Tiroiditis Hashimoto
Tirotoksikosis
Anemia pernisiosa
Penyakit addison
Non-organ spesifik
Kerusakan
Penimbunan
sistemik
kompleks
dalm
ginjal,
antibodi
non-
spesifik
dan
organ
penyakit lain.
2
Miastenia gravis
Timbulnya miastenia gravis berhubungan dengan timus. Pada umumnya
penderita menunjukkan timoma atau hipertrofi timus dan bila kelenjar timus di
angkat, penyakit kadang-kadang dapat menghilang.
Tirotoksikosis
Pada tirotokosis, autoantibodi dibentuk terhadap reseptor hormon. Disini
dibentuk antibodi terhadap reseptor thyroid stimulating hormon (TSH).
Artritis reumatoid
Pada penyakit ini dibentuk imunoglobin yang berupa IgM (disebut reumatoid
factor), yang spesifik terhadap fraksi Fc dari molekul IgG. Kompleks RF dan
IgG ditimbun di sinovia sendi dan mengaktifkan komplemen yang melepas
mediator dengan sifat kemotaktik terhadap granulosit. Respon inflamasi dan
peningkatan permeabilitas vaskuler menimbulkan pembengkakan sendi.
Hashimoto thyroiditis
3
Alwi, I., Setiati, S., Setiyohadi, B., dkk. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta :
Interna Publishing
L.O.2.2. Epidemiologi
Dalam 30 tahun terakhir, systemic lupus eritomatosus (SLE) telah menjadi salah satu
penyakit reumatik utama di dunia. Prevalensi pada berbagai populasi yang berbeda-beda
bervariasi antara 2.9/100.000-400/100.000. SLE lebih sering ditemukan pada ras tertentu
seperti bangsa negro, Cina dan mungkin Filipina. Faktor ekonomi dan geografis tidak
mempengaruhi distribusi penyakit. Penyakit ini dapat ditemukan pada semua usia, tepai
paling banyak pada usia produktif. Frekuensi terkena penyakit SLE lebih banyak pada wanita
dibandingkan pria.
Alwi, I., Setiati, S., Setiyohadi, B., dkk. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta :
Interna Publishing.
L.O. 2.3. Etiologi
Etiologi SLE belum diketahui secara pasti. Faktor genetik diduga berperanan penting
dalam predisposisi penyakit ini. Interaksi antara sex, status hormonal dan aksis hipotalamushipofise-adrenal (HPA) mempengaruhi kepekaan dan ekspresi klinis SLE.
Adanya gangguan dalam mekanisme pengaturan imun seperti gangguan pembersihan
sel-sel apoptosis dan kompleks imun. Hilangnya toleransi imun, meningkatkan beban
antigenik, bantuan sel T yang berlebihan, gangguan supresi sel B dan peralihan respon imun
dari T helper 1 ke sel T helper 2 yang menyebabkan hiperaktivitas sel B dan memproduksi
autoantibodi patogenik.
Respon imun yang terpapar faktor eksternal yaitu lingkungan seperti radiasi
ultraviolet bisa menyebabkan disregulasi sistem imun.
Alwi, I., Setiati, S., Setiyohadi, B., dkk. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta :
Interna Publishing.
L.O.2.4. Patogenesis
Adanya faktor genetik memegang peranan yang penting dalam kerentanan serrta
ekpresi penyakit. Gen yang terutama berperan yang mengkode unsur-unsur sistem imun.
Diantaranya MHC tertentu terutama HLA-DR2 dan HLA-DR3 serta dengan komponen
komplemen yang berperan pada fase awal reaksi ikatan komplemen yaitu ; C1q, C1r,,C1s,C4dan
C2).
Adanya satu atau beberapa faktor pemicu yang tepat pada individu yang mempunyai
predisposisi genetik akan menghasilkan tenaga pendorong yang abnormal terhadap sel T
CD4+. Mengakibatkan hilangnya toleransi sel T autoreaktif yang akan menyebabkan induksi
serta ekspansi sel B, baik yang memproduksi autoantibodi maupun berupa sel memori.
Antibodi ini secara bersama-sama disebut ANA (antinuclear antibodi ).dengan antigennya
yang spesifik,ANA membentuk kompleks imun yang beredar dalam sirkulasi.
Kompleks imun akan mengendap pada berbagai macam organ dengan akibat
terjadinya fiksasi komplemen pada organ tersebut. Hal ini menyebabkan aktifasi komplemen
yang menghasilkan substansi penyebab radang. Reaksi radang inilah yang menyebabkan
timbul gejala pada organ yang bersangkutan seperti ginjal, sendi,pleura, pleksus koroideus ,
dan kulit.
Isbagio, H. 2006. Buku ajar Ilmu Penyakit Dalam jilid II edisi IV. Jakarta : Balai penerbit
FKUI.
L.O. 2.5 Manifestasi Klinis
Gejala konstitusional
a. Kelelahan
b. Penurunan berat badan
c. Demam
d. Hilangnya nafsu makan
e. Sakit kepala
abdominal, dispesia
Manifestasi neuropsikiatrik : sepsis, uremia, dan hipertensi berat, epilepsis, lesi batang
otak, neuropati perifer, myasthenia gravis.
Diagnosis banding :
Penatalaksanaan non-farmako :
a. Edukasi
Edukasi penderita memegang peranan penting mengingat SLE merupakan
penyakit yang kronis. Penderita perlu dibekali informasi yang cukup tentang berbagai
macam manifestasi klinis yang dapat terjadi, tingkat keparahan penyakit yang
berbeda-beda sehingga penderita dapat memahami dan mengurangi rasa cemas yang
berlebihan. Pada wanita usia reproduktif sangat penting diberikan pemahaman bahwa
bila akan hamil maka sebaiknya kehamilan direncanakan saat penyakit sedang remisi,
sehingga dapat mengurangi kejadian flare up dan risiko kelainan pada janin maupun
penderita selama hamil.
b. Dukungan sosial dan psikologis.
Hal ini bisa berasal dari dokter, keluarga, teman maupun mengikut sertakan peer
group atau support group sesama penderita lupus. Di Indonesia ada 2 organisasi
pasien Lupus, yakni care for Lupus SD di Bandung dan Yayasan Lupus Indonesia di
Jakarta. Mereka bekerjasama melaksanakan kegiatan edukasi pasien dan masyarakat
mengenai lupus. Selain itu merekapun memberikan advokasi dan bantuan finansial
untulk pasienyang kurang mampu dalam pengobatan.
c. Istirahat
Penderita SLE sering mengalami fatigue sehingga perlu istirahat yang cukup, selain
perlu dipikirkan penyebab lain seperti hipotiroid, fibromialgia dan depresi.
d. Tabir surya
Pada penderita SLE aktifitas penyakit dapat meningkat setelah terpapar sinar
matahari, sehingga dianjurkan untuk menghindari paparan sinar matahari yang
berlebihan dan menggunakan tabir surya dengan SPF > 30 pada 30-60 menit sebelum
terpapar, diulang tiap 4-6 jam.
e. Monitor ketat
Penderita SLE mudah mengalami infeksi sehingga perlu diwaspadai bila terdapat
demam yang tidak jelas penyebabnya. Risiko infeksi juga meningkat sejalan dengan
pemberian obat immunosupresi dan kortikosteroid. Risiko kejadian penyakit kejadian
kardiovaskuler, osteoporosis dan keganasan juga meningkat pada penderita SLE,
sehingga perlu pengendalian faktor risiko seperi merokok, obesitas, dislipidemia dan
hipertensi.
Penatalaksanaan secara farmakologis :
a. Siklofosfamid
9
MMF merupakan inhibitor reversibel inosine monophosphate dehydrogenase, yaitu suatu enzim
yang penting untuk sintesis purin. MMF akan mencegah proliferasi sel B dan T serta mengurangi
ekspresi molekul adhesi. MMF secara efektif mengurangi proteinuria dan memperbaiki kreatinin
serum pada penderita SLE dan nefritis yang resisten terhadap siklofosfamid.
Efek samping yang terjadi umumnya adalah leukopenia, nausea dan diare. Kombinasi MMF
dan Prednison sama efektifnya dengan pemberian siklosfosfamid oral dan prednison yang dilanjutkan
dengan azathioprine dan prednisone. MMF diberikan dengan dosis 500-1000 mg dua kali sehari
sampai adanya respons terapi dan dosis obat disesuaikan dengan respons tersebut. Pada penderita SLE
dengan nefropati lupus yang mengalami kehamilan obat golongan ini sebaiknya dihindarkan.
c.
Azathioprine
Azathioprine adalah analog purin yang menghambat sintesis asam nukleat dan mempengaruhi fungsi
imun seluler dan humoral. Pada SLE obat ini digunakan sebagai alternatif siklofosfamid untuk
pengobatan lupus nefritis atau sebagai steroid sparing agent untuk manifestasi non renal seperti
miositis dan sinovitis yang refrakter.
Pemberian mulai dengan dosis 1,5 mg/kgBB/hari, jika perlu dapat dinaikkan dengan interval
waktu 8-12 minggu menjadi 2,5-3 mg/kgBB/hari dengan syarat jumlah leukosit > 3500/mm3 dan
metrofil > 1000. Jika diberikan bersamaan dengan allopurinol maka dosisnya harus dikurangi menjadi
60-75%.
Efek samping yang terjadi lebih kuat dibanding siklofosfamid, yang biasanya terjadi yaitu
supresi sumsum tulang dan gangguan gastrointestinal. Azathioprine juga sering dihubungkan dengan
hipersensitifitas dengan manifestasi demam, ruam di kulit dan peningkatan serum transaminase.
10
Methotrexate
Methotrexate diberikan dengan dosis 15-20 mg peroral satu kali seminggu, dan terbukti efektif
terutama untuk keluhan kulit dan sendi. Efek samping yang biasa terjadi adalah peningkatan serum
transaminase, gangguan gastrointestinal, infeksi dan oral ulcer, sehingga perlu dimonitor ketat fungsi
hati dan ginjal. Pada penderita SLE dengan nefropati lupus yang mengalami kehamilan obat
golongan ini sebaiknya dihindarkan.
f.
Siklosporin
Pemberian siklosporin dosis 2,5-5 mg/kgBB/hari pada umumnya dapat ditoleransi dan
menimbulkan perbaikan yang nyata terhadap proteinuria, sitopenia, parameter imunologi (C3, C4,
anti-ds DNA) dan aktifitas penyakit.
Jika kreatinin meningkat lebih dari 30% atau timbul hipertensi maka dosisnya harus disesuaikan
efek samping yang sering terjadi adalah hipertensi, hiperplasia gusi, hipertrikhosis, dan peningkatan
kreatinin serum. Siklosporin terutama bermanfaat untuk nefritis membranosa dan untuk sindroma
nefrotik yang refrakter, sehingga monitoring tekanan darah dan fungsi ginjal harus dilakukan secara
rutin. Siklosporin A dapat diberikan pada penderita nefropati lupus yang hamil, diberikan dengan
dosis 2 mg/kgBB/hari karena relatif aman.
Hormon Seks
Bromokriptin yang secara selektif menghambat hipofise anterior untuk mensekresi prolaktin
terbukti bermanfaat mengurangi aktifitas penyakit SLE. Dehidroepiandrosteron (DHEA)
bermanfaat untuk SLE dengan aktifitas ringan sampai sedang. Danazole (sintetik steroid)
dengan dosis 400-1200 mg/hari bermanfaatuntuk mengontrol sitopenia autoimun terutama
trombositopeni
dan
anemia
hemolitik. Estrogen
replacement
therapy (ERT)
dapat
dipertimbangkan pada pasien-pasien SLE yang mengalami menopause, namun masih terdapat
perdebatan mengenai kemampuan kontraseptif oral atau ERT dalam menimbulkan flare
SLE. Untuk itu terapi ini harus ditunda pada pasien dengan riwayat trombosis.
Kortikosteroid
11
Kortikosteroid efektif untuk menangani berbagai macam manifestasi klinis SLE. Sediaan
topikal atau intralesi digunakan untuk lesi kulit, sediaan intra artikular digunakan untuk
artritis, sedangkan sediaan oral atau parenteral untuk kelainan sistemik. Pemberian per oral
dosisnya bervariasi dari 5-30 mg prednison (metilprednisolon) per hari secara tunggal atau
dosis terbagi, efektif untuk mengobati keluhan konstitusional, kelainan kulit, arthritis dan
serositis.
Seringkali
kortikosteroid
diberikan
bersamaan
dengan
antimalaria
atau
imunomodulator dengan tujuan untuk mendapatkan induksi yang cepat kemudian diturunkan
dosisnya. Adanya keterlibatan organ penting seperti nefritis, cerebritis, kelainan hematologi
atau vaskulitis sistemik, umumnya memerlukan prednison dosis tinggi (1-2 mg/kgBB/hari).
Kortikosteroid parenteral juga dapat digunakan pada keadaan yang sangat berat, mengancam
jiwa, dengan dosis metilprednisolon bolus 1000 mg selama 3 hari berturut-turut.
Efek yang tidak dikehendaki pada pemberian glukokortikoid lama antara lain habitus
cushingoid, peningkatan berat badan, hipertensi, infeksi, fragilitas kapiler, akne, hirsutism,
percepatan osteoporosis, nekrosis iskemi tulang, katarak, glaucoma, diabetes mellitus,
myopati, hipokalemia, menstruasi yang tidak teratur, iritabilitas, insomnia, dan psikosa. Oleh
karenanya setelah aktifitas penyakit terkontrol, dosis kortikosteroid harus segera diturunkan
atau kalau mungkin dihentikan atau diberikan dalam dosis terkecil selang sehari.
Untuk meminimalisasi osteoporosis, dapat diberikan suplemen kalsium 1000 mg/ hari pada
pasien dengan eksresi kalsium urin 24 jam lebih dari 120 mg. Diberikan pula vitamin D
50.000 unit 1-3 kali seminggu (monitor hiperkalsemia). Dalam mencegah osteoporosis dapat
pula diberikan kalsitonin dan bifosfonat (alendronat, didronel atau actonel). Kortikosteroid
pada umumnya dapat ditoleransi dengan baik selama kehamilan meskipun dapat
menimbulkan eksaserbasi diabetes dan hipertensi. Tidak terdapat bukti bahwa kortikosteroid
menyebabkan defek kongenital tetapi mungkin dapat menyebabkan berat badan bayi lahir
rendah dan ketuban pecah dini.
NSAID (Non Steroid Anti Inflammatory Drug)
NSAID digunakan untuk mengatasi keluhan nyeri muskuloskeletal, pleuritis,
perikarditis dan sakit kepala. Efek samping NSAID pada ginjal, hati, sistem saraf pusat harus
dibedakan dengan aktifitas lupus yang menghebat. Adanya proteinuria yang baru timbul atau
perburukan fungsi ginjal dapat disebabkan oleh aktifitas SLE atau efek NSAID. NSAID juga
dapat menyebabkan meningitis aseptik, sakit kepala, psikosis dan gangguan kognitif,
meningkatkan serum transaminase secara reversibel. Gangguan gastrointestinal merupakan
efek samping paling sering ditimbulkan oleh inhibitor COX non-selektif. Inhibitor COX-2
selektif lebih sedikit efek sampingnya pada gastrointestinal. Pada penderita SLE dengan
12
nefropati lupus yang mengalami kehamilan obat golongan ini sebaiknya dihindarkan karena
dapat mengakibatkan kelainan kongenital dan dieksresikan dalam air susu.
Plasmaferesis
Peranan plasmaferesis pada nefropati lupus masih kontroversi. Indikasinya adalah kasus
lupus
disertai
krioglobulinemia,
sindroma
hiperviskositas
dan
TTP
(Thrombotyc
Thrombocytopenic Purpura).
Immunoglobulin Intravena
Immunoglobulin intravena (IV Ig) adalah imunomodulator dengan mekanisme kerja yang
luas, meliputi blokade reseptor Fc, regulasi komplemen dan sel T. Tidak seperti
immunosupresan, IV Ig tidak mempunyai efek meningkatkan risiko terjadinya infeksi. Dosis
400 mg/kgBB/hari selama 5 hari berturut-turut memberikan perbaikan pada trombositopeni,
artritis, nefritis, demam, manifestasi kulit dan parameter immunologis. Efek samping yang
terjadi adalah demam, mialgia, sakit kepala dan artralgia, serta kadang meningitis aseptik.
Kontraindikasi diberikan pada penderita SLE dengan defisiensi IgA.
http://internershs.com. Diagnosis dan Penatalaksanaan Lupus Eritematosus Sistemik
L.O. 2.8. Prognosis
Beberapa tahun terakhir ini prognosis lupus semakin membaik, banyak penderita yang
menunjukkan penyakit yang ringan. Wanita hamil penderita lupus dapat bertahan sampai melahirkan
bayi yang normal. Angka harapan hidup 10 tahun meningkat sampai 85%. Prognosis yang paling
buruk ditemukan pada penderita yang mengalami kelainan otak, paru-paru, jantung dan penyakit
jantung yang berat.
L.I. 3. Memahami dan mempelajari pemeriksaan fisik dan penunjang untuk systemic lupus
eritematosus.
L.O.3.1. Menjelaskan pemeriksaan fisik
Ada beberapa pemeriksaan laboratorium yang dapat membantu dokter untuk membuat
diagnosa SLE , yaitu :
13
pada banyak keadaan, oleh karenaitu dalam pemeriksaan ANA harus di dukung dengan catat
an kesehatan pasien serta gejala-gejala klinis lainnya.
Karena itu apabila hasil tes laboratorium ANA positif (hanya ANA saja) tidak cukup untuk
mendiagnosa lupus. Lain halnya jika ANA negatif merupakan bantahan terhadap lupusakan
tetapi tidak sepenuhnya mengesampingkan adanya penyakit tersebut.
Bagaimanapun juga jika hasil pemeriksaan ANA positif, bukanlah bukti keberadaan Lupus,
karena hasil pemeriksaan juga bisa positif terhadap :
Orang - orang dengan penyakit jaringan connective lainnya.
Pasien yang sedang diobati dengan obatobatan tertentu, misal menggunakan obatprokrainamid, hidralazin, isoniazid
klorpromazin. dan
Orang-orang dengan kondisi selain dari lupusseperti skeloderma, sjogrenssyndrome,
rematik arthritis, penyakit kelenjar gondok (thyroid), penyakit hati (liver).
http://mandumna.webuda.com/1_30_8-Pemeriksaan-Laboratorium.htm
L.I.4. Memahami dan mempelajari sabar dalam mengahadapi musibah dalam perspektif
Islam.
L.O.4.1. Menjelaskan sabar
Ash-Shabr (sabar) secara bahasa artinya al-habsu (menahan), dan diantara yang
menunjukkan pengertiannya secara bahasa adalah ucapan: qutila shabran yaitu dia terbunuh
dalam keadaan ditahan dan ditawan. Sedangkan secara syariat adalah menahan diri atas tiga
perkara: yang pertama: (sabar) dalam mentaati Allah, yang kedua: (sabar) dari hal-hal yang
Allah haramkan, dan yang ketiga: (sabar) terhadap taqdir Allah yang menyakitkan.
Ayat Al-Quran :
Hai orang-orang yang beriman, bersabarlah kalian dan kuatkanlah kesabaran kalian dan tetaplah
bersiap siaga (di perbatasan negeri kalian) dan bertakwalah kepada Allah supaya kalian beruntung.
(Aali Imraan:200)
Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah yang dicukupkan pahala mereka tanpa batas.
(Az-Zumar:10)
Hadist :
Sabar yang sebenarnya ialah sabar pada saat bermula (pertama kali) tertimpa musibah. (H.R.
Bukhari)
15
Dari Suhaib ra, bahwa Rasulullah SAW bersabda, Sungguh menakjubkan perkaranya orang
yang beriman, karena segala urusannya adalah baik baginya. Dan hal yang demikian itu tidak
akan terdapat kecuali hanya pada orang mumin: yaitu jika ia mendapatkan kebahagiaan, ia
bersyukur karena (ia mengetahui) bahwa hal tersebut merupakan yang terbaik untuknya. Dan
jika ia tertimpa musibah, ia bersabar, karena (ia mengetahui) bahwa hal tersebut merupakan
hal terbaik bagi dirinya. (H.R. Muslim)
http://wikaprima.wordpress.com/2011/07/21/sabar-menurut-alquran-dan-hadits/
http://yasirmaster.blogspot.com/2011/06/ayat-ayat-al-quran-tentang-sabar.html
16