DI APOTEK MENMARI
Disusun Oleh :
RUTH FEBRINA
G1F011006
IIN SOLIHATI
G1F011013
ii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa
karena atas berkat rahmat dan Hidayah-Nya lah Laporan Praktek Belajar
Lapangan ini dapat penulis selesaikan. Laporan ini merupakan hasil Praktek
Belajar Lapangan yang dilakukan di Apotek Menmari Banyumas. Dalam laporan
ini, penulis memberi uraian mengenai bidang manajemen, administrasi, dan
pelayanan kefarmasian di apotek
Penulis menyadari bahwa dalam menyelesaikan Laporan Praktek Belajar
Lapangan ini tidak lepas dari bimbingan, bantuan, dan dorongan dari berbagai
pihak yang sungguhberarti dan berharga bagi penulis. Penulis mengucapkan
terimakasih kepada semua pihak yang turut membantu dalam penyusunan
makalah ini, terutama kepada dosen pengampu, Ibu Esti Dyah Utami, M.Sc, Apt.,
yang telah membimbing penulis.
Penulis menyadari bahwa Laporan Praktek Belajar Lapangan ini masih
jauh dari sempurna yangdisebabkan oleh keterbatasan kemampuan dan
pengalaman yang dimiliki. Olehkarena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran
yang membangun demikesempurnaan pada kesempatan lain. Penulis berharap
Laporan Praktek Belajar Lapangan ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
iii
DAFTAR ISI
Halaman Sampul.
Lembar Pengesahan.
ii
Kata Pengantar
iii
Daftar Isi.
iv
Daftar Lampiran..
Bab I. Pendahuluan
A. Latar Belakang Praktek Belajar Lapangan
3
4
C. Administrasi Apotek.
D. Pelayanan Apotek..
10
12
E.
18
B. Manajemen Apotek.
18
C. Administrasi Apotek...
25
D. Pelayanan Apotek
27
Bab IV Penutup
A. Kesimpulan.
43
B. Saran..
43
Daftar Pustaka
44
Lampiran
46
iv
DAFTAR LAMPIRAN
47
47
47
47
47
48
49
50
Lampiran 9. Surat Pesanan Obat Bebas, Bebas Terbatas, dan Obat Keras
51
51
52
53
54
55
56
57
BAB I
PENDAHULUAN
mempersiapkan
memberikan
kesempatan
mahasiswa
untuk
menghadapi
meningkatkan
dunia
nyata
dengan
kemampuan
dalam
mengaplikasikan semua teori dan konsep yang telah diperoleh selama proses
pendidikan.Adapun hasil akhir yang diharapkan adalah kemampuan untuk
menghasilkan lulusan farmasi yang dapat bekerja secara profesional dalamsistem
pelayanan kesehatan dibidang kefarmasian.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
pendistribusi
atau
penyaluranan
obat,
pengelolaan obat, pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan informasi obat,
serta pengembangan obat, bahan obat dan obat tradisional.
(DPR RI, 2009b)
B. Manajemen Apotek
1.
tugasnya dengan baik. Dalam perencanaan pengadaan sedian farmasi seperti obatobatan dan alat kesehatan yang dilakukan adalah pengumpulan data obat-obatan
yang akan di tulis dalam buku defacta. Sebelum perencanaan di tetapkan,
umumnya di dahulukan oleh prediksi atau ramalan tentang peristiwa yang akan
datang (Taufiq, 2011).
Sesuai dengan Keputusan Menkes No.1027 tahun 2004, dalam membuat
perencanaan pengadaan sedian farmasiperlu memperhatikan :
a. Pola peresepan
b. Pola penyakit
c. Tingkat perekonomian masyarakat
d. Budaya masyarakat
e. Ketersedian barang / perbekalan farmasi
(Anonim, 2004)
Tahap perencanaan kebutuhan obat meliputi :
a. Tahap Persiapan
Perencanaan dan pengadaan obat merupakan suatu kegiatan dalam rangka
menetapkan jenis dan jumlah obat sesuai dengan pola penyakit serta kebutuhan
pelayanan kesehatan, hal ini dapat dilakukan dengan membentuk tim
perencanaan pengadaan obat yang bertujuan meningkatkan efisiensi dan
efektifitas penggunaan dana obat melalui kerjasama antar instansi yang terkait
dengan masalah obat (Taufiq, 2011).
b. Tahap Perencanaan
1) Tahap pemilihan obat
Tahap ini untuk menentukan obat-obat yang sangat diperlukan sesuai
dengan kebutuhan, dengan prinsip dasar menentukan jenis obat yang akan
digunakan atau dibeli.
2) Tahap perhitungan kebutuhan obat
Tahap ini untuk menghindari masalah kekosongan obat atau kelebihan obat.
Dengan koordinasi dari proses perencanaan dan pengadaan obat diharapkan
obat yang dapat tepat jenis, tepat jumlah dan tepat waktu.
Metode yang biasa digunakan dalam perhitungan kebutuhan obat, yaitu :
i.
Metode konsumsi
Secara umum metode konsumsi menggunakan konsumsi obat
individual dalam memproyeksikan kebutuhan yang akan datang
berdasarkan analisa data konsumsi obat tahun sebelumnya.
ii.
Metode morbiditas
Memperkirakan kebutuhan obat berdasarkan jumlah kehadiran pasien,
kejadian penyakit yang umum, dan pola perawatan standar dari
penyakit yang ada.
C. Administrasi Apotek
Resep adalah permintaan tertulis dari seorang dokter, dokter gigi, dokter
hewan yang diberi izin berdasarkan peraturan perundang-undangan yang
berlakukepada apoteker pengelola apotek untuk menyiapkan dan atau membuat,
meracik serta menyerahkan obat kepada pasien (Syamsuni, 2006). Resep harus
ditulis dengan lengkap dan jelas, adapun tujuannya adalah untuk menghindari
adanya salah persepsi diantara dokter dan apoteker dalam mengartikan sebuah
resep (Rahmawati, 2002).
Menurut Jas (2009), resep terdiri dari 6 bagian :
1. Inscriptio : Nama dokter, no. SIP, alamat/ telepon/HP/kota/tempat, tanggal
penulisan resep. Untuk obat narkotika hanya berlaku untuk satu kota provinsi.
Sebagai identitas dokter penulis resep. Format inscriptio suatu resep dari rumah
sakit sedikit berbeda dengan resep pada praktik pribadi.
2. Invocatio : permintaan tertulis dokter dalam singkatan latin R/ = resipe
artinya ambilah atau berikanlah, sebagai kata pembuka komunikasi dengan
apoteker di apotek.
3. Prescriptio/ Ordonatio : nama obat dan jumlah serta bentuk sediaan yang
diinginkan.
4. Signatura : yaitu tanda cara pakai, regimen dosis pemberian, rute dan interval
waktu pemberian harus jelas untuk keamanan penggunaan obat dan
keberhasilan terapi.
5. Subscrioptio : yaitu tanda tangan/ paraf dokter penulis resep berguna sebagai
legalitas dan keabsahan resep tersebut.
6. Pro (diperuntukkan) : dicantumkan nama dan umur pasien. Teristimewa untuk
obat narkotika juga hatus dicantumkan alamat pasien (untuk pelaporan ke
Dinkes setempat).
Berdasarkan Kepmenkes Nomor 1027/MenKes/SK/IX/2004 mengenai
Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek (Anonim, 2004) terdapat peraturan
yang mengatur tentang pelayanan resep meliputi skrining resep dan penyiapan
obat (peracikan, etiket, kemasan obat, penyerahan obat, informasi obat, konseling,
dan monitoring penggunaan obat).Apoteker melakukan skrining resep meliputi :
1. Persyaratan Administratif :
a. Nama, SIP dan alamat dokter
b. Tanggal penulisan resep
c. Tanda tangan/paraf dokter penulis resep
d. Nama, alamat, umur, jenis kelamin dan berat badan pasien
e. Cara pemakaian yang jelas
f. Informasi lainnya
2. Kesesuaian
farmasetik:
bentuk
sediaan,
dosis,
potensi,
stabilitas,
kesehatan, serta barang lain yang dapat dijual tanpa resep dokter. Misalnya : jamu
dan fitofarmaka.
Kriteria obat yang dapat diberikan tanpa resep dokter sesuai permenkes No.
919 / Menkes / per / X / 1993 /adalah sebagai berikut :
a. Tidak dikordinasikan pada wanita hamil atau anak-anak dibawah usia 2 tahun
dan orang tua diatas 65 tahun.
10
b. Penggunaanya tidak menggunakan cara dan alat khusus yang harus dilakukan
oleh tenaga kesehatan.
c. Pengobatan sendiri dengan obat yang dimaksudkan tidak memberikan resiko
pada kelanjutan penyakit.
d. Penggunaannya dapat dilakukan dengan mudah untuk pasien.
e. Obat yang dimaksud memiliki rasio keamanan yang dapat dipertanggung
jawabkan untuk pengobatan sendiri.
f. Penggunaanya diperlukan untuk penyakit yang prevalensinya tinggi di
indonesia.
2. Pelayanan Resep
Penjualan obat dengan resep dokter pada umumnya penjualan terpenting
atau tunai. Penjualan secara tunai untuk pembelian umum, pembeli membayar
langsung harga obat yang dibelinya (Anonim, 2012).
3. Pelayanan KIE
Apoteker harus memberikan konseling, mengenai sediaan farmasi,
pengobatan dan perbekalan kesehatan lainnya dengan benar dan tepat, sehingga
dapat memperbaiki kualitas hidup pasien atau yang bersangkutan terhindar dari
bahaya penyalahgunaan atau penggunaan salah sediaan farmasi atau perbekalan
kesehatan lainnya.
Adapun konseling yang diberikan :
a.
b.
c.
d.
e.
f.
Pola hidup
g.
Kepatuhan pasien
Setelah konseling dilakukan, maka obat dapat diserahkan kepada pasien atau
pelanggan yang membeli obat di apotek. Untuk penderita penyakit tertentu seperti
11
tidak
diinginkan
yang
dialami
pasien
antara
kejadian
tersebut
dengan
terapi
obat
Bentuk hubungan ini dapat berupa konsekuensi dari terapi obat maupun
kejadian yang memerlukan terapi obat sebagai solusi maupun preventif.
Sebagai pengemban tugas pelayanan kefarmasian, seorang farmasis
memiliki tanggung jawab terhadap adanya DRP yaitu dalam hal:
1) Mengidentifikasi masalah
2) Menyelesaikan masalah
3) Melakukan tindakan untuk mencegah terjadinya DRP
(Sulistyawan, 2009)
2. Klasifikasi DRP
Klasifikasi drug related problem menurut Sulistyawan (2009) adalah sebagai
berikut:
12
a. Indikasi
Pasien mengalami masalah medis yang memerlukan terapi obat (indikasi
untuk penggunaan obat), tetapi tidak menerima obat untuk indikasi
tersebut.
1) Pasien memerlukan obat tambahan
Keadaan yang ditemukan pada DRP adalah suatu keadaan ketika
pasien menderita penyakit sekunder yang mengakibatkan keadaan
yang lebih buruk daripada sebelumnya, sehingga memerlukan terapi
tambahan. Penyebab utama perlunya terapi tambahan antara lain ialah
untuk mengatasi kondisi sakit pasien yang tidak mendapatkan
pengobatan, untuk menambahkan efek terapi yang sinergis, dan terapi
untuk tujuan preventif atau profilaktif. Misalnya, penggunaan obat
AINS biasanya dikombinasikan dengan obat antihistamin 2 dengan
tujuan untuk mencegah terjadinya iritasi lambung.
2) Pasien menerima obat yang tidak diperlukan
Pada kategori ini termasuk juga penyalahgunaan obat, swamedikasi
yang
tidak
benar,
polifarmasi
dan
duplikasi.
Merupakan
13
14
lanjut usia, berat badan, jenis kelamin dan kondisi penyakit pasien
sehingga terjadi kesalahan dosis pada peresepan. Adanya asumsi dari
tenaga kesehatan yang lebih menekankan keamanan obat dan
meminimalisir efek toksik terkadang sampai mengorbankan sisi
efektivitas terapi. Ketidakpatuhan pasien yang menyebabkan konsumsi
obat tidak tepat jumlah, antara lain disebabkan karena faktor ekonomi
pasien tidak mampu menebus semua obat yang diresepkan, dan pasien
tidak paham cara menggunakan obat yang tepat. Misalnya pemberian
antibiotik selama tiga hari pada penyakit ISFA Pneumonia.
c. Keamanan
1) Pasien menerima obat dalam dosis terlalu tinggi
Pasien menerima obat dalam jumlah dosis terlalu tinggi dibandingkan
dosis terapinya. Hal ini tentu berbahaya karena dapat terjadi
peningkatan resiko efek toksik dan bisa jadi membahayakan Hal-hal
yang menyebabkan pasien menerima obat dalam jumlah dosis terlalu
tinggi antara lain ialah kesalahan dosis pada peresepan obat, frekuensi
dan durasi minum obat yang tidak tepat.
2) Pasien mengalami efek obat yang tidak diinginkan (Adverse drug
reaction)
Dalam terapinya pasien mungkin menderita ADR (Adverse drug
reaction) yang dapat disebabkan karena obat tidak sesuai dengan
kondisi pasien, cara pemberian obat yang tidak benar baik dari
frekuensi pemberian maupun durasi terapi, adanya interaksi obat, dan
perubahan dosis yang terlalu cepat pada pemberian obat-obat tertentu.
ADR merupakan respon terhadap suatu obat yang berbahaya dan tidak
diharapkan serta terjadi pada dosis lazim yang dipakai oleh manusia
untuk tujuan profilaksis, diagnosis maupun terapi.
d. Kepatuhan
15
16
Selain itu, diperlukan juga komunikasi yang efektif antara dokter dan
apoteker sehingga upaya penyembuhan kondisi penyakit pasien dapat
berjalan dengan baik.
e. Pemilihan Obat
Keputusan untuk melakukan upaya terapi diambil setelah diagnosis
ditegakkan dengan benar. Obat yang dipilih untuk mengobati setiap
kondisi harus yang paling tepat dari yang tersedia. Banyak reaksi
merugikan
dapat
dicegah,
jika
dokter
serta
pasien
melakukan
17
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Profil Apotek
Apotek Menmari merupakan salah satu apotek yang berada di daerah
Banyumas. Apotek ini terletak di Jalan Gatot Subroto nomor 470, Kedunguter,
Banyumas. Apotek yang berdiri sejak bulan Juni tahun 2003 ini didirikan oleh
Dwi Jaka Laksana sebagai pemilik saham apotek. Apotek ini terdaftar dengan
nomor SIA (Surat Ijin Apotek) 024/SIA P.APA/BMS/P/IX/2011. Apoteker
penanggung jawab Apotek Menmari saat ini adalah Laely Hidayati, S. Farm., Apt
dan apoteker pendamping Rizky Yuda P., S.Farm., Apt. Jumlah pegawai di apotek
ini adalah 3 orang dengan jam operasional pukul 08.00-20.00.
Visi Apotek Menmari adalah menjadi apotek yang menerapkan
kefarmasian yang berkualitas dan terpercaya serta menguntungkan masyarakat
dan karyawan. Misi apotek in adalah menyediakan obat, alat kesehatan serta
perbekalan kefarmasian lainnya yang berkualitas dan terjangkau oleh masyarakat
serta melaksanakan pelayanan kefarmasian yang tepat,cepat, ramah, daninformatif
dengan menerapkan konsep pharmaceutiacal care secara professional.
B. Manajemen Apotek
1. Pemesanan obat
Setiap minggunya (pada hari jumat) di Apotek Menmari selalu di cek
obat-obat apa saja yang stoknya tersisa sedikit kemudian pada hari sabtu obatobat yang stoknya sedikit tersebut dibuat daftar atau dengan kata lain dibuat
defekta. Defekta tersebut berisi obat-obat atau barang-barang apa saja yang
akan dipesan pada minggu selanjutnya, defekta dibuat untuk mempermudah
pemesanan obat kepada PBF. Jika ada sales dari PBF yang datang maka
pertama Apoteker Pengelola Apotek (APA) melihat defekta terlebih dahulu
untuk mengetahui barang-barang apa saja yang akan dipesan kepada PBF
18
(BPOM),
warna
merah
muda
untuk
Dinas
Kesehatan
19
20
apoteker dan distempel dengan stempel apotek. Faktur salinan pada lembaran
paling bawah pada faktur diambil 1 lembar untuk arsip apotek.
Barang-barang yang sudah diterima selanjutnya dihargai, cara memberi
harga barang-barang atau obat di apotek menmari yaitu pertama harga beli
dari PBF ditambahkan PPN atau pajak sebesar 10% kemudian ditambahkan
lagi dengan persentase keuntungan. Persentase keuntungan masing-masing
obat berbeda-beda tergantung golongan obat tersebut. Persentase keuntungan
yang ditambahkan untuk obat-obat keras dan obat wajib apotek sebesar 20%,
obat bebas; obat bebas terbatas; produk jamu serta alat kesehatan sebesar
10%, dan yang terakhir produk susu sebesar 5%. Setelah harga+pajak
ditambahkan persentase keuntungan telah dijumlahkan maka hasilnya
merupakan harga jual untuk produk tersebut. Kemudian masing-masing
barang yang sudah dihargai diberi label yang tertulis harga barang tersebut
dan selanjutnya ditata atau diletakkan pada lemari atau etalase atau di tempat
penyimpanan barang.
Kemudian kita menginput data barang yang datang sesuai dengan faktur
yang telah diterima ke dalam komputer berdasarkan nama obatnya masingmasing. Data yang dimasukkan adalah data-data tentang obat tersebut seperti
nama obat, nama PBF, bentuk kemasan obat, jumlah obat, satuan obat,
diskon, harga asli obat, harga + PPN, harga jual serta tanggal kadaluarsa.
Faktur yang sudah di input datanya disimpan dalam tempat penyimpanan
faktur atau dikelompokkan berdasarkan nama PBF yang telah diurutkan
berdasarkan nomor. Namun sebelumnya dibuat dahulu kwitansi pembayaran
faktur, sesuai dengan nominal yang tertera pada faktur, lalu digabungkan
bersama faktur dan disimpan pada tempat yang sesuai atau yang telah
disesuaikan.
Penyimpanan barang di apotek menmari sudah ditentukan untuk masingmasing barangnya. Untuk obat-obat keras dan obat wajib apotek ditaruh di
etalase bagian dalam apotek, jadi tidak diperlihatkan atau tidak dipajang
diluar dan disimpan dengan konsep alfabetis, dari A hingga Z. Obat-obat
bebas, bebas terbatas, produk jamu, produk susu, alat kesehatan serta
21
perlengkapan bayi dipajang pada etalase depan dan bisa dilihat oleh
pembeli/pengunjung apotek dan disimpan sesuai dengan efek farmakologi
dan bentuk sediaan. Selain itu juga ada lemari khusus untuk penyimpanan
obat-obat psikotropika.
4. Pembayaran (Inkaso)
Pembelian obat dan alat kesehatan di Apotek Menmari secara umum
dibagi 2 yaitu :
a. Pembelian Tunai
Pembelian tunai adalah pembelian yang dilakukan dengan membayar
langsung secara tunai
b. Pembelian Kredit
Pembelian kredit adalah pemebelian yang membayar setelah jatuh
tempo/dengan kredit. Biasanya PBF memberikan masa jatuh tempo sekitar 21
hari atau 1 bulan. Pada saat pembayaran, apotek akan membayar sejumlah
uang yang sesuai dengan nominal yang ada dalam kwitansi. Setelah
dibayarkan maka faktur yang asli diserahkan kepada apotek dan pada
kwitansi dituliskan kata Lunas dan ditandatangani oleh sales dari PBF.
Faktur asli kemudian digabungkan dengan faktur yang sebelumnya telah
dimiliki oleh apotek dengan Surat Pesanan dan Kwitansi kemudian disimpan
22
23
tanda retur serta barang yang akan diretur diserahkan untuk dibawa oleh
sales. Jika sales kembali, sales akan menyerahkan faktur retur untuk
ditandatangani dan menyerakan biaya pengganti dari barang tersebut atau jika
tidak maka sales bisa memotong uang yang akan dibayarkan oleh apotek
kepada PBF untuk barang yang akan dibayarkan selanjutnya.
Prekursor,
serta
Pelayanan
Kefarmasian
(Resep
dan
swamedikasi.
a. Pelaporan obat golongan Narkotika dan Psikotropika
Obat golongan Narkotika dan Psikotropika dilaporkan secara online ke
Ditjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Departemen Kesehatan
Nasional (http://sipnap.binfar.depkes.go.id). Pelaporan jenis obat golongan
tersebut dilakukan setiap bulannya maksimal tanggal 10. Apoteker pengelola
apotek akan melaporkan secara online dan akan mengisi borang yang telah
disediakan.
b. Pelaporan Prekursor
Obat-obat Prekursor tunggal dilaporkan setiap bulannya ke Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota setempat. Apoteker pengelola apotek akan
mengisi lembaran pelaporan prekursor yang berisi nama obat, satuan, saldo
awal, jumlah prekursor yang masuk dan dari PBF mana, Jumlah prekursor
yang keluar dan ditujukan untuk siapa, serta stok akhir yang tersedia di
apotek. Laporan untuk melaporkan prekursor dapat diisi untuk lebih dari 1
obat prekursor. Laporan dikirimkan melalui fax dan pos.
c. Pelaporan Pelayanan Kefarmasian (Resep dan Swamedikasi)
Pelaporan untuk pelayanan kefarmasian ditujukan setiap bulannya ke
dinas kesehatan kabupaten/kota setempat. Sama seperti prekursor, Apoteker
pengelola apotek akan membuat surat pelaporan yang akan diisi, formatnya
24
berisi Jumlah Resep yang masuk, Jumlah Swamedikasi tertulis yang pernah
diberikan, serta Jumlah informasi obat tertulis yang diberikan kepada pasien.
Laporan tersebut dikirimkan via fax dan lewat pos, namun pengiriman lewat
pos tidak dilakukan setiap bulan melainkan beberapa bulan sekali. Apotek
menmari setiap bulannya selalu melaporkan obat-obat narkotika psikotropika,
prekursor dan pelayanan kefarmasian sesuai dengan aturan.
C. Administrasi Apotek
Bidang administrasi merupakan salah satu bidang penting dalam
kefarmasian. Hal-hal yang dilakukan dalam bidang administrasi di Apotek
Menmari adalah skrining resep, menyimpan resep, membuat salinan resep dan
membuat etiket. Skrining resep yang dilakukan berupa skrining administratif,
skrining farmasetik, dan skrining farmakologi. Ketika ada pasien datang dengan
membawa resep atau salinan resep, apoteker harus melakukan skrining terhadap
resep ataupun atau salinan resep tersebut. Skrining administratif resep merupakan
pemeriksaan kelengkapan resep yang meliputi nama doker, nomor SIP (Surat Izin
Praktek), alamat dan nomor telepon tempat praktek, identitas pasien (nama, usia,
dan alamat), tanggal penulisan resep, nama obat, dosis, bentuk sediaan, jumlah
obat, cara penggunaan obat, paraf dokter.
Skrining administratif salinan resep meliputi identitas apotek, nama
apoteker penanggung jawab, nomor SIPA (Surat Izin Praktek Apoteker), nomor
resep, tanggal penulisan resep, nama dokter, apotek asal salinan resep, identitas
pasien, nama obat, dosis, bentuk sediaan, jumlah obat, cara penggunaan obat,
tanggal penulisan salinan resep, dan paraf apoteker. Salinan resep diberikan jika
pasien menginginkan adanya salinan resep atau ada obat dalam resep yang belum
ditebus oleh pasien. Pembuatan salinan resep ini harus memperhatikan
kelengkapan salinan resep dan ditulis sesuai dengan resep aslinya. Obat yang
sudah ditebus oleh pasien diberi tanda det (detur), tanda did (da in dimidio) jika
jumlah obat yang ditebus adalah setengahnya sedangkan yang belum ditebus
25
diberi tanda nedet (ne detur). Jika ada penggantian obat, nama obat pengganti
tersebut dituliskan dalam salinan resep.
Apoteker perlu memperhatikan adanya obat-obat narkotik dan psikotropik
ataupun adanya tanda pengulangan resep (iter). Jika terdapat tanda pengulangan,
apoteker perlu memperhatikan jumlah pengulangan yang telah didapat pasien
sebelumnya dan membuat salinan resep jika masih ada sisa pengulangan resep.
Perlu diperhatikan juga untuk resep yang mengandung obat-obat narkotik dan
psikotropik tidak boleh ada tanda pengulangan. Jika ada penulisan resep yang
tidak dimengerti, apoteker dapat menanyakan kepada dokter pemberi resep. Hal
ini perlu dilakukan agar tidak terjadi kesalahan pelayanan resep.
Resep yang terpenuhi kelengkapan administratifnya kemudian dilakukan
skrining farmasetik dan farmakologinya. Skrining farmasetik meliputi bentuk
sediaan, potensi, stabilitas, inkompatibilitas, cara dan lama pemberian obat.
Sedangkan skrining farmakologis meliputi indikasi obat, interaksi obat, adanya
alergi pada pasien, efek samping, kesesuaian dosis, dan kontraindikasi. Semua hal
ini perlu diperhatikan dalam skrining resep untuk menghindari terjadinya
kesalahan terapi. Alergi obat perlu ditanyakan kepada pasien atau keluarganya
untuk menghindari efek samping berbahaya yang mungkin muncul. Jika terdapat
ketidaksesuaian terkait farmasetik dan farmakologi dalam resep, apoteker perlu
menanyakan kepada dokter untuk mengkonfirmasi ataupun memilih terapi lainnya
yang tepat bagi pasien.
Obat yang akan diberikan kepada pasien terlebih dahulu diberi etiket yang
berisikan cara penggunaan obat. Obat yang digunakan secara oral diberi etiket
berwarna putih, sedangkan untuk obat-obatan selain yang digunakan secara oral
(misalnya injeksi, salep, tetesmata, tetes telinga, dan lain-lain) diberi etiket
berwarna biru. Pada etiket terdapat nama, alamat dan nomor telepon apotek, nama
apoteker dan nomor SIPA. Kemudian pada etiket ditulis nomor dan tanggal, nama
pasien, cara penggunaan obat, dan paraf apoteker.
Penyimpanan resep dan salinan resep di apotek haruslah dilakukan secara
teratur. Setiap resep yang masuk ke apotek diberi nomor urut setiap harinya,
kemudian diurutkan berdasarkan nomor resep tersebut. Setelah itu di akhir hari,
26
atau di awal hari selanjutnya resep-resep tersebut disalin ke dalam buku resep.
Buku resep ini berisikan tanggal resep, nomor resep, identitas pasien, nama
dokter, isi resep, dan total biaya. Disetiap akhir bulan semua resep dikumpulkan
kemudian disimpan ke tempat penyimpanan resep yang telah dipisahkan
berdasarkan urutan tahunnya. Khusus untuk resep yang terdapat obat-obatan jenis
narkotika dan psikotropika disimpan di tempat yang terpisah untuk memudahkan
pelaporan penggunaan obat-obat narkotika dan psikotropika. Resep haruslah
disimpan minimal selama 3 tahun. Setelah lebih dari waktu tersebut, resep dapat
dimusnahkan. Pemusnahan dilakukan bersama dengan apotek lainnya di daerah
tersebut kemudian didampingi oleh petugas yang berwenang dari dinas kesehatan
setempat. Terdapat berita acara yang perlu disiapkan dalam pemusnahan resep ini.
Berita acara ini berisikan identitas apotek, identitas apoteker pendamping,
identitas saksi, jumlah resep yang dimusnahkan, serta tanggal dan tempat
pemusnahan resep. Berita acara ini ditandangi oleh saksi dari dinas kesehatan
setempat.
D. Pelayanan Apotek
1. Pelayanan Resep
Standar Operasional Pelaksanaan Pelayanan resep
a. Menerima resep pasien
b. Lakukan skrining resep meliputi kelengkapan, kerasionalan, dan legalitas
resep
c. Menghitung harga dan minta persetujuan pasien terhadap nominal harga
d. Pasien diberi nomor antrian
e. Siapkan obat sesuai dengan resep
f. Jika obat racikan maka patuhi SOP meracik
g. Buat etiket dan cocokkan dengan resep
h. Teliti kembali obat sebelum diserahkan pada pasien termasuk salinan resep
dan kwitansi (jika diminta oleh pasien)
27
28
29
obat yang akan diracik, serta bentuk sediaan apa yang akan dibuat.
Selanjutnya obat disiapkan dan langsung diracik sesuai prosedur. Etiket serta
wadah obat dipersiapkan. Obat yang sudah selesai diracik dimasukkan dalam
wadah dan diberi etiket yang memuat informasi seperti nomor etiket, tanggal,
nama pasien, aturan pemakaian obat, dan informasi lainnya. Selanjutnya teliti
kembali obat tersebut sebelum diserahkan kepada pasien dan bersihkan
peralatan dan meja setelah selesai.
Obat yang sudah selesai dibuat atau disiapkan selanjutnya diserahkan
kepada pasien sembari dicocokkan dengan data pasien. Obat dicocokkan
dengan cara menanyakan apa keluhan atau penyakit yang diderita oleh pasien,
apakah sesuai atau tidak. Kemudian Apoteker akan memberitahukan informasi
tentang obat yang akan diberikan kepada pasien, informasi obat yang
diberikan meliputi indikasi obat, tujuan pemberian obat, efek samping obat,
aturan pemakaian, interaksi obat dan informasi lainnya. Selain memberikan
informasi tentang obat, apoteker juga memberitahukan terapi non farmakologi
untuk pasien tersebut seperti makanan apa saja yang dapat dimakan dan tidak
bisa dimakan, pola hidup yang harus dijalani pasien seperti istirahat yang
cukup, berolahraga secara teratur, tidak merokok, tidak minum minuman
beralkohol, dan terapi non farmakologi lainnya. Setelah itu pasien ditanyakan
kembali tentang kejelasan informasi yang sudah diberikan oleh apoteker.
Setelah pasien mengerti obat diberikan sembari apoteker mengucapkan
terimakasih kepada pasien.
2. Pelayanan Swamedikasi
Standar Operasional Pelaksanaan Pelayanan OTC (over the counter)
a. Pasien datang
b. Menyapa pasien dengan ramah dan menanyakan kepada pasien obat apa
yang dibutuhkan
c. Tanyakan terlebih dahulu keluhan atau penyakit yang diderita, kemudian
bantu pasien untuk mendapatkan obat yang tepat
d. Menghitung harga dan minta persetujuan terhadap nominal harga
30
e. Bila sudah terjadi persetujuan, ambilkan obat yang diminta pasien sesuai
dengan permintaan meliputi: nama obat dan jumlah obat
f. Bila sudah terjadi persetujuan, ambilkan obat yang diminta pasien sesuai
dengan permintaan meliputi: dosis, frekuensi pemakaian sehari, waktu
penggunaan obat, cara penggunaan dan efek samping obat yang mungkin
timbul setelah penggunaan obat, dan jika diperlukan cara mengatasi efek
samping yang ditimbulkan.
Pelayanan OTC (over the counter) yang dilakukan di Apotek Menmari
sudah memenuhi standar operasional pelaksanaan. Ketika pasien datang,
petugas apotek menyapa pasien kemudian menanyakan obat yang dibutuhkan
pasien. Petugas juga menanyakan siapa yang membutuhkan obat tersebut,
usia, keluhan yang dialami, dan riwayat penyakit. Hal ini dilakukan untuk
membantu memilih terapi yang tepat. Kemudian petugas apotek memberikan
beberapa pilihan obat yang dapat digunakan pasien dengan memberi tahu
nominal harganya. Setelah pasien menyetujui obat yang akan dibeli dengan
nominal harga yang tersebut, maka petugas apotek dapat menyiapkan obat
tersebut dengan jumlah yang sesuai. Setelah itu petugas dapat melakukan
transaksi dan memberikan obatnya kepada pasien dengan menjelaskan dosis,
cara penggunaan, frekuensi pemakaian dalam sehari, dan efek samping obat
yang mungkin timbul.
Standar Operasional Pelaksanaan Konseling OTC (over the counter)
a. Menanyakan keluhan pasien dan mengapa menggunakan obat tersebut dan
sudah berapa lama pasien mengalami keluhan tersebut
b. Menanyakan bagaimana kondisi pasien setelah menggunakan obat tersebut
c. Apabila obat yang diminta sesuai dengan kondisi pasien dan memberikan
efek seperti yang diharapkan maka obat boleh diberikan
d. Apabila obat yang diminta tidak sesuai dengan kondisi pasien maka pasien
dipilihkan obat yang tepat untuk kondisinya
31
32
33
34
35
S1dd1___________________
R/ Spironolakton 25 mg NO XXX
S.1.d.d.1___________________
R/ Digoxin NO XXX
S.1.d.d.1___________________
R/ Simarc NO XXX
S.1.d.d.1___________________
R/ Captopril 12,5 mg NO LX
S.1-0-1___________________
Berdasarkan resep tersebut pasien diduga mengalami gangguan
jantung. Furosemide termasuk dalam golongan obat diuretik kuat yang
berfungsi dalam mengurangi reabsorpsi natrium. Pada pasien yang
berpotensi menderita tekanan darah tinggi, banyaknya cairan di dalam
tubuh dapat meningkatkan tekanan darah. Selain itu fungsi furosemide
adalah untuk terapi gagal jantung dengan kemampuan venodilasi dari obat
tersebut. Meningkatnya diameter pembuluh vena akan mengurangi preload
atau cairan yang kembali ke jantung. Hal ini akan menyebabkan
berkurangnya beban kerja jantung sehingga terjadi perbaikan simptomatik
terhadap kondisi pasien. Efek samping obat ini adalah dapat menyebakan
hipokalemia (Aldoferly, 2012). Spironolakton adalah suatu antagonis
aldosteron yang menyebabkan retensi natrium. Obat ini merupakan
diuretik hemat kalium yang dapat meningkatkan ekskresi natrium dan
menahan kalium dengan mekanisme pada tubulus distal. Obat ini sering
digunakan dalam kombinasi dengan diuretik lain untuk mempertahankan
keseimbangan kalium (Stringer,2006). Digoksin merupakan obat untuk
meningkatkan kemampuan memompa kontraksi jantung dalam keadaan
kegagalan jantung atau congestive heart failure (CHF). Simarc
mengandung warfarin yaitu antikoagulan yang digunakan untuk mencegah
terjadinya penggumpalan darah atau thrombosis di pembuluh darah vena
ataupun arteri. Captopril merupakan obat yang digunakan untuk
menurunkan tekanan darah. Obat ini merupakan obat yang sangat baik
36
pada pasien hipertensi dengan gangguan jantung seperti gagal jantung atau
pasca serangan jantung (Anonim,2013).
Pada resep ini tidak teradapat usia pasien yang merupakan salah
satu syarat kelengkapan resep. Seharusnya dokter menuliskan usia pasien
sebagai pertimbangan apoteker dalam penentuan dosis yang tepat bagi
pasien. Drug related problem yang terjadi pada resep tersebut adalah
adanya interaksi obat yang dapat menimbulkan efek samping yang tidak
diinginkan. Interaksi antara captopril dan digoksin akan menyebabkan
peningkatan efek digoksin. Terdapat interaksi obat antara digoksin dan
obat diuretik yang akan menyebabkan peningkatan efek bahkan toksisitas
digoksin ini (Tatro,2003). Terdapat pula interaksi antara digoksin dan
warfarin yaitu penggunaan bersama obat ini akan meningkatkan resiko
perdarahan pada pasien. Berdasarkan resep tersebut penggunaan
kombinasi antara diuretik kuat dan dan diuretik hemat kalium sudah tepat
untuk mengurangi banyaknya kalium yang diekskresikan. Namun dalam
penggunaan jangka panjang obat diuretik resiko terjadi hipokalemia sangat
besar sehingga diperlukan adanya tambahan berupa suplemen kalium yang
pada resep ini belum diberikan oleh dokter.
Penyelesaian dari kasus ini adalah dengan mengatur pemberian
obat tersebut. Furosemid dan spironolakton diberikan satu kali sehari pada
pagi hari setelah makan, digoksin diberikan satu kali sehari pada sore hari
setelah makan, simarc diberikan satu kali sehari pada malam hari,
sedangkan captopril diminum pagi dan malam hari 30 menit sebelum
makan. Selain itu disarankan juga disarankan untuk mengkonsumsi
suplemen kalium untuk mencegah hypokalemia.
2) Kasus ke 2 (Ruth Febrina)
Seorang pasien wanita diberi dokter resep sebagai berikut:
R/ Dexanta syr fls NO I
S.2.d.d.1.C_____________
R/ Lansoprazole NO XXX
37
S.2.d.d.1______________
R/ Sohobion NO XV
S.1.d.d.1______________
R/ Ulsikral syr fls NO I
S.2.d.d.1.C_____________
Berdasarkan resep tersebut, diduga pasien mengalami gangguan
saluran pencernaan yaitu ulkus. Dexanta merupakan antasida yang
mengandung
aluminium
hidroksida,
magnesium
hidroksida,
dan
38
39
Furosemid
Aspar K
Captopril
Amdixal
Aspilet
: Antiplatelet
40
Cardismo
Interaksi obat
i. Amlodipin (CCB) dengan Captopril (ACE I)
Amlodipin dan captopril yang digunakan bersama-sama cenderung
berinteraksi menyebabkan efek hipotensif. ACE Inhibitor juga akan
bekerja pada sistem kanal kalsium, meski tidak secara langsung, begitu
pun Furosemid.
Saran : Kombinasi captopril, furosemid, dan amlodipin perlu dipantau
efeknya menghindari terjadi hipotensi.
ii. Captopril dengan makanan
41
42
ii. Jika tekanan darah pasien normal maka obat tersebut dapat diturunkan
dosisnya, penurunan dosis harus dilakukan secara perlahan.
iii. Jika pasien mengalami hipotensi maka penggunaaan obat antihipersi
dihentikan sementara namun tekanan darah pasien tetap harus
dimonitoring. Selain itu pasien juga harus dicek kondisi fungsi
jantungnya.
Terapi non farmakologi yang dianjurkan untuk pasien hipertensi.
i.
ii.
iii.
Rajin berolahraga
iv.
43
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Kegiatan perencanaan di Apotek Menmari dilakukan setiap hari sabtu
yaitu dengan cara membuat defekta yang berisi daftar nama obat yang
akan dipesan.
2. Penyimpanan obat-obat di Apotek Menmari dilakukan secara alfabetis
untuk obat keras dan obat wajib apotek, berdasarkan efek farmakologis
dan bentuk sediaan
kesehatan.
3. Setiap bulannya Apotek Menmari melakukan kegiatan pelaporan
psikotropika,
prekursor,
dan
pelayanan
kefarmasian
(resep
dan
swamedikasi).
4. Kegiatan pelayanan di apotek menmari meliputi pelayanan obat resep,
obat tanpa resep, swamedikasi, dan KIE. Semua kegiatan tersebut sudah
dilakukan sesuai dengan standar operasional prosedur yang ada.
B. Saran
1. Saran untuk Jurusan Farmasi Unsoed, sebaiknya waktu PBL diperpanjang
tidak hanya 2 minggu, selain itu juga sebaiknya diadakan PBL selain di
apotek misal di rumah sakit, puskesmas, pabrik, dan lain-lain.
2. Saran kami untuk Apotek Menmari yaitu selalu menjaga dan meningkat
mutu pelayanan yang sudah ada sehingga akan meningkatkan loyalitas
pasien terhadap apotek. Selain itu perlu juga disediakan leaflet yang berisi
tentang informasi penyakit yang sering dialami pasien serta cara
pencegahan dan pengobatannya.
44
DAFTAR PUSTAKA
2012,
Praktek
Kerja
Lapangan
di
Apotek,
http://gudang-
T.,
2013,
Ulsicral,
http://compolite.blogspot.com/2013/08/ulsicral-
45
46
LAMPIRAN
Jumlah Obat
Harga
No. Tanggal
No
Nama
Nama
Usia Alamat
Resep
Resep Pasien
Dokter
Harga
Ket.
Terapi
obat
Harga
Ket.
URAIAN
No. Distributor
MUTASI
DEBET
SALDO
KETERANGAN
KREDIT
PBF
Jumlah
Obat
Satuan Harga
47
Diskon
Harga
+ PPN
Harga
Jual
ED
Alamat
Jabatan
Alamat
Nama Obat
Bentuk
Kekuatan
Jumlah dan
Sediaan
Sediaan
Kemasan
Satuan
: Apotek Menmari
Alamat
No Ijin
: 024/SIA P-APA/BMS/P/IX/2011
Penanggung Jawab
48
NAMA APOTEK
: MENMARI
ALAMAT
BANYUMAS
NO.
: 024/SIA P-APA/BMS/P/IX/2011
PENANGGUNG JAWAB
NO. SIPA
: 19830303/SIPA 33.02/2011/2081
JENIS LAPORAN
: PREKURSOR
BULAN/TAHUN
: MEI/2013
NAMA
OBAT
SATUAN
SALDO
AWAL
PEMASUKAN
DARI
PENGELUARAN
JUMLAH UNTUK
49
JUMLAH
STOK
AKHIR
: MENMARI
Kabupaten / Kota
: BANYUMAS
Provinsi
: JAWA TENGAH
JUMLAH RESEP
KONSELING
INFORMASI OBAT
Catatan:
- Kolom (1) : diisi jumlah lembar resep yang diterima dari rawat jalan dan rawat inap
dalam 1 bulan
- Kolom (2) : diisi jumlah pasien yang mendapatkan konseling obat dalam 1 bulan serta
didokumentasikan
- Kolom (3) : diisi jumlah pasien yang mendapatkan informasi obat tentang penggunaan,
cara penyimpanan, efek samping, dll dalam 1 bulan serta didokumentasikan
Laporan ditujukan kepada (fax/email)
1. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota
2. Kepala Dinas Kesehatan Provinsi
3. Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian Ditjen Bina Kefarmasian dan Alkes (
fax : 021-5203878 / email ditbinayanfar@yahoo.co.id )
50
Lampiran 9. Surat Pesanan Obat Bebas, Bebas Terbatas, dan Obat Keras
Tgl
No
Pemasukan
Stock
awal
Dari
No.
faktur
Pengeluaran
Sisa
Jml
Pasien
51
Alamat
Dokter
Jml
Ket.
.............................................................................
Alamat
.............................................................................
Jabatan
.............................................................................
.............................................................................
Alamat
: .............................................................................
: Apotek Menmari
Alamat
Banyumas, tanggal
Apoteker Pengelola Apotek,
52
53
Nomor
resep
Nama dokter,
SIP, Alamat
praktek, nomor
telepon
Tanggal
penulisan resep
Nama obat,
jumlah, dan cara
penggunaan
Paraf dokter
Identitas pasien
(Nama, umur,
alamat)
54
Nama dan
SIPA APA
55
Nama pasien
Tanggal etiket
Nama Pasien
Cara Pemakaian
obat
Tanggal etiket
Nama Pasien
56
57