Anda di halaman 1dari 22

BAB IX

ABORSI
DEFINISI
Peristilahan aborsi sesungguhnya tidak kita temukan pengutipannya dalam Kitab UndangUndang Hukum Pidana (KUHP). Dalam KUHP hanya dikenal istilah pengguguran kandungan.
Istilah aborsi yang berasal dari kata abortus bahasa latin, artinya kelahiran sebelum
waktunya. Sinonim dengan kata itu mengenal istilah kelahiran yang premature atau miskraam
(Belanda), keguguran.
Abortus berdasarkan definisi medis adalah ancaman atau pengeluaran hasil konsepsi sebelum
janin dapat hidup diluar kandungan. Anak baru mungkin hidup di luar kandungan kalau beratnya
telah mencapai 1000 gram atau umur kehamilan 28 minggu. Ada yang mengambil batas abortus
bila berat anak kurang dari 500 gram, setara dengan umur kehamilan 22 minggu. Berdasarkan
variasi berbagai batasan yang ada tentang usia / berat lahir janin viable (yang mampu hidup di
luar kandungan), akhirnya ditentukan suatu batasan abortus sebagai pengakhiran kehamilan
sebelum janin mencapai berat 500 gram atau usia kehamilan 20 minggu.(terakhir, WHO/FIGO
1998 = 22 minggu).
Dari aspek kedokteran forensik yang diartikan dengan keguguran kandungan adalah pengeluaran
hasil konsepsi pada setiap stadia perkembangannya sebelum masa kehamilan yang lengkap
tercapai (38-40 minggu). Dari segi medikolegal maka istilah abortus, keguguran, dan kelahiran
prematur mempunyai arti yang sama dan menunjukkan pengeluaran janin sebelum usia
kehamilan yang cukup.
KLASIFIKASI
Secara garis besar abortus dapat di bagi dalam 2 kelompok, yaitu:
1. Abortus dengan penyebab yang wajar (abortus spontanea), yaitu abortus yang terjadi dengan
sendirinya, disebut juga keguguran.
2. Abortus yang sengaja dibuat (abortus provokatus/induksi abortus), yaitu abortus disengaja
atau digugurkan, merupakan 80 % dari semua kasus abortus. Abortus yang disengaja ini dapat
bersifat murni medisinalis, tetapi dapat pula bersifat medisinalis kriminalis tergantung dari
pelaku abortusnya yang dapat dibedakan antara :
1. abortus provokatus medisinalis (terapeutik) atau legal abortion yaitu abortus yang
dilakukan atas indikasi medis, dilakukan oleh tenaga yang terdidik khusus untuk
melakukannya dengan baik dan bukan dilakukan untuk mempertahankan nama baik atau
kehormatan keluarga. Biasanya dengan alat-alat dengan alasan bahwa kehamilan
membahayakan dan dapat membawa maut bagi ibu contohnya ibu dengan penyakit
jantung, hipertensi, kanker leher rahim, dan lain-lain.
2. abortus provokatus kriminalis yaitu abortus yang dilakukan tanpa indikasi medis.
Dilakukan secara sembunyi-sembunyi dan dilakukan oleh tenaga yang umumnya tidak
terdidik khusus, termasuk oleh wanita hamil itu sendiri. Ini disebut juga illegal abortion.
ABORTUS PROVOKATUS ATAS INDIKASI MEDIS

Umumnya setiap negara ada undang-undang yang melarang abortus buatan, tetapi larangan ini
tidaklah mutlak sifatnya. Di Indonesia berdasarkan undang-undang, melakukan abortus buatan
dianggap suatu kejahatan. Akan tetapi abortus buatan sebagai tindakan pengobatan, apabila itu
satu-satunya jalan untuk menolong jiwa dan kesehatan ibu serta sunguh-sungguh dapat
dipertanggung jawabkan dapat dibenarkan dan biasanya tidak dituntut. Indikasi medis akan
berubah-ubah menurut perkembangan ilmu kedokteran. Di negara Swedia, Swiss, dan beberapa
negara lainnya, membenarkan indikasi yang bersifat sosial medis, humaniter, dan egenetis, bukan
semata-mata untuk menolong ibu, tetapi juga dengan pertimbangan keselamatan anak, jasmani,
dan rohani.
Walaupun beberapa ahli telah banyak berdebat tentang kemungkinan perluasan indikasi medik,
namun sampai saat ini di Indonesia yang dimaksud dengan indikasi medik adalah demi
menyelamatkan nyawa ibu. Jadi tidak dibenarkan melakukan abortus atas indikasi :
o Ekonomi : takut miskin atau kekurangan
o Etnis : baik akibat perkosaan atau akibat hubungan diluar nikah.
o Sosial : kuatir adanya penyakit turunan, janin cacat.
Indikasi melakukan abortus terapeutik:
1. Faktor kehamilannya sendiri
o Ectopic pregnancy yang terganggu
o Abortus yang mengancam disertai dengan perdarahan yang terus-menerus, atau jika janin
telah meninggal (missed abortion).
o Mola hydatidosa
o Kelainan plasenta
2. Penyakit diluar kehamilannya :
o Karsinoma cervix uteri
o Karsinoma mammae yang aktif
3. Penyakit sistemik ibu :
o Preeklampsia/Eklampsia
o Penyakit jantung organik disertai dengan kegagalan jantung
o Penyakit ginjal
o Diabetes melitus berat
o Gangguan jiwa, disertai kecenderungan untuk bunuh diri. Pada kasus seperti ini sebelum
melakukan tindakan abortus harus berkonsultasi dengan psikiater.
Dalam melakukan tindakan abortus atas indikasi medik, seorang dokter perlu mengambil
tindakan-tindakan pengamanan dengan mengadakan konsultasi pada seorang ahli kandungan
yang berpengalaman dengan syarat:
(1) Dilakukan oleh tenaga kesehatan yang memiliki keahlian dan kewenangan untuk
melakukannya (yaitu seorang dokter ahli kebidanan dan penyakit kandungan) sesuai
dengan tanggung jawab profesi.
(2) Harus meminta pertimbangan tim ahli (ahli medis lain, agama, hukum, psikologi).
(3) Harus ada persetujuan tertulis dari penderita atau suaminya atau keluarga terdekat.
(4) Dilakukan di sarana kesehatan yang memiliki tenaga / peralatan yang memadai, yang
ditunjuk pemerintah.
(5) Prosedur tidak dirahasiakan.

(6) Dokumen medik harus lengkap.


ABORTUS PROVOCATUS CRIMINALIS
Aborsi kriminal adalah kerusakan atau pengguguran janin dari rahim ibu oleh orang lain secara
paksa, yaitu, jika tidak ada indikasi terapeutik untuk operasi. Kejahatan ini dinyatakan sebagai
tindak pidana jika aborsi yang dilakukan berakibat fatal. Jika wanita tersebut meninggal akibat
prosedur yang dilakukan oleh aborsionis dan orang lain yang berkaitan dengan kejahatan
tersebut, seperti ahli anestetik atau perawat, akan dituntut dengan pasal pembunuhan. Bahkan
saudara atau teman yang menemaninya ke aborsionis dinyatakan bersalah sebagai rekan
kejahatan, jika dapat dibuktikan bahwa orang tersebut mengetahui tujuan kunjungannya. Hukum
menekankan pada maksud-maksud ilegal di balik tindakan dan tentang semua hal yang
berhubungan dengan kejahatan sebagai prinsip-prinsip kesalahan. Yang termasuk dalam kategori
ini adalah individu yang memberi anjuran dan meresepkan obat-obatan, atau berusaha
menggugurkan kandungan dengan cara lain; jika terjadi kematian akibat tindakannya, mereka
dinyatakan bersalah oleh hukum.
Tidak ada perbedaan hukum untuk pengguran fetus pada awal kehamilan atau pada akhir masa
kehamilan, karena keduanya disebut aborsi. Dalam sebagian besar yuridiksi, fetus pada awal
kehamilan sebelum digugurkan dinyatakan memiliki kehidupan yang sama dengan fetus pada
akhir masa kehamilan. Aborsi yang dilakukan pada awal masa kehamilan sama bersalahnya
dengan yang dilakukan pada akhir masa kehamilan.
Mengenali Tindakan Abortus Provocatus
Abortus provocatus yang dilakukan menggunakan berbagai cara selalu mengandung
resiko kesehatan baik bagi si ibu atau janin. Seorang dokter perlu mengenali kelainan yang dapat
timbul akibat pelbagai macam cara yang digunakan untuk melakukan pengguguran kriminal ini
agar benar-benar dapat membantu secara maksimal pihak penyidik.
Kekerasan mekanik lokal dapat ditakukan dari luar maupun dari dalam. Kekerasan dari
luar dapat dilakukan sendiri oleh si ibu atau oleh orang lain, seperti melakukan gerakan fisik
berlebihan, jatuh, pemijatan/pengurutan perut bagian bawah, kekerasan langsung pada perut atau
uterus, pengaliran listrik pada serviks dan sebagainya.
Kekerasan dapat pula 'dari dalam' dengan melakukan manipulasi vagina atau uterus.
Manipulasi vagina dan serviks uteri, misalnya dengan penyemprotan air sabun atau air panas
pada portio; aplikasi asam arsonik, kalium permanganat pekat, atau iodium tinctuur; pemasangan
laminaria stift atau kateter ke dalam serviks; atau manipulasi serviks dengan jari tangan.
Manipulasi uterus, dengan melakukan pemecahan selaput amnion atau dengan penyuntikan ke
dalam uterus.
Pemecahan selaput amnion dapat dilakukan dengan memasukkan alat apa saja yang
cukup panjang dan kecil melalui serviks. Penyuntikan atau penyemprotan cairan biasanya
dilakukan dengan menggunakan Higginson type syringe, sedangkan cairannya adalah air sabun,
desinfektan atau air biasa/air panas. Penyemprotan ini dapat mengakibatkan emboli udara.
Obat/zat tertentu, racun umum digunakan dengan harapan agar janin mati tetapi si ibu
cukup kuat untuk bisa selamat.

Pernah dilaporkan penggunaan bahan tumbuhan yang mengandung minyak eter tertentu
yang merangsang saiuran cerna hingga terjadi kolik abdomen, jamu perangsang kontraksi uterus
dan hormon wanita yang merangsang kontraksi uterus melalui hiperemi mukosa uterus.
Hasil yang dicapai sangat bergantung pada jumlah (takaran), sensitivitas individu dan
keadaan kandungannya (usia gestasi).
Bahan-bahan tadi ada yang biasa terdapat dalam jamu peluntur, nenas muda, bubuk beras
dicampur lada hitam, dan lain lain. Ada juga yang agak beracun seperti garam logam berat,
laksans dan lain lain; atau bahan yang beracun, seperti strichnin, prostigmin, pilokarpin,
dikumarol, kina dan lain lain.
Kombinasi kina atau menolisin dengan ekstrak hipofisis (oksitosin) ternyata sangat
efektif. Akhir-akhir ini dikenal juga sitostatika
Teknik-Teknik Aborsi pada klinik aborsi :
1. Dilatasi Dan kuret (D & C)
2. MR (Kuret dengan penyedotan)
3. Peracunan dengan menyuntikan larutan garam pekat
4. Penguguran dengan mengunakan kimia protaglandin
5. Operasi bedah kaisar/histerotomi
6. D&X (Intact dilatation & extraction = partial birth abortion)
CARA-CARA ABORTUS
Cara-cara yang dipakai untuk melakukan abortus atas indikasi medik adalah:
1. Vaginal
- Ketuban dipecah
- Dilatasi cervix uterus
- Injeksi 10 unit oxytocin intra-uterin
2. Abdominal : Sectio Caesarea
Cara-cara melakukan abortus criminalis :
1. Mengunakan obat-obatan yang diminum
2. Menggunakan kekerasan mekanik (umum dan lokal)
3. Dilatasi dan kuretasi, biasanya hal ini hanya dilakukan oleh dokter atau bidan.
Obat-obatan
Biasanya obat-obatan yang diberikan per-oral tidak menyebabkan abortus kecuali diberikan
dalam jumlah besar sehingga bersifat toksik kepada wanita hamil tersebut.Patut diingat tidak ada
satupun obat/kombinasi obat peroral yang mampu menyebabkan rahim yang sehat mengeluarkan
isinya tanpa membahayakan jiwa wanita yang meminumnya. Karena itulah seorang abortir
profesional tidak mau membuang-buang waktu/mengambil resiko melakukan abortus dengan
menggunakan obat-obatan. Klasifikasi obat-obat yang digunakan adalah :
1. Obat yang bekerja langsung pada uterus
o Echolics (golongan obat yang meningkatkan kontraksi uterus).
o Emmenagagonum (merangsang terjadinya menstruasi. Untuk menyebabkan abortus harus
diberikan dalam dosis yang besar dan berulang).
2. Obat-obat yang menimbulkan kontraksi GIT.
o Yang paling sering digunakan adalah emetik tartar.

o Castrol oil; magnesium sulfate / sodium sulfate


3. Obat yang bersifat racun sistemik
o Racun tumbuhan (buah pepaya yang masih mentah, buah nenas yang masih mentah,
madar juice, Buah Daucus carota).
o Racun logam (yang paling sering digunakan adalah cairan timah yang mengandung
oksida timah dan minyak zaitun).
Kekerasan Mekanik
Tindakan kekerasan yang bersifat umum :
o Penekanan pada abdomen, misalnya pukulan, tendangan
o Menggunakan ikatan yang kencang pada bagian abdomen.
o Latihan olahraga yang keras misalnya bersepeda, meloncat, menunggang kuda, mendaki
gunung, berenang, naik turun tangga.
o Mengangkat barang-barang berat.
o Pemijatan uterus melalui dinding abdomen.
Tindakan kekerasan yang bersifat lokal :
o Merobek selaput amnion, yaitu dengan memasukkan benda tajam seperti kateter, jarum,
dll kedalam rongga uterus.
o Pernggunaan ganggang laminaria yang diamternya berukuran 0,4 - 0,5 cm. Ganggang ini
direndam dalam air dan dimasukkan kedalam ostium uteri. Dengan demikian akan
menyebabkan robeknya selaput amnion dan terjadi abortus.
o Stik abortus, yaitu berupa potongan kayu yang dibungkus dengan kain, kemudian
dicelupkan kedalam madar juice, arsen atau phelavai juice dan dimasukkan kedalam
ostium uteri. Hal ini akan menyebabkan kontraksi uterus dan abortus.
o Menyalurkan listrik tegangan rendah, menyebabkan kontraksi uterus dan mengeluarkan
hasil konsepsi.
Pemeriksaan Kasus Abortus
Korban hidup
Pada korban hidup perlu diperhatikan tanda kehamilan misalnya perubahan pada payudara,
pigmentasi, hormonal, mikroskopik dan sebagainya. Perlu pula dibukti adanya usaha
penghentian kehamilan, misalnya tanda kekerasan pada genitalia interna/eksterna, daerah perut
bagian bawah.
1. Ibu
1. Tanda-tanda kehamilan
- striae gravidarum
- uterus yang membesar
- hiperpigmentasi aerola mammae
2. Tanda-tanda partus
- ditemukan cairan
- bercak darah pada vagina
- vagina yang longgar
- laserasi dan luka yang terdapat pada vagina

- serviks membuka, bisa terdapat dan bisa juga tidak terdapat robekan.
3. golongan darah
2. Janin
1. umur janin
2. golongan darah janin
Korban mati
Temuan autopsi pada korban yang meninggal tergantung pada cara melakukan abortus serta
interval waktu antara tindakan abortus dan kematian. Abortus yang dilakukan oleh ahli yang
terampil mungkin tidak meninggalkan bekas dan bila telah berlangsung satu hari atau lebih,
maka komplikasi yang timbul atau penyakit yang menyertai mungkin mengaburkan tanda-tanda
abortus kriminal.
Lagi pula selalu terdapat kemungkinan bahwa abortus dilakukan sendiri oleh wanita yang
bersangkutan. Pada pemeriksaan jenazah, TEARE (1964) menganjurkan pembukaan abdomen
sebagai langkah pertama dalam autopsi bila ada kecurigaan akan abortus kriminalis sebagai
penyebab kematian korban.
Pemeriksaan luar dilakukan seperti biasa sedangkan pada pembedahan jenazah, bila didapatkan
cairan dalam rongga perut, atau kecurigaan lain, lakukan pemeriksaan toksikologik.
Uterus diperiksa apakah ada pembesaran, krepitasi, luka atau perforasi. Lakukan pula Tes emboli
udara pada vena kava inferior dan jantung. Periksa alat-alat genitalia interna apakah pucat,
mengalami kongeti atau adanya memar. Uterus diiris mendatar dengan jarak antar irisan 1 cm
untuk mendeteksi perdarahan yang berasal dari bawah.
Ambil darah dari jantung (segera setelah tes emboli) untuk pemeriksaan toksikologilk. Ambil
urin untuk tes kehamilan / toksikologik dan pemeriksan organ-organ lain dilakukan seperti biasa.
Pemeriksaan niikroskopik meliputi adanya sel trofoblas yang merupakan tanda kehamilan,
kerusakan jaringan yang merupakan jejas/tanda usaha penghentian kehamilan. Ditemukannya sel
radang PMN menunjukkan tanda intravitalitas.
Pemeriksaan post mortem abortus criminalis bertujuan :
o Mencari bukti dan tanda kehamilan
o Mencari bukti abortus dan kemungkinan adanya tindakan kriminal dengan obat-obatan
atau instrumen.
o Menentukan kaitan antara sebab kematian dengan abortus.
o Menilai setiap penyakit wajar yang ditemukan.
Pemeriksaan Ibu :
1. Pemotretan sebelum memulai pemeriksaan
Identifikasi umum
o Tinggi badan, berat badan, umur. Pakaian; cari tanda-tanda kontak dengan suatu cairan,
terutama pada pakaian dalam.
o Catat suhu badan, warna dan distribusi lebam jenasah.
o Periksa dengan palpasi uterus untuk kepastian adanya kehamilan.
o Cari tanda-tanda emboli udara, gelembung sabun, cairan pada :
- arteri coronaria
- ventrikel kanan
- arteri pulmonalis

o
o
o

- arteri dan vena di permukaan otak


- vena-vena pelvis
Vagina dan uterus di-insisi pada dinding anterior untuk menghindari jejas, kekerasan
yang biasanya terjadi pada dinding posterior misalnya perforasi uterus. Cara
pemeriksaan: uterus direndam dalam larutan formalin 10% selama 24 jam, kemudian
direndam dalam alkohol 95% selama 24 jam, iris tipis untuk melihat saluran perforasi.
Periksa juga tanda-tanda kekerasan pada cervix uteri (abrasi, laserasi).
Ambil sampel semua organ untuk menilai histopatologis.
Buat swab dinding uterus untuk pemeriksaan mikrobiologi.
Ambil sampel untuk pemeriksaan toksikologis :
- isi vagina
- isi uterus
- darah dari vena cava inferior dan kedua ventrikel
- urin
- isi lambung
- rambut pubis

Pemeriksaan janin
- Umur janin
- Golongan darah
Pemeriksaan toksikologik dilakukan untuk mengetahui adanya obat/zat yang dapat
mengakibatkan abortus. Perlu pula dilakukan pemeriksaan terhadap hasil usaha penghentian
kehamilan, misalnya yang berupa IUFD (Intra-Uterine Fetal Death) dan pemeriksaan
mikroskopik terhadap sisa-sisa jaringan.
Pertimbangan-pertimbangan saat autopsi
Saat melakukan autopsi untuk kasus aborsi, ahli patologi harus membuat catatan khusus tentang
kondisi rahim dan genitalia, serta deskripsi umum tentang mayat. Panjang, lebar dan ketebalan
uterus, ketebalan dinding uterin, panjang rongga uterin, lingkar sirkumferen internal dan
eksternal, panjang serviks, diameter corpus luteum, dan ukuran sisa-sisa janin, harus dicatat.
Pemeriksaan dilakukan pada tuba ovarium dan payudara. Bagian-bagain janin harus dicari dalam
saluran genital dan rongga peritoneal. Luka-luka instrumental dan tanda-tanda tenaculum harus
diidentifikasi. semua organ dalam rongga abdominal dapat menyebabkan peritonitis supuratif,
seperti appendiks, kandung kemih atau perut, harus diperiksa. Semua kondisi tubuh yang dapat
menyebabkan aborsi spontan, seperti penyakit jantung dan hydatidiform mole, harus diperiksa.
Kondisi-kondisi septik tubuh harus diperiksa dengan cermat. Vena-vena uterin dan ovarian harus
diurutkan dengan cermat sampai ke bagian tubuh yang lebih besar untuk mengetahui terjadinya
phlebitis purulen. Pengguanan terapeutik sulfonamid dan obat-obatan antibiotik lainnya dapat
menghambat perkembangan bakteri dalam kultur post-mortem. Pemeriksaan kimiawi harus
dilakukan pada otak dan viscera parenkimatom, jika perlu.
Harus dilakukan pemeriksaan mikroskopis pada mukosa uterin untuk mengetahui apakah terjadi
villi chorionic. Struktur-struktur lainnya, seperti tuba, ovarium, appendiks, ginjal, limpa, hati,
pankreas, jantung, paru-paru, dan organ-organ lainnya yang terlihat abnormal harus
diperiksa/dipotong.

Jika terdapat sisa-sisa janin, dapat dilakukan pemeriksaan X-ray untuk mengetahui pusat-pusat
osifikasi. Hal ini sangat penting untuk menentukan usia kehamilan. Benda-benda asing,
instrumen, juga harus diawetkan sebagai bukti, jika ditemukan dalam tubuh.
Dalam banyak kasus, sisa-sisa janin tidak mudah diidentifikasi. jika seorang wanita meninggal
saat aborsi, janin atau bagian dari janin, akan ditemukan dalam saluran genital.
Kadang-kadang, terjadi perforasi uterus dan janin dipaksakan masuk ke rongga peritoneal, ini
akan ditemukan saat autopsi. Biasanya, tubuh janin telah diangkat, dan daerah plasenta ditandai
oleh penonjolan sirkuler pada batas-batas uterus di sekitar fundus, kondisi ini akan bertahan
selama beberapa hari.
Perforasi dapat terjadi dalam berbagai ukuran dan bentuk, bervariasi mulai dari stellata kasar dan
kecil yang terbuka dan berdiameter kurang lebih 1 cm, banyak potongan stellata yang berbentuk
oval atau ireguler, dan terlihat seperti-kawah yang kadang menonjol pada fundus uterin. Kadang,
ditemukan dua atau beberapa perforasi pada fundus, atau terjadi perlukaaan fundus dan serviks
akibat penggunaan kuret Uterus paling mudah mengalami perforasi adalah jenis bicornuate,
karena operator yang ragu-ragu, menduga bahwa rongga uterus lebih panjang dan melukai
dindingnya pada bagian cornua yang terpisah. Luka pada serviks uteri terjadi sebanyak kurang
dari separuh perlukaan instrumental pada uterus, sebagian diantaranya berupa ekskavasasi
crateriform dalam dinding servikal, sedangkan yang lainnya mengalami perforasi ke dalam
rongga abdominal melalui dinding uterus. Perforasi tersebut berbentuk stellata dan mengarah ke
atas mungkin akibat penggunaan instrumen seperti kayu .
Perforasi pada rongga vaginal jarang terjadi pada aborsi yang dilakukan oleh seorang operator,
namun paling sering terjadi pada aborsi yang dilakukan sendiri. salah satu kasus yang dihadapi
oleh penulis adalah seorang ibu hamil yang melukai rongga vaginanya menggunakan jarum
panjang, yang ditusukkan ke dalam perut dan usus beberapa kali sehingga terjadi peritonitis
septik.
Kasus-kasus aborsi yang mengakibatkan perforasi saluran genital dan organ abdominal
harus dirujuk ke rumah sakit untuk merawat gejala dan agar dokter bedah dapat melakukan
laparotomi. Dalam berbagai kasus, operator dapat memperbaiki luka dengan melakukan
penjahitan, sedangkan dalam kasus lainnya, operator dapat mengangkat rahim, atau reseksi
intestinal. Jika pasien meninggal, dokter bedah harus menyerahkan semua organ, jaringan atau
benda asing yang diperoleh saat operasi untuk diperiksa dan menyimpan catatan klinis kasus
yang akurat.
Ukuran daerah plasenta bervariasi sesuai dengan usia kehamilan dan jumlah hari setelah aborsi.
Setelah melakukan kuretase pada bagian plasenta yang tersisa pada dinding uterin, berupa
penyimpangan villi chorionic dan syncytial giant cell, ini dapat dilihat melalui pemeriksaan
mikroskopis pada daerah plasenta. Karena plasenta merupakan bagian dari janin, ini merupakan
bukti nyata terjadinya kehamilan, yang bertolak belakang dengan sel-sel decidual yang
merupakan jaringan dari ibu dan bukan, merupakan indikasi yang jelas. villi chorionic dan
syncytial giant cell akan menetap selama beberapa hari kemudian menghilang, satu-satunya
kriteria yang tersisa adalah ukuran dan bentuk rahim, kondisi payudara dan corpus luteum
ovarium.
Penemuan janin atau sisa-sisanya biasanya berguna untuk memastikan usia kehamilan
saat aborsi dilakukan. Jadi, kita harus mengetahui perkembangan janin selama masa kehamilan.
Pemeriksaan sinar roentgen pada bagian-bagian janin yang besar akan menunjukkan pusat-pusat
osifikasi dalam berbagai tulang, ini dapat digunakan untuk menentukan usia bagian-bagian
tersebut. Biasanya akan terbentuk produk perkembangan pembuahan ovum selama dua minggu

pertama masa kehamilan. Mulai dari minggu pertama sampai ke lima, selama periode tersebut,
akan terjadi perkembangan berbagai organ dan menghasilkan bentuk yang jelas, organisme ini
disebut sebagai embrio. Setelah minggu kelima, disebut sebagai janin.
Dalam suatu kasus aborsi yang telah terjadi selama beberapa hari dan tidak ada sisa-sisa janin
dalam rahim, sulit untuk membuktikan fakta bahwa telah terjadi kehamilan atau usia kehamilan
sebelum aborsi dilakukan. Bagian-bagian janin yang tersisa, membran atau jaringan plasenta, dan
terjadinya infeksi intra-uterine akan menganggu atau menghambat proses involusi uterus.
Nekrosis sisa-sisa janin, membran dan jaringan plasenta akan mempersulit pemeriksaan
mikroskopis.
Dimensi uterus yang diukur saat autopsi merupakan satu-satunya data yang dapat
diandalkan oleh ahli patologis untuk memperkirakan usia kehamilan. Dalam kondisi tidak-hamil,
uterus berbentuk seperti buah pir dan memiliki panjang 3 inci, lebar 2 inci dan ketebalannya 1
inci. Selama dua bulan pertama masa kehamilan, terjadi pembesaran. Pada akhir bulan ketiga,
panjang rahim akan mencapai 4 sampai 5 inci, panjang serviks mencapai 1 cm dan panjang
corpus uteri mencapai 3 sampai 4 inci; pada akhir bulan keenam, uterus akan membesar, corpus
akan membentuk globular dan serviks memendek. Pada akhir bulan keempat, panjang uterus
mencapai 5 sampai 6 inci; pada akhir bulan keenam panjangnya akan mencapai 6 inci; pada
akhir bulan ke tujuh, panjangnya mencapai 8 inci; pada akhir bulan ke delapan, panjangnya
mencapai 9,5 inci; dan pada akhir bulan ke sembilan, panjangnya mencapai 10,5 sampai 12 inci.
Setelah proses kelahiran, rahim akan berkontraksi dan dindingnya menebal. Setelah dua
hari post-partum, panjangnya akan mencapai 7 inci dan lebar 4 inci; pada akhir minggu pertama
akan berkontraksi sampai panjangnya 5 inci; setelah dua minggu panjangnya mencapai 4 inci.
Setelah dua bulan ukuran uterus akan kembali normal jika involusi telah sempurna. Dimensi
uterus setelah aborsi sulit ditentukan; jika pasien hidup sebentar setelah ekspulsi janin, ukuran
uterus jelas akan berkurang, namun tidak ada standar ukuran involusinya setelah aborsi dalam
berbagai usia kehamilan. Pemeriksa hanya dapat menentukan dimensi uterus seakurat mungkin
dan menarik kesimpulan sendiri sesuai dengan pengalamannya menghadapi kasus semacam itu.
Ukuran pembuluh darah dan limfatik uterus akan bertambah selama masa kehamilan dan akan
tetap meregang selama puerperium sampai masa involusi lewat. Peningkatan vaskularitas ini
akan meningkatkan kerentanan gravid uterus terhadap perdarahan dan infeksi.
Payudara akan membesar selama masa kehamilan, akibat terjadinya hiperplasia kelenjarkelenjar payudara. Pada wanita yang tidak hamil, jaringan kelenjar berupa beberapa duktus dan
sejumlah alveoli dalam suatu stroma fibrosa yang padat, namun seiring dengan perkembangan
kehamilan, cabang-cabang duktus dan jaringan kelenjar akan berproliferasi dan jumlahnya
bertambah. Pada akhir bulan kedua, payudara akan membesar dan memiliki konsistensi noduler
saat dipalpasi. Beberapa bulan setelah sekresi air susu yang disebut sebagai kolostrum, yang
keluar dari payudara saat diberi tekanan ringan. Pada akhir masa menyusui, sekresinya sangat
banyak, jika payudara dipotong, akan keluar banyak cairan susu dari permukaan yang dipotong.
Selama masa kehamilan, puting susu akan terlihat lebih menonjol, dan aerola di sekitarnya
semakin meluas dan pigmentasinya bertambah; Ukuran kelenjar Montgomery, kelenjar
sebaseous dalam aerola akan bertambah selama masa menyusui dan membentuk nodul subkutan
pendek.
Sebagian urin yang diperoleh post-mortem dari kandung kemih harus disimpan dan dapat
digunakan dalam Uji ASCHHEIM-ZONDEK untuk menguji kehamilan, jika diperoleh dalam
waktu satu minggu setelah aborsi. Dalam beberapa kasus aborsi, kematian yang terjadi

disebabkan oleh infeksi piogenik parah dan urin mengandung bakteri yang akan membunuh
binatang-binatang yang digunakan dalam pengujian dan mengurangi kegunaan reaksi.
KETERKAITAN ABORSI DENGAN PIHAK LAIN
Sebelum kita mengetahui apakah hubungan antara seorang dokter dengan seorang yang hendak
menggugurkan kandungan harus dianggap kontrak terapeutik, yang selanjutnya menyebabkan
pihak lain tertutup kemingkinan untuk mengetahinya termasuk aparat hukum, maka perlu
disikapi oleh kita semua apabila dalam pelayanan dokter tersebut berdimensi pidana, petugas
aparat hukum dimungkinkan untuk menentukan langkah-langkahnya. Atau dengan kata lain
pihak kepolisian boleh melakukan penyidikan dan juga tindakan lain yang diwenangkan oleh
hukum.
Dalam pasal 7 KUHAP telah memberikan kewenangan kepada penyidik untuk:
(1) Menerima laporan atau pengaduan dari seorang tentang adanya tindak pidana.
(2) Melakukan tindakan pertama saat ditempat kejadian
(3) Menyuruh berhenti seorang tersangka dan memeriksa tanda pengenal diri tersangka
(4) Melakukan penagkapan, penahanan, penggeledahan dan penyitaan.
(5) Melakukan pemeriksaan dan penyitaan surat
(6) Mengambil sidik jari dan memotret tersangka
(7) Mengambil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi
(8) Mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan pemeriksaan
perkara
(9) Mengadakan penghentian penyidikan
(10) Mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab.
Dari dan berdasarkan ketentuan KUHAP, khususnya yang berkaitan dengan penyidikan, maka
dapat disimpulkan bahwa tidak ada larangan bagi pihak penyidik untuk melakukan
penyidikannya pada tempat-tempat yang telah, sedang atau akan terjadinya tindak pidana,
termasuk tempat yang patut diduga didalamnya akan dilakukan tindak pidana. Demikian juga
tempat praktek dokter yang disinyalir di dalamnya ada praktik aborsi yang illegal.
Chrisdiono M. Achadiat dalam artikelnya yang berjudul Aborsi dalam Perspektif Etika, Moral
dan Hukum, memberikan catatan sebagai berikut :
(1) Bahwa dalam penjelasan Pasal 10 KODEKI disebutkan antara lain, Ia (baca; Dokter
Indonesia) harus berusaha mempertahankan hidup mahluk insani. Berarti bahwa
menurut agama dan undang-undang negara maupun menurut Etika kedokteran seorang
dokter tidak dibolehkan :
(a) Menggugurkan kandungan (abortus provocatus)
(b) Mengakhiri hidup seorang penderita, yang menurut ilmu pengetahuan tidak mungkin
akan sembuh (euthanasia).
(2) Bahwa pada bagian lain penjelasan pasal 10 Kodeki tersebut ditegaskan antara lain
bahwa abortus provocatus dapat dibenarkan sebagai tindakan pengobatan, apabila
merupakan satu-satunya jalan untuk menolong jiwa ibu dari bahaya maut (abortus
provocatus thetapeuticus) (dikutip dari buku Kode Etik Kedokteran Indonesia terbitan
1986, halaman 33).

Di negara bagian New York, jika seorang dokter dituntut melakukan aborsi ilegal, ijin praktek
kedoktarannya di negara bagian tersebut akan dicabut secara otomatis.
ABORTUS DITINJAU DARI SEGI MEDIKOLEGAL
Sesuai dengan hukum yang berlaku di Indonesia, setiap usaha untuk mengeluarkan hasil
konsepsi sebelum masa kehamilan yang lengkap tercapai adalah suatu tindak pidana, apapun
alasannya. Dalam tahun-tahun terakhir ini beberapa negara dimana legalisasi abortus provocatus
masih bersifat terbatas, seakan-akan timbul suatu revolusi dalam sikap masyarakat dan
pemerintahannya terhadap tindakan pengguguran kandungan, sehingga terjadi perubahanperubahan hukum-hukum abortus yang berlaku, dan muncul hukum-hukum abortus dengan
pembatasan tertentu sampai hadir tanpa pembatasan.
Hukum abortus diberbagai negara dapat digolongkan dalam beberapa kategori sebagai berikut:
1. Hukum yang tanpa pengecualian melarang abortus, seperti di Belanda dan Indonesia
(sebelum ada UU No. 23 Tahun 1992, tentang kesehatan).
2. Hukum yang memperbolehkan abortus atas indikasi medik, seperti di Kanada, Thailand, dan
Swiss.
3. Hukum yang memperbolehkan abortus demi keselamatan kehidupan penderita (ibu), seperti
di Prancis dan Pakistan.
4. Hukum yang memperbolehkan abortus atas indikasi sosial-medik, seperti di Islandia, Inggris,
Skandinavia, dan India.
5. Hukum yang memperbolehkan abortus atas indikasi sosial, seperti Jepang, Polandia, dan
Serbia. (Menghindari penyakit keturunan, janin cacat)
6. Hukum yang memperbolehkan abortus atas permintaan, seperti di Bulgaria dan Hungaria.
Meskipun dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tidak terdapat satupun pasal
yang memperbolehkan seorang dokter melakukan abortus atas indikasi medik, sekalipun untuk
menyelamatkan jiwa si ibu, dalam prakteknya dokter yang melakukannya tidak dihukum, bila ia
dapat mengemukakan alasan yang kuat dan alasan tersebut diterima hakim. Abortus atas indikasi
medik ini kini diatur dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 1992 tentang
Kesehatan.
Terdapat beberapa pasal yang mengatur abortus provokatus :
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)
Pasal 229
1. Barangsiapa dengan sengaja mengobati seorang wanita atau menyuruhnya supaya
diobati, dengan diberitahukan atau ditimbulkan harapan, bahwa karena pengobatan itu
hamilnya dapat digugurkan, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun
atau denda paling banyak tiga ribu rupiah.
2. Jika yang bersalah, berbuat demikian untuk mencari keuntungan, atau menjadikan
perbuatan tersebut sebagai pencarian atau kebiasaan, atau jika dia seorang tabib, bidan
atau juru obat, pidananya dapat ditambah sepertiga.
3. Jika yang bersalah, melakukan kejahatan tersebut, dalam menjalani pencarian maka dapat
dicabut haknya untuk melakukan pencarian itu.

Pasal 341
Seorang ibu yang, karena takut akan ketahuan melahirkan anak, pada saat anak dilahirkan atau
tidak lama kemudian, dengan sengaja merampas nyawa anaknya, diancam, karena membunuh
anak sendiri, dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun.
Pasal 342
Seorang ibu yang, untuk melaksanakan niat yang ditentukan karena takut akan ketahuan bahwa
akan melahirkan anak, pada saat anak dilahirkan atau tidak lama kemudian merampas nyawa
anaknya, diancam, karena melakukan pembunuhan anak sendiri dengan rencana, dengan pidana
penjara paling lama sembilan tahun.
Pasal 343
Kejahatan yang diterangkan dalam pasal 341 dan 342 dipandang, bagi orang lain yang turut serta
melakukan, sebagai pembunuhan atau pembunuhan dengan rencana.
Pasal 346
Seorang wanita yang sengaja menggugurkan atau mematikan kandungannya atau menyuruh
orang lain untuk itu, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun.
Pasal 347
1. Barangsiapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan seorang wanita
tanpa persetujuannya, diancam dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun.
2. Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya wanita tersebut, dikenakan pidana penjara paling
lama lima belas tahun.
Pasal 348
1. Barangsiapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan seorang wanita
dengan persetujuannya, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun enam bulan.
2. Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya wanita tersebut, dikenakan pidana penjara paling
lama tujuh tahun.
Pasal 349
Jika seorang dokter, bidan atau juru obat membantu melakukan kejahatan yang tersebut pasal
346, ataupun melakukan atau membantu melakukan salah satu kejahatan yang diterangkan dalam
pasal 347 dan 348, maka pidana yang ditentukan dalam pasal itu dapat ditambah dengan
sepertiga dan dapat dicabut hak untuk menjalankan pencarian dalam mana kejahatan dilakukan.
Berdasarkan pasal-pasal tersebut di atas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa pihak-pihak yang
dapat mewujudkan adanya pengguguran kandungan adalah:
(1) Seseorang yang melakukan pengobatan atau menyuruh supaya berobat terhadap wanita
tersebut, sehingga dapat gugur kandungannya.
(2) Wanita itu sendiri yang melakukan upaya atau menyuruh orang lain, sehingga dapat gugur
kandungannya.
(3) Seseorang yang tanpa izin menyebabkan gugurnya kandungan seseorang.
(4) Seseorang yang dengan izin meyebabkan gugurnya kandungan seseorang wanita.

(5) Seseorang yang dimaksud dalam angka 1, 2, 3, dan 4 termasuk di dalamnya dokter, bidan,
juru obat, serta pihak lain yang berhubungan dengan medis.
Penjelasan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 1992 Tentang Kesehatan :
Pasal 15
Ayat (1) : Tindakan medis dalam bentuk pengguguran kandungan dengan alasan apapun,
dilarang karena bertentangan dengan norma hukum, norma agama, norma kesusilaan dan norma
kesopanan.
Namun dalam keadaan darurat sebagai upaya untuk menyelamatkan jiwa ibu atau janin yang
dikandungnya dapat diambil tindakan medis tertentu.
Ayat (2)
Butir a : Indikasi medis adalah suatu kondisi yang benar-benar mengharuskan diambil tindakan
medis tertentu, sebab tanpa tindakan medis tertentu itu, ibu hamil dan janinnya terancam bahaya
maut.
Butir b : Tenaga kesehatan yang dapat melakukan tindakan medis tertentu adalah tenaga yang
memiliki keahlian dan kewenangan untuk melakukannya, yaitu seorang dokter ahli kebidanan
dan penyakit kandungan.
Butir c : Hak utama untuk memberikan persetujuan ada pada ibu hamil yang bersangkutan,
kecuali dalam keadaan tidak sadar atau tidak dapat memberikan persetujuannya, dapat diminta
dari suami atau keluarganya.
Butir d : Sarana kesehatan tertentu adalah sarana kesehatan yang memiliki tenaga dan peralatan
yang memadai untuk tindakan tersebut dan telah ditunjuk oleh pemerintah.
Ayat (3) : Dalam Peraturan Pemerintah sebagai pelaksanaan dari pasal ini dijabarkan antara lain
mengenal keadaan darurat dalam menyelamatkan jiwa ibu hamil atau janinnya, tenaga kesehatan
mempunyai keahlian dan kewenagan bentuk persetujuan, sarana kesehatan yang ditunjuk.
Pasal 80
Barang siapa dengan sengaja melakukan tindakan medis tertentu terhadap ibu hamil yang tidak
memenuhi ketentuan sebagaimana dalam pasal 15 ayat (1) dan ayat (2), dipidana dengan penjara
paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima
ratus juta rupiah).
Hukum dan Aborsi
Menurut hukum-hukum yang berlaku di Indonesia, aborsi atau pengguguran janin termasuk
kejahatan, yang dikenal dengan istilah Abortus Provocatus Criminalis
Yang menerima hukuman adalah:
1. Ibu yang melakukan aborsi
2. Dokter atau bidan atau dukun yang membantu melakukan aborsi
3. Orang-orang yang mendukung terlaksananya aborsi
Wewenang dokter dalam menjalankan praktek aborsi adalah :
1. Dalam menjalankan profesinya seorang dokter terkait dengan kode etik profesi, dalam hal ini
Kode Etik Kedokteran Indonesia (Kodeki). Dalam Kodeki tersebut tercakup hal-hal yang
berkaitan dengan kewajiban seorang dokter ketika menjalankan profesi kedokteran: yakni
kewajiban umum, kewajiban terhadap pasien, kewajiban terhadap teman sejawat, dan

2.

3.

4.

5.
6.
7.

kewajiban terhadap diri sendiri. Jadi, Kodeki merupakan pedoman tingkah laku bagi para
dokter Indonesia ketika melaksanakan profesinya atau tegasnya pedoman dalam
melaksanakan kewajiban sebagai dokter Indonesia.
Bahwa dalam penjelasan pasal 10 Kodeki antara lain Dokter Indonesia harus berusaha
mempertahankaan hidup makhluk insani. Berarti bahwa baik menurut agama dan undangundang negara maupun menurut Etik kedokteran seorang dokter tidak dibolehkan:
a. Menggugurkan kandungan (abortus provocatus);
b. Mengakhiri hidup seorang penderita, yang menurut ilmu pengetahuan tidak mungkin
akan sembuh (euthanasia).
c. Bahwa pada bagian lain penjelasan pasal 10 Kodeki ditegaskan antara lain bahwa abortus
provocatus dapat dibenarkan sebagai tindakan pengobatan, apabila merupakan satusatunya jalan untuk menolong jiwa ibu dari bahaya maut (abortus provocatus
therapeuticus).
d. Dikatakan bahwa Kodeki membenarkan aborsi dengan beberapa syarat dan
menyelamatkan jiwa ibu adalah indikasi yang diperkenankan menurut KODEKI.
Bahwa, dalam penjelasan pasal 15 ayat (1) UU Kesehatan disebutkan bahwa "Tindakan
medis dalam bentuk pengguguran kandungan dengan alasan apapun dilarang karena
bertentangan dengan norma hukum, norma agama, norma kesusilaan dan norma kesopanan.
Namun dalam keadaan darurat sebagai upaya menyelamatkan jiwa ibu dan atau janin yang
dikandungnya, dapat diambil tindakan medis tertentu." Jadi satu-satunya indikasi yang
diperkenankan menurut UU Kesehatan ialah menyelamatkan jiwa si ibu hamil.
Pasal 15 ayat (1) dan ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas)
tahun dan pidana denda paling banyak Rp. 500.000.000 (lima ratus juta rupiah).
Bahwa, pihak-pihak yang diperbolehkan melakukan aborsi adalah dokter ahli kebidanan dan
penyakit kandungan, sesudah meminta pertimbangan dari tim ahli yang terdiri dari pelbagai
bidang keilmuan. Dengan demikian menurut UU Kesehatan, tidak semua dokter boleh
melakukan tindakan aborsi.
Sarana yang dipakai dalam praktek aborsi (tindakan pengguguran kandungan) hanya dapat
dilakukan di sarana kesehatan tertentu, yakni sarana kesehatan yang memiliki tenaga dan
peralatan yang memadai untuk tindakan tersebut dan telah ditunjuk oleh pemerintah
Hak utama untuk memberikan persetujuan ada pada ibu hamil yang bersangkutan, kecuali
dalam keadaan tidak sadar atau tidak dapat memberikan persetujuannya, dapat diminta dari
suami atau keluarganya.
Dalam Peraturan Pemerintah sebagai pelaksanaan dari pasal ini dijabarkan antara lain
mengenal keadaan darurat dalam menyelamatkan jiwa ibu hamil atau janinnya, tenaga
kesehatan mempunyai keahlian dan kewenagan bentuk persetujuan, sarana kesehatan yang
ditunjuk.

Upaya Mengurangi Abortus Buatan Ilegal Di Kalangan Tenaga Kesehatan


Para dokter dan tenaga medis lainnya, hendaklah selalu menjaga sumpah profesi dan kode
etiknya dalam melakukan pekerjaan. Jika hal ini secara konsekwendilakukan pengurangan
kejadian abortus buatan ilegal akan secara signifikan dapatdikurangi.

Dalam deklarasi Oslo (1970) tentang pengguguran kandungan atas indikasimedik, disebutkan
bahwa moral dasar yang dijiwai seorang dokter adalah butir LafalSumpah Dokter yang
berbunyi : Saya akan menghormati hidup insani sejaksaat pembuahan : oleh karena itu Abortus
buatan dengan indikasi medik,hanya dapat dilakukan dengan syarat-syarat berikut:
1. Pengguguran hanya dilakukan sebagai suatu tindakan terapeutik.
2. Suatu keputusan untuk menghentikan kehamilan, sedapat mungkin disetujui
secara tertulis oleh dua orang dokter yang dipilih berkat kompetensiprofesional mereka.
3. Prosedur itu hendaklah dilakukan seorang dokter yang kompeten di instalasiyang diakui oleh
suatu otoritas yang sah.
4. Jika dokter itu merasa bahwa hati nuraninya tidak memberanikan iamelakukan pengguguran
tersebut, maka ia hendak mengundurkan diri danmenyerahkan pelaksanaan tindakan medik itu
kepada sejawatnya yang lainyang kompeten.
5. Selain memahami dan menghayati sumpah profesi dan kode etik, para tenagakesehatan perlu
pula meningkatkan pemahaman agama yang dianutnya.
Melalui pemahaman agama yang benar, diharapkan para tenaga kesehatandalam menjalankan
profesinya selalu mendasarkan tindakannya kepadatuntunan agama.
Pandangan Pro-Life Abortus
Kelompok Pro-life menganggap aborsi adalah suatu tragedi fatal yang tersembunyi.
Dipandang dari sudut agama, jelas aborsi sama sekali tidak diperbolehkan. Aborsi menyangkut
kebijakan politik suatu negara. Seorang dokter harus tetap berpegang teguh pada etik kedokteran
Primum non nocere pertama-tama, jangan merugikan.
Setiapmanusia termasuk yang belum lahir memiliki hak untuk hidup, dan hak seseorang
untuk hidup merupakan bagian dari Hak Asasi Manusia.Sel telur dan sperma masing-masing
memang memiliki kehidupan, tapi itu sama sekali bukan kehidupan manusiawi. Kehidupan
manusiawi baru terjadi pada saat pembuahan, yaitu pada embryo.Apapun bentuknya, apabila
merupakan hasil pembuahan sel telur dan sperma, itu adalah suatu bentuk kehidupan baru dan
punya hak yang suci untuk tetap hidup.Tidak peduli janin yang dikandung itu normal atau cacat.
Pandangan Pro-Choice
Pro-choice merupakan pandangan politik dan etik dimana seorang wanita memiliki kuasa
penuh atas kesuburan dan kehamilannya. Hal ini menyangkut hak reproduksi yang didalamnya
terdapat pendidikan seksual, akses terhadap aborsi, kontrasepsi, dan perawatan kesuburan, serta
perlindungan legal terhadap paksaan akan aborsi. Individu dan organisasi yang mendukung
posisi ini melakukan gerakan Pro-choice.
Penganutpro-choice percaya bahwa wanita harus memiliki akses terhadap aborsi yang
aman dan legal, sama halnya terhadap paksaan aborsi. Beberapa orang menilai aborsi merupakan
pilihan terakhir dan fokus terhadap sejumlah situasi dimana aborsi merupakan pilihan yang perlu
untuk dilakukan. Diantara situasi ini adalah wanita yang diperkosa, wanita yang kesehatan dan
kehidupan dirinya dan janinnya beresiko, kontrasepsi yang gagal, atau wanita yang merasa tidak
dapat membesarkan anak.
Menurut penganut Pro-Choice, kehamilan seorang wanita merupakan hak asasi manusia
yaitu hak reproduksi. Seorang wanita berhak untuk mengambil keputusan atas apa yang akan
dilakukan terhadap diri sendiri termasuk dengan kehamilan atau reproduksinya. Penganut aborsi

percaya bahwa wanita memiliki hak untuk memutuskan untuk mengakhiri kehamilannya. Dalam
pandangan penganut Pro-choice, seorang bayi yang berada dalam kandungan seorang ibu,
tidak memiliki hak asasi manusia.
Penganut Pro-choice memperbolehkan wanita untuk memilih cara atau metode yang
digunakan untuk aborsi anak yang tidak diinginkannya. Biasanya metode aborsi dilakukan
berdasarkan usia dari janin.
Masalah aborsi adalah masalah kesehatan perempuan yang juga merupakan kesehatan
masyarakat. Sehingga praktik aborsi perlu dilegalkan karena alasan banyak perempuan yang
menjadi korban praktik aborsi ilegal, tidak aman, dan tidak bertanggungjawab sebagaimana opini
yang dituliskan Kartono Mohamad, dokter dan mantan ketua Ikatan Dokter Indonesia(IDI).

BAB X
INFANTICIDE
Definisi (Menurut pasal 341 KUHP):
pembunuhan bayi yang dilakukan oleh ibu kandungnya sendiri, segera atau beberapa saat setelah
dilahirkan, karena takut diketahui bahwa ia telah melahirkan anak
Inggris : Batasan infanticide sampai 12 bulan
Unsur yang terkandung :
pembunuhan, oleh ibu kandung, motivasi psikis dan waktu (baru lahir)
UU tentang pembunuhan anak
KUHP 341 : pembunuhan anak sendiri tanpa rencana (maks. 7 th)
KUHP 342 : pembunuhan anak sendiri dengan rencana (maks. 9 th)
KUHP 343 : orang lain yang melakukannya /turut melakukan (pembunuhan biasa)
KUHP 305 : membuang (menelantarkan) anak dibawah usia 7 th (maksimum 5 tahun 6
bulan)
KUHP 306 : bila berakibat luka berat atau mati (maks 7,5-9 th)
KUHP 308 : ibu membuang anaknya yang baru lahir (seperdua dari KUHP 305 dan 306)
KUHP 181 : menyembunyikan kelahiran/kematian (9 bulan)
Motif Infanticide :
Anak yang tidak sah
Warisan
Orang tua yang terlalu miskin
Pada beberapa keluarga, bayi perempuan dianggap kurang berarti
Wanita tuna susila yang tidak menghendaki kelahiran anak
Tujuan Pemeriksaan untuk membuktikan :
Pengertian pembunuhan bayi mengharuskan untuk membuktikan :
Lahir hidup
Kekerasan
Sebab kematian
Pengertian baru lahir mengharuskan penilaian :
Cukup bulan atau belum dan usia kehamilan
Usia pasca lahirnya
Viabel atau tidak
Pengertian takut diketahui dibuktikan dengan tidak adanya tanda-tanda perawatan
Pengertian si ibu membunuh anaknya sendiri harus dibuktikan bahwa mayat anak yang
diperiksa adalah anak dari tersangka
Pemeriksaan Kedokteran Forensik untuk memperoleh kejelasan dalam hal:
Apakah bayi tersebut dilahirkan mati atau hidup?
Berapakah umur bayi tersebut (intra dan ekstrauterin)?

Apakah bayi tersebut sudah dirawat?


Apakah sebab kematiannya?
Apakah pada anak tersebut di dapatkan kelainan bawaan yang dapat mempengaruhi
kelangsungan hidup bagi si anak?

Lahir Hidup (live birth)


keluar atau dikeluarkannya hasil konsepsi yang lengkap, yang setelah pemisahan, bernapas atau
menunjukkan tanda kehidupan lain, tanpa mempersoalkan usia gestasi, sudah atau belumnya tali
pusat dipotong dan uri dilahirkan
Lahir mati (still birth)
Jika bayi dilahirkan setelah melewati usia kehamilan 28 minggu dan setelah dilahirkan tidak
pernah menunjukkan adanya tanda kehidupan
Dead born :
bila kematian telah terjadi di dalam rahim (IUFD)
Tanda-tanda lahir hidup:
Anamnesis : adanya tangis bayi
Pemeriksaan :
1. Dada :
mengembang
diafragma sudah turun sampai sela iga 4-5
tepi paru menumpul
beratnya kira-kira 1/35 berat badan akibat semakin padatnya vaskularisasi paru
2. Paru
Pemeriksaan makroskopik paru :
Paru sudah mengisi rongga dada & menutupi sebagian kandung jantung
Berwarna merah muda tidak merata
Pleura yang tegang & menunjukkan gambaran mozaik karena alveoli sudah terisi udara
Konsistensi sperti spons, teraba derik udara
Pada pengisian paru dalam air keluarnya gelembung udara dan darah
Berat paru bertambah hingga dua kali (1/35 kali berat badan) karena berfungsinya
sirkulasi darah jantung paru
Uji apung paru positif
Pemeriksaan mikroskopik paru :
alveoli paru yang mengembang sempurna dengan atau tanpa emfisema obstruktif
3. Saluran Cerna
Adanya udara dalam saluran cerna
Lambung dan usus : terdapat darah, mekonium, & cairan amnion menunjukkan bahwa
bayi telah melakukan usaha pernafasan & pada saat inspirasi menelan cairan tersebut
Adanya cairan susu menunjukkan bayi telah hidup untuk beberapa waktu lamanya
4. Perubahan ginjal dan kandung kemih :
(tidak begitu spesifik & tidak bisa diandalkan)

Kristal asam urat mungkin terdapat pada pelvis ginjal.


Pembentukan urin (+/-)
5. Perubahan pada telinga tengah :
(kurang dapat diandalkan)
Pemeriksaan WREDIN diperiksa jaringan konektif gelatin pada telinga
berubah menjadi berisi udara jika bayi telah melakukan pernafasan

tengah yang akan

Lahir mati (still born)


Ditandai :
- janin yang tidak bernafas
- denyut jantung (-)
- denyut nadi tali pusat (-)
- gerakan otot rangka (-)
Maserasi 8-10 hari kematian in utero
Vesikel atau bula 3-4 hari kematian in utero
Dada : belum mengembang, iga datar & diafragma setinggi iga ke 3-4
Pemeriksaan makroskopik paru :
paru-paru masih tersembunyi di belakang
kandung jantung atau telah mengisi rongga dada
berwarna kelabu ungu merata seperti hati
konsistensi padat
derik udara (-)
pleura yang longgar
berat paru kira-kira 1/70 kali berat badan
Uji apung paru : negatif
Mikroskopik paru : adanya tonjolan yang berbentuk seperti bantal bertambah tinggi
dengan dasar menipis, tampak seperti gada
Mekonium : berbentuk bulat berwarna jernih sampai hijau tua terlihat dalam brokhioli &
alveoli
Kolon :
dapat menggelembung berisi mekonium tanda usaha untuk bernafas
Umur bayi intra dan ekstra uterin
Rumus HAASE
Usia kehamilan 1-5 bulan :
Panjang kepala-tumit (cm) = kuadrat umur gestasi (bulan)
Usia kehamilan > 5 bulan :
Panjang kepala-tumit (cm) = umur gestasi (bulan) x 5
Tabel. Hubungan pusat penulangan dan umur bayi
Pusat Penulangan Pada
Klavikula

Umur (bulan)
1,5

Tulang panjang (diafisis)


Iskium
Pubis
Kalkaneus
Manubrium sterni
Talus
Sternum bawah
Distal femur
Proksimal tibia
Kuboid

2
3
4
5-6
6
Akhir 7
Akhir 8
Akhir 9/setelah lahir
Akhir 9/setelah lahir
Akhir 9/setelah lahir (bayi wanita
lebih cepat)

Viable
Bayi/janin yang dapat hidup di luar kandungan
umur kehamilan > 28 minggu
PB (kepala-tumit) > 35 cm
PB (kepala-tunggging) > 23 cm
BB > 1000 garam
lingkar kepala > 32 cm
tidak ada cacat bawaan yang fatal
Bayi cukup bulan (matur)
umur kehamilan > 36 minggu
PB (kepala-tumit) > 48 cm
PB (kepala-tungging) 30-33 cm
BB 2500-3000 gram
lingkar kepala 33 cm.
lanugo sedikit : pada dahi, punggung & bahu
pembentukan tulang rawan telinga sudah sempurna
diameter tonjolan susu 7 mm atau lebih
kuku-kuku jari telah melewati ujung jari
garis telapak kaki > 2/3 bagian depan kaki
testis sudah turun ke dalam skrotum
labium minus sudah tertutup labium majus yang telah berkembang sempurna
kulit berwarna merah muda yang setelah 1-2 minggu berubah menjadi lebih pucat atau
coklat kehitaman
lemak bawah kulit cukup merata sehingga kulit tidak berkeriput (kulit pada bayi prematur
berkeriput)
Usia Pasca Lahir

Udara dalam saluran cerna


Di lambung : baru saja lahir, belum tentu lahir hidup
Di duodenum : > 2 jam
Di usus halus : 6-12 jam
Di usus besar : 12-24 jam
Mekonium keluar seluruhnya: > 24 jam
Perubahan tali pusat :
Kemerahan di pangkalnya
: 36 jam
Kering
: 2-3 hari
Puput/lepas
: 6-8 hari, kadang 20 hari
Sembuh
: 15 hari
a/v umbilikalis menutup
: 2 hari
Ductus arteriosus menutup : 3-4 mgg
Ductus venosus menutup
: > 4 mgg
Eritrosit berinti hilang
: > 24 jam
Tanda-tanda perawatan (Bukan termasuk infanticide)
Tali pusat yang terpotong rata dan diikat diujungnya, diberi antiseptik dan perban (bisa
hilang sebelum diperiksa)
Jalan napas bebas
Vernix caseosa tidak ada lagi
Berpakaian
Air susu di dalam saluran cerna
Hubungan ibu dan anak
Mencocokkan waktu partus ibu dengan waktu lahir anak
Mencari data antropologi yang khas pada ibu dan anak
Memeriksa golongan darah ibu dan anak
Sidik jari & DNA
Pemeriksaan Mayat Bayi
Bayi cukup bulan, prematur atau nonviable
Kulit : sudah dibersihkan atau belum, keadaan verniks kaseosa, warna, berkeriput atau
tidak
Mulut : adakah benda asing yang menyumbat
Tali pusat : sudah terputus atau masih melekat pada uri
Kepala : apakah terdapat kaput suksadenum, molase tulang tengkorak
Tanda kekerasan
Mulut : apakah terdapat benda asing & perhatikan palatum mole apakah terdapat robekan
Rongga dada
Tanda asfiksia : berupa TARDIEUs spots pada permukaan paru, jantung, thymus,
epiglottis
Tulang belakang : apakah terdapat kelainan kongenital & tanda2 kekerasan
Periksa pusat penulangan : pada femur, tibia, calcaneus, talus & cuboid

Anda mungkin juga menyukai