HASIL PERKEBUNAN
Oleh :
Nama
: Annisa Nidya Nathania
NRP
: 123020160
Kelompok
:G
No.Meja
: 5 (Lima)
Asisten
: Sefty Muliawaty
Tanggal Percobaan : 20 Oktober 2014
I. PENDAHULUAN
Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang Percobaan, (2) Tujuan
Percobaan, dan (3) Prinsip Percobaan.
1.1 Latar Belakang Percobaan
Bahan penyegar adalah semua bahan nabati yang dapat merangsang
pemakainya, baik digunakan untuk merokok (fumitori), menyirih (mastikatori)
ataupun dalam minuman. Yang termasuk dalam penyegar antara lain kopi, teh, coklat,
tembakau, sirih, kola, candu, dan ganja. Pada umumnya bahan-bahan tersebut
mengandung zat perangsang yang termasuk golongan alkaloid (Muchtadi, 1992).
Keberadaan teh, kopi dan coklat pada masyarakat Indonesia saat ini cukup
populer. DiIndonesia kopi, teh dan coklat lebih populer sebagai makanan penyegar.
Teh dan kopi yangdikonsumsi kebanyakan adalah hasil olahan instant yang dikemas
dalam botol atau kemasan.Begitu pula dengan coklat. Teh dan kopi dalam kemasan
tersebut kini menjadi lebih populer daripada teh dan kopi seduh. Kebiasaan minum
teh dan kopi di Indonesia menjadikan teh dankopi layaknya air putih dan melupakan
budaya dari teh dan kopi itu sendiri.Padahal, Indonesia sendiri termasuk negara
penghasil teh, kopi dan coklat terbesar dan saat ini berada di posisi 7 (tujuh) di dunia
sebagai negara pengekspor hasil tersebutnamun anehnya sangat sulit untuk mencari
yang berkualitas di Indonesia. Tingkat konsumsiteh, kopi dan coklat di Indonesia juga
termasuk paling kecil jika dibandingkan dengan negara-negara lain di dunia
(Mardina,,2014).
Teh adalah bahan minuman yang sangat bermanfaat, terbuat dari pucuk
tanaman teh melalui proses pengolahan tertentu. Manfaat minum teh ternyata dapat
menimbulkan rasa segar dan dapat memulihkan kesehatan badan dan terbukti tidak
menimbulkan dampak negatif. Teh yang bermutu tinggi sangat diminati oleh
konsumen. Teh semacam ini hanya dapat dibuat dari bahan baku (pucuk teh) yang
bermutu tinggi, dengan teknologi pengolahan yang benar serta penggunaan mesinmesin pengolahan yang memadai (Arifin, 1994).
Komoditi kopi menduduki urutan ketiga dalam nilai ekspor hasil pertanian
sesudah kayu dan karet. Lebih dari 90% hasil tersebut merupakan produksi
perkebunan kopi rakyat yang tersebar di seluruh pelosok tanah air. Produksi kopi
rakyat ini biasanya masuk golongan mutu OIB, yang diperoleh dari pengolahan
secara kering, yang hasilnya sering tidak memberikan jaminan mutu yang diinginkan
(Ghani, 2002).
Hasil Pertanian lainnya yaitu tanaman kakao yang merupakan salah satu
tanaman perkebunan yang sangat digemari dan sudah lama dikenal oleh masyarakat
sebagai komoditi ekspor non migas. Tanaman ini mendapat prioritas untuk
dikembangkan guna menghasilkan devisa bagi negara. Kakao diperdagangkan dalam
bentuk biji kakao kering yang diperoleh dari buah kakao segar akan mengalali
pengolahan tertentu, sehingga layak dipasarkan. Biji kakao kering dikonsumsi
terutama oleh industri kakao maupun industri cokelat, sebagai bahan dasar atau
sumber lemak dalam pembuatan makanan, minuman, obat-obatan maupun kosmetik.
Konsumen tersebut menuntut biji kakao kering yang bermutu baik, dengan cita rasa
khas cokelat yang baik, namun ekspor biji kakao kering masih perlu diolah lebih
lanjut sehingga pada gilirannya meningkatkan devisa (Ghani, 2002).
Ukuran
Warna
B entuk
Struktur
Biji
Melintang
Aroma
Membujur
2. Analisis Kafein
t = 75 menit
Dinginkan
250 ml
Tanda bataskan
Ampas
Filtrat 150 ml
5 ml H2SO 4 Bilas dgn H2SO4 (1 : 9) 5 ml
(1 : 9)
Kocok berkali-kali
Didihkan Sampai Sisa Kloroform 25 ml, 20 ml, 15 ml
Volume 50 ml
Kocok & biarkan
Sampai cairan terpisah
+ 2.5 ml KOH 1%
+ 5 ml Kloroform
Kocok, biarkan
Sampai mengendap
2x
Diuapkan residunya
....
Keringkan, Oven
T = 100 C
KAFEIN KERING
t = 45 menit
t = 5 menit
Dinginkan
+ Aq sampai beratnya sama
Seperti Sebelum dipanaskan
Ampas
Filtrat 25 ml
Cawan porselen
Timbang beratnya
Sampai kering
....
....
Oven T = 100 C
t = 1 jam
....
Timbang
12,5 ml indigo
350 ml Aq
(Bila lar. Keruh tambah indigo)
KMnO4
5 g kaolin
Asam
50 ml NaCl
Kocok, biarkan menguap
Ampas
Filtrat 12,5 ml
12,5 ml indigo
350 ml Aq
KMnO4
Ukuran
Warna kulit
Struktur
Panjang
Diamater
Melintang
Membujur
87,2 mm
129,2 mm
Kuning
Aroma
(Sumber : Kelompok G, Meja 5, 2014)
Hasil
Arabica A
3 gram
0,03 gram
42,79 gram
42,82 gram
5,77 %
sampel
Hasil
Arabica A
218,6 gram
32,4 gram
5 gram
57,1 gram
.dikeringkan)
Berat residu
% kadar sari
( Sumber : Kelompok G, Meja 5, 2014)
0,4 gram
32 %
Hasil
Cocoa A
3 gram
0,01 N
1,40 ml
1,30 ml
4,68 %
3.2 Pembahasan
3.2.1 Pembahasan Struktur dan Sifat Fisik Hasil Perkebunan
Pada hasil percobaan pengamatan struktur dan sifat fisik hasil perkebunan
dengan menggunakan sampel cocoa A, diperoleh hasil dengan ukuran panjangnya
yaitu 129,2 mm, diameternya yaitu 87,2 mm. Warna yang dimiliki cocoa A adalah
kuning, dan memiliki aroma khas cocoa.
Tanaman kakao (Theobroma cacao L.) adalah tanaman yang berasal dari hutanhutan Amerika Selatan.Tanaman yang termasuk ke dalam family Sterculiaceae ini
pertamakali diusahakan oleh bangsa Indian Aztec.Adapun taksonomi cacao adalah
sebagai berikut:
Kingdom: Plantae
Divisi : Spermatophyta
Kelas : Dicotyledoneae
Anak Kelas : Dialypetalae
Ordo : Malvales
Family: Sterculiaceae
Genus : Theobroma
Spesies: Theobroma cacao L.(Anonim, 2013)
Kakao merupakan tumbuhan tahunan (perennial) berbentuk pohon, di alam
dapat mencapai ketinggian 10m.Meskipun demikian, dalam pembudidayaan
tingginya dibuat tidak lebih dari 5m tetapi dengan tajuk menyamping yang
meluas.Hal ini dilakukan untuk memperbanyak cabang produktif (Arifin, 1994).
Bunga kakao, sebagaimana anggota Sterculiaceae lainnya, tumbuh langsung
dari batang (cauliflorous).Bunga sempurna berukuran kecil (diameter maksimum
3cm), tunggal, namun nampak terangkai karena sering sejumlah bunga muncul dari
satu titik tunas.Bunga kakao tumbuh dari batang.Penyerbukan bunga dilakukan oleh
serangga (terutama lalat kecil (midge) Forcipomyia, semut bersayap, afid, dan
beberapa lebah Trigona) yang biasanya terjadi pada malam hari. Bunga siap diserbuki
dalam jangka waktu beberapa hari (Arifin, 1994).
Walaupun demikian, beberapa varietas kakao mampu melakukan penyerbukan
sendiri dan menghasilkan jenis komoditi dengan nilai jual yang lebih tinggi.Buah
tumbuh dari bunga yang diserbuki.Ukuran buah jauh lebih besar dari bunganya, dan
berbentuk bulat hingga memanjang.Buah terdiri dari 5 daun buah dan memiliki ruang
dan di dalamnya terdapat biji.Warna buah berubah-ubah.Sewaktu muda berwarna
hijau hingga ungu.Apabila masak kulit luar buah biasanya berwarna kuning
(Arifin, 1994).
Biji terangkai pada plasenta yang tumbuh dari pangkal buah, di bagian dalam.
Biji dilindungi oleh salut biji (aril) lunak berwarna putih.Dalam istilah pertanian
disebut pulp. Endospermia biji mengandung lemak dengan kadar yang cukup tinggi.
Dalam pengolahan pascapanen, pulp difermentasi selama tiga hari lalu biji
dikeringkan di bawah sinar matahari.Buah kakao yang sudah masak mempunyai kulit
tebal dan berisi 30-40 biji yang diselimuti pulp.Biji terdiri dari dua bagian yaitu kulit
biji dan keping biji.Warna buah kakao pada dasarnya berwarna 2 macam, yaitu; buah
muda berwarna hijau putih dan bila masak berwarna kuning; buah muda berwarna
merah dan bila masak berwarna orange (Arifin, 1994).
Anatomi Buah Kakao
Anatomi
Komposisi kulit buah (cocoa pod)
Kandungan
73,73%
Placenta
2,0%
Biji
24,2%
Forastero umumnya termasuk kakao bermutu rendah atau disebut kakao
curah/kakao curai/bulk cacao. Forastero memiliki ciri-ciri sebagai berikut :
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
Ada yang memiliki bottle neck dan ada pula yang tidak memiliki.
8.
9.
1. Merupakan jenis kakao yang menghasilkan biji kakao dengan mutu terbaik
sehingga dikenal sebagai kakao mulia, fine flavour cocoa, choiced cocoa dan edel
cocoa.
2. Buahnya berwarna merah atau hijau dengan kulit buah tipis berbintil-bintil
kasar dan lunak.
3. Biji kakaonya berbentuk bulat telur dan berukuran besar dengan kotiledon
berwarna putih pada saat basah.
4. Berjumlah lebih kurang 7% dari produksi kakao dunia dan merupakan jenis
edel yang dihasilkan di Equador, Venezuela, Trinidad, Grenada, Jamaika, Srilangka,
Indonesia dan Samoa.
2. Jenis Forastero
1. Merupakan jenis kakao dengan mutu kakao sedang atau bulk cocoa atau
lebih dikenal dengan ordinary cocoa.
2. Buahnya berkulit tebal dan berwarna hijau.
3. Biji kakaonya berbentuk tipis (gepeng) dengan kotiledon berwarna unggu
pada saat basah.
4. Jumlahnya sekitar 93% dari produksi kakao dunia dan merupakan jenis bulk
yang dihasilkan Afrika Barat, Brazil dan Dominika.
3. Jenis Trinitario
1. Merupakan hybrida dari jenis kakao Criollo dan Forastero secara alami
sehingga jenis kakao ini sangat heterogen.
2. Kakao jenis ini menghasilkan biji kakao fine flavour cocoa dan ada yang
termasuk dalam bulk cocoa.
3. Bentuknya bermacam-macam dengan buah berwarna hijau dan merah.
4. Biji kakaonya juga bermacam-macam dengan kotiledon berwarna unggu
muda sampai unggu tua pada saat basah (Ghani, 2002).
Biji Kakao adalah bahan utama pembuatan bubuk kakao (coklat), bubuk kakao
adalah bahan dalam pembuatan kue, es krim, makanan ringan, susu, dan lain-lain.
Dalam bahasa keseharian masyarakat kita menyebutnya coklat.Karakter rasa coklat
adalah gurih, dengan aroma yang khas sehingga disukai banyak orang khususnya
anak-anak dan remaja (Anonim 2014).
Penemu coklat pertama kali adalah bangsa Belanda namanya Casparus van
Houten dan anaknya Coenraad van Houten. Pada tahun 1828, Casparus van Houten
menciptakan alat pemerahan untuk memisahkan lemak coklat dari biji coklat yang
sudah dipanggang (Anonim, 2014).
Kemudian proses pembuatan coklat mengalami inovasi. Sang anak Coenraad
van Houten menemukan teknik alkalisasi. Proses alkalisasi adalah proses pengolahan
kakao, yang berperan penting untuk menghilangkan rasa pahit dari coklat. Kakao
padat dipisahkan dari kakao butter dengan cara ditekan. Dengan proses ini asam yang
ada dinetralkan, serat melunak dan putus. Hasil dari proses alkalisasi adalah coklat
yang berbentuk bubuk, penuh rasa, mudah dicerna, dan mudah larut dalam susu atau
air. Coklat yang dilarutkan di air bersama gula dan mentega kemudian dapat dicetak
menjadi coklat padat. Melalui coklat padat inilah yang kemudian diinovasi lagi
menjadi berbagai bentuk makanan lain tentunya tetap dengan cita rasa coklat seperti,
wafer, permen, dan lain lain. Teknik alkalisasi ini dikenal dengan proses Dutching
(Anonim, 2014).
3.2.2 Pembahasan Analisis Kadar Tanin
Pada hasil percobaan kadar tanin dengan menggunakan sampel cocoa A dapat
diperoleh kadar tanin sebesar 4,68 %.
Kakao (Theobroma cacao) merupakan tumbuhan berwujud pohon yang
berasal dari Amerika Selatan. Dari biji tumbuhan ini dihasilkan produk olahan yang
dikenal sebagai cokelat (Wikipedia, 2013).
Kakao merupakan tumbuhan tahunan (perennial) berbentuk pohon, di alam
dapat mencapai ketinggian 10m. Meskipun demikian, dalam pembudidayaan
tingginya dibuat tidak lebih dari 5m tetapi dengan tajuk menyamping yang meluas.
Hal ini dilakukan untuk memperbanyak cabang produktif (Wikipedia,2013).
Bunga kakao, sebagaimana anggota Sterculiaceae lainnya, tumbuh langsung
dari batang (cauliflorous). Bunga sempurna berukuran kecil (diameter maksimum
3cm), tunggal, namun nampak terangkai karena sering sejumlah bunga muncul dari
satu titik tunas (Wikipedia,2013).
Penyerbukan bunga dilakukan oleh serangga (terutama lalat kecil (midge)
Forcipomyia, semut bersayap, afid, dan beberapa lebah Trigona) yang biasanya
terjadi pada malam hari1. Bunga siap diserbuki dalam jangka waktu beberapa hari.
Kakao secara umum adalah tumbuhan menyerbuk silang dan memiliki sistem
inkompatibilitas-sendiri (lihat penyerbukan). Walaupun demikian, beberapa varietas
gugus hidroksil dan gugus lain yang sesuai (misalnya karboksil) untuk membentuk
perikatan kompleks yang kuat dengan protein dan makromolekul yang lain.
Senyawa-senyawa tanin ditemukan pada banyak jenis tumbuhan; berbagai
senyawa ini berperan penting untuk melindungi tumbuhan dari pemangsaan oleh
herbivora dan hama, serta dalam pengaturan pertumbuhan[1]. Tanin yang terkandung
dalam buah muda menimbulkan rasa kelat (sepat)[2]; perubahan-perubahan yang
terjadi pada senyawa tanin bersama berjalannya waktu berperan penting dalam proses
pemasakan buah (Wikipedia, 2013).
Kandungan tanin dari bahan organik (serasah, ranting dan kayu) yang terlarut
dalam air hujan (bersama aneka subtansi humus), menjadikan air yang tergenang di
rawa-rawa dan rawa gambut berwarna coklat kehitaman seperti air teh, yang dikenal
sebagai air hitam (black water). Kandungan tanin pula yang membuat air semacam ini
berasa kesat dan agak pahit.[3] (Wikipedia, 2013).
Tanin terutama dimanfaatkan orang untuk menyamak kulit agar awet dan
mudah digunakan. Tanin juga digunakan untuk menyamak (mengubar) jala, tali, dan
layar agar lebih tahan terhadap air laut. Selain itu tanin dimanfaatkan sebagai bahan
pewarna, perekat, dan mordan[4] (Wikipedia, 2013).
Tanin yang terkandung dalam minuman seperti teh, kopi, anggur, dan bir
memberikan aroma dan rasa sedap yang khas. Bahan kunyahan seperti gambir (salah
satu campuran makan sirih) memanfaatkan tanin yang terkandung di dalamnya untuk
memberikan rasa kelat ketika makan sirih. Sifat pengelat atau pengerut (astringensia)
itu sendiri menjadikan banyak tumbuhan yang mengandung tanin dijadikan sebagai
bahan obat-obatan.[4] Tanin yang terkandung dalam teh memiliki korelasi yang
positif antara kadar tanin pada teh dengan aktivitas antibakterinya terhadap penyakit
diare yang disebabkan oleh Enteropathogenic Esclierichia culi (EPEC) pada bayi [5]
Hasil penelitian Yulia (2006) menunjukkan bahwa daun teh segar yang belum
mengalami pengolahan lebih berpotensi sebagai senyawa antibakteri, karena seiring
dengan pengolahan menjadi teh hitam, aktivitas senyawa-senyawa yang berpotensi
sebagai antibakteri pada daun teh menjadi berkurang[6] (Wikipedia, 2013).
Pada percobaan ini digunakan larutan gelatin, NaCI, kaolin, indigo dan
KMNO4. Fungsi larutan gelatin adalah untuk mengikat tanin, fungsi larutan NaCI
adalah sebagai penstabil (untuk mencegah pelarut gelatin berlebih), Kaolin berfungsi
untuk mengikat senyawa selain tanin, Indigo berfungsi sebagai indikator yang dapat
memperjelas warna pada TAT. Fungsi KMNO 4 adalah sebagai indikator warna titik
akhir titrasi (Ghani, 2002).
Percobaan dilakukan dengan menggunakan metode titrasi permanganometri.
Permanganometri merupakan titrasi yang dilakukan berdasarkan reaksi oleh kalium
permanganat (KMnO4). Reaksi ini difokuskan pada reaksi oksidasi dan reduksi yang
terjadi antara KMnO4 dengan bahan baku tertentu. Titrasi dengan KMnO4 sudah
dikenal lebih dari seratus tahun. Kebanyakan titrasi dilakukan dengan cara langsung
atas alat yang dapat dioksidasi seperti Fe+, asam atau garam oksalat yang dapat larut
dan sebagainya. Beberapa ion logam yang tidak dioksidasi dapat dititrasi secara tidak
langsung dengan permanganometri seperti: (1) ion-ion Ca, Ba, Sr, Pb, Zn, dan Hg (I)
yang dapat diendapkan sebagai oksalat. Setelah endapan disaring dan dicuci,
dilarutkan dalam H2SO4 berlebih sehingga terbentuk asam oksalat secara kuantitatif.
Asam oksalat inilah yang akhirnya dititrasi dan hasil titrasi dapat dihitung banyaknya
ion logam yang bersangkutan. (2) ion-ion Ba dan Pb dapat pula diendapkan sebagai
garam khromat. Setelah disaring, dicuci, dan dilarutkan dengan asam, ditambahkan
pula larutan baku FeSO4 berlebih. Sebagian Fe2+ dioksidasi oleh khromat tersebut
dan sisanya dapat ditentukan banyaknya dengan menitrasinya dengan KMnO4.
(Vogel,A.I.1990).
Aplikasi lain KMnO4 adalah sebagai reagen untuk mensintesis senyawa
organik dalam jumlah signifikan dibutuhkan untuk sintesis asam askorbat,
kloramfenikol, sakarin, asam isonikotinat dan asam pirazionik
(Kusumawawardhani, 2013).
3.2.3 Pembahasan Analisis Kadar Sari
Pada hasil percobaan kadar sari dengan menggunakan sampel Arabica A dapat
diperoleh hasil % kadar sari sebesar 32%.
Kopi Arabika (Coffea arabica) diduga pertama kali diklasifikasikan oleh
seorang ilmuan Swedia bernama Carl Linnaeus (Carl von Linn) pada tahun 1753.
Jenis Kopi yang memiliki kandungan kafein sebasar 0.8-1.4% ini awalnya berasal
dari Brasil dan Etiopia. Arabika atau Coffea arabica merupakan Spesies kopi pertama
yang ditemukan dan dibudidayakan manusia hingga sekarang. Kopi arabika tumbuh
di daerah di ketinggian 700-1700 m dpl dengan suhu 16-20 C, beriklim kering tiga
bulan secara berturut-turut. Jenis kopi arabika sangat rentan terhadap serangan
penyakit karat daun Hemileia vastatrix (HV), terutama bila ditanam di daerah dengan
elevasi kurang dari 700 m, sehingga dari segi perawatan dan pembudayaan kopi
arabika memang butuh perhatian lebih dibanding kopi Robusta atau jenis kopi
lainnya. Kopi arabika saat ini telah menguasai sebagian besar pasar kopi dunia dan
harganya jauh lebih tinggi daripada jenis kopi lainnya. Di Indonesia kita dapat
menemukan sebagian besar perkebunan kopi arabika di daerah pegunungan toraja,
Sumatera Utara, Aceh dan di beberapa daerah di pulau Jawa. Beberapa varietas kopi
arabika memang sedang banyak dikembangkan di Indonesia antara lain kopi arabica
jenis Abesinia, arabika jenis Pasumah, Marago, Typica dan kopi arabika Congensis
(Djunaedi,2002).
Kadar sari atau kadar seduhan adalah jumlah bahan yang larut apabila bahan
tersebut diekstrak dengan air panas. Kadar sari ini penting untuk produk bahan
penyegar seperti kopi, teh, dan coklat yang dikonsumsi dalam bentuk seduhan. Kadar
sari produk menentukan mutu organoleptik seduhan yang meliputi cita rasa, warna,
aroma, dan kesegaran (Muchtadi,2010).
Kadar sari yang dimiliki teh menurut standar SNI adalah sebesar 20-36%. Data
dari SNI sesuai dengan hasil pengamatan praktikan yang mendapatkan hasil kadar
sari dalam kopi arabica adalah sebesar 32% (Arifin,1994).
Pengaruh besar kadar sari dengan padatan terlarut adalah apabila kadar sari
semakin besar maka padatan terlarut semakin besar, sehingga aroma yang
dikeluarkan semakin banyak, begitu pula sebaliknya apabila kadar sari semakin kecil
maka padatan terlarut semakin kecil pula (Arifin, 1994).
Pengaruh kualitas dengan besaran kadar sari yaitu bila kadar sari semakin besar
maka ampas yang tertinggal sedikit, jika ampas pada bahan sedikit maka kualitas
bahan lebih baik dan begitu pula sebaliknya. sehingga besar kadar sari mempengaruhi
kualitas bahan (Arifin,1994).
Pemanasan dilakukan agar kadar sari di dalam sampel dapat terekstrak keluar.
Waktu pemanasan 45 menit merupakan waktu optimum untuk memisahkan kadar
sari. Dilakukan pemanasan lagi selama 5 menit kemudian ditutup oleh cawan untuk
menghindari agar senyawa volatil tidak menguap. Ditanda bataskan untuk proses
pengenceran. Penyaringan dilakukan untuk memisahkan larutan dengan kotoran
sampel mudah diamati. Kemudian dioven untuk mendapatkan kadar sari kering
(Anonim,2014).
Pada Saat percobaan kadar sari sampel ditimbang dan dipanaskan selama 45
menit yang bertujuan agar didapatkan sari pada sampel, dan zat-zat lain selalin sari
dapat teruapkan, kemudian dipanaskan kembali selama lima meit namun ditutup
dengan cawan yang bertujuan untuk mempertahankan sari yang terdapat dalam
sampel agar tidak teruapkan, kemudoan didinginkan dan ditambahkan aquadest
hingga berat sama seperti sebelum dipanaskan, tujuannya untuk mengembalikan
konsentrasi sampel, dan melarutkan zat, tahap berikutnya disaring hingga didapat 25
ml, kemudian dimasukkan kedalam cawan dan diuapkan hingga kering, setelah itu
dioven hingga didapat berat konstan (Anonim, 2014).
Kopi Arabika (Coffea arabica) diduga pertama kali diklasifikasikan oleh
seorang ilmuan Swedia bernama Carl Linnaeus (Carl von Linn) pada tahun 1753.
Jenis Kopi yang memiliki kandungan kafein sebasar 0.8-1.4% ini awalnya berasal
dari Brasil dan Etiopia. Arabika atau Coffea arabica merupakan Spesies kopi pertama
yang ditemukan dan dibudidayakan manusia hingga sekarang. Kopi arabika tumbuh
di daerah di ketinggian 700-1700 m dpl dengan suhu 16-20 C, beriklim kering tiga
bulan secara berturut-turut. Jenis kopi arabika sangat rentan terhadap serangan
penyakit karat daun Hemileia vastatrix (HV), terutama bila ditanam di daerah dengan
elevasi kurang dari 700 m, sehingga dari segi perawatan dan pembudayaan kopi
arabika memang butuh perhatian lebih dibanding kopi Robusta atau jenis kopi
lainnya. Kopi arabika saat ini telah menguasai sebagian besar pasar kopi dunia dan
harganya jauh lebih tinggi daripada jenis kopi lainnya. Di Indonesia kita dapat
menemukan sebagian besar perkebunan kopi arabika di daerah pegunungan toraja,
Sumatera Utara, Aceh dan di beberapa daerah di pulau Jawa. Beberapa varietas kopi
arabika memang sedang banyak dikembangkan di Indonesia antara lain kopi arabica
jenis Abesinia, arabika jenis Pasumah, Marago, Typica dan kopi arabika Congensis
(Djunaedi,2002).
memberikan efek merangsang pada jaringan tubuh manusia maupun hewan. Jadi
kafein merupakan komponen penting pada produk kopi dan teh (Muchtadi, 2010).
Kafein dapat larut dalam air, mempunyai aroma wangi tetapi sangat pahit.
Kafein bersifat basa mono-acidic yang lemah dan dapat meimsah dengan penguapan
air. Dengan asam, kafein akanb bereaksi membentuk garam yang tidak stabil.
Sedangkan reaksi kafein dengan basa akan membentuk garam yang stabil. Kafein
mudah terurai dengan alkali panas membentuk kafeidin (Muchtadi, 2010).
Kafein berfungsi sebagai senyawa perangsang yang bersifat bukan alkohol,
rasanya pahit dan dapat juga digunakan untuk obat-obatan. Senyawa ini dapat
mempengaruhi sistem syaraf pusat otot dan ginjal. Pengaruhnya terhadap sistem
syaraf pusat adalah membuat keadaan seperti mencegah rasa kantuk, menaikkan daya
tangkap panca indera, mempercepat daya pikir dan mengurangi rasa lelah. Ditinjau
dari segi kesehatan pemakai kafein yang terlalu banyak tidak diijinkan
(Muchtadi, 2010).
Pada prosedur percobaan, sampel ditambahkan MgO yang berfungsi untuk
mengikat kafein yang ada didalam sampel yaitu teh sariwangi, kemudian digunakan
larutan H2SO4 1:9 yang berfungsi untuk membasuh sisa kafein yang menempel pada
gelas kimia, kemudian digunakan larutan KOH yang berfungsi untuk menetralkan
dan membentuk kristal-kristal kafeinat. Digunakan juga kloroform sebagai pelarut
organik untuk mengikat atau melarutkan kafein pada tahap ekstraksi. Selain
kloroform pelarut organik adalah hexane, dietil eter, petroleum eter, dll. Untuk
mendapatkan kadar kafein pada bubuk kopi dilakukan proses ekstraksi
(Ghani, 2002).
Proses terjadinya 2 fasa pada ekstraksi diperoleh hasil pada lapisan bawahnya
adalah fasa organik yaitu kloroform (CHCl3) dan lapisan atasnya adalah fasa
anorganik, yaitu air yang mengandung sisa garam (Khopkar, 1990).
Pada saat ekstraksi menggunakan corong pisah, gas yang berada dalam corong
pisah harus dikeluarkan, hal ini bertujuan agar tidak ada gas yang menumpuk
sehingga bahan yang ada di dalam corong pisah tidak ikut keluar (Khopkar,1990),
Sebelum dilakukan ekstraksi, terlebih dahulu dilakukan refluks. Hal ini
bertujuan untuk mengikat kafein dengan cara penguapan, tanpa mengurangi jumlah
larutannya atau tanpa kehilangan volume serta memperkecil hilangnya senyawa
volatil kopi yang mempengaruhi pada hasil seduhan (Khopkar,1990).
% kadar kafein yang terkandung dalam sampel kopi Arabica A adalah sebesar
5,77 %, sedangkan batas maksimum kafein dalam makanan dan minuman adalah 150
mg/hari dan 50 mg/sajian (Risky,2010).
IV. KESIMPULAN DAN SARAN
Bab ini akan menguraikan mengenai : (1) Kesimpulan dan (2) Saran
4.1 Kesimpulan
Kesimpulan dari percobaan pengamatan struktur dan sifat fisik hasil
perkebunan dengan menggunakan sampel cocoa A dapat diperoleh hasil yaitu ukuran
panjangnya 129,2 mm, diameter 87,2 mm, dengan warna kuning dan aroma khas
cocoa. Pada percobaan analisis kadar kafein dengan menggunakan sampel Arabica A
diperoleh hasil % kadar kafein sebesar 5,77%. Pada percobaan analisis kadar tanin
dengan menggunakan sampel cocoa A, diperoleh hasil % kadar tanin sebesar 4,68 %.
Pada percobaan analisis kadar sari dengan menggunakan sampel kopi Arabica A
diperoleh hasil % kadar sari sebesar 32% .
4.2 Saran
Sebaiknya pada saat praktikum berlangsung praktikan memahami prosedur
dengan benar dan lebih teliti agar mendapatkan hasil pengamatan dan perhitungan
yang benar.
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN PERHITUNGAN
% kafein =
x 100%
= 5,77 %
2. Penentuan kadar sari
Sampel : Arabica A
Berat sampel + aquaadest + Erlenmeyer = 218,6 gram
Berat cawan = 32,4 gram
Berat sampel = 5 gram
Berat cawan + sampel (seb.dikeringkan) = 57,1 gram
% kadar sari =
0,4
5
100
x 100
25
x 4 x 100%
= 32 %
3. Penentuan kadar tanin
Sampel : Cocoa A
Berat sampel : 3 gram
N KMnO4 = 0,01 N
Volume KMnO4 1 = 1,40 ml
Volume KMnO4 2 = 1,30 ml
% tannin =
FP VI +
V2
0,00416
X N KMnO 4 X
2
0,1
Ws
x 100%
250 100
0,001 x 0,00416
x
x 1,35 x
10 10
0,1
x 100
3
= 4,68 %