Tugas Sedimentologi AGP 2015
Tugas Sedimentologi AGP 2015
*Diajukan untuk memenuhi salah satu nilai mata kuliah Sedimentologi yang di
ajar oleh: Yudi Rahayudin, ST., MT
Oleh
Nama
: Roni Permadi
NPM
: 11051430
Program Studi
BANDUNG
2014
KATA PENGANTAR
Roni Permadi
ii
DAFTAR ISI
hal
Sampul depan
Kata Pengantar ..................................................................................
Daftar Isi ............................................................................................
SOAL NOMOR 1 ..........................................................................
SOAL NOMOR 2 ..........................................................................
i
ii
1
9
12
13
16
17
20
JAWABAN
TUGAS MANDIRI I SEDIMENTOLOGI
melihat eratnya kaitan antara stratigrafi dan sedimentologi. Para ahli stratigrafi
masa lalu banyak menyumbangkan tenaga dan pikirannya dalam mengembangkan
pengetahuan tentang sedimen. Pemikiran-pemikiran tersebut sebagian diwujudkan
dalam bentuk tulisan, misalnya dalam buku Principles of Stratigraphy karya
Grabau (1913) dan Treatise of Sedimentation karya Twenhofel (1928).
Pembelajaran sedimen sebagai disiplin tersendiri, terpisah dari stratigrafi,
dimulai dengan terbitnya surat terbuka Henry Clifton Sorby (1879) kepada
Presiden Geological Society of London yang berjudul On the structure and
origin of limestones. Meskipun ketertarikan Sorby pada batuan sedimen telah
muncul sejak 1850, namun surat tersebut dan makalahnya yang berjudul On the
structure and origin of the non-calcareous stratified rocks (terbit pada 1880) saja
yang dipandang para ahli sebagai dua tonggak penting yang menandai kelahiran
sedimentologi sebagai sebuah disiplin ilmu baru.
Sorby memperkenalkan studi sayatan tipis sebagai salah satu teknik penelitian
batuan sedimen. Teknik itu kemudian digunakan sebagai salah satu teknik paling
mendasar dalam penelitian petrologi, baik penelitian petrologi batuan sedimen,
maupun penelitian petrologi batuan beku dan batuan metamorf. Karena itu, Sorby
dipandang sebagai Bapak Petrologi. Pemikiran Sorby jauh melampaui rekanrekan seangkatan-nya. Karyanya tentang pemakaian lapisan silang-siur dalam
perekonstruksian paleogeografi tidak banyak dipahami rekan-rekannya dan baru
dapat dibuktikan kesahihannya pada pertengahan abad ke-20.
Studi sayatan tipis kemudian lebih banyak dikembangkan oleh para ahli
petrologi batuan beku, khususnya para ahli petrologi Jerman seperti Rosenbusch
dan Zirkel. Sebaliknya, teknik itu justru agak diabaikan oleh para ahli yang
menggeluti batuan sedimen. Hal itu mungkin terjadi karena generasi ahli sedimen
saat itu lebih terdidik sebagai ahli stratigrafi, bukan ahli petrologi sedimen atau
ahli sedimentologi. Namun, masih ada beberapa orang yang dapat dipandang
sebagai pengecualian, misalnya Lucien Cayeux dari Perancis. Studi sayatan tipis
batuan sedimen, yang pernah ditinggalkan, kini ini kembali mendapat perhatian
yang cukup serius dari kalangan ahli batuan sedimen. Hal ini mungkin berkaitan
dengan berkembangnya sedimentologi sebagai suatu cabang ilmu geologi
tersendiri yang telah menghasilkan generasi baru yang benar-benar ahli dalam
sedimentologi.
Pada akhir abad 19 serta awal abad 20, para ahli petrologi sedimen (kecuali
Cayeux) lebih banyak menujukan perhatian mereka pada pemelajaran mineralogi
sedimen, khususnya mineral berat (BJ > 2,85). Studi mineral berat umumnya
dilakukan oleh para ahli Eropa. Hasil penelitian Illing (1916), yang menunjukkan
bahwa endapan sedimen dalam cekungan tertentu cenderung mengandung
kumpulan mineral berat tertentu, telah mendorong munculnya apa yang disebut
sebagai korelasi mineral berat (heavy-mineral correlation). Kegunaan mineral
berat sebagai alat korelasi dan penerapannya dalam korelasi bawah permukaan
dalam kegiatan eksplorasi migas telah menambah daya tariknya. Puncak fasa
perkembangan studi mineral berat ditandai dengan terbitnya Principles of
Sedimentary Petrography karya Milner (1922). Buku itu pernah dijadikan rujukan
oleh para ahli yang ingin mempelajari mineral detritus dalam pasir. Makin lama
pemelajaran mineral berat makin kurang diminati para ahli sedimen. Hal itu
terjadi karena: (1) timbulnya keraguan akan kesahihan korelasi yang didasarkan
pada kehadiran mineral berat seperti yang diajukan oleh Sidowski dan Weyl; (2)
adanya perkembangan baru, yakni pemakaian mikrofosil dan well logs sebagai
alat korelasi bawah permukaan. Agaknya sebab kedua itulah yang mengakhiri
era studi mineral berat.
Pada 1919, tesis master C. K. Wentworth yang berjudul A Field and
Laboratory Study of Cobble Abrasion diterbitkan dalam Journal of Geology.
Wentworth, yang pada waktu itu merupakan mahasiswa pasca sarjana pada
University of Iowa, Amerika Serikat, mengembangkan satu ancangan baru untuk
meneliti material sedimen. Dia juga mampu mendefinisikan kebundaran sebagai
suatu sifat fisik partikel sedimen yang dapat diukur. Kuantifikasi sifat itu mampu
menggantikan penilaian subjektif yang sebelum-nya digunakan oleh para ahli
sedimentologi dalam menentukan kebundaran. Lebih jauh lagi, kuantifikasi
memicu munculnya data kuantitatif serta memungkinkan dilakukannya studi
laboratorium terhadap proses sedimentasi, misalnya abrasi kerakal. Dengan
demikian, Wentworth membawa sedimentologi untuk memasuki era pengukuran
dan percobaan terkontrol. Benar, bahwa sebelumnya telah ada ahli sedimentologi
yang melakukan berbagai percobaan, misalnya saja analisis besar butir yang
dilakukan oleh Daubree, namun penelitian-penelitian itu tidak memberikan
pengaruh yang berarti pada pemikiran para ahli sedimentologi saat itu sehingga
mereka umumnya masih tetap melakukan penelitian secara kualitatif dan agak
subjektif.
Makalah pertama karya Wentworth itu kemudian disusul oleh sejumlah
makalah lain yang menunjukkan kepada semua pihak betapa bergunanya metoda
tersebut dalam penelitian sedimen. Selama dua dasawarsa berikutnya, metoda
kuantatif diterapkan oleh banyak ahli sedimentologi terhadap sifat-sifat sedimen
yang lain. Ledakan data kuantitatif itu pada gilirannya menimbulkan kebutuhan
para ahli akan adanya metoda-metoda yang memungkinkan mereka dapat
mengambil intisari yang terkandung didalamnya untuk menghasilkan butir-butir
pengetahuan baru. Metoda yang dibutuhkan itu telah tersedia, yakni metoda
statistika yang pada waktu itu masih terus dikembangkan oleh banyak ahli
statistika dan matematika.
Meskipun metoda pengukuran besar butir sedimen klastika atau sering disebut
analisis mekanik sudah digunakan secara luas dalam disiplin ilmu lain, khususnya
ilmu tanah, namun metoda itu baru dikembangkan untuk pemelajaran sedimen
pada akhir abad 19. Masuknya metoda itu ditandai dengan terbitnya karya tulis
Udden (1899, 1914). Kedua karya tulis Udden itu termasuk tulisan pertama yang
mencoba menjelaskan sejarah endapan sedimen berdasarkan hasil analisis besar
butir (untuk mengetahui sejarah perkembangan penelitian besar butir, lihat karya
tulis Krumbein, 1932). Metoda analisis dan penerapan teknik-teknik statistika
untuk analisis besar butir kemudian disempurnakan dan dikembangkan lebih jauh
oleh Krumbein dan ahli-ahli lain.
Penelitian sedimen resen merupakan hal esensil untuk memahami sedimen
purba. Hal itu pada hakekatnya merupakan konsekuensi logis dari teori
uniformitarisme yagn dikemukakan oleh James Hutton. Dengan pengecualian
untuk Walther, Thoulet, dan beberapa ahli lain, para ahli sedimen hingga beberapa
tahun terakhir umumnya masih mengabaikan aspek ini. Pengetahuan kita tentang
sedimen resen, khususnya sedimen bahari, sebagian besar diperoleh dari hasilhasil penelitian oseanografi. Penelitian oseanografi pertama, dan mungkin yang
paling terkenal, adalah Ekspedisi Challenger. Terbitnya laporan Ekspedisi
Challenger pada 1891 menandai berdirinya oseanografi sebagai suatu disiplin
ilmu tersendiri. Laporan itu antara lain berisi data tentang penyebaran dan sifat
sedimen bahari, khususnya sedimen yang ada di dasar laut-dalam. Ekspedisiekspedisi lain yang dilaksanakan dengan memakai kapal peneliti Gazelle, Meteor,
Blake, dan lain-lain makin menambah data dan pengetahuan kita mengenai
sedimen bahari. Selama beberapa tahun terakhir makin banyak ahli geologi yang
berpendapat bahwa penelitian sedimen resen banyak membantu perkembangan
sedimentologi. Stetson (dari Woods Hole) dan Shepard (dari Scripps) adalah dua
ilmuwan yang banyak memberikan sumbangan pemikiran dan membangkitkan
kembali ketertarikan orang terhadap endapan bahari. Sedimen delta dan litoral
juga dipelajari secara intensif pada beberapa dasawarsa terakhir, khususnya oleh
Fisk (di Amerika Serikat), van Straaten dkk (di Belanda), serta oleh suatu
kelompok studi di Senckenberg. Recent Marine Sediments yang disunting oleh
Parker Traks (1939) merupakan salah satu bukti makin tingginya ketertarikan para
ahli geologi terhadap sedimen resen. Proyek penelitian American Association of
Petroleum Geologists di Teluk Mexico, berbagai penelitian van Straaten pada
beberapa dataran pasut di Belanda, penelitian-penelitian van Andel di Sungai
Rhine dan Orinoco, penelitian-penelitian Kruit & van Andel pada delta Rhone,
serta penelitian Ginsburg pada endapan karbonat di Bahama dan Florida adalah
beberapa contoh yang menunjukkan kecenderungan para ahli untuk mempelajari
sedimen resen.
Penelitian-peneliitan sedimen Holosen yang lebih berguna haruslah bersifat
tiga dimensi, meliputi pengeboran yang memungkinkan diketahuinya geometri
tiga dimensi dari endapan, urutan vertikal lapisan-lapisannya, serta struktur
sedimen yang ada didalamnya. Ancangan tiga dimensional untuk mempelajari
sedimen resen mendorong orang untuk meninjau lebih jauh geometri dan
penampang vertikal sedimen, baik sedimen resen maupun sedimen purba. Bentuk
dan dimensi endapan pasir merupakan salah satu hal yang banyak menarik
perhatian para ahli dan telah dijadikan tema simposium pada 1960 (Peterson &
Osmond, 1961). Demikian pula dengan morfologi terumbu modern dan purba
(lihat, misalnya, Reef Issue pada Bullentin AAPG vol. 34, no. 2).
Stratigrafi, klasifikasi tubuh batuan serta korelasinya satu terhadap lainnya.
Dari hasil perbandingan atau korelasi antarlapisan yang berbeda dapat
dikembangkan lebih lanjut studi mengenai litologi (litostratigrafi), kandungan
fosil (biostratigrafi), dan umur relatif maupun absolutnya (kronostratigrafi).
stratigrafi :
Strata = Perlapisan, sedimen
Grafi = Pemerin / Uraian
Dalam arti sempit Stratigrafi adalah ilmu yang membahas tentang uraian /
pemerian perlapisan batuan, pada arti luasnya adalah aturan, hubungan dan
kejadian macam-macam batuan dialam, dalam dimensi ruang dan waktu geologi.
Ilmu stratigrafi muncul di Britania Raya pada abad ke-19. Perintisnya adalah
William Smith. Kala itu diamati bahwa beberapa lapisan tanah muncul pada
urutan yang sama (superposisi). Kemudian ditarik kesimpulan bahwa lapisan
tanah yang terendah merupakan lapisan yang tertua, dengan beberapa pengecualian. Karena banyak lapisan tanah merupakan kesinambungan yang utuh ke
tempat yang berbeda-beda maka, bisa dibuat perbandingan pada sebuah daerah
yang luas. Setelah beberapa waktu, dimiliki sebuah sistem umum periode-periode
geologi meski belum ada penamaan waktunya.
Lebih dikenal dengan nama Stratum yang di definisikan sebagai suatu layer
batuan yang dibedakan dari lapisan lain yang terletak di atas atau dibawahnya.
William Smith, Bapak stratigrafi, adalah orang yang pertama-tama menyadari
kebenaan fosil yang terkandung dalam sedimen. Sejak masa Smith, stratigrafi
terutama membahas tentang penggolongan strata berdasarkan fosil yang ada
didalamnya. Penekanan penelitian stratigrafi waktu itu diletakkan pada konsep
waktu sehingga pemelajaran litologi pada waktu itu dipandang hanya sebagai ilmu
pelengkap dalam rangka mencapai suatu tujuan yang dipandang lebih penting,
yakni untuk menggolongan dan menentukan umur batuan.
Pada tahun-tahun berikutnya, pembelajaran minyak bumi secara khusus telah
memberikan konsep yang sedikit berbeda terhadap istilah stratigrafi. Konsep yang
baru itu tidak hanya menekankan masalah penggolongan dan umur, namun juga
litologi. Berikut akan disajikan beberapa contoh yang menggambarkan konsepkonsep tersebut di atas.
Para ahli lain berpendapat contohnya Moore (1941, h. 179) menyatakan
bahwa stratigrafi adalah cabang ilmu geologi yang membahas tentang definisi
dan pemerian kelompok-kelompok batuan, terutama batuan sedimen, serta
penafsiran kebenaannya dalam sejarah geologi. Menurut Schindewolf (1954, h.
24), stratigrafi bukan Schichtbeschreibung, melainkan sebuah cabang geologi
sejarah yang membahas tentang susunan batuan menurut umurnya serta tentang
skala waktu dari berbagai peristiwa geologi (Schindewolf, 1960, h. 8). Teichert
(1958, h. 99) menyajikan sebuah ungkapan yang lebih kurang sama dalam
mendefinisikan stratigrafi sebagai cabang ilmu geologi yang membahas tentang
strata batuan untuk menetapkan urut-urutan kronologinya serta penyebaran
geografisnya. Sebagian besar ahli stratigrafi Perancis juga tidak terlalu
menekankan komposisi batuan sebagai sebuah domain dari stratigrafi (Sigal,
1961, h. 3).
Pada perkembangannya ilmu Stratigrafi telah dibahas pada pertemuan
International Geological Congress di Copenhagen pada 1960. Salah satu
kelompok, yang sebagian besar merupakan ahli-ahli geologi perminyakan, tidak
menyetujui adanya pembatasan pengertian dan tujuan stratigrafi seperti yang telah
dicontohkan di atas. Bagi para ahli geologi itu, stratigrafi adalah ilmu yang
mempelajari strata dan berbagai hubungan strata (bukan hanya hubungan umur)
serta tujuannya adalah bukan hanya untuk memperoleh pengetahuan mengenai
sejarah geologi yang terkandung didalamnya, melainkan juga untuk memperoleh
jenis-jenis pengetahuan lain, termasuk didalamnya pengetahuan mengenai nilai
ekonomisnya (International Subcommission on Stratigraphy and Terminology,
1961, h. 9). Konsep stratigrafi yang luas itu dipertahankan oleh subkomisi tersebut
yang, sewaktu memberikan komentar terhadap berbagai definisi stratigrafi yang
ada saat itu, menyatakan bahwa stratigrafi mencakup asal-usul, komposisi, umur,
sejarah, hubungannya dengan evolusi organik, dan fenomena strata batuan lainnya
(International Subcommission on Stratigraphy and Terminology, 1961, h. 18).
Karena berbagai metoda petrologi, fisika, dan kimia makin lama makin
banyak digunakan untuk mempelajari strata dan makin lama makin menjadi
bagian integral dari penelitian stratigrafi, maka kelihatannya cukup beralasan bagi
kita untuk mengadopsi konsep stratigrafi yang luas sebagaimana yang diyakini
oleh subkomisi tersebut.
10
11
yang lain. Daerah penunjaman tersebut membentuk palung yang dalam dan
merupakan jalur gempa bumi yang kuat. Sementara itu di belakang jalur
penunjaman akan terjadi aktivitas vulkanisme dan terbentuknya cekungan
pengendapan. Contoh pergerakan lempeng ini di Indonesia adalah pertemuan
Lempeng Indo- Australia dan Lempeng Eurasia. Pertemuan kedua lempeng
tersebut menghasilkan jalur penunjaman di selatan Pulau Jawa, jalur gunung api
di Sumatra, Jawa, dan Nusa Tenggara, serta berbagai cekungan di Sumatra dan
Jawa.
Batas antarlempeng yang saling mendekat hingga mengakibatkan tumbukan
dan salah satu lempengnya menunjam ke bawah lempeng yang lain (subduct)
disebut batas konvergen atau batas lempeng destruktif.
12
lempeng ini adalah patahan San Andreas di Kalifornia. Patahan tersebut terbentuk
karena Lempeng Amerika utara bergerak ke arah selatan, sedangkan Lempeng
Pasifik bergerak ke arah utara. Batas antarlempeng yang saling melewati dengan
gerakan yang sejajar disebut batas menggunting (shear boundaries).
Zona subduksi lempeng tektonik yang terkenal berada di Sirkum Pasifik.
Kawasan ini dikenal dengan sebutan lingkaaran api Pacific (Ring of Fire) karena
di sepanjang kawasan ini muncul serangkaian gunung api.
Selain menjadi tempat munculnya gunung api, zona subduksi di lingkaran api
Pasifik juga merupakan tempat terjadinya gempa bumi. Menurut United State
Geological Survey (USGS), sekitar 90% gempa bumi di dunia terjadi di sepanjang
jalur lingkaran api Pasifik. Gempa bumi yang terjadi di lingkaran api Pasifik lebih
sering diakibatkan oleh gerakan lempeng tektonik daripada aktivitas gunung
apinya.
Hubungan dengan Sedimentasi, didalam
yang namanya cekungan sedimen karena erat hubungannya dengan gerakan kerak
dan proses tektonik yang dialami lempeng (plate tectonic). Ingersol dan Busby
(1995) menunjukkan bahwa cekungan sedimen dapat terbentuk dalam 4 (empat)
tataan tektonik: divergen, intraplate, konvergen dan transform). Menurut
Dickinson, 1974 dan Miall, 1999; klasifikasi cekungan sedimen dapat berdasarkan
pada tipe dari kerak dimana cekungan berada, posisi cekungan terhadap tepi
lempeng, untuk cekungan yang berada dekat dengan tepi lempeng, tipe interaksi
lempeng yang terjadi selama sedimentasi, Waktu pembentukan dan basin fill
terhadap tektonik yang berlangsung,
13
14
15
16
d) Keadaan vegetasi
Vegetasi atau tumbuh-tumbuhan juga akan mempengaruhi proses
pelapukan, sebab akar-akar tumbuhan tersebut dapat menembus celah-celah
batuan. Apabila akar tersebut semakin membesar, maka kekuatannya akan
semakin besar pula dalam menerobos batuan. Selain itu, serasah dedaunan yang
gugur juga akan membantu mempercepat batuan melapuk. Sebab, serasah batuan
mengandung zat asam arang dan humus yang dapat merusak kekuatan batuan.
17
18
a. Suspensi
Dalam teori segala ukuran butir sedimen dapat dibawa dalam suspensi, jika
arus cukup kuat. Akan tetapi di alam, kenyataannya hanya material halus saja
yang dapat diangkut suspensi. Sifat sedimen hasil pengendapan suspensi ini
adalah mengandung prosentase masa dasar yang tinggi sehingga butiran tampak
mengambang dalam masa dasar dan umumnya disertai memilahan butir yang
buruk. Cirilain dari jenis ini adalah butir sedimen yang diangkut tidak pernah
menyentuh dasar aliran.
b. Bedload transport
Berdasarkan tipe gerakan media pembawanya, sedimen dapat dibagi menjadi:
endapan suspensi.
Tabel 1. Hubungan antara proses sedimentasi dan jenis endapan yang dihasilkan (Selley, 1988)
Cairan
Endapan traksi
Endapan density
(turbidity)
Endapan suspensi
lempung
Lempung nepheloid
19
Udara
Endapan traksi
ardentes, dsb
Endapan Suspensi
Loess
Glasial
Arus traksi adalah arus suatu media yang membawa sedimen didasarnya. Pada
umumnya gravitasi lebih berpengaruh dari pada yang lainya seperti angin atau
pasang-surut air laut. Sedimen yang dihasilkan oleh arus traksi ini umumnya
berupa pasir yang berstruktur silang siur, dengan sifat-sifat:
pemilahan baik
ada perubahan besar butir mengecil ke atas (fining upward) atau ke bawah
c. Saltation
Dalam bahasa latin artinya meloncat umumnya terjadi pada sedimen berukuran
pasir dimana aliran fluida yang ada mampu menghisap dan mengangkut sedimen
20
pasir sampai akhirnya karena gaya grafitasi yang ada mampu mengembalikan
sedimen pasir tersebut ke dasar.
Pada saat kekuatan untuk mengangkut sedimen tidak cukup besar dalam
membawa sedimen-sedimen yang ada maka sedimen tersebut akan jatuh atau
mungkin tertahan akibat gaya grafitasi yang ada. Setelah itu proses sedimentasi
dapat berlangsung sehingga mampu mengubah sedimen-sedimen tersebut menjadi
suatu batuan sedimen.
Mekanisme Pergerakan Sedimen, Pada dasarnya butir-butir sedimen
bergerak di dalam media pembawa, baik berupa cairan maupun udara, dalam 3
cara yang berbeda: menggelundung (rolling), menggeser (bouncing) dan larutan
(suspension) seperti gambar 2.
Gambar 6. Mekanisme gerakan sedimen dimana A adalah pergerakan sedimen dalam larutan
(suspension), B adalah pergerakan sedimen dengan cara menggelinding (rolling), C adalah
pergerakan sedimen dengan cara menggeser (bouncing). (Sketsa: Roni Permadi)
21
Bandung yang kita tinggali sekarang, pada masa lampau merupakan danau
yang dikenal dengan Danau Bandung. Keadaan yang sekarang terlihat merupakan
pedataran yang biasa disebut dengan istilah Cekungan Bandung (Bandung
Basin). Daerah sekitar cekungan tersebut, diperkirakan dahulu merupakan tepian
danau sehingga banyak diperoleh sisa-sisa aktivitas manusia masa lampau
(Koesoemadinata, 2001).
Danau Bandung terbentuk karena pembendungan Sungai Citarum purba.
Pembendungan ini disebabkan oleh pengaliran debu gunung api masal dari letusan
dasyat Gunung Tangkuban Parahu yang didahului oleh runtuhnya Gunung Sunda
Purba di sebelah baratlaut Bandung dan pembentukan kaldera di mana di
dalamnya Gunung Tangkuban Parahu tumbuh. Van Bemmelen secara rinci
menjelaskan, sejarah geologi Bandung dimulai pada zaman Miosen (sekitar 20
juta tahun yang lalu). Saat itu daerah Bandung utara merupakan laut, terbukti
dengan banyaknya fosil koral yang membentuk terumbu karang sepanjang
punggungan bukit Rajamandala. Kondisi sekarang, terumbu tersebut menjadi
batukapur dan ditambang sebagai marmer yang berpolakan fauna purba. (Van
Bemmelen, 1935)
Keberadaan danau purba Bandung dapat dipastikan, bahkan turun naiknya
muka air danau, pergantian iklim serta jenis floranya dapat direkam lebih baik
(van der Krass dan Dam, 1994).
Hasil yang diperoleh, pembentukan danau Bandung disebabkan oleh
penurunan tektonik dan peristiwa denudasi dan terjadi pada 125 KA (kiloannum/ribu tahun) yang lalu (Dam et al, 1996).
PUSTAKA TERPILIH
Pengarang Tunggal :
Bemmelen, R.W. van, 1949. The geology of Indonesia. Government Printing
Office, The Hague, Netherlan.
Brookfield. E Michael, 2004, Principles of Stratigraphy, WileyBlackwell:USA.
Goudie. S. Andrew (editor), Encyclopedia of Geomorphology (Volume 1),
2004, Routledge Taylor and Francis Group:London and New York.
Mackenzie. F. T, Sediments, Diagenesis, and Sedimentary Rocks, 2005,
Elseveir:USA.
Middleton. V Gerrad (editor), Encyclopedia of Sediment & Sedimentary Roks,
2003, Springer Science & BusinessMedia B.V.
Selley. C Richhard, 2000, Applied Sedimentology (second edition) hal 1-3
Bab Introduction, Academic Press:USA.
Pengarang Bersama :
Bactiar. T, Syafriani.Dewi, 2012, Bandung Purba(catatan perjalanan) hal 1149. Dunia Pustaka jaya:bandung.
Rujukan Elektronik :
Acis. Mekanisme Pergerakan Sedimen. Melalui < http://acisarea.blogspot.com/2011/04/transportasi-sedimen.html> [18/04/2011]
Alden, Andrew. Weathering. Melalui <http://geology.about.com/od/glossaryofgeology/g/defweathering.htm> diunduh [14/02/2015 03:12]
Andi. Sedimentologi. Melalui < http://sedimentologiduaribusembilan.blogspot.com/2010/12/mekanisme-transportasi-sedimen.html> [18/12/2010]
Aulia. Lessivage. Melalui <http://id.termwiki.com/ID/gleization> diunduh
[06/01/2000]
Bogology.
Humification.
Melalui
<http://bogology.org/how-we-doit/biological-methods/humification/> diunduh [16/02/2015]
Jurnal Geologi. Transportasi Sedimen. Melalui <http://jurnal-geologi.blogspot.com/2010/02/transportasi-sedimen_23.html> diunduh [18/02/2015]
Puji, Rizki. Pengertian dan Jenis Pelapukan. Melalui <http://softilmu.blogspot.com/2014/07/pelapukan.html> [19/07/2014]
Prabowo,
Yulianto.
Sedimentologi
Dan
Stratigrafi.
Melalui
<http://sedimentologidanstratigrafi09.blogspot.com/2012/07/sedimentol
ogi-dan-stratigrafi.html/> [29/07/2012]
Wikipedia. Sejarah Stratigrafi. Melalui <http://id.wikipedia.org/wiki/Stratigrafi> update data [12/09/2013 08:10]
Zoellucky. Gleization and Podzolization.. Melalui <http://id.termwiki.com/ID/gleization> diunduh [16/02/2015]