PENDAHULUAN
Sendi temporomandibula terdiri dari prosesus kondilus merupakan bagian
yang bergerak dan berartikulasi dengan eminensia artikular yang membentuk
aspek anterior dari fossa glenoid . Dalam keadaan normal, saat membuka mulut,
kondilus berputar terhadap diskus dan akan bergeser ke anterior dan ke bawah
sepanjang eminensia artikularis (rotasi), selanjutnya diskus akan bergeser
mengikuti gerakan kepala kondilus, gerakan ini yang disebut dengan translasi.
Dislokasi temporomandibula merupakan salah satu gangguan sendi
temporomandibula yang paling dini digambarkan dalam literatur. Pada abad ke-5
SM, Hippocrates menggambarkan kondisi dan penatalaksanaan kasus ini. Kasus
ini merupakan pergerakan kedepan yang eksesif dari kondilus, sehingga kondilus
bergeser ke anterior eminensia artikularis dan terfiksasi karena spasme otot-otot
pengunyahan.
Dislokasi harus direduksi secepat mungkin sebelum terjadi spasme otot
yang berat. Reduksi dapat dilakukan secara manual dengan menekan mandibula
ke bawah untuk menarik otot levator dan selanjutnya ke belakang untuk
meletakkan kembali kondilus di dalam fosa. Metode reduksi yang diperkenalkan
oleh Hippocrates masih digunakan hingga saaat ini. Penatalaksanaan dengan cara
bedah diindikasi untuk dislokasi yang long-standing dan kronik, tetapi jarang
untuk dislokasi akut, yang baru terjadi pertama kali.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. ANATOMI
Sendi temporomandibula merupakan struktur anatomis yang rumit karena
berhubungan dengan pengunyahan, penelanan, bicara dan postur kepala. Sendi ini
terdiri dari prosesus kondilus yang merupakan bagian bergerak dan berartikulasi
dengan eminensia artikularis yang membentuk aspek anterior dari fossa
glenoidalis. Diantara struktur tulang tersebut terdapat meniscus artikularis (diskus
artikularis) yang terbentuk dari jaringan ikat fibrous yang avaskuler dan tanpa
persyarafan. Sendi terbagi menjadi dua kavitas yang yaitu kavitas superior yanf
terletak antara fossa mandibula dan permukaan superior diskus, dan kavitas
inferior yang terletak antara kondilus mandibula dan permukaan inferior diskus.
Permukaan dalam kavitas dikelilingi lapisan synovial yang menghasilkan cairan
sinovial dan mengisi kedua kavitas sendi. Secara lebih jelas anatomi sendi
temporomandibula dapat dilihat pada gambar 1 di bawah ini.
Pergerakan mandibula di sekitar aksis frontal terjadi ketika satu kondilus bergerak
ke anterior
b. Pergerakan Translasi
Translasi dapat didefinisikan sebagai pergerakan dimana setiap titik dari objek
yang bergerak secara simultan mempunyai kecepatan dan arah yang sama. Pada
sistem mastikasi, translasi terjadi ketika mandibula bergerak maju seperti pada
protrusi. Baik gigi, kondiulus dan ramus semuanya bergerak pada arah yang sama
ke derajat yang sama.
Translasi terjadi pada kavitas superior dari sendi, di antara permukaan superior
diskus artikularis dan permukaan inferior dari fosa artikularis. (antara kompleks
diskus kondilus dan fosa artikularis)
Selama pergerakan normal dari mandibula, baik rotasi dan translasi terjadi secara
simultan. Dengan kata lain, ketika mandibula berotasi pada satu atau lebih aksis,
setiap aksis bertranslasi (berubah orientasinya)
E. Epidemiologi
Dislokasi mandibular merupakan keluhan yang jarang pada bagian gawat
darurat. Sebuah penelitian melaporkan dislokasi TMJ terjadi sebanyak 37 kasus
pada periode 7 tahun, pada sebuah rumah sakit dengan 100.000 kasus emergensi
per tahun. Dislokasi mandibula anterior merupakan yang paling sering terjadi dan
biasanya akibat penyebab nontraumatik.
Pada sebuah penelitian terhadap 96 kasus dislokasi TMJ, didapatkan
bahwa dislokasi akut merupakan yang paling sering terjadi (47,9%), diikuti oleh
dislokasi kronik (30,2%), dan dislokasi kronik rekuren (21,9%). Penyebab
dislokasi yang tersering ialah menguap terlalu lebar (45,8%), diikuti oleh
kecelakaan lalu lintas (13,5%). Jenis dislokasi yang paling sering terjadi adalah
dislokasi anterior bilateral (89,6%).
F. Diagnosis
1. Anamnesis
Anamnesis kronologis dan komprehensif dan
pemeriksaan fisik pasien, meliputi anamnesis dan
7
2. Pemeriksaan Fisik
a. Observasi
Postur kepala saat menghadap ke depan (dapat menunjukkan dislokasi
kondilus posterior)
Maloklusi rahang, gigi abnormal, dan gigi yang copot
Ketegangan otot atau spasme otot leher ipsilateral
b. Pemeriksaan
Rentang gerakan sendi. Pemeriksa memeriksa
pembukaan dan penutupan rahang serta deviasi lateral
bilateral. Rentang normal gerakan untuk pembukaan
mulut adalah 5 cm dan gerakan lateral mandibula
adalah 1 cm. Pasien sering mengurangi pembukaan
mulut.
dipalpasi baik pada posisi terbuka maupun tertutup dan baik lateral
maupun posterior. Saat palpasi, pemeriksa sebaiknya merasakan
spasme otot, konsistensi otot atau sendi, dan bunti sendi. Otot yang
dipalpasi sebagai bagian dari pemeriksaan TMJ lengkap yaitu
masseter, temporalis, pterygoid medial, pterygoid lateral, dan
sternokleidomastoid. Pada disfungsi dan nyeri miofasial terisolasi,
klik dan kelembutan sendi bisanya tidak ditemukan.2
3. Pemeriksaan Penunjang
1. Sinar X
Secara umum, sinar x pada daerah gigi dan mulut dapat dibagi menjadi
dua golongan:
a. Sinar X intraoral
Sinar X intraoral merupakan sinar X dental yang paling umum
digunakan. Alat ini memberikan detail dan gambaran kavitas,
memeriksa kesehatan akar gigi dan tulang di sekitar gigi, memeriksa
status perkembangan gigi dan memantau kesehatan umum dari tulang
dan rahang.
i. Bitewing
Pada pemeriksaan ini pasien menggigit suatu paper tab dan
menunjukkan bagian mahkota pada gigi atas dan gigi bawah
bersama
ii. Periapikal
Periapikal menunjukkan satu atau dua gigi yang lengkap mulai dari
mahkota hingga akar.
iii. Palatal (disebut juga oklusal)
Sinar x palatal atau oklusal menangkap keseluruhan gigi atas dan
bawah pada satu tembakan sementara film diletakkan pada
permukaan gigitan dari gigi.
b. Sinar X ekstraoral
Sinar X ekstraoral menunjukkan gigi, tetapi fokus utamanya adalah
rahang dan tengkorak. Alat yang termasuk golongan ini tidak
menyediakan detail yang ditemukan pada sinar X intraoral sehingga
tidak digunakan untuk mendeteksi kavitas atau mengidentifikasi
masalah gigi per gigi. Alat ini digunakan untuk melihat gigi impaksi,
10
memantau tumbuh-kembang rahang dalam hubungannya dengan gigigeligi dan mengidentifikasi masalah potensial antara gigi dan rahang
beserta TMJ.
i. Panoramik
Sinar x panoramik membutuhkan suatu alat khusus untuk berotasi
mengelilingi kepala. Sinar x menangkap keseluruhan rahang dan
gigi-geligi dalam satu tembakan. Alat ini digunakan untuk
merencanakan terapi bagi implan gigi, memeriksa gigi geraham
bungsu, dan mendeteksi masalah rahang. Panoramik tidak bagus
dalam mendeteksi kavitas, kecuali kerusakannya sangat parah dan
dalam.
ii. Tomogram
Tomogram menunjukkan lapisan khusus atau potongan dari mulut
sementara yang lain dibuat buram. Jenis sinar X ini bermanfaat
untuk memeriksa struktur yang sulit dilihat secara jelas, misalnya
karena struktur lainnya sangat dengan dengan struktur yang akan
dilihat.
iii. Proyeksi Sefalometri
Menunjukkan keseluruhan sisi kepala. Jenis sinar X ini bermanfaat
untuk memeriksa gigi-geligi dengan hubungan terhadap rahang dan
profil individu. Ahli ortodonti menggunakan jenis sinar X ini untuk
mengembangkan rencana terapi ini.
iv. Sialografi
Sialografi melibatkan visualisasi kelenjar saliva setelah injeksi
pewarnaan. Pewarnaannya disebut agen kontras radioopak yang
diinjeksikan menuju kelenjar saliva sehingga organ tersebut dapat
dilihat melalui film sinar X.
2. Computed Tomography
Disebut juga CT-scan. menunjukkan struktur interior tubuh sebagai
gambaran tiga dimensi. Jenis sinar x ini digunakan untuk mengidentifikasi
masalah pada tulang wajah, seperti tumor atau fraktur.
3. MRI (Magnetic Ressonance Image)
11
MRI baik untuk menunjukkan delineasi dari posisi diskus dan jaringan
lunak dari TMJ. Perforasi diskus dan adhesi sendi tidak dapat ditunjukkan
oleh MRI
G. Penatalaksanaan
Dislokasi harus direduksi secepat mungkin sebelum terjadi spasme yang
berat dari otot masseter dan pterygoid . Reduksi dapat dilakukan secara manual
dengan jari pada gigi molar bawah yang menekan mandibula ke bawah untuk
menarik otot levator dan selanjutnya ke belakang untuk meletakkan kembali
kondilus di dalam fosa (Gambar 3). Pada umumnya prosedur ini dapat dilakukan
tanpa membutuhkan anestesi jika dilakukan secepatnya. Pada kasus dimana telah
terdapat spasme otot yang berat karena keterlambatan mereduksi, prosedur ini
sebaiknya dilakukan dengan bantuan anestesi lokal yang disuntik kedalam sendi
dan otot pterigoid lateral, atau dengan pemberian diazepam intravena untuk
menghilangkan spasme otot dan mengurangi nyeri,(Gambar 4). Apabila cara
tersebut tidak efektif, dapat menggunakan anestesi umum untuk mendapatkan
relaksasi yang memadai.
12
13
14
15
. Dari banyak prosedur yang saat ini digunakan oleh ahli bedah, down-
16
17
18
BAB III
KESIMPULAN
Dislokasi temporomandibula merupakan salah satu gangguan sendi
temporomandibula yang paling dini digambarkan dalam literatur. Kasus ini
merupakan pergerakan kedepan yang eksesif dari kondilus, sehingga kondilus
19
20
DAFTAR PUSTAKA
1. Tucker MR & Ochs MW. 2003. Management of Temporomandibular
Disorders, In : Peterson LJ et al, Contemporary Oral and Maxillofacial
Surgery, 4th ed, St Louis. Mosby Company
2. Keith D.A, 1998. Surgery of the Temporomandibular Joint. Boston,
Blackwell Scientific Pub.
3. Okeson JP. 1995. Nonsurgical Treatment of Internal derangements, In :
Daniel M et al, Oral and Maxillofacial Surgery Clinics os North
America,vol 7, 1995, WB Saunders Co.
4. Merrill, R.G. 1988. Mandibular Dislocation. In: Keith, D.A (Ed). Surgery
of The Temporomandibular Joint. 4th ed. Boston: Blackwell Scientific
Publications
5. Norman, J.E. 1990. Dislocation. In: Norman, J.E and Bramley, P. (Ed). A
Textbook and Colour Atlas of The Temporomandibular Joint. DiseaseDisorders-Surgery. London: Wolf Medical Publications.
6. Vasconcelos BC, Porto GG, Lima FT: Treatment of chronic mandibular
dislocations using miniplates: follow-up of 8 cases and literature review.
Int J Oral Maxillofac Surg 2009, 38:933-936
7. Sarnat, B.G and Laskin, D.M. 1992. Surgical Considerations. In: Sarnat,
B.G and Laskin, D.M. (Ed). The Temporomandibular Joint: A Biological
Basis For Clinical Practise. 4th ed. Philadelphia: W.B. Saunders
8. Singh V., Verma A., Kumar I., Bhagol : Reconstruction of ankylosed
temporomandibular joint: Sternoclavicular grfating as an approach to
management. Int. J. Oral Maxillofacial. Surg. 2011; 40: 260-265
9. Miloro M, et. al. Petersons Principles of Oral and Maxillofacial Surgery.
2004. 2nd edition. Canada: BC Decker Inc
10.Rose, L, Hendler, BH, Amsterdam, JT. Temporal mandibular
disorders and odontic infections. Consult 1982; 22:110.
11. Undt, G., Kermer, C., and Rasse, M. 1997. Treatment of Recurrent
Dislocation of The Temporomandibular Joint, Part II : Eminectomy. Int. J.
Oral Maxillofac. Surg. 26:98-102.
REFERAT
21
DISLOKASI MANDIBULA
DISUSUN OLEH:
RAJA RIJAL EFENDI NASUTION
( 09310188 )
DOKTER PEMBIMBING
dr.David Tambun,Sp.B
22
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas rahmat dan karunia-Nya, sehingga
referat ini yang berjudul DISLOKASI MANDIBULA dapat diselesaikan.
Tujuan dari penulisan referat ini adalah sebagai salah satu syarat dalam kegiatan
Kepaniteraan Klinik Senior dibagian Ilmu Bedah RSUD Dr.RM.Djoelham Binjai.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada dr.David Tambun,Sp.B
selaku pembimbing dan kepada semua pihak yang telah membantu dalam
menyelesaikan referat ini.
Penulis menyadari bahwa penulisan referat ini masih jauh dari sempurna.
Oleh karena itu penulis sangat mengharapkan masukan dan saran guna
menyempurnakan penulisan ini. Semoga penulisan referat ini dapat bermanfaat
bagi kita semua.
Binjai, Desember 2014
Penulis
23