PENDAHULUAN
disertai trauma yang jelas maupun fraktur yang terjadi tanpa disertai trauma
yang jelas (Djokomoeljanto, 2003).
BAB II
OSTEOPOROSIS
1. Definisi
Osteoporosis adalah penyakit tulang sistemik yang ditandai oleh
penurunan densitas masa tulang dan perburukan mikroarsitektur tulang
sehingga tulang menjadi mudah patah dan rapuh ( setiyohadi, 2006).
Osteoporosis merupakan penyakit metabolik tulang atau disebut juga
penyakit tulang rapuh atau tulang keropos. Osteoporosis diistilahkan juga
dengan penyakit silent epidemic karena sering tidak memberikan gejala
hingga akhirnya terjadi fraktur (patah) (Dalimartha, 2002).
2. Etiologi
Ada 2 penyebab utama osteoporosis, yaitu pembentukan massa puncak
tulang yang selama masa pertumbuhan dan meningkatnya pengurangan massa
tulang setelah menopause. Massa tulang meningkat secara konstan dan
mencapai puncak sampai usia 40 tahun, pada wanita lebih muda sekitar 30-35
tahun. Walaupun demikian tulang yang hidup tidak pernah beristirahat dan
akan selalu mengadakan remodelling dan memperbaharui cadangan
mineralnya sepanjang garis beban mekanik. Faktor pengatur formasi dan
resorpsi tulang dilaksanakan melalui 2 proses yang selalu berada dalam
keadaan seimbang dan disebut coupling. Proses coupling ini memungkinkan
aktivitas formasi tulang sebanding dengan aktivitas resorpsi tulang. Proses ini
berlangsung 12 minggu pada orang muda dan 16-20 minggu pada usia
menengah atau lanjut. Remodelling rate adalah 2-10% massa skelet per tahun
3
vitamin D dan umur. Didalam darah absorpsi tergantung kadar protein tubuh,
yaitu albumin, karena 50% kalsium yang diserap oleh tubuh terikat oleh
albumin, 40% dalam bentuk kompleks sitrat dan 10% terikat fosfat
(Sinnathamby, 2010).
Riwayat keluarga
3. Lingkungan
Defisiensi kalsium
Obat-obatan
(kortikosteroid,
anti
konvulsan,
heparin,
siklosporin)
Merokok, alkohol
Kelainan neuromuscular
Gangguan penglihatan
Gangguan keseimbangan
Hiperparatiroidisme
Malabsorpsi
4. Klasifikasi Osteoporosis
1. Osteoporosis primer
a. Osteoporosis primer tipe 1 adalah osteoporosis pasca menopause.
Pada masa menopause, fungsi ovarium menurun sehingga produksi
dan
pembentukan
mengalami
ketidakseimbangan.
osteoporosis
yang
penyebabnya
tidak
sekunder
terjadi
kerana
adanya
Tipe 1
50-75
Tipe 2
>70
Perempuan:laki-laki
6:1
2:1
Born turnover
Tinggi
Rendah
Lokasi fraktur
Fungsi paratiroid
Menurun
Meningkat
Efek esterogen
Terutama skeletal
Terutama ekstraskeletal
Etiologi utama
Defisiensi esterogen
5.
terbanyak
Patogenesis
Pembentukan ulang tulang adalah suatu proses yang
terus menerus. Pada osteoporosis, massa tulang berkurang,
yang menunjukkan bahwa laju resorpsi tulang pasti
yang
paling
banyak
terdiri
dari
kristal
proteolipid
tulang
dan
fosfoprotein
tulang.
(Djokomoeljanto, 2003).
Tanpa matriks tulang yang berfungsi sebagai
perancah, proses mineralisasi tulang tidak mungkin dapat
berlangsung. Matriks tulang merupakan makromolekul
yang sangat bersifat anionik dan berperan penting dalam
proses kalsifikasi dan fiksasi kristal hidroksi apatit pada
serabut kolagen. Matriks tulang tersusun sepanjang garis
dan beban mekanik sesuai dengan hukum Wolf, yaitu setiap
perubahan fungsi tulang akan diikuti oleh perubahan
10
Selain
peningkatan
aktivitas
osteoklas,
menopouse
juga
11
6. Gambaran Klinis
Osteoporosis dapat berjalan lambat selama beberapa dekade, hal
ini disebabkan karena osteoporosis tidak menyebabkan gejala fraktur
tulang. Beberapa fraktur osteoporosis dapat terdeteksi hingga beberapa
12
tahun kemudian. Tanda klinis utama dari osteoporosis adalah fraktur pada
vertebra, pergelangan tangan, pinggul, humerus, dan tibia. Gejala yang
paling lazim dari fraktur korpus vertebra adalah nyeri pada punggung dan
deformitas pada tulang belakang. Nyeri biasanya terjadi akibat kolaps
vertebra terutama pada daerah dorsal atau lumbal. Secara khas awalnya
akut dan sering menyebar kesekitar pinggang hingga kedalam perut. Nyeri
dapat meningkat walaupun dengan sedikit gerakan misalnya berbalik
ditempat tidur. Istirahat ditempat tidaur dapat meringankan nyeri untuk
sementara, tetapi akan berulang dengan jangka waktu yang bervariasi.
Serangan nyeri akut juga dapat disertai oleh distensi perut dan ileus (Broto,
2004).
Tulang normal
13
Osteoporosis
Gambar 2. Potongan transversal tulang
(sumber : http://medlib.med.utah.edu/, 2011)
7. Diagnosis
Diagnosis osteoporosis umumnya secara klinis sulit dinilai, karena
tidak ada rasa nyeri pada tulang saat osteoporosis terjadi walau osteoporosis
lanjut. Khususnya pada wanita-wanita menopause dan pasca menopause,
rasa nyeri di daerah tulang dan sendi dihubungkan dengan adanya nyeri
akibat defisiensi estrogen. Masalah rasa nyeri jaringan lunak (wallaca
tahun1981) yang menyatakan rasa nyeri timbul setelah bekerja, memakai
14
baju, pekerjaan rumah tangga, taman, dan lain-lain. Jadi secara anamnesa
mendiagnosis osteoporosis hanya dari tanda sekunder yang menunjang
terjadinya osteoporosis seperti (Lane, 2003)
Penyakit-penyakit
yang
diderita
selama
masa
reproduksi,
klimakterium.
8. Pemeriksaan Fisik
Tinggi badan dan berat badan harus diukur pada setiap penderita
osteoporosis. Demikian juga gaya berjalan penderita osteoporosis,
deformitas tulang, nyeri spinal. Penderita dengan osteoporosis sering
menunjukkan kifosis dorsal atau gibbus dan penurunan tinggi badan
(Setyohardi, 2006).
9. Pemeriksaan Penunjang
15
Pemeriksaan radiologi
Gambaran radiologik yang khas pada osteoporosis adalah penipisan
korteks dan daerah trabekuler yang lebih lusen. Hal ini akan tampak pada
tulang-tulang vertebra yang memberikan gambaran picture-frame vertebra.
(Setyohardi,, 2006)
Pemeriksaan Densitas Massa tulang (Densitometri)
Densitas massa tulang berhubungan dengan kekuatan tulang dan resiko
fraktur. Secara umum setiap terjadi penurunan densitas tulang sebesar 1
standar deviasi di bawah rata-rata densitas mineral tulang orang dewasa
muda
akan
meningkatkan
terjadinya
fraktur
sebanyak
2-3
kali.
(setyohardi,2006)
Berbagai metode yang dapat digunakan untuk menilai masa tulang
adalah single photon absorptiometry (SPA) dan single energy X-ray
absorptiometry (SPX) lengan bawah dan tumit; dual-photon absorptiometri
(DPA) dan dual-energy X-ray absorptiometry (DPX) lumbal dan proximal
femur; dan quantitative computed tomography (QCT) (Setyohardi, 2006).
untuk menilai hasil pemeriksaan Densitometri tulang, digunakan
kriteria kelompok kerja WHO, yaitu:
1. Normal bila densitas massa tulang di atas -1 SD rata-rata nilai densitas
massa tulang orang dewasa muda (T-score)
2. Osteopenia bila densitas massa tulang diantara -1 SD dan -2,5 SD dari
T-score.
16
Rendah
Rendah
Sedang
<-2,5
Tinggi
tanpa
fraktur
<-2,5
dengan
fraktur
10. Penatalaksanaan
Terapi pada osteoporosis harus mempertimbangkan 2 hal, yaitu terapi
pencegahan yang pada umumnya bertujuan untuk menghambat hilangnya
massa tulang. Dengan cara yaitu memperhatikan faktor makanan, latihan
fisik ( senam pencegahan osteoporosis), pola hidup yang aktif dan paparan
sinar ultra violet. Selain itu juga menghindari obat-obatan dan jenis
makanan yang merupakan faktor resiko osteoporosis seperti alkohol, kafein,
diuretika, sedatif, kortikosteroid (Broto, 2004). Selain pencegahan, tujuan
terapi osteoporosis adalah meningkatkan massa tulang.
Osteoporosis dapat
18
19
20
risiko
patah
tulang.
Raloksifen
merupakan
obat
21
BAB III
RINGKASAN
22
DAFTAR PUSTAKA
1. Broto, R. 2004. Manifestasi Klinis dan Penatalaksanaan Osteoporosis.
Dexa Media No. 2 Vol 17: 47 57
2. Dalimartha, S, 2002. Resep Tumbuhan
Osteoporosis. Penebar Swadaya. Jakarta.
Obat
Untuk
Penderita
10. Sudoyo, Setiyohardi, Alwi, Simadibrata, Setiati. 2006. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam . Jilid II. Edisi IV. Jakarta: FKUI.
11. Wirakusmah, E.S., 2007. Mnecegah Osteoporosis Lengkar Dengan 39 Jus
dan 38 Resep. Available at url : http://books.google.co.id/books?
id=voPEmYEwjXwC&pg=PA1&dq=osteoporosis#PPP1M1.[Diskses
5
agustus 2012]
23