Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Gagal jantung adalah suatu keadaan dimana jantung tidak mampu lagi
menjalankan fungsinya yaitu untuk memompakan darah ke seluruh jaringan tubuh
untuk metabolisme1. Hal ini menyebabkan seluruh organ akan kekurangan asupan
darah sehingga mencetuskan reaksi kompensasi yang dapat memperberat kerja
jantung dan mempercepat kegagalan jantung.
Seiring perkembangan zaman, gagal jantung dapat ditemui pada usia
muda, dimana usia diatas 45 tahun bagi laki-laki dan 55 tahun bagi perempuan
memiliki faktor risiko terbesar untuk menderita gagal jantung.
Di Indonesia, gagal jantung merupakan salah satu penyebab kematian
yang paling tinggi dan merupakan salah satu penyakit yang memiliki prevalensi
tinggi di rumah sakit, baik rawat inap maupun rawat jalan.
Tingginya prevalensi dan mortalitas pasien gagal jantung perlu menjadi
perhatian khusus seiring dengan buruknya pola makan masyarakat masa kini dan
kurangnya olahraga karena aktivitas yang padat. Orang-orang dengan obesitas,
merokok, usia tua, memiliki faktor risiko yang lebih besar menderita gagal
jantung.
Hipertensi heart disease merupakan risiko morbiditas dan mortalitas, yang
meningkat sesuai dengan peningkatan tekanan sistolik dan diastolik menuju
jantung. Tekanan darah persisten dimana tekanan sistoliknya diatas 140 MmHg
dan tekanan diastolik 90 MmHg sehingga meningkatnya tekanan darah menuju
jantung. Meningkatnya tekanan darah menuju jantung merupakan penyebab
utama gagal jantung, stroke, dan gagal ginjal.

1.2. TUJUAN
Tujuan penulisan laporan kasus ini adalah untuk mempelajari dan
mengetahui definisi, faktor resiko, gejala klinis, diagnosis, pemeriksaan
penunjang, pengobatan dan prognosis gagal jantung terutama yang disebabkan
oleh hipertensi heart disease. Selain itu, penulisan laporan kasus ini juga bertujuan
untuk memenuhi tugas kepaniteraan klinik di SMF Penyakit Dalam RSHM.
1.3.

MANFAAT
Laporan kasus ini bermanfaat sebagai bahan informasi bagi pembaca

mengenai gagal jantung yang disebabkan hipertensi heart disease.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2. Gagal Jantung
2.1. Definisi Gagal Jantung
Gagal jantung adalah ketidakmampuan jantung untuk memompakan darah
dalam jumlah yang memadai untuk memenuhi kebutuhan metabolism tubuh atau
kemampuan tersebut hanya dapat terjadi dengan tekanan pengisian jantung yang
tinggi atau kedua-duanya.
Gagal jantung terjadi apabila jantung tidak mampu memompakan darah
yang cukup untuk memenuhi kebutuhan metabolik tubuh pada tekanan pengisian
yang normal, meskipun aliran balik vena (venous return) ke jantung dalam
keadaan normal.
2.2. Etiologi
a. Kelainan Otot Jantung
Penderita kelainan otot jantung menyebabkan menurunnya kontraktilitas
jantung. Kondisi yang mendasari penyebab kelainan fungsi otot mencakup
aterosklerosisi koroner, hipertensi arterial, dan penyakit otot degenaratif atau
inflamasi.
b. Aterosklerosis Koroner
Mengakibatkan disfungsi miokardium karena terganggunya aliran darah
ke otot jantung. Terjadinya hipoksia dan asidosis (akibat penumpukan asam
laktat). Infark miokardium biasanya mendahului terjadinya gagal jantung.

Hipertensi Sistemik
Peningkatan beban akhir (afterload) meningkatkan beban kerja jantung
dan pada gilirannya mengakibatkan hipertrofi serabut otot jantung. Efek tersebut
(hipertrofi miokard) dapat dianggap sebagai mekanisme kompensasi karena akan
meningkatkan kontraktilitas jantung. Tetapi untuk alasan yang tidak jelas,
hipertrofi otot jantung tadi tidak dapat berfungsi secara normal, dan akhirnya akan
terjadi gagal jantung.
Dari pasien dengan hipertensi, 15-20% mengalami LVH. Risiko LVH
meningkat 2 kali lipat oleh obesitas terkait. LVH, didefinisikan sebagai
peningkatan massa ventrikel kiri, disebabkan oleh respon miosit terhadap berbagai
rangsangan yang menyertai peningkatan BP. Hipertrofi miosit dapat terjadi
sebagai respon kompensasi peningkatan afterload. Rangsangan mekanik dan
neurohormonal

yang

menyertai

hipertensi

dapat

menyebabkan

aktivasi

pertumbuhan sel miokard, ekspresi gen (yang beberapa terjadi terutama pada
kardiomiosit janin), dan, dengan demikian, untuk LVH.
Selain itu, aktivasi sistem renin-angiotensin, melalui aksi angiotensin II
pada reseptor angiotensin I, menyebabkan pertumbuhan interstitium dan matriks
sel komponen. Singkatnya, pengembangan LVH ditandai dengan hipertrofi miosit
dan oleh ketidakseimbangan antara miosit dan interstitium dari struktur rangka
miokard.
c. Peradangan dan Penyakit Miokardium Degenaratif
Pada kasus peradangan atau penyakit miokardium degenaratif dapat
mengakibatkan terjadinya gagal jantung, karena berpengaruh secara lansung
dengan merusak serabut jantung sehingga menyebabkan kontraklitas otot jantung
menurun.

d. Penyakit Jantung Lain


Gagal jantung dapat terjadi sebagai akibat penyakit jantung yang lain.
Sebenarnya tidak langsung mempengaruhi jantung. Mekanime yang biasanya
terlibat mencakup gangguan aliran darah melalui jantung (misalnya, stenosis
katup semiluner), ketidakmampuan jantung untuk mengisi darah (misalnya,
temponade jantung, perikarditis kontriktif atau stenosis katup AV), peningkatan
mendadak afterload akibat meningkatnya tekanan darah sistemik dapat
mengakibatkan gagal jantung meskipun tidak ada hipertrofi miokardial.
2.3. Klasifikasi
Klasifikasi menurut New York Heart Association (NYHA), merupakan
pedoman untuk pengklasifikasian penyakit gagal jantung kongestif berdasarkan
tingkat aktivitas fisik,antara lain:2
1. NYHA class I, penderita penyakit jantung tanpa pembatasan dalam
kegiatan fisik serta tidak menunjukkan gejal-gejala penyakit jantung
seperti cepat lelah, sesak nafas atau berdebar-debar, apabila melakukan
kegiatan biasa.
2. NYHA class II, penderita dengan sedikit pembatasan dalam kegiatan fisik.
Mereka tidak mengeluh apa-apa waktu istirahat, akan tetapi kegiatan fisik
yang biasa dapat menimbulkan gejala-gejala insufisiensi jantung seperti
kelelahan, jantung berdebar, sesak nafas atau nyeri dada.
3. NYHA class III, penderita penyakit dengan pembatasan yang lebih banyak
dalam kegiatan fisik. Mereka tidak mengeluh apa-apa waktu istirahat, akan
tetapi kegiatan fisik yang kurang dari kegiatan biasa sudah menimbulkan
gejala-gejala insufisiensi jantung seperti yang tersebut di atas.
4. NYHA class IV, penderita tidak mampu melakukan kegiatan fisik apapun
tanpa menimbulkan keluhan, yang bertambah apabila mereka melakukan
kegiatan fisik meskipun sangat ringan.
2.4. Diagnosis
2

Menurut Framingham kriterianya gagal jantung kongestif ada 2 kriteria


yaitu kriteria mayor dan kriteria minor. Diagnosis ditegakkan dari dua kriteria
mayor atau satu kriteria mayor dan dua kriteria minor di saat bersamaan.
a. Kriteria mayor terdiri dari:
1) Dispnea nokturnal paroksismal atau ortopnea
2) Peningkatan vena jugularis
3) Ronchi basah tidak nyaring
4) Kardiomegali
5) Edema paru akut
6) Irama derap S3
8) Refluks hepatojugular
b. Kriteria minor terdiri dari:
1) Edema pergelangan kaki
2) Batuk malam hari
3) Dispnea
4) Hepatomegali
5) Efusi pleura
6) Takikardi (>120 x/ menit)
2.5 Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik yang cermat harus selalu dilakukan dalam mengevaluasi
pasien dengan gagal jantung. Tujuan pemeriksaan adalah untuk membantu
menentukan apa penyebab gagal jantung dan juga untuk mengevaluasi beratnya
sindroma gagal jantung. Memperoleh informasi tambahan mengenai profil
hemodinamik, sebagai respon terhadap terapi dan menentukan prognosis adalah

tujuan tambahan saat pemeriksaan fisik.3


2.5.2. Keadaan Umum dan Tanda Vital
Pada gagal jantung ringan atau sedang, pasien bisa tampak tidak memiliki
keluhan, kecuali merasa tidak nyaman saat berbaring datar selama lebih dari
beberapa menit. Pada pasien dengan gagal jantung yang lebih berat, pasien bisa
memiliki upaya nafas yang berat dan bisa kesulitan untuk menyelesaikan katakata akibat sesak.
Tekanan darah sistolik bisa normal atau tinggi, tapi pada umumnya
berkurang pada gagal jantung lanjut karena fungsi LV yang sangat menurun.
Tekanan nadi bisa berkurang, dikarenakan berkurangnya stroke volume, dan
tekanan diastolik arteri bisameningkat sebagai akibat

vasokontriksi sistemik.

Sinus tachycardia adalah gejala non spesifik yang diakibatkan oleh aktivitas
simpatis yang meningkat. Vasokontriksi perifer mengakibatkan ekstrimitas perifer
menjadi lebih dingin dan sianosis dari bibir dan ujung jari juga diakibatkan oleh
aktivitas simpatis yang berlebihan.4

2.5.3. Pemeriksaan Vena Jugularis dan Leher


Pada tahap awal gagal jantung, tekanan vena jugularis bisa normal saat
istirahat, tapi dapat secara abnormal meningkat saat diberikan tekanan yang cukup
lama pada abdomen (refluk hepatojugular positif). Giant V wave menandakan
keberadaan regurgitasi katup tricuspid.5
2.5.4. Pemeriksaan Paru
Pulmonary Crackles (ronkhi atau krepitasi) dihasilkan oleh transudasi
cairan dari rongga intravaskular kedalam alveoli. Pada pasien dengan edema paru,
ronki dapat didengar pada kedua lapang paru dan dapat disertai dengan wheezing
3
4
5

ekspiratoar (asma kardiale). Jika ditemukan pada pasien tanpa penyakit paru,
ronkhi spesifik untuk gagal jantung. Efusi pleura timbul sebagai akibat
meningkatnya tekanan sistem kapiler pleura, hasilnya adalah transudasi cairan
kedalam rongga pleura. Karena vena pada pleura bermuara pada vena sistemik
dan pulmoner, effusi pleura paling sering terjadi pada kegagalan kedua ventrikel
(biventricularfailure). Walau effusi pleura biasanya ditemukan bilateral, angka
kejadian pada rongga pleura kanan lebih sering daripada yang kiri.6
2.5.5. Pemeriksaan Jantung
Pemeriksaan jantung, walau penting, seringkali tidak dapat memberikan
informasi yang berguna mengenai beratnya gagal jantung. Jika terdapat
kardiomegali titik impulse maksimal (ictus cordis) biasanya tergeser kebawah
intercostal space (ICS) ke V, dan kesamping (lateral) linea midclavicularis.
Hipertrofi ventrikel kiri yang berat mengakibatkan pulsasi prekodial (ictus) teraba
lebih lama (kuat angkat).
Pemeriksaan pulsasi prekordial ini tidak cukup untuk mengevaluasi
beratnya disfungsi ventrikel kiri. Pada beberapa pasien, bunyi jantung ketiga dapat
didengar dan teraba pada apex. Pada pasien dengan ventrikel kanan yang
membesar dan mengalami hipertrofi dapat memiliki impulse yang kuat dan lebih
lama sepanjang sistole pada parasternal kiri (right ventricular heave). Bunyi
jantung ketiga (gallop) umum ditemukan pada pasien dengan volume overload
yang mengalami tachycardia dan tachypnea, dan seringkali menunjukkan
kompensasi hemodinamik yang berat. Bunyi jantung keempat bukan indikator
spesifik gagal jantung, tapi biasanya ada pada pasien dengan disfungsi diastolik.
Murmur regurgitasi mitral dan trikuspid umumnya ditemukan pada pasien dengan
gagal jantung yang lanjut.7
2.5.6. Pemeriksaan Abdomen dan Ekstremitas
6
7

Hepatomegali adalah tanda yang penting tapi tidak umum pada pasien
dengan gagal jantung. Jika memang ada, hati yang membesar seringkali teraba
lunak dan dapat berpulsasi saat sistol jika terdapat regurgitasi katup trikuspid.
Ascites dapat timbul sebagai akibat transudasi karena tingginya tekanan pada vena
hepatik dan sistem vena yang berfungsi dalam drainase peritenium (Mann, 2008).
Jaundice dapat juga ditemukan dan merupakan tanda gagal jantung stadium
lanjut, biasanya kadar bilirubin direk dan indirek meningkat. Ikterik pada gagal
jantung diakibatkan terganggunya fungsi hepar sekunder akibat kongesti
(bendungan) hepar dan hipoksia hepatoselular.8
Edema perifer adalah manisfestasi kardinal gagal jantung, hal ini walau
demikian tidaklah spesifik dan biasanya tidak terdapat pada pasien yang telah
mendapat diuretik. Edema perifer pada pasien gagal jantung biasanya simetris,
beratnya tergantung pada gagal jantung yang terjadi, dan paling sering terjadi
sekitar pergelangan kaki dan daerah pretibial pada pasien yang masih beraktivitas.
Pada pasien tirah baring, edema dapat ditemukan pada sakrum dan skrotum.
Edema yang berlangsung lama dihubungkan dengan kulit yang mengeras dan
pigmentasi yang bertambah.9
2.5.7. Kakeksia Kardiak
Pada gagal jantung kronis yang berat, dapat ditemukan riwayat penurunan
berat badan dan kaheksia. Walau mekanisme kakeksia tidak sepenuhnya
dimengerti, kemungkinan besar faktor penyebabnya adalah multifaktorial,
termasuk didalamnya adalah meningkatnya basal metabolik rate, anorexia,
nausea, dan muntah-muntah yang diakibatkan oleh hematomegali hepatomegali
dan rasa penuh di abdomen, meningkatnya konsentrasi sitokin pro-inflamasi yang
bersirkulasi, dan terganggunya absorpsi pada saluran cerna akibat kongesti vena
intestinal. Jika terdapat kakeksia maka prognosis gagal jantung akan semakin
memburuk.
8

(Mann, 2008)

10

2.6. Pemeriksaan Penunjang


Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk menegakkan diagnose
CHF yaitu :
1. Elektrokardiogram (EKG)
Hipertropi atrial atau ventrikuler, penyimpangan aksis, iskemia, disritmia,
takikardi, fibrilasi atrial. Pada elektrokardiografi 12 lead didapatkan
gambaran abnormal pada hampir seluruh penderita dengan gagal jantung,
meskipun gambaran normal dapat dijumpai pada 10% kasus. Gambaran
yang sering didapatkan antara lain gelombang Q, abnormalitas ST T,
hipertrofi ventrikel kiri, bundle branch block dan fibrilasi atrium.
2. Sonogram (ekocardiogram, ekokardiogram doppler)
Dapat menunjukkan dimensi pembesaran bilik, perubahan dalam
fungsi/struktur katup, atau area penurunan kontraktili tas ventrikular.
Ekokardiografi merupakan pemeriksaan non-invasif yang sangat berguna
pada gagal jantung. Ekokardiografi dapat mengidentifikasi gangguan
fungsi sistolik, fungsi diastolik,mengetahui adanya gangguan katup, serta
mengetahui risiko emboli.
3. Rongent dada
Dapat menunjukkan pembesaran jantung, bayangan mencerminkan dilatasi
atau hipertropi bilik, atau perubahan dalam pembuluh darah abnormal.
Pada pemeriksaan foto dada dapat ditemukan adanya pembesaran siluet
jantung (cardio thoraxic ratio > 50%), gambaran kongesti vena
pulmonalis terutama di zona atas pada tahap awal, bila tekanan vena
pulmonal lebih dari 20 mmHg dapat timbul gambaran cairan pada fisura
horizontal. Bila tekanan lebih dari 25 mmHg didapatkan gambaran
batwing pada lapangan paru yang menunjukkan adanya udema paru
bermakna. Dapat pula tampak gambaran efusi pleura bilateral, tetapi bila
unilateral, yang lebih banyak terkena adalah bagian kanan.

11

4. Oksimetri nadi
Saturasi Oksigen mungkin rendah terutama jika gagal jantung kongestif
akut menjadi kronis.
5. Analisa gas darah (AGD)
Gagal ventrikel kiri ditandai dengan alkaliosis respiratori ringan (dini) atau
hipoksemia dengan peningkatan PCO2 (akhir)
2.7. Penatalaksanaan
A. Penatalaksanaan Nonfarmakologis10
Jika tidak terdapat faktor penyebab yang dapat diobati, penatalaksanaan
medis adalah dengan mengubah gaya hidup dan pengobatan medis. Perubahan
gaya hidup ditujukan untuk kesehatan penderita dan untuk mengurangi gejalanya,
memperlambat progresifitas gagal jantung kongestif, dan memperbaiki kualitas
hidup penderita. Hal ini berdasarkan rekomendasi American Heart Association
dan organisasi jantung lainnya :
1. Alcohol
2. Merokok
3. Aktifitas fisik
4. Pengaturan diet
B . Penatalaksanaan Farmakologi
Penanganan penyakit gagal jantung berupa tindakan umum untuk
mengurangi beban kerja jantung dan manipulasi selektif terhadap keiga penentu
utama fungsi niokardium yaitu, beban awal (preload), beban akhir (afterload), dan
kontraktilitas. Obat-obat yang sering digunakan untuk memperbaiki gejalagejaladan yang paling penting memperpanjang kelangsungan hidup, antara lain:
1. B.1. Angiotensin Converting Enzyme (ACE) Inhibitors
a. captopril (Capoten),
b. enalapril (Vasotec),
c. lisinopril (Zestril, Prinivil),
10

12

d. benazepril (Lotensin), dan


e. ramipril (Altace).
2. B.2. Beta-blockers
a. Propanolol
b. Atenolol
c. Bisoprolol
d. Metoprolol
3. Digitalis
a. Digoxin
b. Lanoxin
c. Fargoxin
d. lanitop
4. Diuretik
a. furosemide (Lasix),
b. hydrochlorothiazide (Hydrodiuril),
c. bumetanide (Bumex),
d. torsemide (Demadex)
2.8. Komplikasi11
1. Efusi Pleura
Merupakan akibat dari peningkatan tekanan dikapiler pleura, transudasi
dari kapiler ini memasuki rongga pleura. Efusi pleura ini biasanya terjadi pada
lobus sebelah kanan bawah.

2. Arrhytmia
11

13

Pasien dengan gagal jantung kongestif memiliki resiko tinggi mengalami


aritmia, hampir setengah kejadian kematian jantung mendadak disebabkan oleh
ventrikuler arrhytmia
3. Trombus pada ventrikel kiri
Pada kejadian gagal jantung kongestif akut ataupun kronik, dimana
terjadinya pembesaran dari ventrikel kiri dan penurunan cardiac output hal ini
akan meningkatkan kemungkinan pembentukan thrombus diventrikel kiri,
sehingga American college of cardiology dan AHA merekomendasikan pemberian
antikoagulan pada pasien dengan gagal jantung kongestif dan atrial fibrilasi atau
fungsi penurunan ventrikel kiri (Cth: ejection fraction kurang dari 20%). Sekali
terbentuk thrombus, hal ini bisa menyebabkan penurunan kontraksi ventrikel kiri,
penurunan cardiac output dan kerusakan perfusi pasien akan menjadi lebih parah.
Pembentukan emboli dari thrombus juga mungkin mengakibatkan terjadinya
cerebrovaskular accident (CVA)

14

BAB III
Kasus
Seorang laki-laki datang ke RSHM dengan keluhan nyeri dada sebelah
kiri, nyeri dada dirasakan sudah os 4 bulan. Nyeri yang dirasakan os bersifat
hilang timbul. Nyeri dirasakan ketika os setang beraktifitas ataupun beistirahat. Os
juga merasakan jantungnya berdebar-debar sekalipun os tidak melakukan
aktifitas(istirahat). Os juga mengalami sesak nafas, dan berkurang pada saat os
duduk bersandar. Os juga mengalami bengkak pada kedua kakinya kira-kira 1
bulan yang lalu. Batuk berdahak, badan lemas dan nafsu makan berkurang juga
dirasakan os. Os memiliki riwayat hipertensi kurang lebih 7 tahun. Dari anamesa
dikeluarga os juga ada yang memiliki riwayat hipertensi.
Status Present
Os datang dengan keadaan sensorium compos mentis, tekanan darah os
150/80 mmHg, nadi 112 x/i, napas 28 x/i, suhu 36,1c. Dengan keadaan penyakit
os mengalami anemia, ikterus tidak, sianosis tidak, dypsnoe, edema ya, eritema
tidak, turgor baik, gerakan aktif ya, sikap paksa tidak. Dengan keadaan gizi TB =
165 cm, BB = 65 Kg pasien masuk dalam kriteria normoweight.
Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik kepala tidak di jumpai kelainan ( normochepali ),
pada pemeriksaan leher tidak di jumpai kelainan, TVJ R + 4cm H2O, Trakea
berada di medial. Pada pemerikasaan thorak di dapati pembesaran jantung dengan
cara inspeksi, palpasi icturs kordis berada di ICR VI linea axisilaris anterior, pada
auskultasi suara rongki basah basal. Pada pemeriksaan abdomen dijumpai hepar
teraba. Pada pemeriksaan extremitas dijumpai edema pada kedua kaki.
Hasil Foto Thorak
-

Sinus costoprenicus nomal


Diafragma normal

15

Jantung : CTR > 50% dilatasi, elongasi aorta, LVH, LAH


Paru : tampak konsolidasi di lapangan paru bawah kanan
Kesan : kardomegali + pneumonia

Hasil EKG
Diagnosa

: Congestive heart failure et cause hypertensive heart


disease

Terapi
Aktifitas

: Bed rest

Diet

: Makan lunak

Medikamentosa

:-

dextrose 5% 10 gtt/i
furosemid1amp/12jam
digitalis 1am/12jam
Amlodipin 5 mg 1x1
Micardis 40 mg 2x1
Sohobion 1x1

16

Diskusi Kasus
Tanda dan gejala

Teori
Ya

Pasien
Tidak ditemukan

Ya
Ya
Ya
Ya
Ya

Ya
Ya
Tidak
Tidak ditemukan
Ya

Ronchi basah basal


Edema pergelangan kaki

Ya
Ya

Ya
Ya

Batuk malam hari

Ya

Ya

Dispnea
Hepatomegali

Ya
Ya

Ya
Ya

Efusi pleura

Ya

Tidak ditemukan

Ya

112x/i

Kriteria
mayor

Kriteria
Minor

Dispnea nokturnal
paroksismal atau ortopnea
Peningkatan vena jugularis
Kardiomegali
Edema paru akut
Irama derap S3
Refluks hepatojugular

Takikardi (>120 x/ menit)

ya

Demam dan Menggigil

Ya

tidak

Beta-blockers

Ya

Ya

Diuretik

Ya

Ya

Digitalis

Ya

Ya

Angiotensin

Converting

Enzyme (ACE) Inhibitors


Penatalaksanaan

Kesimpulan
Dari kasus yang kami dapatkan seorang laki-laki 51 tahun dengan keluhan nyeri
dada sebelah kiri, jantung bedebar-debar, sesak nafas, bengkak pada kedua kaki,
batuk berdahak, badan lemas dan nafsu makan berkurang, TVJ R + 4cm H2O,
Kardiomegali Ronchi basah basal dan dilakukan pemeriksaan foto thorak dan di
dapati Jantung : CTR > 50% dilatasi, elongasi aorta, LVH, LAH dan konsolidasi

17

di lapangan paru bawah kanan pasien. os di rawat inap selama satu minggu dan di
tegakkan dengan diagnosa CHF ec. HHD.

18

Anda mungkin juga menyukai