Anda di halaman 1dari 23

FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA

UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA


Jl. Terusan Arjuna No.6 Kebun Jeruk Jakarta Barat
KEPANITERAAN KLINIK
STATUS ILMU PENYAKIT MATA
FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA
SMF ILMU PENYAKIT MATA
PERIODE 12 JANUARI 14 FEBRUARI 2014
RS MATA DR. YAP, D.I. YOGYAKARTA
Nama : Norlida Binti Mohd Jamil
Nim : 11-2013-168
Dr. Pembimbing / Penguji: dr. Rinanto Prabowo, Sp.M, M.Sc

......................................
......................................

IDENTITAS PASIEN
Nama
: An L.B
Umur
: 11 tahun
Agama
: Islam
Pekerjaan
: Siswa
Alamat
: Bawangan, Tijayan manisrenggo, RT 11 RW 30, Tijoyan, Klaten
Tanggal pemeriksaan : 5 Februari 2015
Pemeriksa
: Norlida Binti Mohd Jamil
Moderator
: dr. Rinanto Prabowo, Sp.M, M.Sc

II

PEMERIKSAAN SUBJEKTIF
Auto anamnesis tanggal : 5 Februari 2015, jam 11.30 WIB
Keluhan utama
Nyeri pada mata kiri.
Riwayat penyakit sekarang
3 jam SMRS , mata kiri pasien terasa nyeri akibat terkena kawat. Penglihatan kabur, mata
merah, bengkak, air mata berlebihan, rasa mengganjal turut dikeluhkan pasien. Pasien

menyangkal adanya silau, keluar cairan seperti gel dan riwayat keluarnya darah dari
mata. Sebelumnya pasien sudah berobat keklinik dan diberi obat tetes mata insto.
Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat pemakaian kacamata disangkal pasien.
Riwayat diabetes mellitus, hipertensi, alergi disangkal pasien
Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada keluarga yang mempunyai riwayat diabetes mellitus, hipertensi maupun alergi
Riwayat Pengobatan
Diberi obat tetes mata insto
III

PEMERIKSAAN FISIK
Status Generalis
Keadaan Umum
Kesadaran
Tanda Vital
Tekanan darah
Nadi
Respiration rate
Suhu
Skala Nyeri

: Tampak sakit sedang


: Compos Mentis
:
: 100/70 mmHg
: 96x/menit
: 24x/menit
: 36,5o C
:6

Kepala
: Normocepali, rambut hitam, distribusi merata
Telinga
: Normotia, serumen (-), secret (-)
Hidung
: Deviasi septum (-), secret (-)
Tenggorokkan
: Tonsil T1/T1, faring hiperemis (-)
Thoraks
Jantung
: BJ I-II regular, murni, gallop (-), murmur (-)
Paru
: Vesikuler (-/-), wheezing (-/-), ronki (-/-)
Abdomen
: Nyeri tekan (-), bising usus (+) normal, supel.
Ekstremitas
: Akral hangat, udem -/-, CRT<2s
STATUS OPHTHALMOLOGIS
KETERANGAN
1

OKULO DEXTRA (OD)

OKULO SINISTRA (OS)

VISUS
Axis Visus
Koreksi
Addisi

6/60
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan

1/60
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan

Distansia Pupil
Kacamata lama
2

Tidak dilakukan
Tidak ada

KEDUDUKAN BOLA MATA


Eksoftalmus
Enoftalmus
Deviasi
Gerakan Bola Mata

Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Baik ke semua arah

Hitam, sikatrik (-)


Hitam, sikatrik (-)
Simetris, Distribusi normal Simetris, Distribusi normal

PALPEBRA SUPERIOR DAN INFERIOR


Edema
Nyeri tekan
Ektropion
Entropion
Blefarospasme
Trikiasis
Sikatriks
Punctum Lakrimal
Fisura palpebral
Ptosis
Hordeolum
Kalazion

Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Normal
Normal
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada

Ada
Ada
Tidak ada
Tidak ada
Ada
Tidak ada
Tidak ada
Normal
Normal
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada

KONJUNGTIVA TARSALIS SUPERIOR DAN INFERIOR


Hiperemis
Kista
Folikel/Papil
Sikatriks
Anemis
Kemosis

Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Baik kesemua arah

SUPERSILIA
Warna
Simetris

Tidak dilakukan
Tidak ada

Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada

Ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

KONJUNGTIVA BULBI
Sekret

Injeksi konjungtiva
Injeksi siliar
Injeksi subkonjungtiva
Pterigium
Pinguekula
Nevus Pigmentosus
Kista Dermoid
7

Normal
Tidak dilakukan

Normal
Tidak dilakukan

Putih
Tidak ada
Tidak ada

Injeksi
Tidak ada
Ada

SKLERA
Warna
Ikterik
Nyeri tekan

Ada
Ada
Ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada

SISTEM LAKRIMALIS
Punctum lakrimalis
Tes Anel

Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada

KORNEA
Kejernihan
Permukaan
Ukuran
Sensibilitas
Infiltrat
Keratik Presipitat
Sikatriks
Ulkus
Perforasi
Arkus senilis
Edema
Tes Placido

Jernih
Licin
12 mm
Tidak dilakukan
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Normal, Kontinu

Jernih
Licin
12 mm
Tidak dilakukan
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Ada
Normal, Kontinu

Dalam
Jernih
Tidak ada
Tidak ada
Tidak dilakukan

Sulit dinilai
Sulit dinilai
2/3 bagian
Tidak ada
Tidak dilakukan

10 BILIK MATA DEPAN


Kedalaman
Kejernihan
Hifema
Hipopion
Efek Tyndall
11 IRIS
Warna
Kripte
Sinekia

Coklat kehitaman
Baik
Tidak ada

Sulit dinilai
Sulit dinilai
Sulit dinilai

12 PUPIL
Letak
Bentuk
Ukuran
Reflek cahaya langsung
Reflek cahaya tak langsung

Di tengah
Bulat, regular
2,5mm
Positif
Positif

Sulit dinilai
Sulit dinilai
Sulit dinilai
Sulit dinilai
Sulit dinilai

13 LENSA
Kejernihan
Letak
Shadow test

Jernih
Di tengah
Tidak dilakukan

Sulit dinilai
Sulit dinilai
Sulit dinilai

Tidak dilakukan

Tidak dilakukan

14 BADAN KACA
Kejernihan
15 FUNDUS OKULI
Batas
Warna
Ekskavasio
Rasio arteri : vena
C/D ratio
Makula lutea
Retina
Eksudat
Perdarahan
Sikatriks
Ablasio

Tidak Dilakukan
Tidak Dilakukan
Tidak Dilakukan
Tidak Dilakukan
Tidak Dilakukan
Tidak Dilakukan
Tidak Dilakukan
Tidak Dilakukan
Tidak Dilakukan
Tidak Dilakukan
Tidak Dilakukan

Tidak Dilakukan
Tidak Dilakukan
Tidak Dilakukan
Tidak Dilakukan
Tidak Dilakukan
Tidak Dilakukan
Tidak Dilakukan
Tidak Dilakukan
Tidak Dilakukan
Tidak Dilakukan
Tidak Dilakukan

16 PALPASI
Nyeri tekan
Massa tumor
Tensi okuli
Tonometri non kontak

Tidak ada
Tidak ada
Normal per palpasi
Tidak Dilakukan

Ada
Tidak ada
Normal per palpasi
Tidak Dilakukan

17 KAMPUS VISI
Tes konfrontasi

Tidak Dilakukan

IV ANJURAN PEMERIKSAAN PENUNJANG


1 Tonometri
2 USG mata
3 Optical Coherence Tomography

Tidak Dilakukan

RESUME
Pasien An. L berusia 11 tahun dating dengan keluhan mata kiri terasa nyeri yang dialami
sejak 3 jam sebelum masuk rumah sakit akibat terkena kawat. Penglihatan kabur (+),
mata merah (+), bengkak (+), hiperlakrimasi (+), rasa mengganjal pada mata (+), silau
(-), riwayat keluar cairan seperti gel (-),riwayat keluarnya darah dari mata (-) riwayat
pakai kaca mata (-). Sebelumnya pasien sudah berobat keklinik dan diberi obat tetes mata
insto.
Pada pemeriksaan fisik umum tidak didapatkan kelainan.
Pada pemeriksaan status oftalmologi, didapatkan:
OD
6/60
Tidak dilakukan
Normal
Baik kesegala arah
Edem (-)
Hiperemis (-),
Sekret (-)
Jernih, Edema (-)
Putih
Dalam
Coklat kehitaman
Kripte (+)
Sentral, Refleks cahaya
(+)
Jernih

VI

DIAGNOSIS KERJA
Os Hifema

VII

DIAGNOSIS BANDING
OS : Uveitis
Hemosiderosis
VIII

PENATALAKSANAAN

OS
Visus Tanpa Koreksi 1/60
Visus
Dengan Tidak dilakukan
Koreksi
Posisi Bola Mata
Gerakan Bola Mata
Palpebra
Konjungtiva
Kornea
Sklera
COA
Iris

Normal
Baik kesegala arah
Edem (+)
Hiperemis (+),
Sekret (-)
Jernih, Edema (+)
Injeksi
Terisi hifema 2/3 bagian
Sulit dinilai

Pupil

Sulit dinilai

Lensa

Sulit dinilai

1. Non-Medika mentosa
o Bed rest total
o Posisi semi fowler
o Dilakukan patching
2. Medika mentosa
o Sulfas Atrofin 1 % 2x 0,5
o Vit K tab 3x125 mg
o Acetazolamide 125 mg 4x1 tab
o Hidrokortison salep 0,5 %
o Asammefanamat 250 mg 3x1
IX

PROGNOSIS
OD

OS

Ad Functionam

Dubia Ad Bonam

Dubia Ad Bonam

Ad Sanationam

Dubia Ad Bonam

Dubia Ad Bonam

Ad Vitam

Dubia Ad Bonam

Dubia Ad Bonam

TINJAUAN PUSTAKA
I.

Pendahuluan
Trauma okuli merupakan trauma atau cedera yang terjadi pada mata yang dapat
mengakibatkan kerusakan pada bola mata, kelopak mata, saraf mata dan rongga orbita,
kerusakan ini akan memberikan penyulit sehingga mengganggu fungsi mata sebagai
indra penglihat.1 Trauma okuli merupakan salah satu penyebab yang sering menyebabkan kebuta
an unilateral pada anak dan dewasa muda, karena kelompok usia inilah yang sering mengalami
trauma okuli yang parah.
Secara umum trauma okuli dibagi menjadi dua yaitu trauma okuli perforans dan trauma
okuli non perforans. Sedangkan klasifikasi trauma okuli berdasarkan mekanisme trauma terbagi
atas trauma mekanik (trauma tumpul dan trauma tajam), trauma radiasi (sinar inframerah, sinar
ultraviolet, dan sinar X) dan trauma kimia (bahan asam dan basa).1
Trauma okuli merupakan kedaruratan mutlak di bidang ocular emergency. Beberapa
komplikasi yang dapat terjadi akibat trauma okuli adalah erosi kornea, iridoplegia, hifema,
iridosiklitis, subluksasi lensa, luksasi lensa anterior, luksasi lensa posterior, edema retina dan
koroid, ablasi retina, ruptur koroid, serta avulsi papil saraf optik.
Hifema merupakan keadaan dimana terjadi perdarahan pada bilik mata depan dapat
terjadi akibat trauma tumpul pada mata. Darah ini berasal dari iris atau badan siliar yang
robek.Hifema dapat juga disebabkan oleh trauma intraoperasi, pecahnya neovaskularisasi,
adanya kanker, atau kelainan vaskuler lain.
Menurut salah satu studi yang di lakukan di Amerika Serikat, kejadian hifema,
terutama hifema traumatik, diperkirakan sebanyak 12 kasus per 100.000 orang populasi. Anakanak dan usia remaja 10-20 tahun memiliki presentase penderita terbanyak, yaitu sebesar 70%.
Hifema lebih sering terjadi pada pria dibandingkan wanita dengan perbandingan 3:1.
II. Anatomi Bola Mata
Mata adalah suatu struktur sferis berisi cairan yang dibungkus oleh tiga lapisan. Dari luar
ke dalam, lapisan- lapisan tersebut adalah : sklera/kornea, koroid/badan siliaris/iris, dan retina.1,2

Sebagian besar mata dilapisi oleh jaringan ikat yang protektif dan kuat di sebelah luar, sklera,
yang membentuk bagian putih mata.

Bola mata terbenam dalam corpus adiposum orbitae, namun terpisah oleh selubung fascia
bola mata. Bola mata berbentuk bulat dengan panjang maksimal 24 mm. Bola mata
yang bagian depan (kornea) mempunyai kelengkungan yang lebih tajam sehingga terdapat bentu
k dengan 2 kelengkungan yang berbeda. Bola mata terdiri dari tiga lapisan, yaitu:2,3
1. Tunica Fibrosa
Tunica fibrosa terdiri atas bagian posterior yang opaque atau sklera dan bagian anterior
yang transparan

atau kornea.

Sklera merupakan

jaringan ikat

padat fibrosa dan

tampak

putih.Sklera juga ditembus oleh n.ciliaris dan pembuluh balik yang terkait yaitu
v.vorticosae. Sklera langsung tersambung dengan kornea di depannya pada batas limbus.Kornea
yang transparan, mempunyai fungsi utama merefraksikan cahaya yang masuk kemata.
Tersusun atas lapisan-lapisan berikut ini dari luar ke dalam sama dengan: (1) epitel
kornea (epithelium anterius) yang bersambung dengan epitel konjungtiva (2) substansia propria,
terdiri atas jaringan ikat transparan (3) lamina limitans posterior dan (4) endothel (epithelium
posterius) yang berhubungan dengan aqueous humour.

2. Lamina vasculosa
Dari belakang ke depan disusun oleh sama dengan : (1) choroidea (terdiri atas lapis luar
berpigmen dan lapis dalam yang sangat vaskular) (2) corpus ciliare (ke belakang bersambung
dengan choroidea dan ke anterior terletak di belakang tepi perifer iris) terdiri atas corona ciliaris,
procesus ciliaris dan musculus ciliaris (3) iris (adalah diafragma berpigmen yang tipis dan
kontraktil dengan lubang di pusatnya yaitu pupil) iris membagi ruang diantara lensa dan kornea
menjadi bilik mata depan dan bilik mata belakang, serat-serat otot iris bersifat involunter dan
terdiri atas serat-serat sirkuler dan radier.

Anatomi Bilik Mata Depan dan Jaringan Sekitar


3. Tunica sensoria (retina)
Retina terdiri atas pars pigmentosa luar dan pars nervosa di dalamnya. Permukaan
luarnya melekat pada choroidea dan permukaan dalamnya berkontak dengan corpus vitreum.
Tiga perempat posterior retina merupakan organ reseptornya. Ujung anterior membentuk cincin
berombak, yaitu ora serrata, di tempat inilah jaringan syaraf berakhir.

Bagian anterior retina bersifat non-reseptif dan hanya terdiri atas sel-sel pigmen dengan
lapisan epitel silindris di bawahnya. Bagian anterior retina ini menutupi procesus ciliaris dan
bagian belakang iris.
Vaskularisasi Bola Mata
Pemasok utama orbita dan bagian-bagiannya berasal dari arteri ophtalmica, yaitu cabang
besar pertama arteri karotis interna bagian intrakranial. Cabang ini berjalan di bawah nervus
optikus dan bersamanya melewati kanalis optikus menuju ke orbita.
Cabang intraorbital pertama adalah arteri sentralis retina, yang memasuki nervus optikus
sebesar 8-15 mm di belakang bola mata. Cabang-cabang lain arteri oftalmika adalah arteri
lakrimalis, yang memvaskularisasi glandula lakrimalis dan kelopak mata atas, cabang-cabang
muskularis ke berbagai otot orbita, arteri siliaris posterior longus dan brevis, arteri palpebra
medialis ke kedua kelopak mata, dan arteri supra orbitalis serta supra troklearis.

Iris sendiri diperdarahi oleh kompleks antara 2 arteri siliar posterior dan 7 arteri siliar
anterior. Arteri ini akan bergabung membentuk greater arterial circle of iris dan kemudian
memperdarahi iris dan badan silier.

Drainase vena-vena di orbita terutama melalui vena oftalmika superior dan inferior, yang
juga menampung darah dari vena verticoasae, vena siliaris anterior, dan vena sentralis retina.
Vena oftalmika berhubungan dengan sinus kavernosus melalui fisura orbitalis superior dan
dengan pleksus venosus pterigoideus melalui fisura orbitalis inferior.

Vaskularisasi pada Segmen Anterior


III.Definisi
Hifema merupakan keadaan dimana terdapat darah di dalam bilik mata depan, yaitu
daerah di antara kornea dan iris, yang dapat terjadi akibat trauma tumpul yang merobek
pembuluh darah iris atau badan siliar dan bercampur dengan humor aqueus (cairan mata) yang
jernih.1,2 Darah yang terkumpul di bilik mata depan biasanya terlihat dengan mata telanjang.
Walaupun darah yang terdapat di bilik mata depan sedikit, tetap dapat menurunkan penglihatan.
Hifema atau darah didalam bilik mata depan dapat terjadi akibat trauma tumpul yang merobek
pembuluh darah iris atau badan siliar.
Pasien akan mengeluh sakit, disertai dengan epifora dan blefarospasme. Pengihatan
pasien akan sangat menurun. Bila pasien duduk hifema akan terlihat terkumpul dibagian bawah
bilik mata depan, dan hifema dapat memenuhi seluruh ruang bilik mata depan. Kadang-kadang
terlihat iridoplegia dan iridodialisis.

IV. Klasifikasi
a). Berdasarkan penyebabnya hifema dibagi menjadi:
1. Hifema traumatika adalah perdarahan pada bilik mata depan yang disebabkan pecahnya
pembuluh darah iris dan badan silier akibat trauma pada segmen anterior bola mata.
2. Hifema akibat tindakan medis (misalnya kesalahan prosedur operasi mata)
3. Hifema akibat inflamasi yang arah pada iris dan badan silier, sehingga pembuluh darah
pecah 4. Hifema akibat kelainan sel darah atau pembuluh darah
4. Hifema akibat neoplasma (contohnya retinoblastoma)
b). Berdasarkan onset perdarahannya, hifema dibagi menjadi:
1. Hifema primer terjadi langsung sampai 2 hari setelah trauma pada mata
2. Hifema sekunder terjadi 2-5hari setelah trauma pada mata
c). Berdasarkan darah yang terlihat, hifema diklasifikasikan menjadi:
1. Makrohifema, perdarahan terlihat dengan mata telanjang
2. Mikrohifema, perdarahan terlihat apabila menggunakan mikroskop
d). Berdasarkan pemenuhan darah dibilik mata depan, hifema dapat dibagi menjadi:1,3,4

Grade 1, darah mengisi kurang dari 1/3 bilik mata depan


Grade 2, darah mengisi 1/3-1/2 bilik mata depan
Grade 3, darah mengisis - kurang dari seluruh bilik mata depan
Grade 4, darah mengisi seluruh bilik mata depan, dikenal dengan total hyphema,
blackball atau 8-ball hyphema

V. Etiologi
Hifema biasanya disebabkan oleh trauma tumpul pada mata seperti terkena bola, batu,
peluru senapan angin, dan lain-lain. Selain itu, hifema juga dapat terjadi karena kesalahan
prosedur operasi mata. Keadaan lain yang dapat menyebabkan hifema namun jarang terjadi
adalah adanya tumor mata (contohnya retinoblastoma), dan kelainan pembuluh darah (contohnya
juvenile xanthogranuloma).3,4
Hifema yang terjadi karena trauma tumpul pada mata dapat diakibatkan oleh kerusakan
jaringan bagian dalam bola mata, misalnya terjadi robekan-robekan jaringan iris, korpus siliaris
dan

koroid.

Jaringan

tersebut

mengandung

banyak

pembuluh

darah,

sehingga

akan menimbulkan perdarahan. Perdarahan yang timbul dapat berasal dari kumpulan arteri utama
dan cabang dari badan ciliar, arteri koroid, vena badan siliar, pembuluh darah iris pada sisi pupil.
Perdarahan di dalam bola mata yang berada di kamera anterior akan tampak dari
luar.Timbunan darah ini karena gaya berat akan berada di bagian terendah.

VI. Patofisiologi
Terdapat 2 mekanisme yang diduga menyebabkan terjadinya hifema. Mekanisme pertama
adalah mekanisme dimana kekuatan trauma menyebabkan kontusi sehingga terjadi robekan pada
pembuluh darah iris dan badan silier yang rentan rusak. Mekanisme kedua adalah trauma
tersebut menyebabkan peningkatan tekanan intraokuler akut sehingga menyebabkan rupture
pembuluh darah pada iris dan badan silier.3

Mekanisme Perdarahan akibat Trauma Tumpul Mata


Inflamasi yang parah pada iris, sel darah yang abnormal dan kanker mungkin juga bisa
menyebabkan perdarahan pada COA. Trauma tumpul dapat merobek pembuluh darah iris
atau badan siliar.
Gaya-gaya kontusif akan merobek pembuluh darah iris dan merusak sudut COA.Tetapi
dapat juga terjadi secara spontan atau pada patologi vaskuler okuler. Darah ini dapat bergerak
dalam ruang COA, mengotori permukaan dalam kornea.
Perdarahan pada bilik mata depan mengakibatkan teraktivasinya mekanisme hemostasis
dan fibrinolisis. Peningkatan tekanan intraokular, spasme pembuluh darah, dan pembentukan
fibrin merupakan mekanisme pembekuan darah yang akan menghentikan perdarahan. Bekuan
darah ini dapat meluas dari bilik mata depan ke bilik mata belakang. Bekuan darah ini biasanya
berlangsung hingga 4-7 hari. Setelah itu, fibrinolisis akan terjadi. Setelah terjadi bekuan darah
pada bilik mata depan, maka plasminogen akan diubah menjadi plasmin oleh aktivator kaskade
koagulasi. Plasmin akan memecah fibrin, sehingga bekuan darah yang sudah terjadi mengalami

disolusi. Produk hasil degradasi bekuan darah, bersama dengan sel darah merah dan debris
peradangan, keluar dari bilik mata depan menuju jalinan trabekular dan aliran uveaskleral.
Perdarahan dapat terjadi segera sesudah trauma yang disebut perdarahan primer.
Perdarahan primer dapat sedikit dapat pula banyak. Perdarahan sekunder biasanya timbul pada
hari ke 5 setelah trauma. Perdarahannya biasanya lebih hebat daripada yang primer. Oleh karena
itu seseorang dengan hifema harus dirawat sedikitnya 5 hari. Dikatakan perdarahan sekunder ini
terjadi karena resorpsi daribekuan darah terjadi terlalu cepat sehingga pembuluh darah tak
mendapat waktu yang cukup untuk regenerasi kembali.
Penyembuhan darah pada hifema dikeluarkan dari COA dalam bentuk sel darah merah
melalui sudut COA menuju kanal schlem sedangkan sisanya akan diabsorbsi melalui permukaan
iris. Penyerapan pada iris dipercepat dengan adanya enzim fibrinolitik di daerah ini.Sebagian
hifema dikeluarkan setelah terurai dalam bentuk hemosiderin. Bila terdapat penumpukan dari
hemosiderin ini, dapat masuk ke dalam lapisan kornea, menyebabkan kornea menjadi bewarna
kuning dan disebut hemosiderosis atau imbibisi kornea, yang hanya dapat ditolong dengan
keratoplasti. Imbibisio kornea dapat dipercepat terjadinya oleh hifema yang penuh disertai
glaukoma.
Adanya darah pada bilik mata depan memiliki beberapa temuan klinis yang berhubungan.
Resesi sudut mata dapat ditemukan setelah trauma tumpul mata. Hal ini menunjukkan
terpisahnya serat longitudinal dan sirkular dari otot siliar. Resesi sudut mata dapat terjadi pada 85
% pasien hifema dan berkaitan dengan timbulnya glaukoma sekunder di kemudian hari. Iritis
traumatik, dengan sel-sel radang pada bilik mata depan, dapat ditemukan pada pasien hifema.
Pada keadaan ini, terjadi perubahan pigmen iris walaupun darah sudah dikeluarkan. Perubahan
pada kornea dapat dijumpai mulai dari abrasi endotel kornea hingga ruptur limbus. Kelainan
pupil seperti miosis dan midriasis dapat ditemukan pada 10 % kasus. Tanda lain yang dapat
ditemukan adalah siklodialisis, iridodialisis, robekan pupil, subluksasi lensa, dan ruptur zonula
zinn. Kelainan pada segmen posterior dapat meliputi perdarahan vitreus, jejas retina (edema,
perdarahan, dan robekan), dan ruptur koroid. Atrofi papil dapat terjadi akibat peninggian tekanan
intraocular.

VII. Penegakan Diagnosis


Adanya riwayat trauma, terutama mengenai matanya dapat memastikan adanya hifema.
Pada gambaran klinik ditemukan adanya perdarahan pada COA (dapat diperiksa dengan
flashlight), kadang-kadang ditemukan gangguan visus. Ditemukan adanya tanda-tanda iritasi dari
conjunctiva dan pericorneal, fotofobia (tidak tahan terhadap sinar), penglihatan ganda,
blefarospasme, edema palpebra, midriasis, dan sukar melihat dekat, kemungkinan disertai
gangguan umum yaitu letargic, disorientasi atau somnolen.
Pasien akan mengeluh nyeri pada mata disertai dengan mata yang berair. Penglihatan
pasien akan sangat menurun. Terdapat penumpukan darah yang terlihat dengan mata telanjang
bila jumlahnya cukup banyak. Bila pasien duduk, hifema akan terlihat terkumpul di bagian
bawah COA, dan hifema dapat memenuhi seluruh ruang COA. Otot sfingter pupil mengalami
kelumpuhan, pupil tetap dilatasi (midriasis), dapat terjadi pewarnaan darah (blood staining) pada
kornea, anisokor pupil.4,5
Akibat langsung terjadinya hifema adalah penurunan visus karena darah mengganggu
media refraksi. Darah yang mengisi kamera okuli ini secara langsung dapat mengakibatkan
tekanan intra okuler meningkat akibat bertambahnya isi kamera anterior oleh darah. Kenaikan
tekanan intra okuler ini disebut glaucoma sekunder. Glaukoma sekunder juga dapat terjadi akibat
massa darah yang menyumbat jaringan trabekulum yang berfungsi membuang humor aqueous
yang berada di kamera anterior. Selain itu akibat darah yang lama berada di kamera anterior akan
mengakibatkan pewarnaan darah pada dinding kornea dan kerusakan jaringan kornea.
VIII. Pemeriksaan Penunjang
a) Pemeriksaan ketajaman penglihatan: menggunakan kartu mata Snellen; visus dapat menurun
akibat kerusakan kornea, aqueous humor, iris dan retina.
b) Lapangan pandang: penurunan dapat disebabkan oleh patologi vaskuler okuler, glaukoma.
c) Pengukuran tonografi: mengkaji tekanan intra okuler.
d) Slit Lamp Biomicroscopy: untuk menentukan kedalaman COA dan iridocorneal contact,
aqueous flare, dan synechia posterior.
e) Pemeriksaan oftalmoskopi: mengkaji struktur internal okuler
f) Tes provokatif: digunakan untuk menentukan adanya glaukoma bila TIO normal atau
meningkat ringan.5

IX.Penatalaksanaan
Biasanya hifema akan hilang sempurna. Bila perjalanan penyakit tidak berjalan demikian
maka sebaiknya penderita dirujuk. Walaupun perawatan penderita hifema traumatik ini masih
banyak diperdebatkan, namun pada dasarnya adalah :
1) Menghentikan perdarahan.
2) Menghindarkan timbulnya perdarahan sekunder.
3) Mengeliminasi darah dari bilik depan bola mata dengan mempercepat absorbsi.
4) Mengontrol glaukoma sekunder dan menghindari komplikasi yang lain.
5) Berusaha mengobati kelainan yang menyertainya.
Berdasarkan hal tersebut di atas, maka cara pengobatan penderita dengan traumatik
hifema pada prinsipnya

dibagi dalam 2 golongan

besar yaitu

perawatan dengan cara

konservatif/tanpaoperasi, dan perawatan yang disertai dengan tindakan operasi.


Perawatan Konservatif/Tanpa Operasi1.
1) Tirah baring (bed rest total )6
Penderita ditidurkan dalam keadaan terlentang dengan posisi kepala diangkat (diberi
alas bantal) dengan elevasi kepala 30 - 45o (posisi semi fowler). Hal ini akan mengurangi
tekanandarah pada pembuluh darah iris serta memudahkan kita mengevaluasi jumlah
perdarahannya.
Ada banyak pendapat dari banyak ahli mengenai tirah baring sempurna ini sebagai
tindakan pertama yang harus dikerjakan bila menemui kasus traumatik hifema. Bahkan beberapa penelitian menunjukkan bahwa dengan tirah baring kesempurnaan absorbsi dari hifema
dipercepat dan sangat mengurangi timbulnya komplikasi perdarahan sekunder. Istirahat total
ini harus dipertahankan minimal 5 hari mengingat kemungkinan perdarahan sekunder. Hal ini
sering sukar dilakukan, terlebih-lebih pada anak-anak, sehingga kalau perlu harus diikat
tangan dan kakinya ke tempat tidur dan pengawasan dilakukan dengan sabar.
2) Bebat mata
Mengenai pemakaian bebat mata, masih belum ada persesuaian pendapat di antara
paraahli. Penggunaan bebat mata pada mata yang terkena trauma yaitu untuk mengurangi
pergerakan bola mata yang sakit.
3) Pemakaian obat-obatan

Pemberian obat-obatan pada penderita dengan traumatik hifema tidaklah mutlak, tapi
cukup berguna untuk menghentikan perdarahan, mempercepat absorbsinya dan menekan
komplikasi yang timbul. Untuk maksud di atas digunakan obat-obatan seperti :

Koagulansia6,7
Golongan obat koagulansia ini dapat diberikan secara oral maupun parenteral, berguna

untuk menekan/menghentikan perdarahan, Misalnya : Anaroxil, Adona AC, Coagulen,


Transamin, vit K dan vit C. Pada hifema yang baru dan terisi darah segar diberi obat anti
fibrinolitik (di pasaran obat ini dikenal sebagai transamine/ transamic acid) sehingga bekuan
darah tidak terlalu cepat diserap dan pembuluh darah diberi kesempatan untuk memperbaiki diri
dahulu sampai sembuh. Dengan demikian diharapkan terjadinya perdarahan sekunder dapat
dihindarkan. Pemberiannya 4 kali 250 mg dan hanya kira-kira 5 hari jangan melewati satu
minggu oleh karena dapat timbulkan gangguan transportasi cairan COA dan terjadinya glaukoma
juga imbibisio kornea. Selama pemberiannya jangan lupa pengukuran tekanan intra okular.

Midriatika Miotika
Masih banyak perdebatan mengenai penggunaan obat-obat golongan midriatika atau

miotika, karena masing-masing obat mempunyai keuntungan dan kerugian sendiri-sendiri.


Miotika memang akan mempercepat absorbsi, tapi meningkatkan kongesti dan midriatika akan
mengistirahatkan perdarahan. Pemberian midriatika dianjurkan bila didapatkan komplikasi
iridiocyclitis. Akhirnya beberapa penelitian membuktikan bahwa pemberian midriatika dan
miotika bersama-sama dengan interval 30 menit sebanyak dua kali sehari akan mengurangi
perdarahan sekunder dibanding pemakaian salah satu obat saja.

Ocular Hypotensive Drug


Semua para ahli menganjurkan pemberian acetazolamide (Diamox) secara oral sebanyak

3x sehari bilamana ditemukan adanya kenaikan tekanan intraokuler. Bahkan Gombos dan Yasuna
menganjurkan juga pemakaian intravena urea, manitol dan gliserin untuk menurunkan tekanan
intraokuler, walaupun ditegaskan bahwa cara ini tidak rutin. Pada hifema yang penuh dengan
kenaikan tekanan intra okular, berilah diamox, glyserin, nilai selama 24 jam. Bila tekanan intra
okular tetap tinggi atau turun, tetapi tetap diatas normal,lakukan parasentesa yaitu pengeluaran
darah melalui sayatan di kornea

Bila tekanan intraokular turun sampai normal, diamox terus diberikan dan dievaluasi
setiap hari. Bila tetap normal tekanan intra okularnya dan darahnya masih ada sampai hari ke 5-9
lakukan juga parasentesa.

Kortikosteroid dan Antibiotika


Pemberian hidrokortison 0,5% secara topikal akan mengurangi komplikasi iritis dan

perdarahan sekunder dibanding dengan antibiotika.


Perawatan Operasi
Perawatan cara ini akan dikerjakan bilamana ditemukan glaukoma sekunder, tanda
imbibisi kornea atau hemosiderosis cornea. Dan tidak ada pengurangan dari tingginya hifema
dengan perawatan non-operasi selama 3 - 5 hari. Untuk mencegah atrofi papil saraf optik
dilakukan pembedahan bila tekanan bola mata maksimal > 50 mmHg selama 5 hari atau tekanan
bola mata maksimal > 35 mmHg selama 7 hari. Untuk mencegah imbibisi kornea dilakukan
pembedahan bila tekanan bola mata rata-rata > 25 mmHg selama 6 hari atau bila ditemukan
tanda-tanda imbibisi kornea.
Tindakan operatif dilakukan untuk mencegah terjadinya sinekia anterior perifer bila
hifema total bertahan selama 5 hari atau hifema difus bertahan selama 9 hari. Intervensi bedah
biasanya diindikasikan pada atau setelah 4 hari. Dari keseluruhan indikasinya adalah sebagai
berikut :7,8 1. Empat hari setelah onset hifema total 2. Microscopic corneal bloodstaining (setiap
waktu) 3. Hifema total dengan dengan Tekanan Intra Okular 50 mmHg atau lebih selama 4 hari
(untuk mencegah atrofi optic) 4. Hifema total atau hifema yang mengisi lebih dari COA
selama 6 hari dengan tekanan 25 mmHg (untuk mencegah corneal bloodstaining) 5. Hifema
mengisi lebih dari COA yang menetap lebih dari 8-9 hari (untuk mencegah peripheral anterior
synechiae) 6. Pada pasien dengan sickle cell disease dengan hifema berapapun ukurannya
dengan tekanan Intra ocular lebih dari 35 mmHg lebih dari 24 jam. Jika Tekanan Inta Ocular
menetap tinggi 50 mmHg atau lebih selama 4 hari, pembedahan tidak boleh ditunda. Suatu studi
mencatat atrofi optic pada 50 persen pasien dengan total hifema ketika pembedahan terlambat.
Corneal bloodstaining terjadi pada 43% pasien. Pasien dengan sickle cell hemoglobinopathi
diperlukan operasi jika tekanan intra ocular tidak terkontrol dalam 24 jam.

Tindakan operasi yang dikerjakan adalah :


1. Parasentesis
Parasentesis merupakan tindakan pembedahan dengan mengeluarkan cairan/darah dari
bilik depan bola mata dengan teknik sebagai berikut : dibuat insisi kornea 2 mm dari limbus ke
arah kornea yang sejajar dengan permukaan iris. Biasanya bila dilakukan penekanan pada bibir
luka maka koagulum dari bilik mata depan akan keluar. Bila darah tidak keluar seluruhnya maka
bilik mata depan dibilas dengan garam fisiologis. Biasanya luka insisi kornea pada parasentesis
tidak perlu dijahut. Parasentese dilakukan bila TIO tidak turun dengan diamox atau jika darah
masih tetap terdapat dalam COA pada hari 5-9.
2. Melakukan irigasi di bilik depan bola mata dengan larutan fisiologik.
3. Dengan cara seperti melakukan ekstraksi katarak dengan membuka korneoscleranya sebesar
1200
X. Komplikasi
1. Perdarahan sekunder
Perdarahan ini sering terjadi pada hari ke 3 sampai ke 6, sedangkan insidensinya sangat
bervariasi, antara 10 - 40%. Perdarahan sekunder ini timbul karena iritasi pada iris akibat
traumanya, atau merupakan lanjutan dari perdarahan primernya.8
2. Glaukoma sekunder
Timbulnya glaukoma sekunder pada hifema traumatik disebabkan oleh tersumbatnya
trabecular meshwork oleh butir-butir/gumpalan darah. Adanya darah dalam COA dapat
menghambat aliran cairan bilik mata oleh karena unsur-unsur darah menutupi sudut COA dan
trabekula sehingga terjadinya glaukoma. Glaukoma sekunder dapat pula terjadi akibat kontusi
badan siliar berakibat suatu reses sudut bilik mata sehingga terjadi gangguan pengaliran cairan
mata.

3. Hemosiderosis kornea

Hemosiderosis ini akan timbul bila ada perdarahan/perdarahan sekunder disertai kenaikan
tekanan intraokuler. Gangguan visus karena hemosiderosis tidak selalupermanen, tetapi kadangkadang dapat kembali jernih dalam waktu yang lama (2 tahun). Insidensinya 10%.3 Zat besi di
dalam bola mata dapat menimbulkan siderosis bulbi yang bila didiamkan akan dapat
menimbulkan ftisis bulbi dan kebutaan.
4. Sinekia Posterior
Sinekia posterior bisa timbul pada pasien traumatik hifema.Komplikasi ini akibat dari
iritis atau iridocyclitis.Komplikasi ini jarang pada pasien yang mendapat terapi medikamentosa
dan lebih sering terjadi pada pada pasien dengan evakuasi bedah pada hifema.
5. Atrofi optic
Disebabkan karena peningkatan tekanan intraokuler

XI. Prognosis
Prognosis tergantung pada banyaknya darah yang tertimbun pada kamera okuli anterior.
Biasanya hifema dengan darah yang sedikit dan tanpa disertai glaukoma, prognosisnya baik
(bonam) karena darah akan diserap kembali dan hilang sempurna dalam beberapa hari.
Sedangkan hifema yang telah mengalami glaukoma, prognosisnya bergantung pada seberapa
besar glaukoma tersebut menimbulkan defek pada ketajaman penglihatan. Bila tajam penglihatan
telah mencapai 1/60 atau lebih rendah maka prognosis penderita adalah buruk (malam) karena
dapat menyebabkan kebutaan.

Daftar Pustaka
1) Agus S, Purjanto T.U. Trauma mata dan rekonstruksi. Dalam Ilmu Kesehatan mata. Edisi Ke2. Bagian Ilmu Kesehatan Mata Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta,
2012. h.256
2) Rizky G. Hifema.Medicinesia.2013. available at URL: www. Medicinesia.com
3) Ilyas, S. Hifema, dalam: Ilmu Penyakit Mata.Edisi 3. FKUI, Jakarta, 2005.
4) Balatay A, Ibrahim H. Traumatic Hyphema. Dohuk Medical Journal 2008. Diunduh dari
URL: www.uod.ac
5) Vaughan DG, Asbury T, Riordan-Eva P. General ophthalmology. 16th ed. McGraw-Hill, USA.
6) Kuhn F, Pieramici D. Mechanical Globe Injuri: Anterior Chamber. Dalam: Ocular trauma
principles and practice. Thieme, New York, 2002.
7) Behbehani A, Abdelmoaty S, Aljazaf A. Traumatic hyphema. Dalam Studi Journal of
Ophtalmology, Volume 3, No. 3 July-September 2006.
8) Sheppard JD. Hyphema. Diunduh dari URLL: //medicine.medscape.com.

Anda mungkin juga menyukai