Anda di halaman 1dari 22

BAB I

PENDAHULUAN
Angina Ludwig atau dikenal sebagai Angina Ludovici, pertama kali dijelaskan oleh
Wilheim Frederickvon Ludwig pada tahun 1836 sebagai suatu selulitis atau infeksi jaringan
ikat leher dan dasar mulut yang cepat menyebar. Ia mengamati bahwa kondisi ini akan
memburuk secara progesif bahkan dapat berakhir pada kematian dalam waktu 10 12 hari.1
Angina Ludwig merupakan salah satu bentuk abses leher dalam. Abses leher dalam
terbentuk di dalam ruang potensial di antara fascia leher sebagai akibat perjalanan infeksi dari
berbagai sumber seperti gigi, mulut, tenggorok, sinus paranasal, telinga tengah dan leher.
Tergantung ruang mana yang terlibat, gejala dan tanda klinis setempat berupa nyeri dan
pembengkakkan akan menunjukkan lokasi infeksi.2
Angina Ludwig ialah infeksi ruang submandibular berupa selulitis atau flegmon yang
progresif dengan tanda khas berupa pembengkakan seluruh ruang submandibula, tidak
membentuk abses dan tidak ada limfadenopati. Hal ini menyebabkan adanya perabaan keras
seperti papan dan tidak adanya bekas penekanan seperti edema pada umumnya di
submandibula.3 Ruang suprahyoid berada di antara otot-otot yang melekatkan lidah pada os
hyoid dan m. mylohyoideus. Peradangan ruang ini menyebabkan ketegangan yang berlebihan
pada jaringan dasar mulut serta mendorong lidah ke atas-belakang. Hal ini dapat
menyebabkan obstruksi jalan napas secara potensial.4
Walaupun biasanya penyebaran yang luas terjadi pada pasien imunokompromise,
angina Ludwig juga bisa berkembang pada orang yang sehat.5 Faktor predisposisinya berupa
karies dentis, perawatan gigi terakhir, sickle cell anemia, trauma, dan tindikan pada frenulum
lidah.6 Selain itu penyakit sistemik seperti diabetes melitus, neutropenia, aplastik anemia,
glomerulositis, dermatomiositis dan lupus eritematosus dapat mempengaruhi terjadinya
angina Ludwig.7 Penderita terbanyak berkisar antara umur 20-60 tahun, walaupun pernah
dilaporkan terjadi pada usia 12 hari 84 tahun. Kasus ini dominan terjadi pada laki-laki (3:1
sampai 4:1).6 Angka kematian akibat angina Ludwig sebelum dikenalnya antibiotik mencapai
angka 50% dari seluruh kasus yang dilaporkan, sejalan dengan perkembangan antibiotika,
perawatan bedah yang baik, serta tindakan yang cepat dan tepat, maka saat ini angka
kematiannya hanya 8%.8

BAB II
PEMBAHASAN
2.1.Definisi
Angina Ludwig merupakan infeksi dan peradangan serius jaringan ikat
(selulitis) pada area di bawah lidah dan dagu. Penyakit ini termasuk dalam grup
penyakit infeksi odontogen, di mana infeksi bakteri berasal dari rongga mulut seperti
gigi, lidah, gusi, tenggorokan, dan leher. Karakter spesifik yang membedakan angina
Ludwig dari infeksi oral lainnya ialah infeksi ini harus melibatkan dasar mulut serta
kedua ruang submandibularis (sublingualis dan submaksilaris) pada kedua sisi
(bilateral).9 Umumnya, infeksi dimulai dengan selulitis, kemudian berkembang
menjadi fasciitis (spasia fasialis) adalah suatu area yang tersusun atas lapisan-lapisan
fasia di daerah kepala dan leher berupa jaringan ikat yang membungkus otot-otot dan
berpotensi untuk terserang infeksi serta dapat ditembus oleh eksudat purulen
(Peterson, 2002)., dan akhirnya berkembang menjadi abses yang menyebabkan
indurasi suprahioid, pembengkakan pada dasar mulut, dan elevasi serta perubahan
letak lidah ke posterior12,13
2.2.Anatomi
Pengetahuan tentang ruang-ruang di leher dan hubungannya dengan fascia
penting untuk mendiagnosis dan mengobati infeksi. Ruang yang dibentuk oleh
berbagai fascia pada leher ini merupakan area yang berpotensi untuk terjadinya
infeksi. Invasi dari bakteri akan menghasilkan selulitis atau abses, dan menyebar
melalui berbagai jalan termasuk melalui saluran limfe.6
Spasia fasialis diklasikfikasikan menjadi spasia primer dan spasia sekunder.
Spasia primer diklasifikasikan lagi menjadi spasia primer maxilla dan spasia primer
mandibula. Spasia primer maxilla terdapat pada canine, buccal, dan ruang
infratemporal.
Sedangkan spasia primer mandibula terdapat pada submental, buccal, ruang
submandibular dan sublingual. Infeksi juga dapat terjadi di tempat-tempat lain yang
disebut sebagai spasia sekunder, yaitu pada Masseteric, pterygomandibular, superficial
dan deep temporal,

dan

spasium servikal terbagi atas lateral pharyngeal,

retropharyngeal, dan prevertebral.

Letak Anatomi dan Gangguan Melibatkan Spasia Wajah


Spasia Kanina
Spasia kanina merupakan ruang tipis di antara levator angulioris dan M. labii
superioris. Spasia kanina terbentuk akibat dari infeksi yang terjadi pada gigi caninus
rahang atas. Gigi caninus merupakan satu-satunya gigi dengan akar yang cukup
panjang untuk menyebabkan pengikisan sepanjang tulang alveolar superior hingga
otot atau facial expression. Infeksi ini mengikis bagian superior hingga ke dasar M.
levator anguli oris dan menembus dasar M. levator labii superior.
Ketika spasia ini terinfeksi, gejala klinisnya yaitu pembengkakan pipi bagian
depan dan swelling pada permukaan anterior menyebabkan lipatan nasolabial
menghilang. Penyebaran lanjut dari infeksi canine spaces dapat menyerang daerah
infraorbital dan sinus kavernosus.

b
Gambar 1. Spasia fossa kanina.

Spasia Bukal
Spasia bukalis terikat pada permukaan kulit muka pada aspek lateral dan
M.buccinators dan berisi kelenjar parotis dan n. facialis. Spasia dapat terinfeksi akibat
perpanjangan infeksi dari gigi maxilla dan mandibula. Penyebab utama infeksi spasia
bukal adalah gigi-gigi posterior, terutama Molar maxilla. Spasia bukal menjadi
berhubungan dengan gigi ketika infeksi telah mengikis hingga menembus tulang
superior hingga perlekatan M. buccinators.
Gejala infeksi yaitu edema pipi dan trismus ringan. Keterlibatan spasia bukal
dapat menyebabkan pembengkakan di bawah lengkung zygomatic dan daerah di atas
batas inferior dari mandibula. Sehingga baik lengkung zygomatic dan batas inferior
mandibula Nampak jelas pada infeksi spasi bukal.

a
b
Gambar 2. Spasia bukal.

Spasia infratemporal
Salah satu gejala penting dari abses ini adalah rasa sakit pada palpasi antara
ramus dan tuber diatas lipatan mukosa, rasa sakit yang menusuk di telinga.

a
b
Gambar 3. Spasia infratemporal.

Spasia mastikasi (masseter, pterygoid, temporal)


Jika infeksi spasia primer tidak ditangani secara tepat, infeksi dapat meluas ke
arah posterior hingga melibatkan spasia facial sekunder. Ketika spasia sekunder telah
ikut terlibat, infeksi menjadi lebih berat, dapat menyebabkan komplikasi hingga
kematian, dan lebih sulit untuk ditangani. Hal ini dikarenakan spasia sekunder
dikelilingi oleh jaringan ikat fascia yang sedikit sekali mendapat suplai darah
Sehingga infeksi pada spasia ini sulit ditangani tanpa prosedur pembedahan untuk
mengeluarkan eksudat purulen.
Spasia masseter Spasia masseter berada di antara aspek lateral mandibula dan
batas median m. masseter. Infeksi ini paling sering diakibatkan penyebaran infeksi dari
spasia bukalis atau dari infeksi jaringan lunak di sekitar Molar ketiga mandibula.

Ketika spasia masseter terlibat, area di atas sudut rahang dan ramus menjadi bengkak.
Inflamasi m. masseter ini dapat menyebabkan trismus.

a
b
Gambar 4.Spasia masseter.

Spasia pterygomandibular Spasia pterygomandibular berada ke arah median


dari mandibula dan ke arah lateral menuju m. pterygoid median. Area ini merupakan
area tempat penyuntikan larutan anastesi local disuntikan ketika dilakukan block pada
saraf alveolar inferior. Infeksi pada area ini biasanya merupakan penyebaran dari
infeksi spasia sublingual dan submandibula.
Infeksi pada area ini juga sering menyebabkan trismus pada pasien, tanpa
disertai pembengkakan. Ini lah yang menjadi dasar diagnosa pada infeksi ini
Spasia temporal Spasia temporal berada pada posterior dan superior dari
spasia master dan pterygomandibular. Dibagi menjadi dua bagian oleh m. temporalis.
Bagian pertama yaitu bagian superficial yang meluas menuju m. temporalis,
sedangkan bagian kedua merupakan deep portion yang berhubungan dengan spasia
infratemporal. infeksi ini, baik superficial maupun deep portion hanya terlihat pada
keadaan infeksi yang sudah parah. Ketika infeksi sudah melibatkan spasia temporalis,
itu artinya pembengkakan sudah terjadi di sepanjang area temporal ke arah superior
menuju arcus zygoamticus dan ke posterior menuju sekeliling mata.
Spasia masseter, pterygomandibular, dan temporal juga dikenal sebagai spasia
matikator. Spasia ini saling berhubungan, sehingga ketika salah satunya mengalami
infeksi maka spasia lainnya berkemungkinan juga terkena infeksi.
Spasia Submandibula dan sublingual
Terletak posterior dan inferior dari m. mylohyoid dan m. platysma. Infeksi
berasal dari gigi molar mandibula dengan ujung akar di bawah m. mylohyoid dan dari
pericoronitis. Gejala infeksi berupa pembengkakan pada daerah segitiga submandibula
leher disekitar sudut mandibula, perabaan terasa lunak dan adanya trismus ringan.
5

Kedua spasia ini terbentuk dari perforasi lingual dari infeksi molar mandibula,
dan dapat juga disebabkan infeksi pada premolar. Yang membedakan infeksi tersebut
apakah submandibula atau siblingual adalah perlekatan dari M. mylohyoid pada ridge
mylohyoid pada aspek medial mandibula. Jika infeksi mengikis medial aspek
mandibula di atas garis mylohyoid, artinya infeksi terjadi pada spasia lingual (sering
terjadi pada gigi premolar dan molar). Sedangkan jika infeksi mengikis aspek medial
dari inferior mandibula hingga mylohyoid line , spasia submandibular pun dapat
terkena infeksi.
Molar ketiga mandibula paling sering menjadi penyebab spasia primer
mandibula. Sedangkan molar kedua mandibula dapat mengakibatkan baik spasia
sublingual maupun submandibular.
Spasia sublingual berada di antara mucosa oral dasar mulut dan m. mylohyoid.
Batas

posteriornya

terbuka

hingga

berhubungan

langsung

dengan

spasia

submandibular dan spasia sekunder mandibula hingga aspek posterior. Secara klinis,
pada infeksi spasia sublingual sering terlihat pembengkakan intraoral, terlihat pada
bagian yang terinfeksi pada dasar mulut. Infeksi biasanya menjadi bilateral dan lidah
menjadi terangkat (meninggi).
Spasia submandibula berada di antara m. mylohyoid dan lapisan kulit di
atasnya serta fascia superficial. Batas posterior spasia submandibula berhubungan
dengan spasia sekunder dari bagian posterior rahang. Infeksi pada submandibular
menyebabkan pembengakakan yang dimulai dari batas inferior mandibula hingga
meluas secara median menuju m. digastricus dan meluas ke arah posterior menuju
tulang hyoid.
Ketika bilateral submandibula, sublingual dan submentalis terkena infeksi,
inilah yang disebut dengan Ludwigs angina. Infeksi ini menyebar dengan cepat
kearah posterior menuju spasia sekunder mandibula. Sulit menelan hampir selalu
terjadi pada infeksi ini, disertai dengan elevasi dan displacement lidah serta
pengerasan superior submandibula hingga tulang hyoid
Pasien yang mengalami infeksi ini biasanya mengalami trismus, mengeluarkan
saliva, kesulitan menelan bahkan bernafas yang dapat berkembang menjadi obstruksi
nafas atas yang dapat menyebabkan kematian.

a
b
Gambar 5.Spasia submandibula.

a
b
Gambar 6. Spasia sublingual.

Spasia submental
Spasia submental berada di antara anterior bellies dari m. digastricus dan di
antara m. mylohyoid dengan kulit di atasnya. Spasia ini biasanya terjadi karena infeksi
dari incisor mandibula. Incisor mandibula cukup panjang untuk dapat menyebabkan
infeksi mengikis bagian labial dari tulang apical hingga perlekatan m.mentalis.
Gejala infeksi berupa bengkak pada garis midline yang jelas di bawah dagu.
Infeksi juga dapat terjadi pada batas inferior mandibula hingga ke m. submentalis.

a
b
Gambar 7. Spasia submental.

Sapasia Laterofaringeal
Batas anatomi Spasia ini perluasan dari dasar tengkorak di tulang sphenoid
menuju tulang hyoid di inferior dan terletak antara otot pterygoid medial di aspek
lateral dan superior faringeal konstriktor aspek medial. Di bagian depan dibatasi oleh
pterygomandibular raphe dan meluas ke bagian posteriomedia fascia prevertebral.
Prosessus styloid, associated muscles, dan facia membagi spasia ini menjadi
kompartemen anterior yang mengandung selubung carotid dan beberapa nervus
cranial.
Gejala dan tanda klinis infeksi Tanda klinis yang terlihat ialah trismus yang
cukup berat yang merupakan keterlibatan otot pterygoid media; pembengkakan leher
lateral, terutama sudut inferior mendibula; dan pembengkakan dinding faringeal
lateral.ke arah midline. Pasien dengan kasus ini biasanya sulit menelan dan demam.

Spasia Retrofaringeal
Batas anatomi Spasia ini terletak di belakangan jaringan lunak aspek posterior
faring. Di bagian depan dibatasi oleh konstriktor faringeal superior; bagian muka dan
posterior oleh alar layer fascia prevetebral. Spasia ini berawal dari dasar tengkorak dan
meluas ke arah inferior di vertebra C7 atau T1, di mana fascia alar menyatu dengan
fascia buccopharyngeal, Gejala dan tanda klinis infeksi :
1. Obstruksi jalan nafas atas yang serius sebagai hasil dari displacement
anterior dari dinding faringeal posterior ke arah faring
2. Rupturnya abses spasia retrofaringeal dengan masuknya pus ke paru-paru.
Ruang submandibular merupakan ruang di atas os hyoid (suprahyoid) dan m.
mylohyoid. Di bagian anterior, m. mylohyoid memisahkan ruang ini menjadi dua yaitu
ruang sublingual di superior dan ruang submaksilar di inferior. Adapula yang

membaginya menjadi tiga diantaranya yaitu ruang sublingual, ruang submental dan
ruang submaksillar.2

Gambar 8. Ruang sublingual di bagian superior dari m. mylohyoid. Ruang submandibular di


inferior dari m. mylohyoid.

Ruang submaksilar dipisahkan dengan ruang sublingual di bagian superiornya


oleh m. mylohyoid dan m. hyoglossus, di bagian medialnya oleh m. styloglossus dan di
bagian lateralnya oleh corpus mandibula. Batas lateralnya berupa kulit, fascia
superfisial dan m. platysma superficialis pada fascia servikal bagian dalam. Di bagian
inferiornya dibentuk oleh m. digastricus. Di bagian anteriornya, ruang ini
berhubungan secara bebas dengan ruang submental dan di bagian posteriornya
terhubung dengan ruang pharyngeal.

Gambar 9. Ruang submaksilar dibatasi oleh m. mylohyoid, m. hyoglossus, dan m. styloglossus.

Ruang submandibular ini mengandung kelenjar submaxillar, duktus Wharton,


n. lingualis dan hypoglossal, a. facialis, sebagian nodus limfe dan lemak.10

Ruang submental merupakan ruang yang berbentuk segitiga yang terletak di


garis tengah bawah mandibula dimana batas superior dan lateralnya dibatasi oleh
bagian anterior dari m. digastricus. Dasar ruangan ini adalah m. mylohyoid sedangkan
atapnya adalah kulit, fascia superfisial dan m. platysma. Ruang submental
mengandung beberapa nodus limfe dan jaringan lemak fibrous. 10

Gambar 10. Segitiga ruang submental.

Infeksi pada ruang submandibular ini menyebar hingga bagian superior dan
posterior, mengakibatkan peninggian dasar mulut dan lidah. Os hyoid membatasi
penyebaran ke inferior, sedangkan pembengkakan dapat menyebar hingga bagian
anterior leher, menyebabkan distorsi dan gambaran bull neck.6

Gambar 11. Gambaran ekstraoral bull neck.

2.3.Etiologi
Dilaporkan sekitar 90% kasus angina Ludwig disebabkan oleh odontogen baik
melalui infeksi dental primer, postekstraksi gigi maupun oral hygiene yang kurang.11
Selain itu, 95% kasus angina Ludwig melibatkan ruang submandibular bilateral dan
gangguan jalan nafas merupakan komplikasi paling berbahaya yang seringkali
merenggut nyawa. Rute infeksi pada kebanyakan kasus ialah dari terinfeksinya molar
ketiga rahang bawah atau dari perikoronitis, yang merupakan infeksi dari gusi sekitar
gigi molar ketiga yang erupsi sebagian. Hal ini mengakibatkan pentingnya

10

mendapatkan konsultasi gigi untuk molar bawah ketiga pada tanda pertama sakit,
perdarahan dari gusi, kepekaan terhadap panas/dingin atau adanya bengkak di sudut
rahang.5
Selain gigi molar ketiga, gigi molar kedua bawah juga menjadi penyebab
odontogenik dari angina Ludwig. Gigi-gigi ini mempunyai akar yang terletak pada
tingkat m. myohyloid, dan abses seperti perimandibular abses akan menyebar ke ruang
submandibular. Di samping itu, perawatan gigi terakhir juga dapat menyebabkan
angina Ludwig, antara lain: penyebaran organisme dari gangren pulpa ke jaringan
periapikal saat dilakukan terapi endodontik, serta inokulasi Streptococcus yang
berasal dari mulut dan tenggorokan ke lidah dan jaringan submandibular oleh
manipulasi instrumen saat perawatan gigi. 11
Ada juga penyebab lain yang sedikit dilaporkan antara lain sialadenitis
kelenjar submandibula, fraktur mandibula terbuka, infeksi sekunder akibat keganasan
mulut, abses peritonsilar, infeksi kista ductus thyroglossus, epiglotitis, injeksi obat
intravena melalui leher, trauma oleh karena bronkoskopi, intubasi endotrakeal,
laserasi oral, luka tembus di lidah, infeksi saluran pernafasan atas, dan trauma pada
dasar mulut.11
Infeksi biasanya disebabkan oleh bakteri streptokokus, stafilokokus, atau
bakteroides. Namun, 50% kasus disebabkan disebabkan oleh polimikroba, baik oleh
gram positif ataupun gram negatif, aerob ataupun anaerob.12
Organisme yang paling banyak ditemukan pada penderita angina Ludwig
melalui isolasi adalah Streptococcus viridians dan Staphylococcus aureus. Bakteri
anaerob yang diisolasi seringkali berupa bacteroides, peptostreptococci, dan
peptococci. 11
Bakteri gram positif yang telah diisolasi adalah Fusobacterium nucleatum,
Aerobacter aeruginosa, spirochetes, Veillonella, Candida, Eubacteria, dan spesies
Clostridium. Bakteri Gram negatif yang diisolasi antara lain spesies Neisseria,
Escherichia coli, spesies Pseudomonas, Haemophillus influenza dan spesies
Klebsiella.11
2.4.Patogenesis
Infeksi gigi seperti nekrosis pulpa karena karies profunda yang tidak terawat
dan deep periodontal pocket, merupakan jalan bagi bakteri untuk mencapai jaringan
periapikal. Karena jumlah bakteri yang banyak, maka infeksi akan menyebar ke
tulang spongiosa sampai tulang kortikal. Jika tulang ini tipis, maka infeksi akan

11

menembus dan masuk ke jaringan lunak. Penyebaran infeksi ini tergantung dari daya
tahan jaringan tubuh. 4
Penyebaran infeksi odontogen dapat melalui jaringan ikat (perkontinuitatum),
pembuluh darah (hematogen), dan pembuluh limfe (limfogen). Yang paling sering
terjadi adalah penjalaran secara perkontinuitatum karena adanya celah/ruang di antara
jaringan yang berpotensi sebagai tempat berkumpulnya pus.4
Penjalaran infeksi pada rahang atas dapat membentuk abses palatal, abses
submukosa, abses gingiva, trombosis sinus kavernosus, abses labial dan abses fasial.
Penjalaran infeksi pada rahang bawah dapat membentuk abses sublingual, abses
submental, abses submandibular, abses submaseter dan angina Ludwig. 4
Ujung akar molar kedua dan ketiga terletak di belakang bawah linea
mylohyoidea (tempat melekatnya m. mylohyoideus) dalam ruang submandibula,
menyebabkan infeksi yang terjadi pada gigi tersebut dapat membentuk abses dan
pusnya menyebar ke ruang submandibular, bahkan meluas hingga ruang
parafaringeal. Abses pada akar gigi yang menyebar ke ruang submandibula akan
menyebabkan sedikit ketidaknyamanan pada gigi, nyeri terjadi jika terjadi ketegangan
antara tulang.4

Gambar 12. Linea mylohyoidea, tempat perlekatan m. mylohyoideus.

12

Gambar 13. Ruang submandibular terletak antara m. mylohyoid, fascia dan kulit. Ruang
submandibular terinfeksi langsung oleh molar kedua dan ketiga.

Infeksi pada ruang submental biasanya terbatas karena ada kesatuan yang
keras dari fascia cervikal profunda dengan m. digastricus anterior dan os hyoid.
Edema dagu dapat terbentuk dengan jelas.4
Infeksi pada ruang submaksilar biasanya terbatas di dalam ruang itu sendiri,
tetapi dapat pula menyusuri sepanjang duktus submaksilaris Whartoni dan mengikuti
struktur kelenjar menuju ruang sublingual, atau dapat juga meluas ke bawah
sepanjang m. hyoglossus menuju ruang-ruang fascia leher.4
Pada infeksi ruang sublingual, edema terdapat pada daerah terlemah di bagian
superior dan posterior sehingga mendorong supraglotic larynx dan lidah ke belakang,
akhirnya mempersempit saluran dan menghambat jalan nafas.4
Penyebaran infeksi berakhir di bagian anterior yaitu mandibula dan di bagian
inferior yaitu m. mylohyoid. Proses infeksi kemudian berjalan di bagian superior dan
posterior, meluas ke dasar lantai mulut dan lidah.6
Os hyoid membatasi terjadinya proses ini di bagian inferior sehingga
pembengkakan menyebar ke daerah depan leher yang menyebabkan perubahan
bentuk dan gambaran bull neck.6

Gambar 14. Proses penyebaran ke bagian superior dan posterior yang mendorong lantai dasar
mulut dan lidah. Pada penyebaran secara anterior, batas os hyoid meluas ke arah inferior dan
menyebabkan gambaran bull neck.

2.5.Manifestasi Klinis
Gejala klinis umum angina Ludwig meliputi malaise, lemah, lesu, malnutrisi,
dan dalam kasus yang parah dapat menyebabkan stridor atau kesulitan bernapas.
Gejala klinis ekstra oral meliputi eritema, pembengkakan, perabaan yang keras seperti
papan (board-like) serta peninggian suhu pada leher dan jaringan ruang
13

submandibula-sublingual yang terinfeksi; disfonia (hot potato voice) akibat edema


pada organ vokal. Gejala klinis intra oral meliputi pembengkakkan, nyeri dan
peninggian lidah; nyeri menelan (disfagia); hipersalivasi (drooling); kesulitan dalam
artikulasi bicara (disarthria).3
Pemeriksaan fisik dapat memperlihatkan adanya demam dan takikardi dengan
karakteristik dasar mulut yang tegang dan keras. Karies pada gigi molar bawah dapat
dijumpai. Biasanya ditemui pula indurasi dan pembengkakkan ruang submandibular
yang dapat disertai dengan lidah yang terdorong ke atas. Trismus dapat terjadi dan
menunjukkan adanya iritasi pada m. masticator. Tanda-tanda penting seperti pasien
tidak mampu menelan air liurnya sendiri, dispneu, takipneu, stridor inspirasi dan
sianosis menunjukkan adanya hambatan pada jalan napas yang perlu mendapat
penanganan segera.7
2.6.Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesa, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan penunjang.
a. Anamnesa
Gejala awal biasanya berupa nyeri pada area gigi yang terinfeksi. Dagu
terasa tegang dan nyeri saat menggerakkan lidah. Penderita mungkin akan
mengalami

kesulitan

membuka

mulut,

berbicara,

dan

menelan,

yang

mengakibatkan keluarnya air liur terus-menerus serta kesulitan bernapas. Penderita


juga dilaporkan mengalami kesulitan makan dan minum. Dapat dijumpai demam
dan rasa menggigil.9
b. Pemeriksaan fisik
Dasar mulut akan terlihat merah dan membengkak. Saat infeksi menyebar
ke belakang mulut, peradangan pada dasar mulut akan menyebabkan lidah
terdorong ke atas-belakang sehingga menyumbat jalan napas. Jika laring ikut
membengkak, saat bernapas akan terdengar suara tinggi (stridor). Biasanya
penderita akan mengalami dehidrasi akibat kurangnya cairan yang diminum
maupun makanan yang dimakan. Demam tinggi mungkin ditemui, yang
menindikasikan adanya infeksi sistemik.9
c. Pemeriksaan penunjang
Meskipun diagnosis angina Ludwig dapat diketahui berdasarkan anamnesa
dan pemeriksaan fisik, beberapa metode pemeriksaan penunjang seperti
laboratorium maupun pencitraan dapat berguna untuk menegakkan diagnosis.7

14

Laboratorium:
Pemeriksaan darah: tampak leukositosis yang mengindikasikan adanya infeksi
akut. Pemeriksaan waktu bekuan darah penting untuk dilakukan tindakan insisi

drainase.7
Pemeriksaan kultur dan sensitivitas: untuk menentukan bakteri yang
menginfeksi (aerob dan/atau anaerob) serta menentukan pemilihan antibiotik

dalam terapi.7
Pencitraan:
R: walaupun radiografi foto polos dari leher kurang berperan dalam
mendiagnosis atau menilai dalamnya abses leher, foto polos ini dapat
menunjukkan luasnya pembengkakkan jaringan lunak. Radiografi dada dapat
menunjukkan perluasan proses infeksi ke mediastinum dan paru-paru. Foto
panoramik rahang dapat membantu menentukan letak fokal infeksi atau abses,
serta struktur tulang rahang yang terinfeksi.7

Gambar 15. Foto Polos menunjukkan adanya pembengkakan supraglotik.

USG: USG dapat menunjukkan lokasi dan ukuran pus, serta metastasis dari
abses. USG dapat membantu diagnosis pada anak karena bersifat non-invasif
dan non-radiasi. USG juga membantu pengarahan aspirasi jarum untuk

menentukan letak abses.7


CT-scan: CT-scan merupakan metode pencitraan terpilih karena dapat
memberikan evaluasi radiologik terbaik pada abses leher dalam. CT-scan dapat
mendeteksi akumulasi cairan, penyebaran infeksi serta derajat obstruksi jalan
napas

sehingga dapat sangat membantu dalam memutuskan kapan

dibutuhkannya pernapasan buatan.7

15

Gambar 16. CT scan menunjukkan adanya pembengkakan supraglotik dan adanya udara
dalam soft-tissue.

MRI: MRI menyediakan resolusi lebih baik untuk jaringan lunak


dibandingkan dengan CT-scan. Namun, MRI memiliki kekurangan dalam lebih
panjangnya waktu yang diperlukan untuk pencitraan sehingga sangat
berbahaya bagi pasien yang mengalami kesulitan bernapas.7

2.7.

DIAGNOSIS BANDING
Diagnosis banding dari angina Ludwig yaitu edema angioneurotik, karsinoma lingual,
hematoma sublingual, abses kelenjar saliva, limfadenitis, selulitis, dan abses
peritonsil.12

2.8.PENATALAKSANAAN
Penatalaksaan angina Ludwig memerlukan tiga fokus utama, yaitu:7
pertama dan paling utama, menjaga atau mempertahankan saluran jalan napas

tetap terbuka/ bebas sumbatan.


kedua, terapi antibiotik secara progesif, dibutuhkan untuk mengobati dan

membatasi penyebaran infeksi.


ketiga, dekompresi ruang submandibular, sublingual, dan submental.
Trakeostomi awalnya dilakukan pada kebanyakan pasien, namun dengan

adanya teknik intubasi serta penempatan fiber-optic Endotracheal Tube yang lebih
baik, maka kebutuhan akan trakeostomi berkurang. Intubasi dilakukan melalui hidung
dengan menggunakan teleskop yang fleksibel saat pasien masih sadar dan dalam

16

posisi tegak. Jika tidak memungkinkan, dapat dilakukan krikotiroidotomi atau


trakheotomi dengan anestesi lokal.7
Pemberian dexamethasone IV selama 48 jam, di samping terapi antibiotik dan
operasi dekompresi, dilaporkan dapat membantu proses intubasi dalam kondisi yang
lebih terkontrol, menghindari kebutuhan akan trakheotomi/krikotiroidotomi, serta
mengurangi waktu pemulihan di rumah sakit. Diawali dengan dosis 10mg, lalu diikuti
dengan pemberian dosis 4 mg tiap 6 jam selama 48 jam.7
Setelah patensi jalan napas telah teratasi maka antibiotik IV segera diberikan.
Awalnya pemberian Penicillin G dosis tinggi (2-4 juta unit IV terbagi setiap 4 jam)
merupakan lini pertama pengobatan angina Ludwig. Namun, dengan meningkatnya
prevalensi produksi beta-laktamase terutama pada Bacteroides sp, penambahan
metronidazole,

clindamycin,

cefoxitin,

piperacilin-tazobactam,

amoxicillin-

clavulanate harus dipertimbangkan. Kultur darah dapat membantu mengoptimalkan


regimen terapi.7 Selain itu, dilakukan pula eksplorasi dengan tujuan dekompresi
(mengurangi ketegangan) dan evaluasi pus, di mana pada umumnya angina Ludwig
jarang terdapat pus atau jaringan nekrosis. Eksplorasi lebih dalam dapat dilakukan
memakai cunam tumpul. Jika terbentuk nanah, dilakukan insisi dan drainase. Insisi
adalah pembuatan jalan keluar nanah secara bedah (dengan scapel). Insisi drainase
merupakan tindakan membuang materi purulent yang toksik, sehingga mengurangi
tekanan pada jaringan, memudahkan suplai darah yang mengandung antibiotik dan
elemen pertahanan tubuh serta meningkatkan kadar oksigen di daerah infeksi
(Hambali, 2008). Drainase adalah tindakan eksplorasi pada fascial space yang terlibat
untuk mengeluarkan nanah dari dalam jaringan, biasanya dengan menggunakan
hemostat. untuk mempertahankan drainase dari pus perlu dilakukan pemasangan
drain, misalnya dengan rubber drain atau penrose drain, untuk mencegah
menutupnya luka insisi sebelum drainase pus tuntas (Lopez-Piriz et al., 2007).
Tujuan dari tindakan insisi dan drainase, yaitu mencegah terjadinya perluasan
abses/infeksi ke jaringan lain, mengurangi rasa sakit, menurunkan jumlah populasi
mikroba beserta toksinnya, memperbaiki vaskularisasi jaringan (karena pada daerah
abses vakularisasi jaringan biasanya jelek) sehingga tubuh lebih mampu
menanggulangi infeksi yang ada dan pemberian antibiotik lebih efektif, dan mencegah
terjadinya jaringan parut akibat drainase spontan dari abses. Selain itu, drainase dapat
juga dilakukan dengan melakukan open bur dan ekstirpasi jarngan pulpa nekrotik,
atau dengan pencabutan gigi penyebab (Topazian et al, 1994).
17

Insisi dilakukan di garis tengah secara horisontal setinggi os hyoid (3-4 jari di
bawah mandibula). Insisi dilakukan di bawah dan paralel dengan corpus mandibula
melalui fascia dalam sampai kedalaman kelenjar submaksila. Insisi vertikal tambahan
dapat dibuat di atas os hyoid sampai batas bawah dagu. Jika gigi yang terinfeksi
merupakan fokal infeksi dari penyakit ini, maka gigi tersebut harus diekstraksi untuk
mencegah kekambuhan. Pasien di rawat inap sampai infeksi reda.4

Gambar 17. cricothyroidotomy.

Gambar 18. Gambaran klinis abses subkutan. Pembuatan insisi pada abses subkutan, penggunaan hemostat dan
pemasangan drain (Fragiskos, 2007).

18

Gambar 19. drainase.

2.9.Komplikasi
Angina Ludwig merupakan selulitis bilateral dari ruang submandibular yang
terdiri dari dua ruang yaitu ruang sublingual dan ruang submaksilar. Secara klinis,
kedua ruang ini berfungsi sebagai satu kesatuan karena adanya hubungan bebas serta
kesamaan dalam tanda dan gejala klinis. Celah buccopharingeal, yang dibentuk oleh
m. styloglossus melalui m. constrictor media dan superior, merupakan penghubung
antara ruang submandibular dengan ruang pharingeal lateral. Infeksi angina Ludwig
dapat menyebar secara langsung melalui celah buccopharingeal ini ke ruang
pharingeal lateral, di mana selulitis akan dengan cepat menjadi berbahaya serta
menimbulkan obstruksi jalan napas yang berat.7
Akibat barrier anatomik yang tidak dibatasi, infeksi dapat menyebar secara
mudah ke jaringan leher, ruang fascia retropharingeal, bahkan hingga mediastinum
dan ruang subphrenik. Selain gejala obstruksi jalan napas yang dapat terjadi tiba-tiba,
komplikasi dari angina Ludwig dapat berupa trombosis sinus kavernosus, aspirasi dari
sekret yang terinfeksi, dan pembentukan abses subphrenik. Komplikasi lebih lanjut
yang telah dilaporkan meliputi sepsis, mediastinitis, efusi perikardial/pleura,
empisema, infeksi dari carotid sheath yang mengakibatkan ruptur a. carotis, dan
thrombophlebitis supuratif dari v. jugularis interna.7

2.10.

Pencegahan

19

Pencegahan dapat dilakukan dengan pemeriksaan gigi ke dokter secara rutin


dan teratur. Penanganan infeksi gigi dan mulut yang tepat dapat mencegah kondisi
yang akan meningkatkan terjadinya angina Ludwig.4
2.11.

Prognosis
Prognosis angina Ludwig tergantung pada kecepatan proteksi jalan napas

untuk mencegah asfiksia, eradikasi infeksi dengan antibiotik, serta pengurangan


radang. Sekitar 45% 65% penderita memerlukan insisi dan drainase pada area yang
terinfeksi, disertai dengan pemberian antibiotik untuk memperoleh hasil pengobatan
yang lengkap. Selain itu, 35% dari individu yang terinfeksi memerlukan intubasi dan
trakeostomi.9
Angina Ludwig dapat berakibat fatal karena membahayakan jiwa.4 Kematian
pada era preantibiotik adalah sekitar 50%. Namun dengan diagnosis dini,
perlindungan jalan nafas yang segera ditangani, pemberian antibiotik intravena yang
adekuat serta penanganan dalam ICU, penyakit ini dapat sembuh tanpa
mengakibatkan komplikasi. Begitu pula angka mortalitas dapat menurun hingga
kurang dari 5%.4

RINGKASAN
Angina Ludwig ialah infeksi ruang submandibular berupa selulitis atau flegmon yang
progresif.3 Karakter spesifik yang membedakan angina Ludwig dari infeksi oral lainnya ialah
infeksi ini harus melibatkan dasar mulut serta kedua ruang submandibularis (sublingualis dan
submaksilaris) pada kedua sisi (bilateral).9

20

Dilaporkan sekitar 90% kasus angina Ludwig disebabkan oleh odontogen baik
melalui infeksi dental primer, postekstraksi gigi maupun oral hygiene yang kurang.11 Rute
infeksi pada kebanyakan kasus ialah dari terinfeksinya molar kedua atau ketiga rahang
bawah, dapat pula dari perikoronitis.5 Organisme yang paling banyak ditemukan pada
penderita melalui isolasi adalah Streptococcus viridians dan Staphylococcus aureus. 11
Manifestasi klinis dari angina Ludwig meliputi pembengkakan, nyeri dan
terdorongnya lidah ke atas; pembengkakan leher dan jaringan ruang submandibular yang
keras seperti papan; malaise; demam; disfagia. Tanda-tanda penting seperti pasien tidak
mampu menelan air liurnya sendiri dan adanya stridor inspirasi mengindikasikan adanya
obstruksi jalan napas.5
Penatalaksaan angina Ludwig memerlukan tiga fokus utama, yaitu: pertama, menjaga
patensi jalan napas dengan intubasi nasal,trakeostomi, krikotiroidotomi atau trakheotomi;
kedua, terapi antibiotik IV secara progesif, dibutuhkan untuk mengobati dan membatasi
penyebaran infeksi; ketiga, dekompresi ruang submandibular, sublingual, dan submental
dengan cara insisi atau drainase abses.7 Prognosis angina Ludwig tergantung pada kecepatan
proteksi jalan napas untuk mencegah asfiksia, eradikasi infeksi dengan antibiotik, serta
pengurangan radang. 9

DAFTAR PUSTAKA
1.

Murphy SC. The Person Behind the Eponym: Wilhelm Frederick von Ludwig.
Journal of Oral Pathology & Medicine. August 9 1996.

2.

Fachruddin D. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga, Hidung, Tenggorok, Kepala, dan
Leher. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2009.

21

3.

Damayanti. Kumpulan Kuliah Stomatologi. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas


Tarumanagara.

4.

Raharjo SP. Penatalaksanaan Angina Ludwig. Jurnal Dexa Media. Januari-Maret


2008;Vol.21.

5.

Anonymous. Ludwig's Angina. 2010. available at:


http://en.wikipedia.org/wiki/Ludwig%27s_angina.

6.

Hartmann RW. Ludwig's Angina in Children. Journal of American Family Physician.


July 1999;Vol. 60.

7.

Winters S. A Review of Ludwig's Angina for Nurse Practitioners. Journal of the


American Academy of Nurse Practitioners. December 2003;Vol. 15(Issue 12).

8.

Arfani A. Dentist: Phlegmon. available at:


http://asnuldentist.blogspot.com/2010/08/phlegmon.

9.

Anonymous. Ludwig's Angina. available at: http://www.mdguidelines.com/ludwigsangina.

10.

Bailey B. Odontogenic Infection. Head and Neck Surgery. 4th ed. Pennsylvanya:
Elsener Mosby; 2005.

11.

Topazian R. Oral and Maxillofacial Infection. 4th ed. St. Louis: W.B. Saunders; 2002.

12.

Leminick M, David MD. Ludwigs Angina : Diagnosis and Treatment. Available from
www.turner-white.com. Diakses tanggal 20 Januari 2015.

13.

Soepardi EA, Iskandar N, Bashiruddin J, Restuti RD. Buku Ajar THT-KL. Edisi 6.
Jakarta : FK UI; 2007. Hal 230.

22

Anda mungkin juga menyukai