TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Uraian Bahan
2.1.1 ISONIAZIDE (INH)
2.1.1.1 Sifat Fisikokimia
Rumus Struktur
Rumus Molekul
: C6H7N3O
Berat Molekul
: 137,14
Nama Kimia
Kandungan
dihitung
terhadap
zat
yang
telah
dikeringkan.
Pemerian
Kelarutan
pH
2.1.1.2 Kegunaan
Isoniazid berkhasiat tuberkulostatis paling kuat terhadap M. Tuberculosis
(dalam fase istirahat) dan bersifat bakterisid terhadap basil yang sedang tumbuh
pesat (Tjay, T.H. dan Rahardja, K., 2002)
2.1.1.3 Efek Samping
Mual, muntah, anoreksia, letih, malaise, lemah, gangguan saluran
pencernaan
lain,
neuritis
perifer
(paling
sering
terjadi
dengan
dosis
2.1.2 VITAMIN B6
2.1.2.1 Sifat Fisikokimia
Rumus Struktur :
Rumus Molekul
: C8H11NO3.HCI
Berat Molekul
: 205,64
Nama Kimia
: Piridoksol hidroklorida
Pyridoxini Hydrochloridum
Kandungan
Pemeriaan
Kelarutan
pH
: lebih kurang 3
2.1.2.2 Kegunaan
Vitamin B6 selain untuk mencegah dan mengobati defisiensi vitamin B6
dengan gejala berupa kelainan kulit (dermatitis), peradangan lendir mulut dan
lidah- kelainan susunan syaraf pusat dan gangguan eritopoetik berupa anemia
hipokrom mikrositer, juga diberikan bersama vitamin B lainnya.
2.1.2.3 Efek Samping
Jarang terjadi dan berupa reaksi alergi. Penggunaan lama dari 500mg/hari
dapat mencetuskan ataxia (jalan limbung) dan neuropati serius (Tjay, T.H. dan
Rahardja, K., 2002).
2.1.2.4 Dosis
Oral selama terapi dengan antagonis-piridoksin 10-100mg (HCl) sehari,
profilaksis 2-10mg (Tjay, T.H. dan Rahardja, K., 2002).
2.1.2.5 Farmakologi
Didalam hati Vitamin B6 dengan bantuan ko-faktor riboflavin dan
magnesium diubah menjadi zat aktifnya piridoksal-5-fosfat (P5P). Zat ini
berperan penting sebagai ko-enzim pada metabolisme protein dan asam-asam
amino (Tjay, T.H. dan Rahardja, K., 2002).
2.2 Spektrofotometri Ultraviolet
2.2.1 Teori Spektrofotometri Ultraviolet
Spektrofotometer sesuai dengan namanya adalah alat yang terdiri dari
spektrometer dan fotometer. Spektrometer menghasilkan radiasi dengan panjang
gelombang tertentu dan fotometer adalah alat pengukur intensitas cahaya yang
ditransmisikan atau yang diabsorpsi. Jadi spektrofotometer digunakan untuk
Gugus fungsi yang menyerap radiasi di daerah ultraviolet dekat dan daerah
tampak disebut kromofor dan hampir semua kromofor mempunyai ikatan tak
jenuh. Pada kromofor jenis ini transisi terjadi dari *, yang menyerap pada
max kecil dari 200 nm (tidak terkonyugasi), misalnya pada >C=C< dan -CC-.
Khromofor ini merupakan tipe transisi dari sistem yang mengandung elektron
pada orbital molekulnya. Untuk senyawa yang mempunyai sistem konyugasi,
perbedaan energi antara keadaan dasar dan keadaan tereksitasi menjadi lebih kecil
sehingga penyerapan terjadi pada panjang gelombang yang lebih besar.
Gugus fungsi seperti OH, -NH2 dan Cl yang mempunyai elektronelektron valensi bukan ikatan disebut auksokrom yang tidak menyerap radiasi
pada panjang gelombang lebih besar dari 200 nm, tetapi menyerap kuat pada
daerah ultraviolet jauh. Bila suatu auksokrom terikat pada suatu kromofor, maka
pita serapan kromofor bergeser ke panjang gelombang yang lebih panjang (efek
batokrom) dengan intensitas yang lebih kuat. Efek hipsokrom adalah suatu
pergeseran pita serapan ke panjang gelombang lebih pendek, yang sering kali
terjadi bila muatan positif dimasukkan ke dalam molekul dan bila pelarut berubah
dari non polar ke pelarut polar (Noerdin, 1985; Dachriyanus, 2004).
2.2.2 Hukum Lambert Beer
Menurut Hukum Lambert, serapan berbanding lurus terhadap ketebalan sel
yang disinari. Menurut Hukum Beer, yang hanya berlaku untuk cahaya
monokromatik dan larutan yang sangat encer, serapan berbanding lurus dengan
konsentrasi (banyak molekul zat). Kedua pernyataan ini dapat dijadikan satu
dalam Hukum Lambert-Beer, sehingga diperoleh bahwa serapan berbanding lurus
terhadap konsentrasi dan ketebalan sel, yang dapat ditulis dalam persamaan:
A=a.b.C
Dimana: A = serapan (tanpa dimensi)
a = absorptivitas (l g-1 cm-1)
b = ketebalan sel (cm)
C = konsentrasi(g. l-1)
Jadi dengan Hukum Lambert-Beer konsentrasi dapat dihitung dari
ketebalan sel dan serapan. Absorptivitas merupakan suatu tetapan dan spesifik
untuk setiap molekul pada panjang gelombang dan pelarut tertentu.
Menurut Roth dan Blaschke (1981), absorptivitas spesifik juga sering
digunakan sebagai ganti absorptivitas. Harga ini memberikan serapan larutan 1%
(b/v) dengan ketebalan sel 1 cm, sehingga dapat diperoleh persamaan:
A = A11 . b . C
Dimana: A11 = absorptivitas spesifik (ml g-1 cm-1)
b = ketebalan sel (cm)
C = konsentrasi senyawa terlarut (g/100 ml larutan)
2.2.3 Penggunaan Spektrofotometri Ultraviolet
Pada umumnya spektrofotometri ultraviolet dalam analisis senyawa
organik digunakan untuk:
1.
2.
3.
Mampu
menganalisis
senyawa
organik
secara
kuantitatif
dengan
Analisis kualitatif
Kegunaan spektrofotometri ultraviolet dalam analisis kualitatif sangat
terbatas, karena rentang daerah radiasi yang relatif sempit hanya dapat
mengakomodasi sedikit sekali puncak absorpsi maksimum dan minimum, karena
itu identifikasi senyawa yang tidak diketahui, tidak memungkinkan.
Penggunaannya terbatas pada konfirmasi identitas dengan menggunakan
parameter panjang gelombang puncak absorpsi maksimum, max, nilai
absorptivitas, a, nilai absorptivitas molar, , atau nilai ekstingsi, A1%,
1 cm,
yang
spesifik untuk suatu senyawa yang dilarutkan dalam suatu pelarut dan pH tertentu
(Satiadarma, 2002).
Analisis Kuantitatif
Penggunaan utama spektrofotometri ultraviolet adalah dalam analisis
kuantitatif. Apabila dalam alur spektrofotometer terdapat senyawa yang
mengabsorpsi radiasi, akan terjadi pengurangan kekuatan radiasi yang mencapai
detektor. Parameter kekuatan energi radiasi khas yang diabsorpsi oleh molekul
adalah absorban (A) yang dalam batas konsentrasi rendah nilainya sebanding
dengan banyaknya molekul yang mengabsorpsi radiasi dan merupakan dasar
analisis kuantitatif. Penentuan kadar senyawa organik yang mempunyai gugus
khromofor dan mengabsorpsi radiasi ultraviolet-sinar tampak, penggunaannya
cukup luas. Konsentrasi kerja larutan analit umumnya 10 sampai 20 g/ml, tetapi
untuk senyawa yang nilai absorptivitasnya besar dapat diukur pada konsentrasi
yang lebih rendah. Senyawa yang tidak mengabsorpsi radiasi ultraviolet-sinar
tampak dapat juga ditentukan dengan spektrofotometri ultraviolet-sinar tampak,
apabila ada reaksi kimia yang dapat mengubahnya menjadi khromofor atau dapat
disambungkan dengan suatu pereaksi khromofor (Satiadarma, 2004).
Analisis
kuantitatif
dengan
metode
Spektrofotometri
UV
dapat
Keterangan:
Ap
As
= Absorbansi sampel
Cp
Cs
= Konsentrasi sampel
Gambar 3. Spektrum absorbsi X dan Y (tumpang tindih dua arah. Tidak ada
panjang gelombang dimana masing-masing senyawa dapat diukur
tanpa mengalami gangguan oleh yang lainnya)
(Day and Underwood, 1999)
2.2.4 Peralatan Untuk Spektrofotometri
Spektrofotometer adalah alat untuk mengukur transmitans atau serapan
suatu sampel sebagai fungsi panjang gelombang. Alat ini terdiri dari spektrometer
yang menghasilkan sinar dari spektrum dengan panjang gelombang tertentu dan
fotometer sebagai alat pengukur intensitas cahaya yang ditransmisikan atau yang
diabsorpsi (Khopkar, 1990; Day and Underwood, 1999).
Unsur-unsur terpenting suatu spektrofotometer ditunjukkan secara skematik dalam
gambar berikut:
Sumber
1
Monokromator
2
Kuvet
Detektor
Bagian optik
Penguat
Bagian listrik
5
Pembacaan,
pengamatan
6
Keterangan Gambar :
1.
2.
3.
4.
5.
6.
2.3 Validasi
Validasi adalah suatu tindakan penilaian terhadap parameter tertentu pada
prosedur penetapan yang dipakai untuk membuktikan bahwa parameter tersebut
memenuhi persyaratan untuk penggunaannya (Harmita, 2004).
Keterangan:
x 100%
cA
c *A
yang diambil dari satu sampel homogen. Presisi dinyatakan sebagai deviasi
standar atau deviasi standar relative (RSD). Presisi dapat diartikan pula sebagai
derajat
reprodusibilitas
(ketertiruan)
atau
repeatabilitas
(keterulangan)
(satiadarma, 2004; WHO, 1992). Nilai RSD antara 1-2% biasanya dipersyaratkan
untuk senyawa-senyawa aktif dalam jumlah yang banyak, sedangkan untuk
senyawa-senyawa dengan kadar sekelumit RSD berkisar antara 5-15% (Rohman,
2007).
Batas deteksi adalah nilai parameter, yaitu konsentrasi analit terendah
yang dapat dideteksi yang masih memberikan respon signifikan dibandingkan
dengan blanko. Batas deteksi dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:
Batas deteksi =
3 x SB
slope
Batas kuantitasi adalah jumlah analit terkecil dalam sampel yang masih
dapat diukur dalam kondisi percobaan yang sama dan memenuhi kriteria ceermat
dan seksama. Batas Kuantitasi =
10 x SB
slope