Anda di halaman 1dari 32

IDENTIFIKASI MOLEKULER DAN PENGARUH PEMBERIAN

PROBIOTIK BAKTERI ASAM LAKTAT (BAL) ASAL DADIH DARI


KABUPATEN SIJUNJUNG TERHADAP KADAR KOLESTEROL
DAGING PADA ITIK PITALAH SUMBER DAYA GENETIK SUMATERA
BARAT

ARTIKEL

Oleh :
WAHUD NOOR TRISNA
0921207035

PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS ANDALAS
PADANG
2012

IDENTIFIKASI MOLEKULER DAN PENGARUH PEMBERIAN


PROBIOTIK BAKTERI ASAM LAKTAT (BAL) ASAL DADIH DARI
KABUPATEN SIJUNJUNG TERHADAP KADAR KOLESTEROL
DAGING PADA ITIK PITALAH SUMBER DAYA GENETIK
SUMATERA BARAT
Oleh :
Wahud Noor Trisna
Di bawah bimbingan Prof. drh. Hj. Endang Purwati, MS, Ph.D
Prof. Dr. SumaryatiSyukur, M.Sc.

ABSTRAK

Ternak itik lokal merupakan ternak unggas penghasil telur, daging dan
bulu. Produksi telur itik lokal mencapai 220 butir pertahun dan persentase karkas
daging itik jantan sangat tinggi mencapai 70%. Sumatera Barat memiliki itik
Pitalah sebagai sumber daya genetik yang dipelihara peternak di Kecamatan
Pitalah Kabupaten Tanah Datar. Namun itik memiliki kadar kolesterol dan lemak
yang tinggi, sehingga perlu upaya untuk menurunkan kadar lemak dan kolesterol
daging itik tersebut. Upaya tersebut adalah dengan melakukan pemberian
probiotik Bakteri Asam Laktat (BAL) yang diisolasi dari dadih Sijunjung. Selain
itu juga perlu dilakukan identifikasi molekuler BAL asal dadih Sijunjung tersebut.
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui karakteristik molekuler dan
pengaruh probiotik BAL asal dadih Sijunjung terhadap kadar kolesterol daging
itik Pitalah. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen dengan rancangan
acak lengkap, empat perlakuan dan empat kali ulangan.Perlakuan A adalah
kontrol (tanpa pemberian probiotik); B (pemberian1,27x107 CFU/g probiotik
Pediococcus pentosaceus); C (pemberian 2,54x107 CFU/g probiotik Pediococcus
pentosaceus) dan D (pemberian 3,81x107 CFU/g probiotik Pediococcus
pentosaceus).Pemberian probiotik dilakukan selama 1 bulan, semenjak itik
berumur 1 bulan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa Probiotik BAL dadih Sijunjung
adalah Pediococcus pentosaceus dengan tingkat kesamaan dengan Gen Bank data
mencapai 99% melalui analisis BLAST. Pemberian probiotik Pediococcus
pentosaceus mampu menurunkan kadar kolesterol secara nyata (P<0.01) pada
dosis 2 ml dari 39,50 menjadi 32,19. dan mampu meningkatkan tinggi villi illium
pada dosis 2 ml dari 0,32 menjadi 0,35.
Kata kunci : kolesterol, Pediococcus pentosaceus, 16SrRNA, BLAST, dadih, itik
Pitalah.

PENDAHULUAN
Produk peternakan terutama daging dan telur itik beserta olahannya sangat
disukai oleh masyarakat, seperti kita ketahui pada kehidupan sehari-hari misalnya
: gulai itik hijau, pecel bebek, berbeque, telur asin, martabak telur, tepung telur
dan lain sebagainya. Hal ini menunjukan bahwa usaha beternak itik masih
berpeluang dan memberi keuntungan yang menjanjikan.
Sumatera Barat memiliki itik Pitalah sebagai sumber daya genetik yang
dipelihara peternak di Kenagarian Batipuh Baruh dan Batipuh Atas di Kabupaten
Tanah Datar. Peternak memelihara itik Pitalah secara ekstensif dengan
melepasnya disawah siang hari dan mengandangkannya pada malam hari. Itik
Pitalah betina dipelihara sebagai penghasil telur dan bibit sedang yang jantannya
sebagai pedaging. Karena kualitas dan kuantitas daging dan telur yang dihasilkan
menjadikan itik Pitalah digemari oleh peternak untuk dipelihara. Disamping itu
pengembangan sumber daya genetik sebagai ciri khas daerah adalah langkah
penting yang perlu mendapat perhatian.
Populasi ternak itik di Sumatera Barat sekitar 1,19 juta ekor pada tahun
2009. Populasi ternak itik di Sumatera Barat mengalami peningkatan, data
statistik menunjukan bahwa, selama tahun 2007-2009 populasinya meningkat dari
1 juta ekor pada tahun 2007 dan menjadi 1,19 juta ekor di tahun 2009.
Daging itik mengandung lemak yang cukup tinggi yaitu 17% (Erlian dan
Jailani, 2001 dalam Samudra dan Arif, 2008) dan kolesterol itik mencapai 50
mg/dl (Setiabudi, 2011). Akan tetapi masyarakat menginginkan daging itik yang
rendah lemak dan kolesterol karena kolesterol dapat mengakibatkan stroke dan
serangan jantung dimana diketahui serangan jantung penyebab kematian nomor
satu didunia. Pada unggas telah dikenal penyakit yang berbahaya terhadap
kesehatan konsumen dan pada ternak itu sendiri yaitu penyakit yang disebut AI
(Avian influenza). Oleh sebab itu perlu upaya menjadikan produk itik yang bebas
AI dan rendah kolesterol, salah satu upaya tersebut adalah dengan pemberian
probiotik pada ternak itik.
Probiotik merupakan bahan tambahan berupa mikroorganisme yang
berpengaruh terhadap peningkatan keseimbangan mikroorganisme dalam usus
apabila dikonsumsi dalam jumlah yang cukup, probiotik mempunyai kemampuan

untuk menurunkan kadar kolesterol serum darah (Kusumawati, Bettysri, Siswa,


Ratihdewanti dan Hariadi, 2003) dan sebelumnya dikatakan bahwa, kandungan
kolesterol telur (Abdulrahim, Haddadin, Haslamound dan Robinson, 1996).
Probiotik dapat meningkatkan kesehatan ternak, meningkatkan produksi telur,
serta dapat menghilangkan sifat reservoar AI pada itik. Tidak semua bakteri baik
dapat dijadikan sebagai probiotik, salah satu bakteri yang berperan sebagai
probiotik adalah bakteri asam laktat (BAL).
Probiotik adalah BAL, dikatakan juga bakteri baik karena BAL adalah
mikroorganisme yang dapat membunuh dan menghambat pertumbuhan bakteri
patogen yang ada disekitarnya. Selain dapat membunuh dan menghambat
pertumbuhan bakteri patogen, juga dapat menurunkan kadar kolesterol pada
daging ternak apabila diberi BAL tersebut. BAL juga dapat menekan penyakit
yang terkenal pada unggas yaitu penyakit AI, BAL berpengaruh baik terhadap
peningkatan keseimbangan mikroflora usus bila dikonsumsi dalam jumlah yang
cukup.
Penggunaan BAL/ probiotik juga merupakan suatu cara pendekatan untuk
mengurangi atau mencegah terjadinya kontaminasi penyakit terutama penyakit
thipus terhadap produk-produk unggas yaitu daging dan telur, sehingga daging
dan telur yang dihasilkan higienis dan aman untuk dikonsumsi sesuai dengan
standar kesehatan (Patterson dan Burkholder, 2003).
BAL merupakan bakteri gram positif (+), tidak mempunyai spora dan
menghasilkan asam laktat sebagai produk utama. BAL adalah famili
Lactobacillaceae, yaitu Lactobacillus dan Weisella serta famili Streptococcaceae,
terutama Leuconostoc, Streptococcus dan Pediococcus. Pada dadih terdapat
Banyak BAL diantaranya kelompok Lactobacillus, Streptococcus, Leuconostoc,
Pediococcus dan Lactococcus (Pato, 2003). BAL sering digunakan sebagai kultur
probiotik dalam produk-produk fermentasi susu seperti dadih, buah-buahan,
daging dan ikan.
BAL adalah famili Lactobacillaceae, yaitu Lactobacillus dan famili
Streptococcaceae, terutama Leuconostoc, Streptococcus dan Pediococcus.
Ditambahkan oleh Widodo (2003) peranan penting dari bakteri asam laktat adalah
kemampuannya mencegah laktosa menjadi glukosa dan galaktosa (mencegah

lactose intolerance), memecah protein menjadi monopeptida dan asam-asam


amino tersedia bagi tubuh serta menghasilkan bakteriosin yang mampu
menghambat pertumbuhan bakteri patogen. Sebagai probiotik, beberapa spesies
BAL tumbuh dan berkembang dalam sistem pencernaan manusia, mampu hidup
pada kondisi pH rendah, menekan bakteri patogen, menyerap bahan penyebab
kanker dan tumor serta memacu sistem kekebalan tubuh.
BAL hasil fermentasi, yang sangat potensial menghambat pertumbuhan
lima bakteri patogen yaitu Listeria, E. coli, S. typhii, S. aureus, B. subtilis, adanya
kandungan probiotik yang dihasilkan Bakteri Asam Laktat (BAL) ini dapat
digunakan sebagai pakan probiotik untuk itik. Dengan demikian penulis tertarik
meneliti penggunaan pakan probiotik BAL untuk diberikan pada Itik Pitalah
Pedaging sebagai penghasil daging.
Dadih adalah produk olahan dari susu kerbau yang dibuat dengan cara
fermentasi alami pada suhu kamar selama 2 hari (Sugitha, 1995). Dadih yang
diproduksi di Sumatera Barat dibuat dengan bahan dasar susu kerbau dengan
mengandalkan jasad renik yang ada di alam sebagai inokulan atau tanpa
menggunakan starter tambahan. Mikroba diperkirakan dapat berasal dari daun
pisang sebagai penutup bambu dan dari susu itu sendiri serta dapat juga dari
tabung bambu yang digunakan (Purwati, Rusfidra, Akmandiaan, Juliyarsi dan
Purwanto, 2010). Adapun daerah di Sumatera Barat yang berpotensi untuk
memproduksi dadih yaitu daerah Alahan Panjang (Aia Dingin) Kabupaten Solok,
(Sitingkai) Kabupaten Agam, (Tanjung Bonai) Kabupaten Tanah Datar,
Kelurahan Batu Payung Gadut) Kabupaten Limapuluh Kota, (Batang Panjang)
dan Kabupaten Sijunjung.
Dadih yang diproduksi masing-masing daerah berbeda rasa dan aromanya
hal ini dikarenakan bakteri potensial yang terdapat dalam dadih tersebut berbeda.
Oleh karena itu melihat jenis bakteri potensial yang terdapat dalam dadih sangat
diperlukan untuk menambah kasanah ilmu pengetahuan termasuk dadih yang
berasal dari dadih Nagari Batang Panjang, Kec. Pematang Panjang, Kab.
Sijunjung.
Dari informasi diatas penulis mencoba melakukan penelitian probiotik asal
dadih untuk diberikan kepada itik Pitalah jantan guna menurunkan kolesterol

daging itik Pitalah pejantan, sehingga itik Pitalah sebagai Sumber Daya Genetik
Sumatera Barat dapat berdaya saing dengan komoditi peternakan lainnya.
MATERI DAN METODA PENELITIAN
Materi Penelitian
Dadih diperoleh dari Nagari Batang Panjang, Kec. Pematang Panjang,
Kab. Sijunjung. Dadih diambil dari peternak yang memproduksi dadih untuk
diisolasi BAL nya. Itik Pitalah Diambil dari daerah Pitalah, Batipuh baru dan
Batipuh Atas, Kabupaten Tanah Datar Sumatera Barat sebanyak 64 ekor untuk Uji
Biologis.
1.

Ternak penelitian
Penelitian ini menggunakan ternak itik Pitalah pedaging jantan 64 ekor yang

berasal dari daerah Pitalah, Batipuh baru dan Batipuh Atas, Kabupaten Tanah
Datar Sumatra Barat. Itik ditempatkan sebanyak 4 ekor pada masing-masing unit
perlakuan.
2.

Kandang penelitian
Kandang yang digunakan dalam penelitian

berlokasi di Piruko Utara

,Sitiung, Dharmasraya. Bahan kandang terbuat dari bambu yang berukuran 1 x 0,5
per unit berisi 4 ekor itik. Alat-alat yang digunakan dalam penelitian antara lain,
timbangan untuk menimbang ransum, tempat pakan itik dan tempat minum.
3.

Ransum dan Pemberian Probiotik Penelitian


Bahan untuk menyusun ransum terdiri dari jagung, dedak, tepung ikan, top

mix, daun pepaya dan kangkung. Kemudian Diberikan Bakteri Probiotik dengan
cara dicekokkan atau secara oral.
Kandungan zatzat makanan dan metabolis penyusun ransum dapat dilihat
pada Tabel 4. Komposisi dan kandungan zat zat makanan serta energi ransum
perlakuan dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Kandungan Zat-zat Makanan dan Energi Metabolis Bahan Penyusun


Ransum
Bahan
PK
LK
SK
Ca
P
ME
Met
Lis
Makanan
(%) (%)
(%)
(%)
(%) (kkal/kg)
Jagung

8,77

2,4

3,5

0,02

0,27

3400

0,2

0,2

Dedak

11,5

7,0

7,0

15,5

1,40

1,225

0,2

0,5

Tepung ikan

55,0

5,5

1,5

3,80

2,80

2,680

Daun pepaya

Top mix

1,822 5,282

3,800

Sumber :
1. Hardjosworo dan rukmiasih (2005)
2. Sudoro dan siriwa (2005)
Rancangan Percobaan
Metoda penelitian ini merupakan metoda penelitian eksperimental dengan.
Rancangan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) 4 x 4.
Dimana ada 4 perlakuan dengan 4 kali ulangan, sebagai perlakuan adalah dosis
Perlakuan yang diberikan adalah :
Perlakuan A : sebagai Kontrol
Perlakuan B : pemberian 1 ml (1,27x107 CFU/g) Bakteri Probiotik asal dadih
Perlakuan C : Pemberian 2 ml (2,54x107 CFU/g) Bakteri Probiotik asal dadih
Perlakuan D : pemberian 3 ml (3,81x107 CFU/g) Bakteri Probiotik asal dadih
Model matematika dari Rancangan Acak Lengkap (RAL) menurut Steel
dan Torrie (1991) adalah:
Yij = + i+ ij
Keterangan:
Yij = Nilai pengamatan dari perlakuan ke-i ulangan ke-j
= Nilai rata-rata sesungguhnya
i = Pengaruh perlakuan ke-i
ij = Galat
i = A, B, C, D, E (perlakuan)
j = 1, 2, 3 (ulangan)

Data yang diperoleh dianalisa secara statistik dengan menggunakan sidik


ragam (Analysis of Variance/ ANOVA).
Metoda Penelitian
1.

Isolasi dan Identifikasi Bakteri Asam Laktat Dadih

a) Total Koloni Bakteri Asam Laktat


Langkah-langkah yang dilakukan dalam menghitung total koloni bakteri
asam laktat (BAL) menurut Purwati, Syukur dan Hidayat (2005) dapat
diterangkan sebagai berikut :
1.

Semua peralatan yang dibutuhkan seperti : cawan petri (petridish), tabung


reaksi, erlenmeyer, tabung eppendorf, tip pipet mikro, hockey stick,
disterilkan dalam autoclave pada suhu 121 C selama 15 menit dengan
tekanan 15 lbs.

2.

Dipersiapkan media preenrichment yaitu dengan melarutkan 16.443 g de


Mann Rogosa Sharpe (MRS) Broth (Merck) dalam 315 ml aquades untuk 7
sampel dan sampai pengenceran 10 5 (Pembuatan secara umum adalah 52,2
g MRS Broth dalam 1 000 ml aquades). Selanjutnya dihomogenisasi dengan
magnetic stirrer diatas hot-plate pada suhu 100 C, kemudian di autoclave
(15 menit, 121 C dan tekanan 15 lbs).

3.

Dipersiapkan media de Mann Rogosa Sharpe (MRS) Agar (Merck) dengan


melarutkan 6.951 g MRS Agar dalam 105 ml aquades (Pembuatan secara
umum adalah 66,2 g MRS Agar dalam 1 000 ml aquades), kemudian
dihomogenisasi dengan magnetic stirrer, diatas hot plate pada suhu 100 C,
lalu di autoclave, setelah agak dingin ( 55 C) lalu dituang ke dalam 7 cawan
petri masing-masing sebanyak 15 ml.

4.

Dengan menggunakan sendok steril dan aluminium foil dadih ditimbang


sebanyak 1 g, kemudian dilarutkan dengan 9 ml larutan de Mann Rogosa
Sharpe (MRS) Broth, lalu divortex sampai homogen. Hasil ini disebut
pengenceran 10 1 .

5.

Hasil pengenceran tersebut diambil 1 ml dimasukkan ke dalam tabung reaksi


yang berisi 9 ml larutan de Mann Rogosa Sharpe (MRS) Broth, lalu divortex

sampai homogen. Hasil pengenceran ini disebut dengan pengenceran 10 2 ,


begitu seterusnya sampai pada pengenceran 10 5 .
6.

Dari pengenceran 10 5 diambil 100 l sampel dan ditanam dengan metode


spread pada petridish yang telah berisi media MRS Agar kemudian diratakan
dengan hockey stick yang sebelumnya telah diberi alkohol dan dibakar
dengan bunsen. Pekerjaan ini dilakukan dalam lamina flow dan di dekat
bunsen.

7.

Inokulum disimpan dalam anaerob jar lalu dimasukkan dalam inkubator


selama 24 jam pada suhu 37 C dan dilakukan pengkodean petridish dengan
menandai masing-masing petridish.

8.

Setelah 24 jam, koloni BAL yang tumbuh dilihat dengan menggunakan alat
quebec colony counter. Hasil perhitungan koloni BAL dikalikan dengan
sepuluh kemudian dihitung total koloni BAL dengan rumus sebagai berikut :
Total koloni bakteri asam laktat (BAL) (CFU (Colony Forming Unit)/g)
= Total Koloni BAL x

1
1
x
Pengenceran BeratSampel

Cara kerja total koloni bakteri asam laktat (BAL) dapat dilihat pada
Gambar berikut ini :

Preenrichment 1 g dadih + 9 ml MRS Broth Pengenceran 10-1


Serial Pengenceran

1 ml 10-1 + 9 ml MRS Broth, Pengenceran


10-2 10-5

100 l dari serial pengenceran 10-5 diinokulasikan pada media MRS Agar,
dimasukkan dalam anaerob jar, lalu diinkubasi selama 24 jam(37 C)

Total koloni dilihat dengan quebec colony counter dan dihitung dengan rumus
CFU/g

Gambar 1. Skema Total Koloni Bakteri Asam Laktat (Purwati dkk., 2005)

b) Isolasi Bakteri Asam Laktat dan Pewarnaan Gram


Langkah-langkah yang dilakukan dalam isolasi bakteri asam laktat (BAL)
menurut , Syukur dan Hidayat (2005) adalah :
1. Semua peralatan yang dibutuhkan seperti : cawan petri, tabung reaksi,
erlenmeyer, tip pipet mikro, hockey stick, disterilkan dalam autoclave pada
suhu 121 C selama 15 menit dengan tekanan 15 lbs.
2. Dipersiapkan media enrichment yaitu dengan melarutkan 23.0202 g de Mann
Rogosa Sharpe (MRS) Broth (Merck) dalam 441 ml aquades kemudian
dipanaskan sambil dihomogenisasi dengan hot plate stirrer pada suhu 100
C, lalu di autoclave (15 menit, 121 C dan tekanan 15 lbs).
3. Dipersiapkan media de Mann Rogosa Sharpe (MRS) Agar (Merck) dengan
melarutkan 13.902 g MRS Agar dalam 210 ml aquades kemudian dipanaskan
sambil dihomogenisasi dengan hot plate stirrer pada suhu 100 C, lalu di
autoclave, setelah agak dingin ( 55 C) dituang ke dalam masing-masing
cawan petri sebanyak 15 ml.
4. Menggunakan sendok steril dan aluminium foil dadih ditimbang sebanyak 1 g,
kemudian dilarutkan dengan 9 ml larutan MRS Broth dalam tabung reaksi,
lalu divortex sampai homogen. Hasil ini disebut pengenceran 10 1 ,
dimasukkan ke dalam anaerob jar, kemudian diinkubasi selama 24 jam dalam
inkubator dengan suhu 37 C.
5. Hasil 10 1 tersebut diambil 1 ml dimasukkan ke dalam tabung reaksi yang
berisi 9 ml larutan MRS Broth, lalu divortex sampai homogen. Hasil
pengenceran ini disebut dengan pengenceran 10 2 , begitu seterusnya sampai
pada pengenceran 10 7 .
6. Dari pengenceran 10 7 diambil 100 l sampel dan ditanam dengan metode
spread pada petridish yang telah berisi media MRS Agar, kemudian diratakan
dengan hockey stick yang sebelumnya disteril dengan alkohol dan dibakar
dengan bunsen lalu diangin-anginkan.
7. Inokulum disimpan dalam anaerob jar kemudian diinkubasi dalam inkubator
selama 48 jam pada suhu 37 C dan dilakukan pengkodean petridish dengan
menandai masing-masing petridish.

8. Setelah 48 jam, single colony yang mencirikan bakteri asam laktat yaitu bulat
licin berwarna putih kekuningan dipindahkan ke media MRS Agar untuk
pemurnian koloni dengan metode streak yaitu dengan menggunakan jarum ose
kenudian diinkubasi selama 24 jam pada suhu 37 C.
9. Koloni yang menciri BAL dilakukan pewarnaan gram menurut prosedur
Dwidjoseputro (1989) sebagai berikut : 1) Diambil biakan bakteri dan bakteri
diratakan di atas kaca benda (preparat) yang telah dibersihkan dengan
alkohol, 2) lalu dikeringkan di atas bunsen atau alat pengering, 3) ditetesi
dengan zat warna kristal violet, 4) kemudian ditunggu selama 1 menit agar zat
warna meresap oleh bakteri, 5) lalu dibilas dengan air mengalir dan ditetesi
dengan larutan iodin kompleks, kemudian ditunggu selama 1 menit, lalu
dibilas dengan air mengalir, 6) dicuci dengan alkohol dengan cara
mencelupkan ke dalam alkohol encer, 7) ditetesi dengan zat warna safranin,
lalu ditunggu 30 detik, 8) setelah itu dikeringkan dan diperiksa di bawah
mikroskop dengan menggunakan minyak celup (minyak inersi).
Cara kerja isolasi bakteri asam laktat (BAL) dapat dilihat pada gambar
berikut ini :
Enrichment
1 g dadih + 9 ml MRS Broth (Pengenceran 1 : 10), Pengenceran 10 1 , dimasukkan
dalam anaerob jar, diinkubasi dalam inkubator selama 24 jam dengan suhu 37 C
Serial Pengenceran
1 ml Pengenceran 10 1 + 9 ml MRS Broth
Pengenceran 10 2 10 7
1 ml dari serial pengenceran 10 7 diinokulasikan pada media MRS Agar dengan
metode spread, dimasukkan dalam anaerob jar, diinkubasi dalam inkubator
selama 48 jam dengan suhu 37 C
Single colony yang mencirikan BAL (bulat licin berwarna putih kekuningan)
dipindahkan ke media MRS Agar untuk pemurnian koloni dengan metode streak
dan diinkubasi selama 24 jam pada suhu 37 C
Pewarnaan Gram
Gambar 2. Cara kerja isolasi bakteri asam laktat (BAL)

c) Identifikasi Bakteri Asam Laktat dengan 16S rRNA


1) Isolasi Genomik DNA Bakteri Asam Laktat
1. Diinokulasikan kultur BAL ke dalam 3 ml MRS Broth, kemudian
diinkubasi 24 jam pada suhu 37 C.
2. Diambil 1 ml yang telah tumbuh tersebut kemudian dipindahkan ke tabung
eppendorf dan disentrifugasi dengan kecepatan 10 000 rpm (4 C) 15
menit. Didapat pellet dan supernatan, pellet digunakan untuk isolasi
genomik DNA sedangkan supernatan digunakan untuk uji resistensi anti
mikroba BAL.
3. Pellet ditambah 500 l Tris-EDTA (TE) (10 mM Tris-HCl, 1mM EDTA
dan pH 7.6). Ditambah lysozyme 40 l dan inkubasi selama 1 jam dengan
suhu 37 C.
4. Setelah itu ditambahkan 200 l 10 % SDS, NaCl 5M dan 80 l CTAB 10
% (sebelumnya, CTAB 10 % sudah ditambah dengan 20 l mercapetanol
di dalam tabung eppendorf 1 ml).
5. Setelah itu dipanaskan pada suhu 68 C selama 30 menit (dibolak-balik
setiap 10 menit), lalu didinginkan sebentar kemudian ditambahkan
khloroform (100 %) (1 : 1 perbandingan bahan dengan volume sampel).
6. Setelah itu disentrifugasi 10 000 rpm (4 C) selama 15 menit, lalu
supernatan yang bagian paling atas (bening) diambil dan dipindahkan ke
tabung eppendorf baru.
7. Ditambahkan ethanol 100 % (dingin) sebanyak 1 kali volume sampel,
campuran tersebut disentrifus 10 menit dengan kecepatan 10 000 rpm (4
C).
8. Supernatan dibuang, lalu tabung eppendorf dicuci dengan ethanol 70 %
sebanyak 1/2 ml. Disentrifus selama 5 menit dengan kecepatan 10 000 rpm
(4 C).
9. Tabung eppendorf dimiringkan selama 1 jam di atas tisue sampai
cairannya kering, kemudian ditambahkan 27 l ddH2O dan 3 l RNAse,
diinkubasi setengah jam (37 C), disimpan di -20 C (Mustopa, 2009).

2) Reaksi 16S rRNA PCR


1. Isolasi genomik DNA dari koloni bakteri murni diamplifikasi dengan PCR.
2. Reaksi amplifikasi DNA dilakukan dalam Thermocycler Mupid-Exu
dengan menggunakan primer 8F (5AGAGTTTGATCCTGGCTCAG) dan
1541R (5AAGGAGGTGATCCAGCC).
3. DNA template yang digunakan adalah 3 l dimasukkan ke dalam tabung
eppendorf. Bahan-bahan untuk satu sampel dalam reaksi PCR adalah 38,5
l ddH2O, primer F dan R masing-masing 0,5 l dan 2 l 2,5 mM dNTP,
taq-polymerase 0,5 l dan 10 x buffer 5 l dibuat dalam eppendorf 0,5 ml.
Sebanyak 47 l bahan di atas ditambahkan ke dalam tabung eppendorf
DNA template.
4. Protokol PCR adalah sebanyak 35 siklus PCR (predenaturasi 96 C
selama 5 menit), (denaturasi 96 C selama 1 menit, annealing 55 C
selama 1 menit), (extension 72 C selama 3 menit dan final extension 72
C selama 7 menit).
5. Produk PCR dianalisa pada 1 % gel agarose dan divisualisasi dengan
ultraviolet illumination setelah ditambah ethidium bromide 5 l. Band
DNA yang diperoleh pada agar dipotong dan dipurifikasi dengan Promega
Kit Protokol (Mustopa, 2009).
3) Gel Electrophoresis.
Setelah di PCR 3 l DNA ditambah dengan 5 l loading dying buffer
dielektroforesis pada 1 000 voltase selama 40 menit pada 1 % gel agarose dalam
0.5 x TBE. Sebagai marker digunakan 1 kb DNA ladder (Takara). Gel kemudian
diletakkan di dalam wadah ditambah lagi dengan TBE sampai terendam serta zat
warna ethidium bromide (5 l) direndam sambil digoyang dengan shacker
(Rocker, NB-104) selama 30 menit. Gel kemudian dilihat di bawah lampu UV
(Mustopa, 2009).
4) Purifikasi DNA dengan Promega Kit Protocol
1. Band DNA dipotong dari gel agarose. Dimasukkan gel ke dalam tabung
eppendorf dan ditambah 300 l nucleuse free water, kemudian diletakkan
di waterbath pada 60 C selama 10 menit.

2. Dimasukkan sampel pada kolom QIAquick dan disentrifugasi 10.000 rpm


selama 45 detik pada suhu ruang.
3. Ditambahkan 700 l membrane wash solution dan disentrifugasi 10.000
rpm selam 1 menit pada suhu ruang. Ditambahkan lagi 700 l membrane
wash solution dan disentrifugasi lagi 10.000 rpm selama 1 menit pada suhu
ruang.
4. Dipindahkan kolom QIAquick pada 1.5 ml tabung eppendorf baru dan
ditambah elusi (30 l nuclease free water) pada bagian tengah kolom
QIAquick.
5. Ditunggu 1 menit, kemudian dipindahkan ke dalam tabung eppendorf
baru dan disentrifugasi 10.000 rpm selama 2 menit, lalu disimpan pada
suhu 20 C (Mustopa, 2009).
5) Analisis Data Sekuensing
Analisis data sekuensing dilakukan dengan menggunakan program
software DNA star. Untuk analisa sequence alignment, dilakukan dengan
membandingkan sekuens yang diperoleh (query) dengan yang telah ada pada
Gene

Bank

dengan

database

searches

(http//www.ncbi.nlm.nih.gov) menggunakan

NCBI

internet

site

BLAST (Basic Local Alignment

Search Tool) (Mustopa, 2009).


2.

Uji Biologi
Persiapan Probiotik
Stok kultur (glicerol stock) Bakteri probiotik dari dadih ditumbuhkan dalam

media MRS Broth dan diinkubasi pada suhu 37 0C dalam shaker inkubator selama
17 jam. Setelah 17 jam, kultur disentrifus selama 5 menit dengan kecepatan
12.000 rpm. Lalu dibuang supernatannya dan dibilas dengan air saline (NaCl
0,10%). Kemudian atur sampai Optical Density (OD=580) dan absorban
menunjukkan nol dan kemudian berikan ke itik Pitalah sesuai dengan perlakuan.
Pemberian probiotik dilakukan secara oral ke itik satu persatu sesuai dengan dosis
perlakuan. Pemberian dilakukan setiap 10 hari sekali dalam waktu 1 bulan
kemudian dipotong untuk dilakukan pengamatan.

B. Peubah yang Diamati


1.

Kolesterol Daging

Cara ekstraksi bahan untuk analisis kadar kholesterol menurut


Plummer (1978):

1.

Sampel diambil sebanyak 1 g, dimasukkan ke dalam tabung reaksi kemudian


tambahkan 10 ml Aceton Etanol.

2.

Pelarut Aceton Etanol dengan sampel diuapkan didalam waterbath pada suhu
60C sehingga volume pelarut separuh dari volume awal atau diuapkan
selama 15 menit.

3.

Pelarut yang tinggal disaring dengan menggunakan kertas Whatman 41.

4.

Residu sampel dilarutkan kembali dengan Aceton Etanol sebanyak 5 ml,


kemudian diuapkan kembali pada suhu 60C selama 10 menit. Pelarut yang
tersisa disaring dan diulang sekali lagi.

5.

Hasil ekstraksi dipanaskan di dalam waterbath pada suhu 60C sehingga


volume pelarut yang tertinggal adalah 1 ml. Larutan ekstraksi ini kemudian
dianalisa kadar kolesterolnya.

Analisis kolesterol dengan metode Warna Enzimatik (SHM, 2000)

1.

Sebanyak 1 ml reagent (kit) kolesterol dipipetkan ke dalam tabung reaksi


kemudian ditambahkan serum atau hasil ekstraksi sebanyak 0,01 ml.

2.

Larutan kemudian diinkubasi selama 20 menit di dalam waterbath pada suhu


37C sehingga warna larutan berubah menjadi warna lembayung.

3.

Pembuatan blanko: 1 ml kit kolesterol dipipetkan ke dalam tabung reaksi.


Blanko dibuat sebagai pembanding. Setiap satu analisa dibuatkan satu seri
blanko.

4.

Blanko dimasukkan ke dalam sel spektrofotometer setelah diarahkan pada


panjang gelombang 520 nm, setelah angka dimonitor menunjukkan angka 0
dimasukkan sampel yang akan dibaca. Kadar kolesterol merupakan angka
yang terbaca di monitor spektrofotometer.

2.

Vili Usus Halus


Pengukuran vili usus dilakukan untuk mengetahui absorpsi saluran

pencernaan itik Pitalah secara histologi (Harimurti dan Rahayu, 2009)


Prosedur Pembuatan Preparat Vili Usus Halus:

1) Itik dipotong, dikeluarkan organ dalam, diambil usus halus kemudian


dipotong bagian ileum sepanjang 3 cm.
2) Masing-masing bagian dari ileum dilakukan pemotongan dan
pembelahan agar berbentuk bulat dan lembaran.
3) Bagian yang berbentuk lembaran dialasi dengan plastik tebal dan
difiksasi. Ketiga bagian usus dimasukkan kedalam formalin 10 %
selama 24 jam.
4) Jaringan dimasukkan ke dalam keset prosessor, kemudian direndam ke
dalam larutan : Alkohol 70 %, 80 %, 95 % I, 95 % II, absolut I, absolut
II, absolut III, xylol I, xylol II, xylol III, parafin panas I, parafin panas
II, masing-masing selama 60 menit.
5) Kemudian dicetak dalam parafin dengan menggunakan keset
prosessor.
6) Jaringan diiris setipis 5 mikron dengan menggunakan mikrotom.
7) Irisan diletakkan di atas permukaan air biasa (tidak panas) dan
diusahakan tidak melipat.
8) Dipindahkan sebentar pada permukaan air panas lebih kurang 45 C
untuk menghilangkan kerutan-kerutan kecil pada jaringan.
9) Ditempelkan pada objek glass yang sudah diolesi putih telur dan
dibiarkan kering sampai saat diwarnai.
10) Preparat disusun pada keranjang metal, kemudian direndam dalam
xylol I, II, III masing-masing selama 3 menit untuk menghilangkan
paraffin.
11) Dipindahkan ke dalam alkohol absolut I dan II masing-masing selama
3 menit.
12) Direndam dalam air kran mengalir selama 1 menit.
13) Diwarnai dengan Haris Hematocylin selama 1 menit.
14) Direndam dalam air kran mengalir selama 1 menit.
15) Direndam dalam larutan scot selama 1 menit.
16) Direndam dalam air mengalir selama 1-2 menit.
17) Direndam dalam acid alkohol 1 % kira-kira 5 celupan dan dicuci
kembali dengan air mengalir selama 1 menit.

18) Diwarnai dengan larutan eosin selama 5 menit dan dicuci dengan
akuades.
19) Dicelupkan sebentar dalam alkohol 70 %, 95 %, absolut I.
20) Direndam dalam alkohol absolut II selama 1 menit.
21) Direndam dalam xylol I, II dan III masing-masing 3 menit.
22) Diangkat dan ditetesi dengan Canada balsam lalu ditutup dengan
cover glass.
23) Diperiksa dan diamati di bawah mikroskop.
Pengukuran tinggi vili usus halus dilakukan dengan mikroskop cahaya
yang diukur dari garis atas muskularis mukosa sampai puncak vili.
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Nagari Batang Panjang, Kec.Pematang Panjang, Kab. Sijunjung

Kab. Sijunjung

Gambar

3.

Daerah Pengambilan
(bukikgadang.co.cc)

Sampel

Dadih

di

Kab.

Sijunjung

Pembuatan dadih di Sijunjung yakni Kerbau yang akan diperah dipisahkan


dari kerbau yang lainnya, kerbau dan si pemerah tidak dalam keadaan bersih dan
hiegienis, hanya bagian ambing saja yang dibersihkan, kerbau diperah pada pagi
hari dan susu ditampung dengan menggunakan baskom, setelah diperah kerbau
dilepas kembali ke padang penggembalaan bersama 10 ekor kerbau lainnya. Susu
tadi diisikan sebanyak 0.5 l dengan menggunakan saringan ke tabung bambu yang
telah berisi starter berupa dadih kira-kira bagian tabung bambu. Bambu ditutup
menggunakan kantong plastik hitam, diikat dengan karet gelang dan disusun pada
rak-rak yang terdapat di suatu ruang dan diperam selama 2 hari.
B. Total Koloni Bakteri Asam Laktat (BAL)
Dari hasil penelitian didapatkan total koloni BAL yang dihitung dengan
rumus CFU/g adalah 2,31 x 108 CFU/g. Jumlah total koloni pada dadih dari
Sijunjung ini telah sesuai dengan kriteria FAO/WHO (2001) karena sebagai
pangan probiotik BAL yang dihasilkan berada pada jumlah 10 6 108 CFU/g.
Tingginya total koloni BAL dadih ini disebabkan oleh dilakukannya penambahan
starter berupa dadih yang telah jadi, sehingga menyebabkan total koloni BAL
dalam dadih meningkat. Hal ini Sesuai dengan pendapat Sugitha et al., (1997)
bahwa semakin tinggi level starter yang diberikan maka total koloni bakteri akan
semakin tinggi dan begitu sebaliknya.
C. Isolasi Bakteri Asam Laktat dan Pewarnaan Gram
Hasil isolasi BAL dan pewarnaan gram dari dadih Sijunjung adalah Gram
Positif (+) dengan Morfologi Coccus. Pada waktu melakukan isolasi BAL dari
dadih secara konvensional didapatkan koloni BAL yang berwarna putih
kekuningan pada MRS Agar dengan pengenceran 10-7. Hal ini juga ditunjang oleh
penelitian Purwati dkk. (2005) yang menghasilkan koloni BAL berwarna putih
kekuningan pada MRS Agar.

Koloni BAL

Gambar 4. Penampakan Koloni BAL 10-7 pada Medium MRS Agar


Tahap selanjutnya dilakukan pemurnian sampai 2x pemurnian untuk
bakterial stock yang akan digunakan untuk uji selanjutnya, untuk pewarnaan
gram, koloni yang dipilih adalah koloni yang masih muda berumur 18 jam.
Tujuannya adalah agar bakteri tidak terlalu tua untuk diuji, karena Menurut Unus
(2005) jika bakteri terlalu tua maka bakteri akan cenderung menyerap warna
safranin (merah) sehingga akan dinyatakan gram negatif walaupun bakteri
tersebut adalah bakteri gram positif.
Hasil penelitian dapat dilihat hasil pewarnaan gram yang mencirikan BAL
berbentuk bulat (coccus) dan menyerap warna ungu (crystal violet), maka bakteri
ini termasuk gram positif. Hal ini sesuai dengan pernyataan Unus (2005) yang
menyatakan bahwa bakteri gram positif akan mengambil warna crystal violet yang
berwarna ungu walaupun sudah dicuci dengan alkohol dan ketika diberi safranin
yang berwarna merah, bakteri tersebut tetap akan berwarna ungu sedangkan warna
merah menunjukkan bakteri gram negatif.

Gambar 5. Pewarnaan Gram (Gram Positif) dari BAL Berbentuk Bulat (Coccus)

Perbedaan penyerapan warna ini disebabkan oleh perbedaan peptidoglikan


dan permeabilitas membran organisme gram positif dengan gram negatif dimana
permeabilitas

membran

organisme

gram

positif

memiliki

dinding

sel

peptidoglikan yang cukup tebal dibandingkan gram negatif, organisme gram


positif memiliki dinding sel yang cukup tebal (20-80 nm) dan terdiri atas 60
sampai 100 persen peptidoglikan (Unus, 2005). Dinding sel bersifat kompak dan
kurang permiabel sehingga pada saat pemberian crystal violet, maka zat warna
tersebut memasuki dinding sel dan pada saat pencucian dengan alkohol, warna
ungu yang telah terikat tersebut tidak bisa keluar lagi sehingga warna safranin
tidak bisa lagi mewarnai bakteri gram positif. Berbeda dengan dinding sel gram
negatif, dinding selnya mengandung lebih sedikit peptidoglikan (10 sampai 20
persen), kurang kompak dan lebih permiabel (Unus, 2005). Pada saat pemberian
kristal violet yang berwarna ungu, maka zat warna tersebut akan larut pada saat
pencucian dengan alkohol, dan pada saat pemberian safranin maka zat warna
tersebutlah yang mewarnai bakteri gram negatif.
D. Resistensi Anti Mikroba Bakteri Asam Laktat
Adapun hasil resistensi anti mikroba yang telah dilakukan terhadap ke-5
bakteri patogen dapat dilihat pada Tabel. 2 sebagai berikut :
Tabel 2. Pengamatan Resistensi Anti Mikroba BAL terhadap 5 Bakteri Patogen
pada Waktu 24 Jam
Isolat
Bakteri Patogen
BAL
L.monocytogenesis B.subtilis S.aureus
E.coli S.typhii
3D
+
++
++
++
Ket : 3D : Dadih Sijunjung.
Zona Hambat (mm) : ++ = 8-14 mm; + = 1-7 mm; - = tidak memiliki zona
hambat.
Dilihat dari Tabel 2 isolat BAL yang mempunyai zona hambat yang
terbaik terhadap S. aureus dan Salmonella tyhpii dengan nilai zona hambat
berkisaran 8-14 mm, sedangkan terhadap bakteri B. subtilis, kisaran nilai 1-7 mm
selanjutnya tidak mampu menghambat pertumbuhan bakteri L. monocytogenesis.
Berikut merupakan gambar zona hambat masing-masing supernatan dari dadih
terhadap pertumbuhan lima bakteri patogen dapat dilihat pada Gambar 6.

(a)

(b)

(c)

(d)

(e)

Gambar 6. Zona Hambat Komponen Bioaktif BAL Dadih terhadap 5 Jenis Bakteri
Patogen pada Waktu 24 Jam
(a) Lysteria monocytogenesis (b) Bacillus subtilis (c) Staphylococcus
aureus (d) Eschericia coli (e) Salmonella typhii
Dengan adanya fakta di atas maka dapat dilihat bahwa Dadih dapat
digunakan sebagai biosuplement probiotik yang dapat menurunkan pertumbuhan
bakteri patogen seperti B. subtillis, S. aureus, dan Salmonella thypii sehingga
dapat mengembalikan keseimbangan mikroflora (rasio antara bakteri patogen dan
nonpatogen) dalam saluran pencernaan terutama pada usus sehingga nutrisi,
vitamin dan elemen penting lainnya bisa diserap secara sempurna dalam tubuh.
Ketidakmampuan

dadih

Palupuh

untuk

menghambat

pertumabuhan

L.

Monocytogenes dan E. Coli karena dadih difermentasi terlalu lama yaitu 3 hari,
padahal waktu optimum untuk fermentasi dadih adalah 2 hari. Hal ini
mengakibatkan BAL yang terdapat dalam dadih memiliki potensi yang berbeda
dalam menghambat pertumbuhan bakteri pathogen. Menurut penelitian Melia dan
Juliyarsi (2007) yang mendapatkan zona hambat dadih susu sapi mutan

Lactococcus lactis terhadap bakteri patogen yaitu S. aureus, S. typhii dan E. coli
pada lama waktu fermentasi 48 jam lebih tinggi dibandingkan 72 jam dan 24 jam.
Hal ini juga sesuai dengan penelitian Ibrahim (2002a) yang menyatakan bahwa,
pada lama penyimpanan 48 jam jumlah bakteri asam laktat bertambah karena
bakteri pembentuk asam tumbuh dengan baik tanpa ada saingan, saat itu juga
bakteri patogen tidak dapat hidup karena tidak tahan asam dan bakteri asam laktat
dapat menghambat pertumbuhan bakteri patogen.
E. Identifikasi Bakteri Asam Laktat dengan 16S rRNA
1. Amplifikasi gen 16S rRNA dengan PCR (Polymerase Chain Reaction)
Setelah dilakukan isolasi BAL dan uji resistensi kemudian dilanjutkan
dengan amplifikasi gen 16S rRNA PCR (Polymerase Chain Reaction) untuk
menentukan genus dan spesies BAL secara akurat dengan menentukan DNA yang
diamplifikasi menggunakan PCR 35 siklus. Hal ini sesuai dengan Penelitian
Mustopa (2009) yang menyatakan dalam 16S rRNA menggunakan primer: 8 F:
AGAGTTTGATCCTGGCTAG dan primer 1541 R: AAGGAGGTGATCCAGCC
dapat menghasilkan genus dan spesies yang spesifik. Gambar 10 berikut ini
merupakan gambar hasil amplifikasi gen 16S rRNA PCR.

2 kb

1 kb

M
Gambar 7. Hasil Amplifikasi Gen 16S rRNA
Pada Gambar 7 terlihat hasil elektroforesis menunjukkan kegiatan PCR
yang telah dilakukan berhasil mengamplifikasikan daerah gen 16S rRNA dengan
dapat dilihat oleh munculnya fragmen produk PCR dengan ukuran 1 500 base

pare (bp) (1.5 kilo bite (kb)) yang merupakan ukuran yang diharapkan dengan
menggunakan kombinasi primer 8F : GAGTTTGATCCTGGCTCAG untuk arah
forward dan primer 1541 R : AAGGAGGTGATCCAGCC untuk arah reverse.
Dari gambar 7 dapat dilihat bahwa intensitas fragmen yang dihasilkan cukup
tinggi dan layak digunakan untuk kegiatan sekuensing pada tahap berikutnya.
2. Analisis Sekuen Gen 16S rRNA 7 Isolat dari Dadih
Proses sekuensing gen 16S rRNA yang diperoleh dari kegiatan amplifikasi
dilakukan oleh PT. Genetika Science Jakarta. Sekuensing dilakukan secara two
road direction menggunakan primer yang sama dengan amplifikasi gen 16S
rRNA dengan PCR. Hasil sekuensing berupa grafik elektrophoregram dengan
peak-peak yang berwarna-warni untuk membedakan jenis basa nitrogen
(nukleotida) yang dicirikannya. Nukleotida A (Adenin)

berwarna hijau,

nukleotida G (Guanin) berwarna hitam, C (Citosin) nukleotida berwarna biru dan


nukleotida T (Timin) berwarna merah. Ratnayani, Wirajana dan Laksmiwati
(2007) menyatakan pola warna sekuen yang sama untuk Adenin, Guanin, Citosin
dan Timin.
Hasil data sekuensing yang diperoleh dari isolat diedit menggunakan
software DNA STAR (Madison Wisconsin-USA). Berdasarkan Gambar ini dapat
dilihat bahwa kedua peak yang dihasilkan cukup baik sehingga lambang N yang
merupakan lambang untuk simbol A, G, C, dan T yang muncul tidak banyak.
Kontrol lambang nukleotid dilakukan dengan memperhatikan pola puncak-puncak
tertinggi dari puncak lainnya. Jika terjadi keraguan maka penentuan jenis
nukleotidnya difokuskan dengan memperkecil terjadinya variasi dari runutan
nukleotid dengan sampel yang lain.
Hasil elektrophoregram sekuen isolat 3D dapat dilihat pada gambar 8-9:

Gambar 8.

Hasil Elektrophoregram Sekuen Isolat dengan Forward Primer


setelah Dilakukan Pengeditan

Gambar 9. Hasil Elektrophoregram Sekuen Isolat dengan Reverse Primer setelah


Dilakukan Pengeditan
Gambar 8 merupakan hasil sekuensing dari arah primer forward dengan
panjang 748 bp, sedangkan Gambar 9 merupakan hasil sekuensing dari arah
reverse dengan panjang 289 bp. Dengan demikian total nukleotid gen 16S rRNA
yang berhasil tersekuen 1 037 bp. Sementara gen 16S rRNA yang teramplifikasi
dengan PCR berjumlah 1 500 bp Jadi dapat dilihat bahwa belum tersekuensingnya
seluruh nukleotid yang pada daerah 16S rRNA.
Untuk menggabungkan kedua sekuen ini, sekuen hasil primer reverse
diedit menggunakan Oligos software dengan mengoperasikan reverse antisense
yang dapat dilihat pada Gambar 10.

Gambar 10. Running Oligos


Hasil operasional dalam bentuk Notepad dapat dilihat pada Gambar 11
dibawah ini :

Gambar 11. Hasil Reverse Antisense Sekuen Hasil Primer Reverse Isolat 3D
Tabel 6. Hasil Analisis BLAST

Berdasarkan Tabel 6 dapat dilihat bahwa isolat dadih Sijunjung dengan


ukuran 1 500 bp (1.5 kb) memiliki persentase kesamaan tertinggi sebesar 99 %
dengan Pediococcus pentosaceus karena mempunyai persentase tingkat kesamaan
yang tertinggi dengan database gen bank NCBI. Hal ini ditunjang oleh penelitian
Sujaya dkk. (2008) yaitu isolasi dan karakterisasi BAL dari susu kuda Sumbawa
didominasi oleh bakteri Pediococcus pentosaceus yang mempunyai bentuk sel
batang pendek.
F. Kadar Kolesterol Daging Itik Pitalah
Rataan Kolesterol daging itik dengan pemberian probiotik Pediococcus
pentosaceus Itik Pitalah selama penelitian dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3.

Rataan Kolesterol daging itik Pitalah Selama Penelitian

Perlakuan
Kolesterol daging itik Pitalah
A (kontrol/tanpa pemberian)
39,50a
B (1 ml Pediococcus pentosaceus )
35,07c
C (2 ml Pediococcus pentosaceus)
32,19d
D (3 ml Pediococcus pentosaceus)
38,00b
Keterangan: Superskrip yang berbeda menunjukkan perbedaan yang sangat
nyata (P<0,01)
Hasil analisis ragam menunjukan bahwa pemberian probiotik Pediococcus
pentosaceus memberikan pengaruh yang sangat nyata (P<0,01) terhadap
kolesterol daging itik Pitalah. Sesuai uji Duncans Multiple range (DMRT),
terlihat bahwa perlakuan B, C dan D sangat nyata (P<0,01) menurunkan
kolesterol daging Itik disebabkan karena adanya kandungan Bakteri Asam Laktat
(BAL) dalam saluran pencernaan Itik. BAL dalam saluran pencernaan mampu
mengikat kolesterol dan akan terbuang bersama feses. BAL mampu memproduksi
asamasam organik yang mencegah kolonisasi bakteri patogen dalam usus
sehingga kemampuan bakteri patogen dalam usus berkurang dengan demikian
bakteri patogen hanya berada dalam lumen dan akan dikeluarkan bersama feses.
Pendapat

Petterson

dan

Burkholder

bahwa

pemberian

probiotik

Pediococcus pentosaceus Itik Pitalah dapat meningkatkan produksi daging,


memperbaiki konversi ransum serta menurunkan kadar kolesterol, ini disebabkan
BAL dalam saluran pencernaan mampu mengikat kolesterol. Selain itu BAL
dalam saluran pencernaan mampu mengikat kolesterol untuk memenuhi
kebutuhan sendiri sehingga mengurangi jumlah kolesterol untuk kebutuhan
inangnya.
Dari perlakuan B (1 ml Pediococcus pentosaceus), C (2 ml Pediococcus
pentosaceus), D (3 ml Pediococcus pentosaceus) yang paling rendah
kolesterolnya adalah perlakuan C (32,19) dikarenakan pemberian bakteri
Pediococcus pentosaceus 2 ml stabil perkembangannya dalam saluran pencernaan
usus sehingga dapat membunuh bakteri patogen dalam usus.
Pada Tabel 4 dapat dilihat adanya peningkatan jumlah populasi BAL B (1
ml Pediococcus pentosaceus), C (2 ml Pediococcus pentosaceus), D (3 ml

Pediococcus pentosaceus) yang diberikan pada ternak itik ini membuktikan


bahwa semakin besar jumlah bakteri Pediococcus pentosaceus pada itik maka
semakin besar pula jumlah populasi BAL dalam usus halus itik. Hal ini
disebabkan karena semakin banyak jumlah probiotik Pediococcus pentosaceus
yang diberikan maka dapat memacu pertumbuhan mikroba yang menguntungkan
dan membunuh bakteri patogen disamping juga mampu menghasilkan asam laktat
yang dapat menghasilkan PH rendah sehingga menghasilkan suasana asam pada
ilium dan duodenum, dengan peningkatan PH asam maka Pediococcus
pentosaceus dapat menghambat pertumbuhan bakteri patogen sehingga populasi
BAL menjadi meningkat.
Penurunan kolesterol pada daging itik Pitalah disebabkan adanya BAL
dalam saluran pencernaan yang menghasilkan asam organik dan mampu mengikat
kolesterol sehingga akan terbuang bersama dengan feces. Selain itu, mikroba BAL
dalam saluran pencernaan mampu mengikat kolesterol untuk memenuhi
kebutuhannya sendiri sehingga mengurangi jumlah kolesterol untuk kebutuhan
inangnya.
Adanya probiotik dalam usus mengakibatkan terhambatnya kerja enzim
Hydroxi Metyl Glutaryil-KoA reduktase (HMG-KoA reduktase) yang berperan
dalam pembentukan mevalonat dalam proses sintesis kolesterol sehingga tidak
terbentuknya kolesterol. Sesuai dengan Voet et al. (1999) menyatakan penurunan
kolesterol terjadi karena senyawa yang dihasilkan mikrobia berkompetisi dengan
HMG-KoA untuk berikatan dengan enzim HMG-KoA reduktase.
Strain BAL yang memproduksi enzim Bile Salt Hydrolase (BSH), berperan
dalam membentuk asam empedu dekonyugasi dengan penghilangan molekul air
antara glisin dengan asam kolat menghasilkan asam kolat bebas (unconjugated
bile acid). Asam kolat bebas tidak mudah diserap di usus halus dibanding asam
empedu yang berikatan dengan glisin. Asam empedu dekonjugasi (asam kolat
bebas) akan terbuang lewat tinja sehingga jumlah asam empedu yang kembali ke
hati berkurang. Untuk menyeimbangkan jumlah asam empedu, tubuh akan
mengambil kolesterol tubuh sebagai prekursor. Proses itu pada gilirannya akan
menurunkan kadar kolesterol darah secara keseluruhan. (Surono, 2004).

G. Keadaan Vili Usus Itik Pitalah


Morfologi usus dari ileum meliputi pengukuran tinggi villi yang diberikan
probiotik Pediococcus pentosaceus menunjukan yaitu :
Tabel 4. Rataan Histologi Usus Ileum itik Pitalah selama penelitian
Perlakuan
Tinggi Vili Usus (mm)
A (kontrol/tanpa pemberian)
0,32a
B (1 ml Pediococcus pentosaceus )
0,33a
C (2 ml Pediococcus pentosaceus)
0,35b
D (3 ml Pediococcus pentosaceus)
0,34a
Ket : Superskrip yang berbeda menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05)
Hasil analisis ANOVA menunjukkan bahwa pemberian probiotik
Pediococcus pentosaceus memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap
tinggi vili (P<0,05). Berdasarkan uji lanjut Duncan, Tukey dan Dunnet didapatkan
hasil bahwa pada perlakuan pemberian probiotik 2 ml memberikan hasil yang
berbeda nyata (P<0,05) yakni 0.35 mm. Ketiga perlakuan dengan pemberian
probiotik berhasil meningkatkan tinggi villi ileum itik Pitalah. Hal ini sesuai
dengan pernyataan yang ditulis oleh Harimurti dan Rahayu (2009) juga
mendapatkan hasil yang berbeda nyata terhadap tinggi dan lebar vili usus dengan
pemberian probiotik Lactobacillus murinus, Sterptococcus thermophillus dan
Pediococcus acidilactici 108 CFU/g pada ayam broiler.
Peningkatan tinggi vili usus berkaitan dengan kondisi usus yang lebih sehat
yaitu tercapainya keseimbangan mikroflora usus, sebagai akibat dihasilkannya
asam-asam organik oleh probiotik Pediococcus pentosaceus. Pernyataan ini sesuai
dengan Samantha et al. (2010) yang menyatakan bahwa probiotik meningkatkan
produksi asam lemak berantai pendek dan menurunkan produksi ammonium.
Asam lemak rantai pendek berperan dalam menstimulasi perbanyakan sel epitel
usus. Menurunnya produksi ammonium berarti tetap menjaga kondisi pH usus
dalam yaitu dalam keadaan asam.
Peningkatan tinggi villi akibat meningginya asam lemak rantai pendek yang di
produksi oleh probiotik (Samaya yamauchi, 2002). Selanjutnya ahmad (2006)
menjelaskan bahwa asam lemak rantai pendek yang diproduksi oleh proses
fermentasi strain bakteri probiotik berperan dalam stimulasi perbanyakan sel

epitel usus. Hal ini dikarenakan asam lemak rantai pendek yang diproduksi rantai
pendek merupakan kompunen fosfolipid membran epitel. Pirufat dalam
fermentasi bakteri asam laktat homofermentatif tidak seluruhnya diubah menjadi
asam laktat. Sebagian pirufat mengalami dehidrogenasi menghasilkan asetil-CoA
yang selanjutnya mengalami serangkaian reaksi biokimiawi menjadi asam lemak
rantai pendek (Greulach, Atlas, 1996).
Tinggi villi illeum unggas berkisar antara 0,4 0,6 mm (Sturkies, 2000).
Menurut Hartono (1988) pada ileum lebih banyak terdapat sel mangkok dan
folikel getah bening yang membentuk Payer Patch. Pada ileum terjadi penyerapan
asam-asam empedu, vitamin B12, elektrolit dan air (Murray, 1999). Dengan
meningkatnya vili usus dengan pemberian probiotik Pediococcus pentosaceus ini
diharapkan dapat memperbaiki proses penyerapan makanan (nutrisi) pada itik
Pitalah karena luas permukaan penyerapan usus menjadi lebih besar, sehingga
dihasilkan itik Pitalah yang sehat dan meningkatkan berat badan. Telah
diperkirakan bahwa vili memperluas permukaan usus halus sepuluh kali lipat
(Purwati dan Syukur, 2006). Makin luas permukaan usus, maka penyerapan
makananpun menjadi lebih baik. Peningkatan tinggi dan lebar vili diasosiakan
dengan lebih luasnya permukaan vili untuk absorbsi bahan makanan masuk ke
dalam aliran darah (Mile et al., 2006). Yakhkeshi et al. (2011) menyatakan bahwa
pemberian probiotik memperbaiki karakteristik morfologi usus halus, yang
selanjutnya mampu meningkatkan penyerapan makanan dan performa pencernaan
ayam broiler.

Gambar 12. Tinggi Villi ileum pada itik Pitalah

KESIMPULAN DAN SARAN


KESIMPULAN
1. Bakteri asam laktat (BAL) yang diisolasi dari dadih Nagari Batang Panjang,
Kec.Pematang Panjang, Kab. Sijunjung adalah bakteri Pediococcus
pentosaceus yang merupakan bakteri gram positif (+) dengan kemiripan
mencapai 99% dibandingkan dengan Gen Bank data melalui analisis BLAST.
2. Pemberian probiotik Pediococcus pentosaceus 2 ml mampu menurunkan
kadar kolesterol daging itik Pitalah dari 39,50 menjadi 32,19.
3. Pemberian probiotik Pediococcus pentosaceus 2 ml mampu meningkatkan
tinggi Villi illium dari 0,32 mm menjadi 0,35 mm.
SARAN
Dapat disarankan untuk pengembangan pemberian

Pediococcus

pentosaceus pada dosis 2 ml pada itik agar dapat dilakukan oleh masyarakat guna
pelestarian sumber daya genetik dengan probiotik, kemudian untuk lebih lanjut
dapat dilakukan penelitian lanjutan pada Bakteriosin dari Pediococcus
pentosaceus tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Akhadiarto, S. 2002. Kualitas fisik daging itik pada berbagai umur pemotongan.
Pusat Pengkajian dan Penerapan Teknologi Budidaya Pertanian.
BPPT.
Alam, I. P. 2007. Budidaya peking duck (Itik Peking). Pegawai Dinas Peternakan
Provinsi Jawa Barat. Jawa Barat.
Arbi, D. Tami, W. Azhari dan Dj. Dt. T. Bandaro. 1980. Pengaruh manajemen
terhadap produksi telur itik di Sumatra Barat. P3T Universitas
Andalas, Padang.
Batty, J. 1985. Domesticated Ducks and Geese. 2 nd Ed. Francier Suppliers. Ltd,
England.
Bharoto, K.D. 2001. Cara Berternak Itik. Aneka Ilmu, Semarang.
Cahyono, B. 2004. Ayam buras pedaging. Trubus Agriwidia, Semarang

Gunawan, B. 1988. Teknologi pemuliaan itik petelur Indonesia. Prosiding


Seminar Peternakan Nasional dan Forum Peternakan Unggas dan
Aneka Ternak II. BPT -Ciawi - Bogor.
Hardjosworo, P. S. 1985. Konservasi ternak asli. Fakultas Peternakan., Institut
Pertanian Bogor, Bogor.
Hetzel, D. 1984. Comperatif Performance of Intensively Managed Khaki
Champbell Native Indonesia. Trop. Anim Health Prod:16.
Hutt, F.B. 1949. Genetic of Fowl, Mc-Grow-Hill Book Company Inc, New York,
Taronto, London.
Minkema, D. 1987. Dasar Genetika dan Pembudidayaan Ternak. Bhatara Karya
Aksara, Jakarta.
Mustopa, A. 2009. Koleksi Protokol Laboratorium Virologi Molekuler. Pusat
Penelitian Bioteknologi. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia,
Bogor.
Purwati, E dan Syukur, S. 2006. Peranan pangan probiotik untuk mikroba Patogen
dan kesehatan. Dipresentasikan pada Dharma Wanita Persatuan
Propinsi Sumatera Barat, Padang, 8 Agustus 2006.
Purwati, E. Rusfidra. Armadyan. Indri, J. dan Hendri, P. 2010. Plasma Nutfah
Sumatera Barat Dadiah Sebagai Pangan Fungsional Probiotik
Menunjang Kesehatan Masyarakat. Cendekia, Bogor. ISBN 978
9791594950
Purwati, E., S. Syukur, dan Z. Hidayat. 2005. Lactobacillus sp. Isolasi dari
Biovicophitomega sebagai Probiotik. Di dalam Proceeding Lembaga
Ilmu Pengetahuan Indonesia, Jakarta 24 -25 Januari 2005.
Rasyaf. M. 2004. Beternak Ayam Kampung. Swadaya, Jakarta.
Ribison, D.W. A. 1977. The Husbandry of Alabio Duck in South Kalimantan
Swamplands, Center Report. July.
Sabrina, Husmaini dan G. Ciptaan. 2009. Pemanfaatan limbah pertanian untuk
meningkatkan produktivitas ternak itik pada Kelompok Tani Harapan
Baru Desa Jambak Pitalah Kecamatan Batipuh Kabupaten Tanah
Datar. Laporan Pengabdian Kepada Masyarakat, Fakultas Peternakan
Universitas Andalas, Padang.

Samosir, D. J. 1990. Ilmu Ternak Itik. Penerbit. Gramedia, Jakarta.


Sarengat, W. 1989. Inventarisasi nama-nama jenis berdasarkan warna bulu pada
populasi itik lokal daerah Magelang dan Tegal. Prosiding seminar
nasional

tentang

unggas

lokal.

Fak.

Peternakan

Universitas

Diponegoro, Semarang.
SHM. 2000. Prosedur Reagensia Kimia Klinik. PT. Segara Husada Mandiri,
Jakarta.
Srigandono, B. 1986. Ilmu Unggas Air.Gajah Mada University Press, Jogyakarta.
Steel, R.G.D dan J.H. Torrie. 1995. Prinsip dan Prosedur Statiska Suatu
Pendekatan Biometrik. Ed ke-2 Cet-2 Alihbahasa B. Soemantri. PT.
Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Suhaemi, Z. 2007. Tinjauan keragaman itik Pitalah berdasarkan warna bulu di
Kab.

Tanah

Datar.

Laporan

penelitian.

LP3M

Universitas

Tamansiswa, Padang.
Warwick, E. J., J. M. Astuti dan W. Harjo Subroto. 1980. Pemuliaan Ternak.
Gajah Mada University Press, Jogyakarta.
Widodo, A. D. 2003. Bioteknologi Industri Susu. Cetakan ke-1. Yogyakarta :
Lacticia Press. P 114.
Wiley. EO. 1981. Phylogenetic: The Teory and Practice of Phyligenetic
Sistematics. Jhon Wiley and sons Inc, Canada.
Yelita, Y. 1998. Pola polimorfisme protein darah itik lokal di Sumatera Barat.
Tesis. Progam Pascasarjana Universitas Andalas, Padang.

Anda mungkin juga menyukai