya infeksi dan memper-cepat pengeringan tali pusat
karena mengan-dung anti biotik, anti jamur, desinfektan.
e. Jaga kebersihan (badan, pakaian) dan lingkungan bayi.
Rasional: Mengurangi media untuk pertumbuhan kuman.
f. Observasi tanda-tanda infeksi dan gejala kardinal.
Rasional: Deteksi dini adanya kelainan.
g. Hindarkan bayi kontak dengan sakit.
Rasional: Mencegah terjadinya penularan infeksi.
h. Kolaborasi dengan team medis untuk pemberian antibiotik.
Rasional: Mencegah infeksi dari pneumonia.
8. Gangguan hubungan interpersonal antara bayi dan ibu sehubungan dengan perawatan
intensif.
Tujuan: Terjadinya hubungan batin antara bayi dan ibu.
Kriteria:
Ibu dapat segera menggendong dan meneteki bayi
Bayi segera pulang dan ibu dapat merawat bayinya sendiri.

Intervensi:
20

a. Jelaskan para ibu / keluarga tentang keadaan bayinya sekarang

b.
c.
d.

e.

Rasional: Ibu mengerti keadaan bayinya dan mengura-ngi kecemasan serta untuk
kooperatifan ibu/keluarga.
Bantu orang tua / ibu mengungkapkan perasaannya.
Rasional: Membantu memecah-kan permasalahan yang dihadapi.
Orientasi ibu pada lingkungan rumah sakit.
Rasional: Ketidaktahuan memperbesar stressor.
Tunjukkan bayi pada saat ibu berkunjung (batasi oleh kaca pembatas).
Rasional: Menjalin kontak batin antara ibu dan bayi walaupun hanya melalui kaca
pembatas.
Lakukan rawat gabung jika keadaan ibu dan bayi jika keadaan bayi memungkinkan
Rasional: Rawat gabung merupakan upaya mempererat hubungan ibu dan
bayi/setelah bayi diperbolehkan pulang

DAFTAR PUSTAKA
Arif. M. (2000). Kapita Selekta Kedokteran. Jilid 2. FKUI. Jakarta
Brunner and Suddart. (2001). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Edisi 8, EGC. Jakarta
Carpenito. J.L. (2001). Diagnosa Keperawatan. EGC. Jakarta

21

Doengoes. M.E. (2001). Penerapan Proses Keperawatan dan Diagnosa Keperawatan. EGC.
Jakarta
Dorland. (2002). Kamus Saku Kedokteran. Edisi 25. EGC. Jakarta
Hidayat. A.A.A. (2005). Pengantar Ilmu Keperawatan Anak I. Salemba Media. Jakarta
Markum. A.H. (2002). Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak. Jilid I. FKUI. Jakarta
Nelson. (2000). Ilmu Kesehatan Anak. EGC. Jakarta
Nursalam. dkk. (2001). Asuhan Keperawatan Pada Bayi dan Anak (untuk perawat dan bidan).
Salemba Medika: Jakarta
Setiadi. S.F.A. (2001). Ilmu Kesehatan Anak. FKUI. Jakarta
Suprajitno. (2004). Askep Keluarga. EGC. Jakarta
Wiknjosastro. H. (2006). Ilmu Kebidanan. Edisi ke-3. Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo. Jakarta

22

Anda mungkin juga menyukai