PROFESIONAL)
2.1.2
Hubungan perawat-klien
Hubungan perawat-klien menjadi inti dalam pemberian asuhan keperawatan, karena
keberhasilan penyembuhan dan peningkatan kesehatan klien sangat dipengaruhi oleh
hubungan perawat-klien. Terdapat beberapa konsep dasar tentang hubungan perawat
klien yang sangat relevan dalam praktik keperawatan profesional, yaitu konsep
tentang hubungan saling percaya, empati, caring, otonomi dan mutualitas (Kozier et
al,1997).
1. Konsep hubungan saling percaya
Hubungan perawat-klien harus didasarkan atas hubungan saling percaya.
Hubungan saling percaya ditumbuhkan melalui sikap iklhas dari perawat
(Genuineness) sehingga klien mendapatkan ketulusan perawat dan akhirnya klien
mempercayai perawat. Perhatian yang cermat (Carefull attention) terhadap setiap
permintaan klien sangat berpengaruh untuk menumbuhkan hubungan saling
percaya (Potter dan Perry, 1997), melalui hubungan tersebut akan menciptakan
keterbukaan antara perawat klien dan hal ini sangat bermanfaat dalam pencapaian
tujuan asuhan keperawatan.
2. Konsep Empati
Empati berarti kemampuan untuk masuk ke dalam kehidupan orang lain sehingga
dapat mempersepsikan secara akurat perasaan orang tersebut dan memahami arti
perasaan tersebut bagi yang bersangkutan. Sikap empati dapat membantu klien
mengerti dan mengeksplorasi perasaannya sehingga dapat mengatasi masalahnya
(Potter dan Perry, 1997) melalui sikap empati, perawat dapat berkomunikasi
secara verbal dan non verbal kepada klien dan memfasilitasi klien untuk
mengekspresikan perasaannya. Sikap empati merupakan salah satu aspek penting
agar suatu keperawatan yang bermutu (Idvall dan Rooke, 1998).
3. Konsep caring
Caring berarti mengandung 3 hal yang tidak dapat dipisahkan yaitu perhatian,
tanggung jawab, dan dilakukan dengan ikhlas (Kozier dan Erbe, 1998), sikap care
perawat dalam berkomunikasi ialah :
1. Berhenti berbicara atau paling tidak berbicara apabila klien tidak berbicara
dan jangan memotong pembicaraan klien.
2. Menjauhkan distraksi.
3. Melihat klien saat berbicara.
4. Memperhatikan hal-hal yang utama.
5. Mengevaluasi bagaimana penerimaan pesan yang sudah diberikan.
6. Mengkaji apa yang diabaikan dalam komunikasi tersebut.
7. Mengevaluasi intensitas emosi yang ditunjukkan klien.
4. Konsep otonomi dan mutualitas
Otonomi adalah kemampuan untuk menentukan sendiri atau kemampuan untuk
mengatur diri sendiri. Hal ini berarti bahwa otonomi menghargai manusia sebagai
seseorang yang mampu menentukan sendiri apa yang baik bagi dirinya.
Mutualitas berarti kerjasama dengan orang lain. Konsep tersebut sangat penting
dalam hubungan perawat-klien karena mereka akan bekerja sebagai satu tim.
Apabila ditinjau dari 5 sub sistem yang diidentifikasi oleh Hoffart & Woods (1996),
secara sederhana dapat diartikan sebagai berikut :
1. Nilai-nilai profesional sebagai inti model
Pada model ini, PP dan PA membangun kontrak dengan klien/keluarga sejak
klien/keluarga masuk ke suatu ruangr rawat yang merupakan awal dari
penghargaan atas harkat dan martabat manusia. Hubungan tersebut akan terus
dibina selama klien dirawat di ruang rawat, sehingga klien/keluarga menjadi
partner dalam memberikan asuhan keperawatan. Pelaksanaan dan evaluasi
renpra,
PP
mempunyai
otonomi
dan
akuntabilitas
untuk
mempertanggungjawabkan asuhan yang diberikan termasuk tindakan yang
dilakukan PA di bawah tanggung jawab untuk membina performa PA agar
melakukan tindakan berdasarkan nilai-nilai professional.
2. Pendekatan Manajemen
Model ini memberlakukan manajemen SDM, artinya ada garis komunikasi yang
jelas antara PP dan PA. performa PA dalam satu tim menjadi tanggung jawab PP.
PP adalah seorang manajer asuhan keperawatan yang harus dibekali dengan
kemampuan manajemen dan kepemimpinan sehingga PP dapat menjadi manajer
yang efektif dan pemimpin yang efektif.
3. Metode pemberian asuhan keperawatan
Metode pemberian asuhan keperawatan yang digunakan adalah modifikasi
keperawatan primer sehingga keputusan tentang renpra ditetapkan oleh PP. PP
akan mengevaluasi perkembangan klien setiap hari dan membuat modifikasi
pada renpra sesuai kebutuhan klien.
4. Hubungan professional
Seorang PP harus memiliki kemampuan yang baik dalam membuat renpra untuk klien
yang menjadi tanggungjawabnya. Adanya renpra merupakan tanggung jawab
profesional seorang PP sebagai landasan dalam memberikan asuhan keperawatan yang
sesuai dengan standar. Renpra tersebut harus dibuat sesegera mungkin pada saat klien
masuk dan dievaluasi setiap hari.
Selain terkait dengan bimbingan keterampilan pada PA, sebagai bagian dari peran
kepemimpinan seorang PP, PP seharusnya juga memiliki kemampuan untuk mengatasi
konflik yang mungkin terjadi antar PA. PP harus menjadi penengah yang bijaksana
sehingga konflik bisa teratasi dan tidak mengganggu produktifitas PA dalam membantu
memberikan asuhan keperawatan.
keperawatan ( renpra ). Hal ini menunjukan bahwa renpra sesungguhnya dibuat bukan
sekedar memenuhi ketentuan ( biasanya ketentuan dalam menentukan akreditasi rumah
sakit ). Renpra seharusnya dibuat sesegera mungkin, paling lambat 1 kali 24 jam setelah
pasien masuk karena fungsinya sebagai pedoman dan media komunikasi. Berdasarkan
ketentuan tugas dan tanggung jawab PP tidak sedang bertugas ( misalnya pada malam
hari atau hari libur ), PA yang sebelumnya telah didelegasikan dapat melakukan
pengkajian dasar dan menentukan satu diagnosa keperawatan yang terkait dengan
kebutuhan dasar pasien. Selanjutnya segera setelah PP bertugas kembali maka
pengkajian dan renpra yang telah ada harus divalidasi dan dilengkapi.
Penting juga diperhatikan bahwa renpra yang dibuat PP harus dimengerti oleh semua
PA. Semua anggota tim harus memiliki pemahaman yang sama tentang istilah-istilah
keperawatan yang digunakan dalam renpra tersebut. Misalnya dalam renpra, PP
menuliskan rencana tindakan keperawatan ; " monitor I/O ( Intake/Output =
pemasukan / pengeluaran ) tiap 24 jam".
Maka harus dipahami oleh semua anggota tim yang dimaksud dengan monitor I/O,
contoh lain dalam perencanaan PP menuliskan "berikan dukungan pada pasien dan
keluarganya" , maka baik PP dan PA dalam timnya harus memiliki persepsi yang sama
tentang tindakan yang akan dilakukan tersebut. Oleh sebab itu PP harus menjelaskan
kembali pada PA tentang apa yang disusunnya tersebut.
PP bertanggung jawab untuk memberikan informasi kondisi pasien yang terkait dengan
perawatannya. PP dapat memberikan informasi yang akurat bagi tenaga kesehatan lain,
sehingga keputusan medis atau gizi misalnya akan membantu perkembangan pasien selama
dalam perawatan, agar PP melakukan komunikasi yang efektif dengan tim kesehatan lain
tersebut, maka haruslah disepakati waktu yang tepat untuk mengkomunikasikan pada tim
kesehatan yang lain, misalnya melalui ronde antar profesional.
Terciptanya komunikasi yang efektif dengan tim kesehatan dari profesi lain, seorang
PP harus memenuhi kepribadian yang baik serta keterampilan berkomunikasi,
misalnya memiliki sikap mampu menghargai orang lain, tidak terkesan memerintah
atau menggurui atau bahkan menyalahkan orang lain dalam hal ini tim kesehatan dari
profesi lain, merupakan kemampuan yang harus dimiliki PP. Melakukan komunikasi
antar profesi ini PP dituntut untuk selalu berpegang pada etika keperawatan.
2.3. Tantangan yang dihadapi dalam dinamika tim PP-PA dan tenaga
kesehatan lainnya.
Tim PP-PA dapat dipandang sebagai suatu kelompok. Masalah atau tantangan yang
dapat dialami dalam membina kerjasama profesional dalam kelompok dan antar
profesi. Tersebut diantaranya adalah :