Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
Kelompok 13
Anton Giri Mahendra
G0012022
Nadira Asad
G0012172
Prima Canina
G0012164
Mahardika Frityatama
G0012124
Reza Satria HS
G0012178
Rima Aghnia PS
G0012186
Febimilany Riadloh
G0012032
G0012094
G0012076
G0012034
Syayma Karimah
G0012218
BAB I
PENDAHULUAN
Mata Saya Merah dan Kabur
Seorang laki-laki usia 34 tahun datang ke klinik dokter umum dengan keluhan mata
kiri merah sjak satu hari yang lalu. Selain itu ia merasakan nyeri, cekot-cekot, pandangan
kabur, dan silau.
Pada pemeriksaan didapatkan VOS 5/60 uji pinhole tidak maju, kelopak mata
bengkak dan spasme, didapatkan konjungtiva injeksi, kornea tampak tidak jernih.
Setelah melakukan pemeriksaan lebih lanjut, dokter mendiagnosis dan memberikan
terapi pendahuluan, kemudia merujuk pasien tersebut ke dokter spesialis mata.
BAB II
SEVEN JUMPS DAN TINJAUAN PUSTAKA
luar
ke
paling
dalam.
Lapisan-lapisan
itu
adalah
sclera/kornea,
sebuah kamera menangkap bayangan pada film. Seperti film yang dapat dicuci cetak
untuk menghasilkan gambar yangmirip dengan bayangan asli, demikian juga citra yang
dikode diretina disalurkan melaluiserangkaian pengolahan visual yang semakin
kompleks setiap langkahnya sampai akhirnyasecara sadar dipersepsikan sebagai gambar
yang mirip dengan gambar asli.
Kornea (latin cornum=seperti tanduk) adalah selaput bening mata, bagian selaput
matayang tembus cahaya. Kornea transparan (jernih), bentuknya hampir sebagian
lingkarandengan diameter vertical 10-11mm dan horizontal 11-12mm, tebal 0,6-1mm
terdiri 5 lapis.Kemudian indeks bias 1,375 dengan kekutan pembiasan 80%. Sifat kornea
yang dapatditembus cahaya ini disebabkan oleh struktur kornea yang uniform, avaskuler
dan diturgesens atau keadaan dehidrasi relative jaringan kornea, yang dipertahankan oleh
pompa bikarbonat 3 aktif pada endotel dan oleh fungsi sawar epitel dan endotel. Endotel
lebih penting daripada epitel dalam mencegah dehidrasi, dan cedera kimiawi atau fisik
pada endotel jauh lebih beratdaripada cedera pada epitel. Kerusakan sel-sel endotel jauh
menyebabkan sifat transparanhilang dan edema kornea, sedangkan kerusakan epitel
hanya menyebabkan edema lokalsesaat karena akan menghilang seiring dengan regenerasi
epitel.Kornea dipersarafi oleh banyak serat saraf sensoris terutama saraf siliaris longus,
saraf nasosiliaris, saraf ke V saraf siliaris longus berjalan supra koroid , masuk kedalam
stromakornea, menembus membrane bowman melepaskan selubung Schwannya. Seluruh
lapisepitel dipersarafi sampai kedua lapis terdepan tanpa ada akhir saraf. Bulbus Krause
untuk sensasi dingin ditemukan didaerah limbus. Daya regenerasi saraf sesudah dipotong
didaerah limbus terjadi dalam waktu 3 bulan. Trauma atau penyakit yang merusak
endotel akanmengakibatkan system pompa endotel terganggu sehingga dekompensasi
Bentuk epitel gepeng berlapis tanpa tanduk. Bersifat fat soluble substance. Ujung
saraf kornea berakhir di epitel oleh karena itu kelaianan pada epitel akanmenyebabkan
gangguan sensibilatas korena dan rasa sakit dan mengganjal. Daya regenerasi cukup
besar, perbaikan dalam beberapa hari tanpa membentuk jaringan parut. Tebalnya 50um,
terdiri atas sel epitel tidak bertanduk yang saling tumpangtindih;satu lapis sel basal, sel
polygonal dan sel gepeng. Pada sel batang sering terlihat mitosis sel , dan sel muda ini
terdorong kedepan menjadi lapis sel sayapdan semakin maju kedepan menjaid sel
gepeng, sel basal berikatan erat dengan sel basal disampingnya dan sel polygonal
didepannya melalui desmosom dan macula okluden;ikatan ini mengham0bat pengaliran
air, elektrolit dan glukosa yangmerupakan barrier. Sel basal menghasilkan membrane
basal yang melekat eratkepadanya . Bila terjadi gangguan akan menjadi erosi rekuren.
epitel berasal dari ektoderm permukaan.
2. Membrana Bowman
Terletak di bawah membrana basal epitel kornea yang merupakan kolagenyang tersusun tidak
teratur seperti stroma dan berasal dari bagian depan stroma.Mempertahankan bentuk
kornea Lapis ini tidak mempunyai daya regenerasi.Kerusakan akan berakhir dengan
terbentuknya jaringan parut.
3. Stroma
Lapisan yang paling tebal dari kornea. Bersifat water soluble substance .Terdiri atas
jaringan kolagen yang tersusun atas lamel-lamel, pada permukaan terlihatanyaman yang
teratur sedang dibagian perifer serat kolagen bercabang. Stroma bersifat higroskopis yang
menarik air, kadar air diatur oleh fungsi pompa sel endoteldan penguapan oleh sel epitel.
Gangguan dari susunan serat kornea terlihat keruh.Terbentuknya kembali serat kolagen
memakan waktu lama yang kadang-kadangsampai 15 bulan. Keratosit merupakan sel
stroma kornea yang merupakan fibroblastterletak di antara serat kolagen stroma. Diduga
keratosit membentuk bahan dasar danserat kolagen dalam perkembangan embrio atau sesudah
trauma.
4. Membrana Descement
Lapisan tipis yang bersifat kenyal, kuat dan tidak berstruktur dan beningterletak
dibawah stroma dan pelindung atau barrier infeksi dan masuknya pembuluh darah. Merupakan
membrane selular dan merupakan batas belakang stroma kornea
5. Endotel
Endotel berasal dari mesotelium, berlapis satu, bentuk heksagonal, besar 20-40 m.
Endotel melekat pada membrane descement melalui hemidosom dan zonula okluden.
kelopak mata yang terjadi iritasi, nyeri, emosi, stress, dan stimulan trigeminus
lainnya. Stimulus ini menuju ke pusat kontrol, yang dapat mengalami kelemahan pada
trauma dan bertambahnya usia. Jalur motoriknya terdiri dari nukleus facialis, nervus
facialis, dan otot orbicularis okuli, corrugator, dan procerus, sehingga otot facial
terkadang ikut mengalami keabnormalan.
-
Konjungtiva injeksi
Kemerahan pada konjuntiva terjadi bisa karena adanya trauma, bendungan, dilatasi
pembuluh darah, inflamasi, infeksi patogen. Pada injeksi ke perifer makin membesar
dan daerah injeksinya akan ikut bergerak jika bola mata digerakkan.
Kornea yang normal adalah kornea yang jernih. Kornea keruh disebabkan karena
infeksi, inflamasi, maupun trauma pada korea. Untuk penggalian penyebab lebih
dalam perlu ditanyakan kebiasaan-kebiasaan pasien dan pemeriksaan penunjang.
PATOFISIOLOGI
a. Pandangan kabur (menurun)
Visus mata turun dapat terjadi pada pasien dengan penyakit-penyakit berikut :
-
Glaukoma akut
Keratitis
Uveitis, dan lain-lain
Penyakit glaukoma khas ditandai dengan adanya ekskavasio glaukomatosa, yakni
sebuah kelainan anatomi pada mata berupa penggaungan atau ceruk pada papil saraf optik.
Ekskavasio ini dapat menekan dan mendesak saraf-saraf yang akan membawa impuls ke
korteks cerebri. Gangguan saraf optik berupa pendesakan ini akan terlihat sebagai gangguan
fungsi berupa penciutan lapang pandang dan penurunan ketajaman penglihatan.
Uveitis merupakan peradangan pada iris dan jaringan badan siliar (iridosiklitis)
biasanya unilateral dengan onset akut. Jika peradangan ini sampai menyebar pada otot-otot
akomodasi di sekitar lensa mata, dapat menyebabkan penurunan fungsi pada otot-otot ini
sehingga pasien uveitis akan mengalami keluhan sukar melihat terutama pada jarak dekat.
Sedangkan pada keratitis atau peradangan pada kornea dapat menyebabkan
berubahnya kerapatan jaringan kornea. Perubahan kerapatan ini berefek pada perubahan
indeks bias kornea sehingga ketika terjadi pembiasan, bayangan benda tidak jatuh tepat pada
retina. Akibatnya, impuls bayangan benda ini pun tidak dapat diteruskan secara adekuat ke
korteks cerebri sehingga tidak dapat dipersepsikan dengan jelas.
b. Nyeri dan cekot-cekot pada mata
- Glaukoma akut
TIO (batas normal, 10-20 mm Hg) dan iskemia mengakibatkan nyeri pada
gerakan mata, pupil dilatasi, dan sedikit menonjol. Dokter harus mempertimbangkan
riwayat lengkap dan melakukan pemeriksaan fisik secara menyeluruh untuk
memastikan diagnosis
-
Uveitis
Penyebab yang sering pada uveitis ialah idiopatik. Namun, genetic, trauma, dan
mekanisme infeksi masih diyakini menjadi penyebab atau pemicu terjadinya uveitis.
Penyakit yang masih merupakan predisposisi pada pasien uveitis dan seringnya
Keratitis Bakterial
Ulserasi pada epitel, infiltrasi pada kornea, dan adanya inflamasi yang
supuratif pada stroma akan menyebabkan nyeri pada mata dan dapat juga
menyebabkan edema pada stroma.
Sinekia posterior
Keratitis Fungal
Pada keratitis jamur, masa infeksi akan lebih lama, biasanya pasien akan mengeluh
rasa mengganjal pada mata dan kemudian baru akan timbul nyeri pada mata. Nyeri
tersebut disebabkan oleh inflamasi pada camera occuli anterior, hypopion, iritis,
endothelial plaque, dan perforasi kornea.
c. Fotofobia
Karena kornea avaskuler, maka pertahanan pada waktu peradangan tidak segera
datang, seperti pada jaringan lain yang mengandung banyak vaskularisasi. Maka badan
kornea,wandering cell dan sel-sel lain yangterdapat dalam stroma kornea, segera bekerja
sebagai makrofag, baru kemudian disusul dengan dilatasi pembuluh darah yang terdapat
dilimbus dantampak sebagai injeksi perikornea. Sesudahnya baru terjadi infiltrasi dari sel-sel
mononuclear, sel plasma, leukosit polimorfonuklear (PMN), yang mengakibatkan timbulnya
infiltrat, yang tampak sebagai bercak berwarnakelabu, keruh dengan batas-batas tak jelas dan
permukaan tidak licin,kemudian dapat terjadi kerusakan epitel dan timbulah ulkus kornea
(Vaughan,2009).Kornea mempunyai banyak serabut saraf maka kebanyakan lesi pada kornea
baik superfisial maupun profunda dapat menimbulkan rasa sakit dan fotofobia. Rasa sakit
juga disebabkan oleh gesekan palpebra (terutama palpebra superior) pada kornea dan
menetap sampai sembuh.
Kontraksi bersifat progresif, regresi iris, yang meradang dapat menimbulkan
fotofobia, sedangkan iritasi yang terjadipada ujung saraf kornea merupakan fenomena reflek
yang berhubungan dengan timbulnya dilatasi pada pembuluh iris. Fotofobia, yang berat pada
kebanyakan penyakit kornea, minimal pada keratitis herpes karena hipestesi terjadi pada
penyakit
ini,
yang juga merupakan tanda diagnostik berharga. Meskipun berair mata dan
fotofobia umumnya menyertai penyakit kornea, umumnya tidak ada tahi mata kecuali pada
ulkus bakteri purulen (Vaughan, 2009).
Karena kornea berfungsi sebagai jendela bagi mata dan membiasan berkas cahaya,
lesi kornea umumnya agak mengaburkan penglihatan, terutama kalau letaknya di pusat
(Vaughan, 2009) .
d. Bengkak pada kelopak mata dan blefarospasme
- Bengkak pada kelopak mata
Bengkak pada kelopak mata dapat dibagi dua menurut bentuknya; dapat berbentuk
difus maupun berbatas tegas. Bengkak difus terdapat pada sindrom nefrotik, penyakit
jantung, anemia, dakrioadenitis, dan hipertiroid. Sedangkan bengkak berbatas tegas
dapat disebabkan oleh kalazion dan juga tumor. Selain yang telah disebutkan di atas,
masih banyak kelainan yang dapat mengakibatkan terjadinya bengkak pada kelopak
-
mata.
Blepharospasme
Blefarospasme adalah kedipan kelopak mata yang tidak disadari, keras, dan hilang
waktu tidur. Blefarospasme atau spasme pada kelopak mata terjadi karena renjatan
otot orbikularis okuli kelopak yang dapat disebabkan oleh keletihan atau rentan atau
penyebab yang lainnya. Blefarospasme dapat berlangsung beberapa detik sampai
beberapa jam dan biasanya terjadi pada kedua mata. Kemungkinan penyebabnya
seperti erosi kornea, uveitis anterior, glaukoma akut, dan glaukoma kongenital.
Penyebabnya belum diketahui pasti, tapi diduga karena kelainan persarafan.
Kelopak mata mempunyai sejumlah otot yang berfungsi untuk menutup dan membuka
mata. Otot yang berfungsi menutup dan mengedip pada kelopak mata atas dan bawah
adalah muskulus orbikularis okuli. Selain itu ada lagi otot yang berfungsi membuka
mata pada kelopak mata. Normalnya mata normal berkedip rata-rata 14-15 kali per
menit, bila lebih dari itu, perlu dicurigai adanya blefarospasme.
Kelainan ini biasanya terjadi pada orang dewasa berusia 50-60 tahun, lebih banyak
pada wanita dan kontraksi tidak timbul pada saat tidur. Namun perlu juga diwaspadai,
karena jika terjadi kontraksi yang berat dan hebat dapat menimbulkan kebutaan
fungsional karena penderita tidak bisa membuka matanya. Kondisi tersebut dapat
menyebabkan gangguan kesehatan mata bahkan kebutaan. Selain itu, gejala yang
biasa dialami meliputi iritasi mata yang membuat tidak nyaman, sensitif saat melihat,
dan semakin sering mengedipkan mata. Apabila kontraksi muskulus orbikularis okuli
dan otot di sekitar mata disertai dengan kontraksi otot-otot wajah, mulut, rahang, dan
leher disebut sindroma meige. Sindroma ini biasanya terjadi pada satu mata, bergerak
ke atas dan ke bawah dan gejalanya tetap ada pada saat penderita tidur.
Blefarospasme dapat dibedakan dengan :
Ptosis: kelopak mata jatuh dan terasa berat disebabkan oleh paralisis atau
kelemahan muskulus levator pada kelopak mata atas
Blefaritis: inflamasi kelopak mata yang disebabkan oleh infeksi atau alergi
Pada skenario, pasien dicurigai suspek glaukoma akut. Yang mana hubungan
patofisiologinya dengan kornea yang mengalami kekeruhan adalah : tekanan intraoccular
lapisan endotel pada kornea mata rusak cairan masuk ke stroma kornea mata
edema kornea susunan sel melonggar dan warna keruh kornea mata menjadi keruh
f. Konjungtiva injeksi
Melebarnya pembuluh darah a. konjungtiva posterior atau injeksi konjungtiva dapat
terjadi akiba pengaruh mekanis, alergi, ataupun infeksi pada jaringan konjungtiva. Injeksi
konjungtiva mempunyai sifat :
-
Mudah digerakkan dari dasarnya. Hal ini disebabkan a. Konjungtiva posterior melekat
secara longgar pada konjungtiva bulbi yang mudah dilepas dasarnya dari sklera
Pada radang konjungtiva pembuluh darah ini terutama didapatkan di daerah forniks
Ukuran pembuluh darah makin besar ke perier, karena asalanya dari bagian perfier
atau a. Siliaris anterior
gatal
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Sebelum menentukan penyakit pasti pada pasien, dapat dilakukan pemeriksaan penunjang :
1. Pengukuran Tekanan Intra Okuler
Glaukoma akut
+
+
uveitis
+
+
keratitis
+
+
+ (kronis)
Laki-laki, 34 tahun
Keluhan sejak 1 hari lalu :
-Mata kiri merah,
-nyeri
-cekot-cekot,
-pandangan kabur
-silau sejak satu hari yang lalu
Differential diagnose :
1.
2.
3.
TATALAKSANAN
A
yang dalam . Walaupun terdapat tanda-tanda yang cukup khas untuk keratitis jamur,
penelitian klinis gagal membuktikan bahwa pemeriksaan klinis cukup untuk
membedakan keratitis jamur dan bakterial.
A.2. Keratitis Bakterial
Tanda dan gejala klinis keratitis bakterial bergantung kepada virulensi
organisme dan durasi infeksi.2 Tanda utama adalah infiltrasi epitel atau stroma yang
terlokalisir ataupun difus. Umumnya terdapat defek epitel di atas infiltrat stromal
nekrotik yang berwarna putih-keabu-abuan. Tampilan umum lainnya adalah abses
stroma di bawah epitel yang intak. Infiltrat dan edema kornea dapat terletak jauh dari
lokasi infeksi primer. Ulserasi kornea dapat berlanjut menjadi neovaskularisasi. Jika
proteinase menyebabkan stromal melting maka akan terbentuk descemetocele.
Gejala yang dikeluhkan dapat berupa rasa nyeri, pembengkakan kelopak mata, mata
merah atau mengeluarkan kotoran, silau, dan penglihatan yang buram.
A.3. Keratitis Virus
Keratitis Herpes Simplek
Keratitis herpes simpleks merupakan salah satu infeksi kornea yang paling
sering ditemukan dalam praktek. Disebabkan oleh virus herpes simpleks, ditandai
dengan adanya infiltrasi sel radang & edema pada lapisan kornea manapun. Pada
mata, virus herpes simplek dapat diisolasi dari kerokan epitel kornea penderita
keratitis herpes simpleks. Penularan dapat terjadi melalui kontak dengan cairan dan
jaringan mata, rongga hidung, mulut, alat kelamin yang mengandung virus.
Gejala utama umumnya iritasi, fotofobia, mata berair. Bila kornea bagian
pusat yang terkena terjadi sedikit gangguan penglihatan. Karena anestesi kornea
umumnya timbul pada awal infeksi, gejala mungkin minimal dan pasien mungkin
tidak datang berobat. Sering ada riwayat lepuh lepuh, demam atau infeksi herpes
lain, namun ulserasi kornea kadang kadang merupakan satu satunya gejala infeksi
herpes rekurens.
Berat ringannya gejala-gejala iritasi tidak sebanding dengan luasnya lesi
epitel, berhubung adanya hipestesi atau insensibilitas kornea. Dalam hal ini harus
diwaspadai terhadap keratitis lain yang juga disertai hipestesi kornea, misalnya
pada: herpes zoster oftalmikus,keratitis akibat pemaparan dan mata kering, pengguna
lensa kontak, keratopati bulosa, dan keratitis kronik. Gejala spesifik pada keratitis
herpes simpleks ringan adalah tidak adanya foto-fobia.
B. UVEITIS
Uveitis adalah inflamasi traktus uvea (iris,korpus siliaris,dan koroid) dengan
berbagai penyebabnya.Struktur yang berdekatan dengan jaringan uvea yang
mengalami inflamasi biasanya juga ikut mengalami inflamasi.Peradangan pada uvea
dapat hanya mengenai bagian depan jaringan uvea atau iris yang disebut iritis. Bila
mengenai badan tengah disebut siklitis.Iritis dengan siklitis disebut iridosiklitis atau
disebut juga dengan uveitis anterior dan merupakan bentuk uveitis tersering. Dan bila
mengenai lapisan koroid disebut uveitis posterior atau koroiditis.
Uveitis umumnya unilateral,biasanya terjadi pada dewasa muda dan usia
pertengahan.
Ditandai
adanya
riwayat
sakit,fotofobia,dan
penglihatan
yang
kabur,mata merah (merah sirkumneal) tanpa tahi mata purulen dan pupil kecil atau
ireguler.
Variasi gejala sering dijumpai, hal ini berhubungan dengan faktor
penyebabnya dan dimana kelainan itu terjadi,biasanya pasien datang mengeluh nyeri
ocular,Fotofobia,penglihatan kabur, dan mata merah.Pada pemeriksaan didapatkan
tajam
penglihatan
menurun,terdapat
injeksi
siliar,KP,flare,hipopion,sinekia
C. GLAUKOMA AKUT
Glaukoma adalah suatu keadaan dimana tekanan bola mata tidak normal atau
lebih tinggi dari pada normal yang mengakibatkan kerusakan saraf penglihatan dan
kebutaan (Sidarta Ilyas, 2004)
a. Glaukoma Primer
1) Sudut terbuka
Merupakan sebagian besar dari glaukoma (90-95%), yang meliputi kedua
mata. Timbulnya kejadian dan kelainan berkembang secara lambat. Disebut sudut
terbuka karena humor aqueous mempunyai pintu terbuka ke jaringan trabekular.
a. Mata terasa sangat sakit. Rasa sakit ini mengenai sekitar mata dan daerah
belakang kepala.
b. Akibat rasa sakit yang berat terdapat gejala gastrointestinal berupa mual dan
c.
d.
e.
f.
g.
berdasarkan
hasil
pemeriksaan
gonioskopi
setelah
pengobatan
Penatalaksanaan
Harus segera ditangani untuk mencegah kebutaan, penggunaan steroid tetes
matapada siang hari dan salep pada malam hari. Dapat digunakan dexamethason,
betamethason, dan prednisolon 1tetes tiap 5 menit, kemudian dosis diturunkan hingga
per hari. Dapat juga digunakan steroid sistemik. Untuk mengurangi rasa sakit, melepas
sinekia, dan mengistirahatkan iris yang meradang, diberikan sikloegik. Setelah infeksi
fokal, penyakit yang mendasari, atau kuman penyebab diketahui, diberikan pengobatan
sistemik.
Ulkus Kornea
Penatalaksanaan
Pengobatan bertujuan untuk menghalangi hidup bakteri dengan antibiotic dan untuk
mengurangi reaksi radang dengan steroid. Diberikan siklopegik serta antibiotic topical
dan subkonjunctiva yang sesuai. Pasien dirawat bila terancam perforasi, tidak dapat
member obat sendiri, dan bila penyakit berat sehingga diperlukan obat sistemik. Mata
tidak boleh dibebat, dan pembersihan secret dilakukan 4 kali sehari, dan berhati-hati
dengan glaucoma sekunder. Pengobatan dihentikan bila terjadi epiteisasi dan mata
terlihat tenang. Bila penyebabnya pseudomonas pengobatan harus ditambah 1-2 minggu.
Untuk Keratitis herpetic dilakukan debridement epitel dengan aplikator kapas,
siklopegik atropine 1% dan dibalut tekan. Antivira topical untuk mempercepat
penyembuhan(Asiklovir IV atau oral 5 x 800 mg dalam waktu 72 jam setelah terjadi
gejala kulit untuk 10-14 hari. Bila perlu diberikan analgesic dan kortikosteroid topical.
Bila dsebabkan Achanthomoeba, selain debrimen epitel,
diberikan topical
propamidin isetionat 1 % dan neomisin tetesm atau poliheksametilen biguanid 0,010,02% atau golongan imidazol.
Keratitis
Definisi
Keratitis adalah infeksi pada kornea yang biasanya diklasifikasikan menurut lapisan
kornea yang terkena yaitu keratitis superfisialis apabila mengenal lapisan epitel atau
bowman dan keratitis profunda atau interstisialis (atau disebut jugakeratitis
parenkimatosa) yang mengenai lapisan stroma (Ilyas, 2006)
Etiologi dan faktor pencetus
Penyebab keratitis bermacam-macam. Bakteri, virus dan jamur dapat menyebabkan
keratitis. Penyebab paling sering adalah virus herpes simplex tipe 1. Selain itu penyebab
lain adalah kekeringan pada mata, pajanan terhadap cahaya yang sangat terang, benda
asing yang masuk ke mata, reaksi alergi atau mata yang terlalu sensitif terhadap kosmetik
mata, debu, polusi atau bahan iritatif lain, kekurangan vitamin A dan penggunaan lensa
kontak yang kurang baik (Mansjoer, 2001).
Tanda dan Gejala Umum
Tanda patognomik dari keratitis ialah terdapatnya infiltrat di kornea. Infiltratdapat
ada di seluruh lapisan kornea, dan menetapkan diagnosis dan pengobatan keratitis. Pada
peradangan yang dalam, penyembuhan berakhir dengan pembentukan jaringan parut
(sikatrik), yang dapat berupa nebula, makula, dan leukoma. Adapun gejala umum
adalah :
1
Nyeri
Mata merah
Klasifikasi
Keratitis biasanya diklasifikasikan berdasarkan lapisan kornea yang terkena : yaitu
keratitis superfisialis apabila mengenai lapisan epitel dan bowman dan keratitis profunda
apabila mengenai lapisan stroma.Bentuk-bentuk klinik keratitis superfisialis antara lain
adalah (Ilyas, 2006):
1
Keratitis flikten
Benjolan putih yang yang bermula di limbus tetapi mempunyai kecenderungan
untukmenyerang kornea.
Keratitissika
Keratitis lepra
Suatu bentuk keratitis yang diakibatkan oleh gangguan trofik saraf, disebut
jugakeratitis neuroparalitik.
Keratitis nummularis
Bercak putih berbentuk bulat pada permukaan kornea biasanya multiple dan
banyakdidapatkan pada petani.
Bentuk-bentuk klinik keratitis profunda antara lain adalah :
a
Keratitissklerotikans.
Patofisiologi Gejala
Karena kornea avaskuler, maka pertahanan pada waktu peradangan tidak segera
datang, seperti pada jaringan lain yang mengandung banyak vaskularisasi. Maka badan
kornea,wandering cell dan sel-sel lain yang terdapat dalam stroma kornea, segera bekerja
sebagai makrofag, baru kemudian disusul dengan dilatasi pembuluh darah yang terdapat
dilimbus dan tampak sebagai injeksi perikornea. Sesudahnya baru terjadi infiltrasi dari
sel-sel mononuclear, sel plasma, leukosit polimorfonuklear (PMN), yang mengakibatkan
timbulnya infiltrat, yang tampak sebagai bercak berwarna kelabu, keruh dengan batasbatas tak jelas dan permukaan tidak licin, kemudian dapat terjadi kerusakan epitel dan
timbulah ulkus kornea (Vaughan,2009).Kornea mempunyai banyak serabut saraf maka
kebanyakan lesi pada kornea baik superfisial maupun profunda dapat menimbulkan rasa
sakit dan fotofobia. Rasa sakit juga diperberat dengan adanaya gesekan palpebra
(terutama palbebra superior) pada kornea dan menetap sampai sembuh. Kontraksi
bersifat progresif, regresiiris, yang meradang dapat menimbulkan fotofobia, sedangkan
iritasi yang terjadipada ujung saraf kornea merupakan fenomena reflek yang
berhubungan dengan timbulnya dilatasi pada pembuluh iris. Fotofobia, yang berat pada
kebanyakan penyakitkornea, minimal pada keratitis herpes karena hipestesi terjadi pada
penyakit ini, yang juga merupakan tanda diagnostik berharga. Meskipun berair mata dan
fotofobia umumnya menyertai penyakit kornea, umumnya tidak ada tahi mata kecuali
pada ulkus bakteri purulen (Vaughan, 2009).Karena kornea berfungsi sebagai jendela
bagi mata dan membiaskan berkas cahaya, lesi kornea umumnya agak mengaburkan
penglihatan, terutama kalau letaknya di pusat(Vaughan, 2009).
Erosi Kornea
Penatalaksanaan
Tujuan dari penatalaksanaan pada erosi kornea adalah untuk re-epitelisasi.
Salep antibiotik, untuk menghindari infeksi
Kortikoseroid tetes, untuk mengatasi inflamasi dan membantu metabolisme kornea
Siklopegik tetes, untuk mengurangi rasa nyeri.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
1. Pada skenario pasien diduga mengalami salah satu penyakit tersebut : keratitis,
uveitis, atau glaukoma akut
2. Untuk mengetahui diagnosis pasti penyakit pasien dapat dilakukan
pemeriksaan penunjang seperti tonometri, pemeriksaan mikrobiologis untuk
mengetahui agen penyebab penyakit
B. SARAN
1.
Sebaiknya peserta diskusi lebih aktif menyampaikan pendapat
2. Sebaiknya peserta diskusi lebih banyak mencari informasi dan membaca
literatur untuk menunjang kelancaran diskusi
DAFTAR PUSTAKA
Gray, Henry. 2008. Gray's Anatomy of the Human Body 39th edition. Philadelphia :
Churchill Livingstone.
Guyton & Hall. 2006. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: Penerbit Buku kedokteran
EGC.
Ilyas, Sidarta, et al. 2002. Ilmu Penyakit Mata untuk Dokter Umum dan Mahasiswa
Kedokteran. Jakarta: Sagung Seto.
Junqueira, L. Carlos. 1997. Histologi Dasar Edisi Kedelapan. Jakarta: EGC.
Mansjoer, Arif. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Edisi Ketiga Jilid 1. Jakarta: Penerbit
Media Aesculapius.
Sunaryo.2007. Farmakologi dan Terapi Edisi 6 . Jakarta : FKUI
Voughan & Asbury. 2010. Oftalmologi Umum. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.