......................................
......................................
IDENTITAS PASIEN
Nama
: An L.B
Umur
: 11 tahun
Agama
: Islam
Pekerjaan
: Siswa
Alamat
: Bawangan, Tijayan manisrenggo, RT 11 RW 30, Tijoyan, Klaten
Tanggal pemeriksaan : 5 Februari 2015
Pemeriksa
: Norlida Binti Mohd Jamil
Moderator
: dr. Rinanto Prabowo, Sp.M, M.Sc
II
PEMERIKSAAN SUBJEKTIF
Auto anamnesis tanggal : 5 Februari 2015, jam 11.30 WIB
Keluhan utama
Nyeri pada mata kiri.
Riwayat penyakit sekarang
3 jam SMRS , mata kiri pasien terasa nyeri akibat terkena kawat. Penglihatan kabur, mata
merah, bengkak, air mata berlebihan, rasa mengganjal turut dikeluhkan pasien. Pasien
menyangkal adanya silau, keluar cairan seperti gel dan riwayat keluarnya darah dari
mata. Sebelumnya pasien sudah berobat keklinik dan diberi obat tetes mata insto.
Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat pemakaian kacamata disangkal pasien.
Riwayat diabetes mellitus, hipertensi, alergi disangkal pasien
Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada keluarga yang mempunyai riwayat diabetes mellitus, hipertensi maupun alergi
Riwayat Pengobatan
Diberi obat tetes mata insto
III
PEMERIKSAAN FISIK
Status Generalis
Keadaan Umum
Kesadaran
Tanda Vital
Tekanan darah
Nadi
Respiration rate
Suhu
Skala Nyeri
Kepala
: Normocepali, rambut hitam, distribusi merata
Telinga
: Normotia, serumen (-), secret (-)
Hidung
: Deviasi septum (-), secret (-)
Tenggorokkan
: Tonsil T1/T1, faring hiperemis (-)
Thoraks
Jantung
: BJ I-II regular, murni, gallop (-), murmur (-)
Paru
: Vesikuler (-/-), wheezing (-/-), ronki (-/-)
Abdomen
: Nyeri tekan (-), bising usus (+) normal, supel.
Ekstremitas
: Akral hangat, udem -/-, CRT<2s
STATUS OPHTHALMOLOGIS
KETERANGAN
1
VISUS
Axis Visus
Koreksi
Addisi
6/60
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
1/60
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Distansia Pupil
Kacamata lama
2
Tidak dilakukan
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Baik ke semua arah
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Normal
Normal
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Ada
Ada
Tidak ada
Tidak ada
Ada
Tidak ada
Tidak ada
Normal
Normal
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Baik kesemua arah
SUPERSILIA
Warna
Simetris
Tidak dilakukan
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
KONJUNGTIVA BULBI
Sekret
Injeksi konjungtiva
Injeksi siliar
Injeksi subkonjungtiva
Pterigium
Pinguekula
Nevus Pigmentosus
Kista Dermoid
7
Normal
Tidak dilakukan
Normal
Tidak dilakukan
Putih
Tidak ada
Tidak ada
Injeksi
Tidak ada
Ada
SKLERA
Warna
Ikterik
Nyeri tekan
Ada
Ada
Ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
SISTEM LAKRIMALIS
Punctum lakrimalis
Tes Anel
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
KORNEA
Kejernihan
Permukaan
Ukuran
Sensibilitas
Infiltrat
Keratik Presipitat
Sikatriks
Ulkus
Perforasi
Arkus senilis
Edema
Tes Placido
Jernih
Licin
12 mm
Tidak dilakukan
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Normal, Kontinu
Jernih
Licin
12 mm
Tidak dilakukan
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Ada
Normal, Kontinu
Dalam
Jernih
Tidak ada
Tidak ada
Tidak dilakukan
Sulit dinilai
Sulit dinilai
2/3 bagian
Tidak ada
Tidak dilakukan
Coklat kehitaman
Baik
Tidak ada
Sulit dinilai
Sulit dinilai
Sulit dinilai
12 PUPIL
Letak
Bentuk
Ukuran
Reflek cahaya langsung
Reflek cahaya tak langsung
Di tengah
Bulat, regular
2,5mm
Positif
Positif
Sulit dinilai
Sulit dinilai
Sulit dinilai
Sulit dinilai
Sulit dinilai
13 LENSA
Kejernihan
Letak
Shadow test
Jernih
Di tengah
Tidak dilakukan
Sulit dinilai
Sulit dinilai
Sulit dinilai
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
14 BADAN KACA
Kejernihan
15 FUNDUS OKULI
Batas
Warna
Ekskavasio
Rasio arteri : vena
C/D ratio
Makula lutea
Retina
Eksudat
Perdarahan
Sikatriks
Ablasio
Tidak Dilakukan
Tidak Dilakukan
Tidak Dilakukan
Tidak Dilakukan
Tidak Dilakukan
Tidak Dilakukan
Tidak Dilakukan
Tidak Dilakukan
Tidak Dilakukan
Tidak Dilakukan
Tidak Dilakukan
Tidak Dilakukan
Tidak Dilakukan
Tidak Dilakukan
Tidak Dilakukan
Tidak Dilakukan
Tidak Dilakukan
Tidak Dilakukan
Tidak Dilakukan
Tidak Dilakukan
Tidak Dilakukan
Tidak Dilakukan
16 PALPASI
Nyeri tekan
Massa tumor
Tensi okuli
Tonometri non kontak
Tidak ada
Tidak ada
Normal per palpasi
Tidak Dilakukan
Ada
Tidak ada
Normal per palpasi
Tidak Dilakukan
17 KAMPUS VISI
Tes konfrontasi
Tidak Dilakukan
Tidak Dilakukan
RESUME
Pasien An. L berusia 11 tahun dating dengan keluhan mata kiri terasa nyeri yang dialami
sejak 3 jam sebelum masuk rumah sakit akibat terkena kawat. Penglihatan kabur (+),
mata merah (+), bengkak (+), hiperlakrimasi (+), rasa mengganjal pada mata (+), silau
(-), riwayat keluar cairan seperti gel (-),riwayat keluarnya darah dari mata (-) riwayat
pakai kaca mata (-). Sebelumnya pasien sudah berobat keklinik dan diberi obat tetes mata
insto.
Pada pemeriksaan fisik umum tidak didapatkan kelainan.
Pada pemeriksaan status oftalmologi, didapatkan:
OD
6/60
Tidak dilakukan
Normal
Baik kesegala arah
Edem (-)
Hiperemis (-),
Sekret (-)
Jernih, Edema (-)
Putih
Dalam
Coklat kehitaman
Kripte (+)
Sentral, Refleks cahaya
(+)
Jernih
VI
DIAGNOSIS KERJA
Os Hifema
VII
DIAGNOSIS BANDING
OS : Uveitis
Hemosiderosis
VIII
PENATALAKSANAAN
OS
Visus Tanpa Koreksi 1/60
Visus
Dengan Tidak dilakukan
Koreksi
Posisi Bola Mata
Gerakan Bola Mata
Palpebra
Konjungtiva
Kornea
Sklera
COA
Iris
Normal
Baik kesegala arah
Edem (+)
Hiperemis (+),
Sekret (-)
Jernih, Edema (+)
Injeksi
Terisi hifema 2/3 bagian
Sulit dinilai
Pupil
Sulit dinilai
Lensa
Sulit dinilai
1. Non-Medika mentosa
o Bed rest total
o Posisi semi fowler
o Dilakukan patching
2. Medika mentosa
o Sulfas Atrofin 1 % 2x 0,5
o Vit K tab 3x125 mg
o Acetazolamide 125 mg 4x1 tab
o Hidrokortison salep 0,5 %
o Asammefanamat 250 mg 3x1
IX
PROGNOSIS
OD
OS
Ad Functionam
Dubia Ad Bonam
Dubia Ad Bonam
Ad Sanationam
Dubia Ad Bonam
Dubia Ad Bonam
Ad Vitam
Dubia Ad Bonam
Dubia Ad Bonam
TINJAUAN PUSTAKA
I.
Pendahuluan
Trauma okuli merupakan trauma atau cedera yang terjadi pada mata yang dapat
mengakibatkan kerusakan pada bola mata, kelopak mata, saraf mata dan rongga orbita,
kerusakan ini akan memberikan penyulit sehingga mengganggu fungsi mata sebagai
indra penglihat.1 Trauma okuli merupakan salah satu penyebab yang sering menyebabkan kebuta
an unilateral pada anak dan dewasa muda, karena kelompok usia inilah yang sering mengalami
trauma okuli yang parah.
Secara umum trauma okuli dibagi menjadi dua yaitu trauma okuli perforans dan trauma
okuli non perforans. Sedangkan klasifikasi trauma okuli berdasarkan mekanisme trauma terbagi
atas trauma mekanik (trauma tumpul dan trauma tajam), trauma radiasi (sinar inframerah, sinar
ultraviolet, dan sinar X) dan trauma kimia (bahan asam dan basa).1
Trauma okuli merupakan kedaruratan mutlak di bidang ocular emergency. Beberapa
komplikasi yang dapat terjadi akibat trauma okuli adalah erosi kornea, iridoplegia, hifema,
iridosiklitis, subluksasi lensa, luksasi lensa anterior, luksasi lensa posterior, edema retina dan
koroid, ablasi retina, ruptur koroid, serta avulsi papil saraf optik.
Hifema merupakan keadaan dimana terjadi perdarahan pada bilik mata depan dapat
terjadi akibat trauma tumpul pada mata. Darah ini berasal dari iris atau badan siliar yang
robek.Hifema dapat juga disebabkan oleh trauma intraoperasi, pecahnya neovaskularisasi,
adanya kanker, atau kelainan vaskuler lain.
Menurut salah satu studi yang di lakukan di Amerika Serikat, kejadian hifema,
terutama hifema traumatik, diperkirakan sebanyak 12 kasus per 100.000 orang populasi. Anakanak dan usia remaja 10-20 tahun memiliki presentase penderita terbanyak, yaitu sebesar 70%.
Hifema lebih sering terjadi pada pria dibandingkan wanita dengan perbandingan 3:1.
II. Anatomi Bola Mata
Mata adalah suatu struktur sferis berisi cairan yang dibungkus oleh tiga lapisan. Dari luar
ke dalam, lapisan- lapisan tersebut adalah : sklera/kornea, koroid/badan siliaris/iris, dan retina.1,2
Sebagian besar mata dilapisi oleh jaringan ikat yang protektif dan kuat di sebelah luar, sklera,
yang membentuk bagian putih mata.
Bola mata terbenam dalam corpus adiposum orbitae, namun terpisah oleh selubung fascia
bola mata. Bola mata berbentuk bulat dengan panjang maksimal 24 mm. Bola mata
yang bagian depan (kornea) mempunyai kelengkungan yang lebih tajam sehingga terdapat bentu
k dengan 2 kelengkungan yang berbeda. Bola mata terdiri dari tiga lapisan, yaitu:2,3
1. Tunica Fibrosa
Tunica fibrosa terdiri atas bagian posterior yang opaque atau sklera dan bagian anterior
yang transparan
atau kornea.
Sklera merupakan
jaringan ikat
tampak
putih.Sklera juga ditembus oleh n.ciliaris dan pembuluh balik yang terkait yaitu
v.vorticosae. Sklera langsung tersambung dengan kornea di depannya pada batas limbus.Kornea
yang transparan, mempunyai fungsi utama merefraksikan cahaya yang masuk kemata.
Tersusun atas lapisan-lapisan berikut ini dari luar ke dalam sama dengan: (1) epitel
kornea (epithelium anterius) yang bersambung dengan epitel konjungtiva (2) substansia propria,
terdiri atas jaringan ikat transparan (3) lamina limitans posterior dan (4) endothel (epithelium
posterius) yang berhubungan dengan aqueous humour.
2. Lamina vasculosa
Dari belakang ke depan disusun oleh sama dengan : (1) choroidea (terdiri atas lapis luar
berpigmen dan lapis dalam yang sangat vaskular) (2) corpus ciliare (ke belakang bersambung
dengan choroidea dan ke anterior terletak di belakang tepi perifer iris) terdiri atas corona ciliaris,
procesus ciliaris dan musculus ciliaris (3) iris (adalah diafragma berpigmen yang tipis dan
kontraktil dengan lubang di pusatnya yaitu pupil) iris membagi ruang diantara lensa dan kornea
menjadi bilik mata depan dan bilik mata belakang, serat-serat otot iris bersifat involunter dan
terdiri atas serat-serat sirkuler dan radier.
Bagian anterior retina bersifat non-reseptif dan hanya terdiri atas sel-sel pigmen dengan
lapisan epitel silindris di bawahnya. Bagian anterior retina ini menutupi procesus ciliaris dan
bagian belakang iris.
Vaskularisasi Bola Mata
Pemasok utama orbita dan bagian-bagiannya berasal dari arteri ophtalmica, yaitu cabang
besar pertama arteri karotis interna bagian intrakranial. Cabang ini berjalan di bawah nervus
optikus dan bersamanya melewati kanalis optikus menuju ke orbita.
Cabang intraorbital pertama adalah arteri sentralis retina, yang memasuki nervus optikus
sebesar 8-15 mm di belakang bola mata. Cabang-cabang lain arteri oftalmika adalah arteri
lakrimalis, yang memvaskularisasi glandula lakrimalis dan kelopak mata atas, cabang-cabang
muskularis ke berbagai otot orbita, arteri siliaris posterior longus dan brevis, arteri palpebra
medialis ke kedua kelopak mata, dan arteri supra orbitalis serta supra troklearis.
Iris sendiri diperdarahi oleh kompleks antara 2 arteri siliar posterior dan 7 arteri siliar
anterior. Arteri ini akan bergabung membentuk greater arterial circle of iris dan kemudian
memperdarahi iris dan badan silier.
Drainase vena-vena di orbita terutama melalui vena oftalmika superior dan inferior, yang
juga menampung darah dari vena verticoasae, vena siliaris anterior, dan vena sentralis retina.
Vena oftalmika berhubungan dengan sinus kavernosus melalui fisura orbitalis superior dan
dengan pleksus venosus pterigoideus melalui fisura orbitalis inferior.
IV. Klasifikasi
a). Berdasarkan penyebabnya hifema dibagi menjadi:
1. Hifema traumatika adalah perdarahan pada bilik mata depan yang disebabkan pecahnya
pembuluh darah iris dan badan silier akibat trauma pada segmen anterior bola mata.
2. Hifema akibat tindakan medis (misalnya kesalahan prosedur operasi mata)
3. Hifema akibat inflamasi yang arah pada iris dan badan silier, sehingga pembuluh darah
pecah 4. Hifema akibat kelainan sel darah atau pembuluh darah
4. Hifema akibat neoplasma (contohnya retinoblastoma)
b). Berdasarkan onset perdarahannya, hifema dibagi menjadi:
1. Hifema primer terjadi langsung sampai 2 hari setelah trauma pada mata
2. Hifema sekunder terjadi 2-5hari setelah trauma pada mata
c). Berdasarkan darah yang terlihat, hifema diklasifikasikan menjadi:
1. Makrohifema, perdarahan terlihat dengan mata telanjang
2. Mikrohifema, perdarahan terlihat apabila menggunakan mikroskop
d). Berdasarkan pemenuhan darah dibilik mata depan, hifema dapat dibagi menjadi:1,3,4
V. Etiologi
Hifema biasanya disebabkan oleh trauma tumpul pada mata seperti terkena bola, batu,
peluru senapan angin, dan lain-lain. Selain itu, hifema juga dapat terjadi karena kesalahan
prosedur operasi mata. Keadaan lain yang dapat menyebabkan hifema namun jarang terjadi
adalah adanya tumor mata (contohnya retinoblastoma), dan kelainan pembuluh darah (contohnya
juvenile xanthogranuloma).3,4
Hifema yang terjadi karena trauma tumpul pada mata dapat diakibatkan oleh kerusakan
jaringan bagian dalam bola mata, misalnya terjadi robekan-robekan jaringan iris, korpus siliaris
dan
koroid.
Jaringan
tersebut
mengandung
banyak
pembuluh
darah,
sehingga
akan menimbulkan perdarahan. Perdarahan yang timbul dapat berasal dari kumpulan arteri utama
dan cabang dari badan ciliar, arteri koroid, vena badan siliar, pembuluh darah iris pada sisi pupil.
Perdarahan di dalam bola mata yang berada di kamera anterior akan tampak dari
luar.Timbunan darah ini karena gaya berat akan berada di bagian terendah.
VI. Patofisiologi
Terdapat 2 mekanisme yang diduga menyebabkan terjadinya hifema. Mekanisme pertama
adalah mekanisme dimana kekuatan trauma menyebabkan kontusi sehingga terjadi robekan pada
pembuluh darah iris dan badan silier yang rentan rusak. Mekanisme kedua adalah trauma
tersebut menyebabkan peningkatan tekanan intraokuler akut sehingga menyebabkan rupture
pembuluh darah pada iris dan badan silier.3
disolusi. Produk hasil degradasi bekuan darah, bersama dengan sel darah merah dan debris
peradangan, keluar dari bilik mata depan menuju jalinan trabekular dan aliran uveaskleral.
Perdarahan dapat terjadi segera sesudah trauma yang disebut perdarahan primer.
Perdarahan primer dapat sedikit dapat pula banyak. Perdarahan sekunder biasanya timbul pada
hari ke 5 setelah trauma. Perdarahannya biasanya lebih hebat daripada yang primer. Oleh karena
itu seseorang dengan hifema harus dirawat sedikitnya 5 hari. Dikatakan perdarahan sekunder ini
terjadi karena resorpsi daribekuan darah terjadi terlalu cepat sehingga pembuluh darah tak
mendapat waktu yang cukup untuk regenerasi kembali.
Penyembuhan darah pada hifema dikeluarkan dari COA dalam bentuk sel darah merah
melalui sudut COA menuju kanal schlem sedangkan sisanya akan diabsorbsi melalui permukaan
iris. Penyerapan pada iris dipercepat dengan adanya enzim fibrinolitik di daerah ini.Sebagian
hifema dikeluarkan setelah terurai dalam bentuk hemosiderin. Bila terdapat penumpukan dari
hemosiderin ini, dapat masuk ke dalam lapisan kornea, menyebabkan kornea menjadi bewarna
kuning dan disebut hemosiderosis atau imbibisi kornea, yang hanya dapat ditolong dengan
keratoplasti. Imbibisio kornea dapat dipercepat terjadinya oleh hifema yang penuh disertai
glaukoma.
Adanya darah pada bilik mata depan memiliki beberapa temuan klinis yang berhubungan.
Resesi sudut mata dapat ditemukan setelah trauma tumpul mata. Hal ini menunjukkan
terpisahnya serat longitudinal dan sirkular dari otot siliar. Resesi sudut mata dapat terjadi pada 85
% pasien hifema dan berkaitan dengan timbulnya glaukoma sekunder di kemudian hari. Iritis
traumatik, dengan sel-sel radang pada bilik mata depan, dapat ditemukan pada pasien hifema.
Pada keadaan ini, terjadi perubahan pigmen iris walaupun darah sudah dikeluarkan. Perubahan
pada kornea dapat dijumpai mulai dari abrasi endotel kornea hingga ruptur limbus. Kelainan
pupil seperti miosis dan midriasis dapat ditemukan pada 10 % kasus. Tanda lain yang dapat
ditemukan adalah siklodialisis, iridodialisis, robekan pupil, subluksasi lensa, dan ruptur zonula
zinn. Kelainan pada segmen posterior dapat meliputi perdarahan vitreus, jejas retina (edema,
perdarahan, dan robekan), dan ruptur koroid. Atrofi papil dapat terjadi akibat peninggian tekanan
intraocular.
IX.Penatalaksanaan
Biasanya hifema akan hilang sempurna. Bila perjalanan penyakit tidak berjalan demikian
maka sebaiknya penderita dirujuk. Walaupun perawatan penderita hifema traumatik ini masih
banyak diperdebatkan, namun pada dasarnya adalah :
1) Menghentikan perdarahan.
2) Menghindarkan timbulnya perdarahan sekunder.
3) Mengeliminasi darah dari bilik depan bola mata dengan mempercepat absorbsi.
4) Mengontrol glaukoma sekunder dan menghindari komplikasi yang lain.
5) Berusaha mengobati kelainan yang menyertainya.
Berdasarkan hal tersebut di atas, maka cara pengobatan penderita dengan traumatik
hifema pada prinsipnya
besar yaitu
Pemberian obat-obatan pada penderita dengan traumatik hifema tidaklah mutlak, tapi
cukup berguna untuk menghentikan perdarahan, mempercepat absorbsinya dan menekan
komplikasi yang timbul. Untuk maksud di atas digunakan obat-obatan seperti :
Koagulansia6,7
Golongan obat koagulansia ini dapat diberikan secara oral maupun parenteral, berguna
Midriatika Miotika
Masih banyak perdebatan mengenai penggunaan obat-obat golongan midriatika atau
3x sehari bilamana ditemukan adanya kenaikan tekanan intraokuler. Bahkan Gombos dan Yasuna
menganjurkan juga pemakaian intravena urea, manitol dan gliserin untuk menurunkan tekanan
intraokuler, walaupun ditegaskan bahwa cara ini tidak rutin. Pada hifema yang penuh dengan
kenaikan tekanan intra okular, berilah diamox, glyserin, nilai selama 24 jam. Bila tekanan intra
okular tetap tinggi atau turun, tetapi tetap diatas normal,lakukan parasentesa yaitu pengeluaran
darah melalui sayatan di kornea
Bila tekanan intraokular turun sampai normal, diamox terus diberikan dan dievaluasi
setiap hari. Bila tetap normal tekanan intra okularnya dan darahnya masih ada sampai hari ke 5-9
lakukan juga parasentesa.
3. Hemosiderosis kornea
Hemosiderosis ini akan timbul bila ada perdarahan/perdarahan sekunder disertai kenaikan
tekanan intraokuler. Gangguan visus karena hemosiderosis tidak selalupermanen, tetapi kadangkadang dapat kembali jernih dalam waktu yang lama (2 tahun). Insidensinya 10%.3 Zat besi di
dalam bola mata dapat menimbulkan siderosis bulbi yang bila didiamkan akan dapat
menimbulkan ftisis bulbi dan kebutaan.
4. Sinekia Posterior
Sinekia posterior bisa timbul pada pasien traumatik hifema.Komplikasi ini akibat dari
iritis atau iridocyclitis.Komplikasi ini jarang pada pasien yang mendapat terapi medikamentosa
dan lebih sering terjadi pada pada pasien dengan evakuasi bedah pada hifema.
5. Atrofi optic
Disebabkan karena peningkatan tekanan intraokuler
XI. Prognosis
Prognosis tergantung pada banyaknya darah yang tertimbun pada kamera okuli anterior.
Biasanya hifema dengan darah yang sedikit dan tanpa disertai glaukoma, prognosisnya baik
(bonam) karena darah akan diserap kembali dan hilang sempurna dalam beberapa hari.
Sedangkan hifema yang telah mengalami glaukoma, prognosisnya bergantung pada seberapa
besar glaukoma tersebut menimbulkan defek pada ketajaman penglihatan. Bila tajam penglihatan
telah mencapai 1/60 atau lebih rendah maka prognosis penderita adalah buruk (malam) karena
dapat menyebabkan kebutaan.
Daftar Pustaka
1) Agus S, Purjanto T.U. Trauma mata dan rekonstruksi. Dalam Ilmu Kesehatan mata. Edisi Ke2. Bagian Ilmu Kesehatan Mata Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta,
2012. h.256
2) Rizky G. Hifema.Medicinesia.2013. available at URL: www. Medicinesia.com
3) Ilyas, S. Hifema, dalam: Ilmu Penyakit Mata.Edisi 3. FKUI, Jakarta, 2005.
4) Balatay A, Ibrahim H. Traumatic Hyphema. Dohuk Medical Journal 2008. Diunduh dari
URL: www.uod.ac
5) Vaughan DG, Asbury T, Riordan-Eva P. General ophthalmology. 16th ed. McGraw-Hill, USA.
6) Kuhn F, Pieramici D. Mechanical Globe Injuri: Anterior Chamber. Dalam: Ocular trauma
principles and practice. Thieme, New York, 2002.
7) Behbehani A, Abdelmoaty S, Aljazaf A. Traumatic hyphema. Dalam Studi Journal of
Ophtalmology, Volume 3, No. 3 July-September 2006.
8) Sheppard JD. Hyphema. Diunduh dari URLL: //medicine.medscape.com.