Anda di halaman 1dari 13

SP2KP (SISTEM PEMBERIAN PELAYANAN KEPERAWATAN

PROFESIONAL)

2.1 Konsep Dasar Praktik Keperawatan Profesional


2.1.1 Pengertian keperawatan dan praktik keperawatan :
Para pakar keperawatan mendefinisikan keperawatan dalam berbagai cara. Beberapa
diantaranya mengemukakan di bawah ini :
1. Florence Nigthingale (1859) :
Keperawatan dilihat sebagai tindakan non kuratif yaitu membuat klien dalam
kondisi klien terbaik secara alami, melalui penyediaan lingkungan yang kondusif
untuk terjadinya proses reparative.
2. Virginia Henderson (1966) :
Keperawatan adalah kegiatan membantu indivdu sehat atau sakit dalam melakukan
upaya aktifitas untuk membuat individu tersebut sehat atau sembuh dari sakit atau
meninggal dengan tenang, atau membantu apa yang seharusnya dilakukan apabila
ia mempunyai cukup kekuatan, keinginan, atau pengetahuan.
3. Martha E Roger (1970) :
Keperawatan adalah ilmu humanistis tentang kepedulian dalam mempertahankan
dan meningkatkan kesehatan, pencegahan penyakit, dan caring terhadap
rehabilitasi individu yang sakit atau cacat.
4. American Nurses Assosiation (1980) :
Keperawatan adalah suatu diagnosis dan terapi tentang respon manusia terhadap
masalah kesehatan yang actual dan potensial.

Berdasarkan pengertian tersebut, kelompok kerja keperawatan, KDIK (1962) menjelaskan


bahwa layanan keperawatan adalah suatu bentuk pelayanan professional yang merupakan
bagian integral dari layanan kesehatan, berbentuk pelayanan bio-psikososio-spiritual yang
komprehensif, ditujukan kepada individu keluarga dan masyarakat yang baik maupun yang
sehat, mencakup seluruh proses kehidupan manusia.

Penjelasan tersebut memperlihatkan bahwa praktek keperawatan merupakan suatu praktek


profesional yang mempunyai beberapa karakteristik utama (Shortridge, dalam
Cahsca (1990) berikut ini :
1. Praktek keperawatan merupakan praktek dengan orientasi melayani. Perawat harus
mempunyai komitmen untuk membantu klien dan memberikan asuhan keperawatan
berdasarkan keahlian yang tinggi serta menempatkan layanan diatas kepentingan
pribadi.
2. Berdasarkan ilmu keperawatan yang kukuh. Layanan keperawatan diberikan
berdasarkan landasan ilmu yang kukuh dan bukan layanan yang menekankan pada
prosedur tindakan. Tenaga keperawatan bertanggung jawab untuk terus belajar dan
mengembangkan ilmu keperawatan melalui kegiatan penelitian. Kemampuan
mengkaji, mengevaluasi, menginterpretasi hasil penelitian keperawatan menjadi
sumber penting dalam membuat keputusan klinik dan merupakan strategi dalam
meningkatkan mutu asuhan keperawatan (Kozier et al, 1997)
3. Praktek keperawatan mempunyai kode etik. Layanan keperawatan adalah layanan
profesional yang harus dilandasi oleh etika keperawatan. Etika disusun dalam kode
etik keperawatan yang merupakan pedoman bagi anggota profesi keperawatan
sehingga dapat menjamin bahwa masyarakat mendapat layanan yang bertanggung
jawab dan etis.
4. Praktik keperawatan mempunyai otonomi. Keperawatan harus mampu mengatur dan
mengendalikan praktik keperawatan, termasuk menetapkan rencana asuhan
keperawatan. Otonomi profesi merupakan karakteristik utama suatu profesi (Styler
dalam Kozier et al, 1997).

2.1.2

Hubungan perawat-klien
Hubungan perawat-klien menjadi inti dalam pemberian asuhan keperawatan, karena
keberhasilan penyembuhan dan peningkatan kesehatan klien sangat dipengaruhi oleh
hubungan perawat-klien. Terdapat beberapa konsep dasar tentang hubungan perawat
klien yang sangat relevan dalam praktik keperawatan profesional, yaitu konsep
tentang hubungan saling percaya, empati, caring, otonomi dan mutualitas (Kozier et
al,1997).
1. Konsep hubungan saling percaya
Hubungan perawat-klien harus didasarkan atas hubungan saling percaya.
Hubungan saling percaya ditumbuhkan melalui sikap iklhas dari perawat
(Genuineness) sehingga klien mendapatkan ketulusan perawat dan akhirnya klien
mempercayai perawat. Perhatian yang cermat (Carefull attention) terhadap setiap
permintaan klien sangat berpengaruh untuk menumbuhkan hubungan saling

percaya (Potter dan Perry, 1997), melalui hubungan tersebut akan menciptakan
keterbukaan antara perawat klien dan hal ini sangat bermanfaat dalam pencapaian
tujuan asuhan keperawatan.
2. Konsep Empati
Empati berarti kemampuan untuk masuk ke dalam kehidupan orang lain sehingga
dapat mempersepsikan secara akurat perasaan orang tersebut dan memahami arti
perasaan tersebut bagi yang bersangkutan. Sikap empati dapat membantu klien
mengerti dan mengeksplorasi perasaannya sehingga dapat mengatasi masalahnya
(Potter dan Perry, 1997) melalui sikap empati, perawat dapat berkomunikasi
secara verbal dan non verbal kepada klien dan memfasilitasi klien untuk
mengekspresikan perasaannya. Sikap empati merupakan salah satu aspek penting
agar suatu keperawatan yang bermutu (Idvall dan Rooke, 1998).

3. Konsep caring
Caring berarti mengandung 3 hal yang tidak dapat dipisahkan yaitu perhatian,
tanggung jawab, dan dilakukan dengan ikhlas (Kozier dan Erbe, 1998), sikap care
perawat dalam berkomunikasi ialah :
1. Berhenti berbicara atau paling tidak berbicara apabila klien tidak berbicara
dan jangan memotong pembicaraan klien.
2. Menjauhkan distraksi.
3. Melihat klien saat berbicara.
4. Memperhatikan hal-hal yang utama.
5. Mengevaluasi bagaimana penerimaan pesan yang sudah diberikan.
6. Mengkaji apa yang diabaikan dalam komunikasi tersebut.
7. Mengevaluasi intensitas emosi yang ditunjukkan klien.
4. Konsep otonomi dan mutualitas
Otonomi adalah kemampuan untuk menentukan sendiri atau kemampuan untuk
mengatur diri sendiri. Hal ini berarti bahwa otonomi menghargai manusia sebagai
seseorang yang mampu menentukan sendiri apa yang baik bagi dirinya.
Mutualitas berarti kerjasama dengan orang lain. Konsep tersebut sangat penting
dalam hubungan perawat-klien karena mereka akan bekerja sebagai satu tim.

2.1.3 Kolaborasi dalam Layanan Profesional


Kolaborasi merupakan hubungan kerja sama antara anggota tim dalam memberikan
asuhan kesehatan. Sikap saling menghargai antara tenaga kesehatan dan saling
memberikan informasi tentang kondisi klien mengenai tujuan (Hoffart dan Wood, 1996;
Wells Jhonson and Sayler, 1998). Dalam hubungan kolaborasi terdapat beberapa elemen
penting yaitu:
1. Kerja sama dalam perencanaan, pengambilan keputusan, pemecahan masalah,
penetapan sasaran dan tanggung jawab.
2. Kerja sama secara koperatif
3. Koordinasi
4. Komunikasi terbuka

2.1.3.1 Empat nilai profesional penting menurut Watson (1997) :


1. Komitmen yang tinggi untuk melayani. Keperawatan merupakan layanan
untuk membantu manusia dengan landasan pemebrian layanannnya adalah
sense of caring. Sense of caring mengandung arti adanya perhatian,
tanggung jawab terhadap layanan yang diberikan dan semua itu dilakukan
dengan kerelaan, ketulusan, serta tanpa paksaan demi kesejahteraan
manusia.
2. Penghargaan atas harkat dan martabat klien sebagai manusia. Hal ini berarti
bahwa perawat selalu bertindak melakukan yang terbaik bagi klien, tanpa
membeda-bedakan bangsa, suku, agama, politik, dan ekonomi.
3. Komitmen terhadap pendidikan. Komitmen ini direfleksikan dengan
keinginan untuk belajar secara berkelanjutan demi mempertahankan dan
meningkatkan kemampuan perawat.
4. Otonomi. Perawat perlu lebih asertif dalam meningkatkan kemampuannya
untuk berfungsi secara independent dalam mengatur pemberian asuhan
keperawatan.

2.1.4 Ketenagaan tenaga keperawatan profesional


2.1.4.1 Jenis tenaga keperawatan

1. Menurut Henderson (1980), "agar perawat yang praktik dipandang sebagai


seorang ahli dibidangnya dan menggunakan pendekatan ilmiah untuk
mengembangkan praktik keperawatan, perawat harus mengikuti pendidikan
pada tingkat universitas".
2. WHO Expert Committee on Nursing (1982) berpendapat bahwa, "
Praktik keperawatan merupakan kombinasi ilmu kesehatan dan seni tentang
care, yang merupakan suatu ilmu pengetahuan terintegrasi tentang
humanistis, falsafah keperawatan, praktik klinik, komunikasi, dan ilmu
sosial.
3. International Council of Nurses (ICN) (1983) menjelaskan bahwa"
program pendidikan keperawatan" seharusnya sejajar dengan pendidikan
profesional lain yang meliputi institusi, level, penghargaan akademi,
pengawasan dan ketetapan standar.

2.2 SP2KP ( Sistem Pemberian Pelayanan Keperawatan Professional )


2.2.1 Pengertian
SP2KP adalah sistem pemberian pelayanan keperawatan profesional yang
merupakan pengembangan dari MPKP ( Model Praktek Keperawatan Profesional )
dimana dalam SP2KP ini terjadi kerjasama profesional antara perawat primer (PP)
dan perawat asosiet (PA) serta tenaga kesehatan lainnya.
Pada aspek proses ditetapkan penggunaan metode modifikasi keperawatan primer
(kombinasi metode tim dan metode keperawatan primer). Penetapan metode ini
didasarkan pada beberapa alasan sebagai berikut :
1. Pada metode keperawatan primer, pemberian asuhan keperawatan dilakukan
secara berkesinambungan sehingga memungkinkan adanya tanggung jawab dan
tanggung gugat yang merupakan esensi dari suatu layanan profesional.
2. Terdapat satu orang perawat professional yang disebut PP, yang bertanggung
jawab dan bertanggung gugat atas asuhan keperawatan yang diberikan. Pada
MPKP , perawat primer adalah perawat lulusan sarjana keperawatan/Ners.
3. Pada metode keperawataan primer , hubungan professional dapat ditingkatkan
terutama dengan profesi lain.
4. Metode keperawatan primer tidak digunakan secara murni karena membutuhkan
jumlah tenaga Skp/Ners yang lebih banyak, karena setiap PP hanya merawat 4-5
klien dan pada metode modifikasi keperawatan primer , setiap PP merawat 9-10
klien.
5. Saat ini terdapat beberapa jenis tenaga keperawatan dengan kemampuan yang
berbeda-beda. Kombinasi metode tim dan perawat primer menjadi penting

sehingga perawat dengan kemampuan yang lebih tinggi mampu mengarahkan


dan membimbing perawat lain di bawah tanggung jawabnya.
6. Metode tim tidak digunakan secara murni karena pada metode ini tanggung
jawab terhadap asuhan keperawatan terbagi kepada semua anggota tim,
sehingga sukar menetapkan siapa yang bertanggung jawab dan bertanggung
gugat atas semua asuhan yang diberikan.

Apabila ditinjau dari 5 sub sistem yang diidentifikasi oleh Hoffart & Woods (1996),
secara sederhana dapat diartikan sebagai berikut :
1. Nilai-nilai profesional sebagai inti model
Pada model ini, PP dan PA membangun kontrak dengan klien/keluarga sejak
klien/keluarga masuk ke suatu ruangr rawat yang merupakan awal dari
penghargaan atas harkat dan martabat manusia. Hubungan tersebut akan terus
dibina selama klien dirawat di ruang rawat, sehingga klien/keluarga menjadi
partner dalam memberikan asuhan keperawatan. Pelaksanaan dan evaluasi
renpra,
PP
mempunyai
otonomi
dan
akuntabilitas
untuk
mempertanggungjawabkan asuhan yang diberikan termasuk tindakan yang
dilakukan PA di bawah tanggung jawab untuk membina performa PA agar
melakukan tindakan berdasarkan nilai-nilai professional.

2. Pendekatan Manajemen
Model ini memberlakukan manajemen SDM, artinya ada garis komunikasi yang
jelas antara PP dan PA. performa PA dalam satu tim menjadi tanggung jawab PP.
PP adalah seorang manajer asuhan keperawatan yang harus dibekali dengan
kemampuan manajemen dan kepemimpinan sehingga PP dapat menjadi manajer
yang efektif dan pemimpin yang efektif.
3. Metode pemberian asuhan keperawatan
Metode pemberian asuhan keperawatan yang digunakan adalah modifikasi
keperawatan primer sehingga keputusan tentang renpra ditetapkan oleh PP. PP
akan mengevaluasi perkembangan klien setiap hari dan membuat modifikasi
pada renpra sesuai kebutuhan klien.
4. Hubungan professional

Hubungan professional dilakukan oleh PP dimana PP lebih mengetahui tentang


perkembangan klien sejak awal masuk ke suatu ruang rawat sehingga mampu
member informasi tentang kondisi klien kepada profesi lain khususnya dokter.
Pemberian informasi yang akurat tentang perkembangan klien akan membantu
dalam penetapan rencana tindakan medic.
5. Sistem kompensasi dan penghargaan
PP dan timnya berhak atas kompensasi serta penghargaan untuk asuhan
keperawatan yang professional. Kompensasi san penghargaan yang diberikan
kepada perawat bukan bagian dari asuhan medis atau kompensasi dan
penghargaan berdasarkan prosedur. Kompensasi berupa jasa dapat diberikan
kepada PP dan PA dalam satu tim yang dapat ditentukan berdasarkan derajat
ketergantungan klien. PP dapat mempelajari secara detail asuhan keperawatan
klien tertentu sesuai dengan gangguan/masalah yang dialami sehingga mengarah
pada pendidikan ners spesialis.

Metode modifikasi Perawat Primer-Tim yaitu seorang PP bertanggung jawab dan


bertanggung gugat terhadap asuhan keperawatan yang diberikan pada sekelompok
pasien mulai dari pasien masuk sampai dengan bantuan beberapa orang PA. PP dan
PA selama kurun waktu tertentu bekerjasama sebagai suatu tim yang relative tetap
baik dari segi kelompok pasien yang dikelol, maupun orang-orang yang berada
dalam satu tim tersebut . Tim dapat berperan efektif jika didalam tim itu sendiri
terjalin kerjasama yang professional antara PP dan PA. selain itu tentu saja tim
tersebut juga harus mampu membangun kerjasama professional dengan tim
kesehatan lainnya.

2.2.3 Peran Managerial dan Leadership


Ketua dalam tim betugas untuk membuat rencana asuhan keperawatan, mengkoordinir
kegiatan semua staf (PA) yang berada dalam tim, mendelegasikan sebagian tindakantindakan keperawatan yang telah direncanakan pada renpra dan bersama-sama dengan
PA mengevaluasi asuhan keperawatan yang diberikan.

Seorang PP harus memiliki kemampuan yang baik dalam membuat renpra untuk klien
yang menjadi tanggungjawabnya. Adanya renpra merupakan tanggung jawab
profesional seorang PP sebagai landasan dalam memberikan asuhan keperawatan yang
sesuai dengan standar. Renpra tersebut harus dibuat sesegera mungkin pada saat klien
masuk dan dievaluasi setiap hari.

PP dituntut untuk memiliki kemampuan mendelegasikan sebagian tindakan


keperawatan yang telah direncanakan pada PA. pembagian tanggung jawab terhadap
klien yang menjadi tanggung jawab tim, didasarkan pada tingkat ketergantungan pasien
dan kemampuan PA dalam menerima pendelegasian.
Metode tim PP-PA dituntut untuk memiliki keterampilan kepemimpinan. PP bertugas
mengarahkan dan mengkoordinasikan PA dalam memberikan asuhan keperawatan pada
kelompok klien. PP berkewajiban untuk membimbing PA agar mampu memberikan
asuhan keperawatan seuai dengan standar yang ada. Bimbingan tersebut dapat
dilaksanakan secara langsung, misalnya mendampingi PA saat melaksanakan tindakan
tertentu pada klien atau secara tidak langsung pada saat melakukan konferens. PP juga
harus senantiasa memotivasi PA agar terus meningkatkan keterampilannya,misalnya
memberikan referensi atau bahan bacaan yang diperlukan.

Selain terkait dengan bimbingan keterampilan pada PA, sebagai bagian dari peran
kepemimpinan seorang PP, PP seharusnya juga memiliki kemampuan untuk mengatasi
konflik yang mungkin terjadi antar PA. PP harus menjadi penengah yang bijaksana
sehingga konflik bisa teratasi dan tidak mengganggu produktifitas PA dalam membantu
memberikan asuhan keperawatan.

2.2.4 Komunikasi tim melalui renpra, konferensi, dan ronde keperawatan


Komunikasi yang efektif merupakan kunci keberhasilan dalam melakukan kerjasama
profesional tim antara PP-PA. Komunikasi tersebut dapat melalui ;renpra, konferensi,
dan ronde keperawatan yang terstruktur dan terjadwal.
Rencana asuhan keperawatan ( renpra ) selain berfungsi sebagai ,
1. Pedoman bagi PP-PA
2. Landasan profesional bahwa asuhan keperawatan diberikan berdasarkan ilmu
pengetahuan

Kerjasama profesional PP-PA, renpra selain berfungsi sebagai penunjuk perencanaan


asuhan yang diberikan juga berfungsi sebagai media komunikasi PP pada PA.
Berdasarkan renpra ini, PP mendelegasikan PA untuk melakukan sebagian tindakan
keperawatan yang telah direncanakan oleh PP. Oleh sebab itu, sangat sulit untuk tim PPPA dapat bekerjasama secara efektif jika PP tidak membuat perencanaan asuhan

keperawatan ( renpra ). Hal ini menunjukan bahwa renpra sesungguhnya dibuat bukan
sekedar memenuhi ketentuan ( biasanya ketentuan dalam menentukan akreditasi rumah
sakit ). Renpra seharusnya dibuat sesegera mungkin, paling lambat 1 kali 24 jam setelah
pasien masuk karena fungsinya sebagai pedoman dan media komunikasi. Berdasarkan
ketentuan tugas dan tanggung jawab PP tidak sedang bertugas ( misalnya pada malam
hari atau hari libur ), PA yang sebelumnya telah didelegasikan dapat melakukan
pengkajian dasar dan menentukan satu diagnosa keperawatan yang terkait dengan
kebutuhan dasar pasien. Selanjutnya segera setelah PP bertugas kembali maka
pengkajian dan renpra yang telah ada harus divalidasi dan dilengkapi.

Penting juga diperhatikan bahwa renpra yang dibuat PP harus dimengerti oleh semua
PA. Semua anggota tim harus memiliki pemahaman yang sama tentang istilah-istilah
keperawatan yang digunakan dalam renpra tersebut. Misalnya dalam renpra, PP
menuliskan rencana tindakan keperawatan ; " monitor I/O ( Intake/Output =
pemasukan / pengeluaran ) tiap 24 jam".

Maka harus dipahami oleh semua anggota tim yang dimaksud dengan monitor I/O,
contoh lain dalam perencanaan PP menuliskan "berikan dukungan pada pasien dan
keluarganya" , maka baik PP dan PA dalam timnya harus memiliki persepsi yang sama
tentang tindakan yang akan dilakukan tersebut. Oleh sebab itu PP harus menjelaskan
kembali pada PA tentang apa yang disusunnya tersebut.

Pendelegasian tindakan keperawatan yang berdasarkan pada renpra, PP terlebih dahulu


harus memiliki kemampuan masing-masing PA. Hal yang tidak dapat didelegasikan
pada PA adalah tanggung jawab dan tanggung gugat seorang PP (Dunville dan
McCuock, 2004). Tindakan yang telah didelegasikan pada PA, PP tetap berkewajiban
untuk tetap memonitor dan mengevaluasi tindakan yang dilakukan oleh PA.

2.2.5 Komunikasi tim oleh konferensi


Konferensi adalah pertemuan yang direncanakan antara PP dan PA untuk membahas
kondisi pasien dan rencana asuhan yang dilakukan setiap hari. Konferensi biasanya
merupakan kelanjutan dari serah terima shift. Hal-hal yang ingin dibicarakan lebih rinci
dan sensitif dibicarakan didekat pasien dapat dibahas lebih jauh didalam konferensi.
Konferensi akan efektif jika PP telah membuat renpra, dan membuat rencana apa yang
akan dibicarakan dalam konferensi. Konferensi ini lebih bersifat 2 arah dalam diskusi
antara PPPA tentang rencana asuhan keperawatan dari dan klarifikasi pada PA dan hal
lain yang terkait.

2.2.6 Komunikasi tim melalui Ronde Keperawatan


Ronde keperawatan yang dilakukan dalam tim ini harus dibedakan dengan ronde
keperawatan yang dilakuan dengan clinical manager (ccm). Tujuan ronde keperawatan
dalam tim adalah agar PP dan PA bersama-sama melihat proses yang diberikan.

2.2.6.1 Kerjasama dengan tim lain


Tim kesehatan lain adalah dokter, ahli gizi, ahli farmasi, fisioterapi, staf laboratorium
dll. Peran PP dalam melakukan kerjasama dengan tim lain tersebut adalah :
1. Mengkolaborasikan.
2. Mengkomunikasikan.
3. Mengkoordinasikan semua aspek perawatan pasien yang menjadi tanggung
jawabnya.
4. PP dituntut untuk memiliki pengetahuan yang memadai baik segi tingkat
pendidikan dalam pengalamannya.

PP bertanggung jawab untuk memberikan informasi kondisi pasien yang terkait dengan
perawatannya. PP dapat memberikan informasi yang akurat bagi tenaga kesehatan lain,
sehingga keputusan medis atau gizi misalnya akan membantu perkembangan pasien selama
dalam perawatan, agar PP melakukan komunikasi yang efektif dengan tim kesehatan lain
tersebut, maka haruslah disepakati waktu yang tepat untuk mengkomunikasikan pada tim
kesehatan yang lain, misalnya melalui ronde antar profesional.

Kondisi dimana dokter tidak berada di ruang perawatan dapat menyebabkan


komunikasi langsung sangat sulit dilakukan oleh karena itu komunikasi antar tim
kesehatan dapat juga terbina melalui dokumentasi keperawatan. Dokumentasi tersebut
dibuat oleh PP tetapi sebelumnya harus telah disepakati oleh semua tim kesehatan
bahwa dokumentasi yang ada juga dimanfaatkan secara efektif sebagai alat
komunikasi.

Terciptanya komunikasi yang efektif dengan tim kesehatan dari profesi lain, seorang
PP harus memenuhi kepribadian yang baik serta keterampilan berkomunikasi,
misalnya memiliki sikap mampu menghargai orang lain, tidak terkesan memerintah
atau menggurui atau bahkan menyalahkan orang lain dalam hal ini tim kesehatan dari
profesi lain, merupakan kemampuan yang harus dimiliki PP. Melakukan komunikasi
antar profesi ini PP dituntut untuk selalu berpegang pada etika keperawatan.

Seorang PP harus melakukan tugas mengkordinasikan semua kegiatan yang terkait


dengan pengobatan dan perawatan pasien, misalnya dokter menjadwalkan pasien
untuk di rontgen dada dan di USG abdoment sekaligus pemeriksaan mata pada hari
yang sama, maka seorang PP harus mampu mengkoordinasikan semua kegiatan
tersebut agar tidak melelahkan dan membingungkan bagi pasien dan keluarganya.
Misalnya dalam hal ini perawat dapat menjadwal ulang semua kegiatan tadi.

2.3. Tantangan yang dihadapi dalam dinamika tim PP-PA dan tenaga
kesehatan lainnya.
Tim PP-PA dapat dipandang sebagai suatu kelompok. Masalah atau tantangan yang
dapat dialami dalam membina kerjasama profesional dalam kelompok dan antar
profesi. Tersebut diantaranya adalah :

PP tidak mampu ( tidak kompeten ) melakukan perannya, misalnya tidak mampu


membuat renpra, atau memberikan pendelegasian kepada PA yang tidak sesuai
dengan kemampuan PA tersebut.

PA tidak mampu menjalankan perannya, misalnya PA tidak mampu melakukan


tindakan yang sesuai dengan tugas yang telah didelegasikan oleh PP.

Sikap tenaga kesehatan lain yang kurang menghargai keberadaan profesi


keperawatan.

Adanya friksi diantara sesama PA.


Tantangan seperti disebutkan diatas dapat di pandang sebagai dinamika yang
terjadi dalam kelompok. Menghadapi tantangan tersebut seluruh pihak yang
terkait dalam komunikasi perawat pasien baik secara tidak langsung seperti CCM
(Clinical Care Manajer) , kepala ruangan, dan secara langsung PP dan PA sendiri
harus melakukan evaluasi dan mencari alternatif penyelesaiannya.

2.4. Peran dan Tangguna Jawab Perawat sesuai dengan Jabatannya


Peran Kepala Ruangan ( KARU)
1. Sebelum melakukan sharing dan operan pagi KARU....melakukan ronde keperawatan
kepada pasien yang dirawat.
2. Memimpin sharing pagi.
3. Memimpin operan.
4. Memastikan pembagian tugas perawat yang telah di buat olek Katim dalam
pemberian asuhan keperawatan pada pagi hari.
5. Memastikan seluruh pelayanan pasien terpenuhi dengan baik, meliputi : pengisian
Askep, Visite Dokter (Advise), pemeriksaan penunjang (Hasil Lab), dll.
6. Memastikan ketersediaan fasilitas dan sarana sesuai dengan kebutuhan.
7. Mengelola dan menjelaskan komplain dan konflik yang terjadi di area tanggung
jawabnya.
8. Melaporkan kejadian luar biasa kepada manajer.

Peran Ketua Tim ( KATIM )


Tugas Utama : Mengkoordinir pelaksanaan Askep sekelompok pasien oleh Tim
keperawatan di bawah koordinasinya.
1. Mengidentifikasi kebutuhan perawatan seluruh pasien oleh Tim keperawatan di
bawah koordinasinya pada saat Pre Croference
2. Mengidentifikasi seluruh PP membuat rencana asuhan keperawatan yang tepat untuk
pasiennya.
3. Memastikan setiap PA melaksanakan asuhan keperawatan sesuai dengan rencana yang
telah dibuat PP

4. Melaksanakan validasi tindakan keperawatan seluruh pasien di bawah koordinasinya


pada saat Post Conference.

2.5 Penanggung Jawab Shift (PJ Shift)


Tugas Utama : menggantikan fungsi pengatur pada saat shift sore/malam dan hari libur.
1. Memimpin kegiatan operan shift sore-malam
2. Memastikan PP melaksanakna follow up pasien tanggung jawabnya
3. Memastikan seluruh PA Melaksanakan Asuhan Keperawatan sesuai dengan rencana
yang telah dibuat PP
4. Mengatasi permasalahan yang terjadi di ruang perawatan
5. Membuat laporan kejadian kepada pengatur ruangan.

Perawat Pelaksana (PP) dan Perawat Asosiet (PA) :


Tugas Utama : Mengidentifikasi seluruh kebutuhan perawatan pasien yang menjadi
tanggung jawabnya, merencakan asuhan keperawatan, melaksanakan tindakan
keperawatan dan melakukan evaluasi (follow Up) perkembangan pasien.
1. Mengevaluasi tindakan keperawatan yang sudah dilaksanakan oleh Pa
2. Memastikan seluruh tindakan keperawatan sesuai dengan rencana.

Anda mungkin juga menyukai