Anda di halaman 1dari 19

SASARAN BELAJAR

LI 1 MM ANATOMI TELINGA
LO.1.1 MAKRO
Makroskopik
Telinga terdiri atas telinga luar, telinga tengah, dan telinga dalam.

1.

Telinga luar

Telinga luar terdiri atas:

Auricular (daun telinga)


Auricular mempunyai bentuk yang khas dan berfungsi mengumpilkan getaran udara.Auricular
terdiri atas lempeng tulang rawan elastic tipis yang ditutupi kulit.Auricular mempunyai otot
intrinsic dan ekstrinsik, keduanya disarafi oleh n. facialis.

Meatus acusticus externus


Adalah tabung berkelok yang menghubungkan auricular dengan membrane timpani.Tabung ini
berfungsi menghantarkan gelombang suara dari auricular ke membrane timpani. Pada orang dewasa
panjangnya lebih kurang 1 inci (2,5 cm). Rangka 1/3 bagian luar meatus adalah cartilage elastic dan
2/3 bagian dalam adalah tulang yang dibentuk oleh lempeng timpani.Meatus dilapisi oleh kulit dan
1/3 bagian luarnya mempunyai rambut, kelenjar sebasea dan glandula ceruminosa.
Saraf sensorik yang melapisi kulit pelapis meatus berasal dari nervus auricular temporalis dan
ramus auricularis nervus vagus.Aliran limfe menuju nodi parotidei superfisialis, mastoidei dan
cervicales superfisialis.

Membrana timpani

2.

Telinga tengah
Adalah ruang berisi udara didalam pars petrosa ossis temporalis yang dilapisi oleh membrane
mucosa. Ruang ini berisi tulang-tulang pendengaran yang berfungsi meneruskan getaran membrane
timpani ke perilympha telinga dalam. Telinga tengah mempunyai atap, lantai, dinding anterior, dinding
posterior, dinding lateral dan dinding medial.
Atap dibentuk oleh lempeng tipis tulang yang disebut tegmen timpani yang merupakan bagian dari
pars petrosa ossis temporalis. Lempeng ini memisahkan cavum timpani dari meniges dan lobus
temporalis otak di dalam fossa crania media.
Lantai dibentuk oleh lempeng tipis tulang.Lempeng ini memisahkan cavum timpani dari bulbus
superior vena jugularis interna.
Bagian bawah dinding anterior dibentuk oleh lempeng tipis tulang yang memisahkan cavum
timpani dari arteri carotis interna.Pada bagian atas dinding anterior terdapat muara dari dua buah saluran.
Dibagian atas dinding posterior terdapat aditus ad antrum.Dibawah ini terdapat penonjolan yang
berbentuk kerucut, sempit, kecil disebut pyramis.Dari puncak pyramis ini dibetuk tendo muskulus
stapedius.
Sebagian besar dinding lateral dibentuk oleh membrane timpani.Dinding medial dibentuk oleh
dinding lateral telinga dala. Bagian terbesar dari dinding terdapat penonjolan bulat (promontorium) yang
disebabkan oleh lengkung pertama cochlea yang ada dibawahnya.
Ossicula Auditus
a. Malleus
Adalah pendengaran terbesar dan terdiri dari caput, collum dan processus longum/ manubrium,
sebuah processus anterior dan processus lateralis.
b. Incus
Mempunyai corpus yang besar dan 2 crus yaitu crus longum, yang berjalan ke bawah di belakang
dan sejajar dengan manubrium mallei; dan crus breve, menonjol ke belakang dan dilekatkan pada
dinding posterior cavum timpani oleh sebuah ligamentum.
c. Stapes
Mempunyai caput, collum, 2 lengan dan sebuah basis.

Otot-otot Ossicula
a. Muskulus Tensor Tympani
Origo = cartilago tuba auditiva dan dinding tulang salurannya sendiri.
Insertio = pada manubrium mallei.
Persarafan = sebuah cabang dari nervus yang menuju M. pterygoideus medialis (cabang dari divisi
mandibularis nervus trigeminus).
Fungsi = secara refeleks meredam getaran malleus dengan lebih menegangkan membrane tympani.
b. Muskulus Stapedius
Origo = dnding dalam pyramis yang berongga.
Insertio = pada bagian belakang collum stapedis.
Persarafan = nervus fasialis yang terletak dibelakang pyramis.
Fungsi = secara reflex meredam getaran stapes dengan menaikkan collumnya.
Tuba Auditiva

Terbentang dari dinding anterior cavum tympani ke bawah, depan dan medial sampai nasopharing. 1/3
bagian posterior adalah tulang dan 2/3 bagian anterior adalah cartilage.Tuba berhubungan dengan
nasopharing dengan bejalan melalui pinggir atas M. constrictor pharinges superior.Tuba berfungsi
menyeimbangkan tekanan udara di dalam cavum tympani dngan nasopharing.
Antrum Mastoideum
Terletak dibelakang cavum tympani di dalam pars petrosa ossis temporalis dan berhubungan dengan
telinga tengah melalui aditus.
Dinding anterior berhubungan dengan telinga tengah dan berisi aditus ad antrum.
Dinding posterior memisahkan antrum dari sinus sigmoideus dan cerebellum.
Dinding lateral tebalnya 1,5 cm dan membentuk dasar trigonum suprameatus.
Dinding medial berhubungan dengan canalis semisirkularis posterior.
Dinding superior berhubungan dengan meninges pada f ossa crania media dan lobus temporalis
cerebri.
Dinding inferior berlubang-lubang, menghubungkan antrum dengan cellulae mastodeae.
Cellulae Mastoideae
Adalah suatu seri rongga yang saling berhubungan di dalam processus mastoideus, yang diatas
berhubungan dengan antrum dan cavum tympani.Rongga ini dilapisi oleh membrane mucosa.
Nervus fasialis
Pada dinding medial telinga tengah membesar membentuk ganglion geniculatum. Cabang-cabang
penting pars intrapetrosa nervus fasialis yaitu nervus petrosus major, saraf ke M. stapedius dan chorda
tympani.
Nervus Tympanicus
Berasal dari nervus glossopharingeus dan berjalan melalui dasar cavum tympani dan pada permukaan
promontorium.Lalu bercabang-cabang membentuk plexus tympanicus (mempersarafi lapisan cavum
tympani dan mempercabangkan nervus petrosus minor).

3.

Telinga dalam
Labyrinthus Osseus
Terdiri dari 3 bagian yaitu:
1. Vestibulum
Merupakan bagian tengah labyrinthus osseus, terletak posterior terhadap cochlea dan anterior
terhadap canalis semisirkularis.Di dalam vestibulum terdapat sacculus dan utriculus labyrintus
membranaceus.
2. Canalis semisirkularis
Ketiga canalis semisirkularis superior, posterior dan lateral bermuara ke bagian posterior
vestibulum. Didalam canalis terdapat ductus semisirkularis.
3. Cochlea
Berbentuk seperti rumah siput dan bermuara ke dalam bagian anterior vestibulum.Umumnya terdiri
dari 1 pilar sentral, modiolus cochlea dan modiolus ini dikelilingi tabung tulang yang sempit
sebanyak 2 putaran.Modiolus mempunyai basis yang lebar, terletak pada dasar meatus acusticus
internus.

Labyrinthus Membranaceus
Terletak didalam labyrinthus osseus dan berisi endolympha dan dikelilingi oleh perilympha. Labyrinthus
ini terdiri atas utriculus dan sacculus, yang terdapat didalam vestibulum osseus; 3 ductus semisirkularis,
yang teletak didalam canalis semisirkularis osseus; dan ductus cochlearis, yang terletak didalam cochlea.
1. Utriculus
Adalah yang terbesar dari dua buah saccus vestibuli yang ada dan dihubungkan tidak langsung
dengan sacculus dn ductus endolymphaticus oleh ductus utriculosaccularis.
2. Sacculus
Berbentuk bulat dan berhubungan dengan uticulus. Ductus endolymphaticus setelah bergabung
dengan ductus utriculosaccularis akan berakhir didalam kantung buntu kecil yaitu saccus
endolymphaticus.
3. Ductus Semisirkularis
Diameternya lebih kecil dari canalisnya.Ketiganya tersusun tegak lurus satu dengan lainnya.
4. Ductus Cochlearis
Berbentuk segitiga pada potongan melintang dan berhubungan dengan sacculus melalui ductus
reunions.

Perdarahan
Telinga dalam memperoleh perdarahan dari a. auditori interna (a. labirintin) yang berasal dari a.
serebelli inferior anterior atau langsung dari a. basilaris yang merupakan suatu end arteri dan tidak
mempunyai pembuluh darah anastomosis. Setelah memasuki meatus akustikus internus, arteri ini
bercabang 3 yaitu :
1. Arteri vestibularis anterior yang mendarahi makula utrikuli, sebagian makula sakuli, krista
ampularis, kanalis semisirkularis superior dan lateral serta sebagian dari utrikulus dan sakulus.
2. Arteri vestibulokoklearis, mendarahi makula sakuli, kanalis semisirkularis posterior, bagian inferior
utrikulus dan sakulus serta putaran basal dari koklea.
3. Arteri koklearis yang memasuki modiolus dan menjadi pembuluh-pembuluh arteri spiral yang
mendarahi organ Corti, skala vestibuli, skala timpani sebelum berakhir pada stria vaskularis.
Aliran vena pada telinga dalam melalui 3 jalur utama. Vena auditori interna mendarahi putaran tengah
dan apikal koklea. Vena akuaduktus koklearis mendarahi putaran basiler koklea, sakulus dan utrikulus
dan berakhir pada sinus petrosus inferior. Vena akuaduktus vestibularis mendarahi kanalis
semisirkularis sampai utrikulus. Vena ini mengikuti duktus endolimfatikus dan masuk ke sinus
LO.1.2 MIKRO
a.

Daun Telinga
Kerangka terdiri dari tulang rawan elastis dan bentuk tak teratur.
Perikondrium mengandung banyak serat elastis.
Kulit yang menutupi tulang rawan tipis.
Jaringan subkutan tipis.
Didalam kulit terdapat rambut halus, kelenjar sebasea, kelenjar keringat sedikit dan jaringan
lemak pada lobules auricular.
b. Meatus Acusticus Externus
Berupa berupa saluran 25 cm, arah medioinferior.
Bagian luar kerangka dinding terdiri dari tulang rawan elastin.
Bagian dalam berkerangka os temporal.
Dilapisi kulit tipis, tanpa subkutis dan berhubungan erat dengan perichondrium/ periosteum yang
ada dibawahnya.
c. Membran Tympani
Bentuk oval, semi transparan.
-

1.
2.
d.

e.

f.

g.

Terdiri dari 2 lapisan jaringan penyambung:


Lapisan luar, mengandung serat-serat kolagen tersusun radial.
Lapisan dalam, mengandung serat-serat kolagen tersusun sirkular.
Serat elastin terutama dibagian sentral dan perifer.
Permukaan luat diliputi kulit, tanpa rambut, kelenjar sebasea dan kelenjar keringat.
Permukaan dalam dilapisi mucosa yang terdiri dari epitel selapis cuboid dan lamina propia yang
tipis.
Cavum Tympani
Berisi udara
Posterior, berhubungan dengan ruang-ruang dalam processus mastoideus.
Anterior, berhubungan dengan tuba faringotympani.
Lateral, dibatasi oleh membrane tympani.
Medial, dipisahkan dari telinga dalam oleh tulang.
Cavum tympani, tulang-tulang pendengaran, nervus dan musculi dilapisi mucosa yang terdiri
dari epitel selapis cuboid dan lamina propia tipis.
Epitel cavum tympani sekitar muara tuba faringotympani terdiri dari selapis cuboid/ silindris
dengan silia.
Tuba Faringotympani
Lumen sempit, gepeng dalam bidang vertical.
Mucosa membentuk rugae terdiri dari epitel selapis/ bertingkat silindris dengan silis dan lamina
propia tipis.
Sepanjang mucosa terdapat limfosit.
Telinga Dalam/ Labyrinth
Labyrinth ossea, didalam os petrosum.
Labyrinth membranosa, didalam labyrinth ossea.
Utriculus, sacculus dan ductus semisirkularis dilapisi epitel selapis gepeng.
Macula dan crista: penebalan jaringan perilimfatik yang dilapisi epitel yang terdiri dari dua
macam yaitu sel rambut (silindris) dan sel penyokong (silindris).
Jaringan penyambung terutama terdiri dari sel-sel berbentuk bintang dengan cabang-cabang
sitoplasma halus.
Membrane basilaris
Sebagian besar terdiri dari jaringan penyambung padat kolagen.
Permukaan menghadap scala tympani dilapisi epitel selapis cuboid sampai silindris.
2/3 lateral berupa pars pectinata.
1/3 medial berupa pars arcuata (terdapat pembuluh darah).

Canalis Semicircularis, sacculus

Cochlea

1 = skala media (organ corti) berisi

endolimf
2 = skala vestibuli, berisi perilimf
3 = skala timpani, berisi perilimf
4 = ganglion spiralis
5 = N. cochlearis

Organ Corti

LI 1 MM FISIOLOGI PENDENGARAN DAN KESEIMBANGAN


Proses pendengaran
Pendengaran adalah persepsi saraf mengenai energi suara. Gelombang suara adalah getaran udara yang
merambat dan terdiri dari daerah-daerah nertekanan tinggi karena komporesi (pemampatan) molekulmolukel udara yang berselang-seling dengan daerah-daerah bertekanan rendah karena penjarangan molekul
tersebut. Setiap alat yang ammapu menghasilkan pola gangguan molekul udara seperti itu adalah sumber
suara.
Gelombang suara juga dapat berjalan melalui medium selain udara, misalnya air. Namun, perjalan
gelombang suara dalam media tersebut kurang efisien, diperlukan tekanan yang lebih besar untuk
menimbulkan pergerakan cairan udara karena resistensi terhadap perubahan cairan yang lebih besar.
Suara ditandai oleh nada (tone, tinggi rendahnya suara), intensitas (kekuatan, kepekakan, loudness, dan
timbre (kualitas, warna nada).
o Nada suatu suara ditentukan oleh frekuensi getaran. Semakin tinggi frekuensi getaran , semakin tinggi
nada. Telinga manusia dapat mendeteksi gelombang suara dengan frekuensi dari 20-20.000 siklus per
detik, tetapi paling peka terhadap frekuensi antara 1000 dan 4000 siklus per detik.
o Intensitas atau kepekakan (kekuatan) suatu suara bergantung pada amplitudo gelombang suara, atau
perbedaan tekanan anatar daerha pemampatan yang bertekanan tinggi dan daerah penjarangan yang
bertekanan tinggi. Dalam rentang pendengaran, semakin besar amplitudo, semakin keras (pekak) suara.
Kepekakan dinyatan dalam desibel (dB), yaitu ukuran logaritmik intensitas dibandungkan dengan suara
teredam (terhalus) yang dapat terdengar ambang pendengaran-. Karena hubungan yang bersifat
logaritmik, setiap 10 dB menandakan peningkatan kepekakan 10 kali lipat.
o Kualitas atau warna nada (timbre) bergantung pada nada tambahan, yaitu frekuensi tambahan yang
menimpa nada dasar.
Telinga luar dan tengah mengubah gelombang suara dari hantaran udara menjadi getaran cairan di
telinga dalam.

Reseptor-reseptor khusus untuk suara terletak di telinga dalam yang berisi cairan. Dengan demikian,
gelombang suara hantaran udara yang harus disalurkan ke arah dan dipindahkan ke telinga dalam, dan dalam
prosesnya melakuakan kompensai terhadap berkurangnya energi suara terjadi secara alamiah sewaktu
gelombang suara berpindah dari udara ke air. Fungsi ini dilakukan oleh telinga liar dan telinga tengah.
Telinga luar terdiri dari pinna (bagian daun telinga, auricula), meatus auditorius eksternus (saluran telinga),
dan memebran timpani (gendnag telinga). Pinna, suatu lempeng tulang rawan terbungkus kulit,
mengumpulkan gelombang suara dan menyalurkannya ke slauran telinga luar. Karena bentuknya, daun
telinga secra parsial menahan gelombang suara yang mendekati telinga dari arah belakang, dan dengan
demikian, membantu seseorang membedakan apakah suara datang dari arah depan atau belakang.
Lokalisasi suara untuk menentukan apakah suara datang sari kanan atau kiri ditentukan berdasarkan dua
petunjuk. Pertama, gelombang suara mencapai telinga yang terletak lebih dekat ke sumber suara sedikit lebih
cepat daripada gelombang tersebut mencapai telinga satunya. Kedua, sura terdengar kurang kuat sewaktu
mencapai telinga yang terletak lebih jauh, krena kepala berfungsi sebagai sawar suara yang secara parsial
mengganggu perambatan gelombang suara.
Pintu masuk ke kanalis telinga (saluran telinga) dijaga oleh rambut-rambut halus. Kulit yang melapisi
saluran telinga mengandung kelenjar-kelenjar keringat termodifikasi yang menghasilkan serumen (kotoran
telinga), suatu sekersi lengket yang menangkap partikel-partikel asing yang halus. Rambut halus dan
serumen tersebut membantu mencegah partikel-partikel dari udara masuk ke bagian dalam saluran telinga,
tempat mereka dapat menumpuk atau mencederai membrana timpani dan menggangu pendengaran.
Membrani timpani, yang teregang menutupi pintu masuk ke telinga tengah, bergetar sewaktu terkena
gelombang suara. Daerah-daerah gelombang suara yang bertekanan tinggi dan rendah berselang-seling
menyebabkan gendang telinga yang sangat peka tersebut menekuk keluar masuk seirama dengan frekuensi
gelombang suara.
Tekanan udara istirahat di kedua sisi membran timpani harus setara agar membrana dapat bergerak bebas
sewaktu gelombang suara mengenainya. Bagian luar gendang telinga terpajan ke tekanna atmosfer yang
mencapainya melalui saluran telinga. Bagian dalam gendang telinga yang berhadapan dengan rongga telinga
tengah juga terpajan ke tekanan atmosfer melalui tuba eustachius (auditoria) yang menghubungkan telinga
tengah ke faring. Tuba eustakius dalam keadaan normal tertutup, tetapi dapat dibuat terbuka dengan gerakan
menguap, mengunyah, atau menelan. Pembukaan tersebut memeungkinkan tekanan udara di dalam telinga
tengah menyamakan diri dengan tekanan atmosfer, sehingga tekanan di kedua sisi membran setara.
Selama perubahan tekanan eksternal yang berlangsung cepat (contohnya sewaktu pesawat lepas landas),
kedua gendang telinga menonjol ke luar dan menimbulkan nyeri karena tekanan di luar telinga berubah
sedangkan tekanan di telinga tengah tidak berubah. Membuka tuba eustakius dengan menguap
memungkinkan tekanan di kedua sisi membrana timpani seimbang, sehingga menghilangkan distorsi tekanan
dan gendang telinga kembali ke posisinya semula. Infeksi yang berasal dari tenggorokan kadang-kadang
menyebar melalui tuba eustakius ke telinga tenagah. Penimbunan cairan yang terjadi di telinga tengah tidak
saja menimbulkan nyeri tetapi juga menganggu hantaran suara melintasi telinga tengah.
Telinga tengah memindahkan gerakan bergetar memebrana timpani ke cairan di telinga dalam. Pemindahan
ini dipermudah oleh adanya rantai yang terdiri dari tiga tulang yang dapat beregrak atau osikula (maleus,
inkus, dan stapes) yang berjalan melintasi telinga tengah. Tulang pertama maleus melekat ke membrana
timpani, dan tulang terakhir stapes melekat ke jendela oval, pintu masuk ke koklea yang berisi cairan.
Ketika membrana timpani bergetar sebagai respons terhadap gelombang suara, rantai tulang-tulang tersebut
juga bergerak dengan frekuensi yang sama, memindahkan frekuensi gerakan tersebut dari membrana timpani
ke jendela oval. Tekanan di jendela oval akibat setiap getaran yang dihasilkan menimbulkan gerakan seperti
gelombang pada cairan telinga dalam dengan frekuensi yang sama dengan frekuensi gelombang suara
semula.
Namun, seperti dinyatakan sebelumnya, diperlukan tekanan yang lebih besar untuk menggerakan cairan.
Terdapat dua mekanisme yang berkaiatan dengan sistem osikuler yang memperkuat tekanan gelombang
suara daru udara untuk menggetarkan cairan di koklea. Pertama, karena luas permukaan membran timpani
jauh lebih besar daripada luas permukaan jendela oval, terjadi peningktan tekanan ketika gaya yang bekerja
di membrana timpani disalurkan ke jendela oval (tekanan= gaya/satuan luas). Kedua, efek pengungkit
tulang-tulang pendnegaran menghasilkan keuntungan mekanis tambahan. Kedua mekanisme ini bersamasama meningkatkan gaya yang timbul pada jendela oval sebesar 20 kali lipat dari gelombang suara yang
langsung mengenai jendela oval. Tekanan tambahan ini cukup untuk menyebabkan peregrakan cairan koklea.
Beberapa otot halus di telinga tengah berkontraksi secara refleks sebgai respons terhadap suara keras (> 70
dB), menyebabkan membrana timpani menegang dan pergerakan tulang-tulang di telinga tengah dibatasi.
Pengurangan pergerakan struktur-struktur telinga tengah ini menghilangkan transmisi gelombang suara keras
ke telinga dalam untuk melindungi perangkat sensorik yang sangat peka dari kerusakan. Namun, respons

refleks ini relatif lambat, timbul plaing sedikit 40 mdet setelah pajanan suatu sura keras. Dengan demekian,
refleks ini hanya memberikan perlindungan terhadap suara keras yang berkepankangan, bukan terhadap
suara keras yang timbul mendadak, misalnya suara ledakan.
Sel rambut di organ corti mengubah gerakan cairan menjadi sinyal saraf.
Gerakan stapes yang menyerupai piston terhadap jendela oval menyebabkan timbulnya gelombang tekanan
di kompartemen atas. Karena cairan tidak dapat ditekan, tekanan dihamburkan melalui dua cara sewaktu
stapes menyebabkan jendela oval menonjol ke dalam:
1. Perubahan posisi jendela bundar
2. Defleksi membran basilaris.
Pada jalur pertama, gelombang tekanan mendorong perilimfe ke depan di kompartemen atas, kemudian
mengelilingi helikotrema, dan ke kompartemen bawah, tempat gelombang tersebut menyebabkan jendela
bundar menonjol ke luar ke dalam rongga telinga tengah untuk mengkompensasi peningkatan tekanan.
Ketika stapes beregerak mundur dan menarik jendela oval ke luar ke arah telinga tengah, perilimfe mengalir
dalam arah berlawanan, mengubah posisi jendela bundar ke arah dalam. Jalur ini tidak menyebabkan
timbulnya persepsi suara, tetapi hanay menghamburkan tekanan.
Gelombang tekanan frekuensi yang berkaitan dengan penerimaan suara mengambil jalan pintas.
Gelombang tekanan di kompartemen atas dipindahkan melalui membrana vestibular yang tipis, ke dalam
duktus koklearis, dan kemudian melalui membrana basilaris ke kompartemen bawah, tempat gelombang
tersebut menyebabkan jendela bundar menonjol ke luar masuk bergantian. Perbedaan utama pada jalur ini
adalah bahwa transmisi gelombang tekanan melalui membrana basilaris menyebabkan membran ini
bergerak ke atas dan ke bawah, atau bergetar secara sinkron dengan gelombang tekanan. Karena organ corti
menumpang pada membrana basilaris, sel-sel rambut juga bergerak naik turun sewaktu membrana basilaris
bergetar. Karena rambut-rambut dari sel reseptor terbeanam di dalam membrana tektorial yang kaku dan
stasioner, rambut-rambut tersebut akan membengkok ke depan dan belakang sewaktu membrana basilaris
menggeser posisinya terhadap membrana tektorial.
Perubahan bentuk mekanis rambut yang maju mundur ini menyebabkan sluran-saluran ion gerbang mekanis
di sel-sel rambut terbuka dan tertutup secara bergantian. Hal ini menyebabkan perubahan potensial
depolarisasi dan hiperpolarisasi yang bergantian.
Sel-sel rambut adalah sel reseptor khusus yang berkomunikasi melalui sinaps kimiawi dengan ujung-ujung
serat saraf aferen yang membentuk saraf auditorius(koklearis). Depolarisasi sel-sel rambut (sewaktu
membrana basilaris bergerak ke atas) meningkatkan kecepatan pengeluaran zat perantara mereka, yang
menaikkan kecepatan potensial aksi di serat-serta aferen. Sebaliknya, kecepatan pembentukan potensial aksi
berkurang ketika sel-sel rambut mengeluarkan sedikit zat perantara karena mengalami hiperpolarisasi
(sewaktu membrana basilaris bergerak ke bawah).

Gambar 11. Transmisi gelombang suara


Dengan demikian, telinga mengubha gelombang suara di udara menjadi gerakan-gerakan berosilasi
membrana basilaris yang membengkokkan pergerakan maju mundur rambut-rambut di sel reseptor.
Perubahan bentuk mekanis rambut-rambut tersebut menyebabkan pembukaan dan penutupan (secara
bergantian) saluran di sel reseptor, yang menimbulkan perubahan potensial berjenjang di reseptor, sehingga
mengakibatkan perubahan kecepatan pembentykan potensial aksi yang merambat ke otak. Dengan cara ini,
gelombang suara diterjemahkan menjadi sinyal saraf yang dapat dipersepsikan oleh otak sebagai sensasi
suara.

Diskriminasi nada bergantung pada daerah membrana basilaris yang bergetar, diksriminasi
kepekakan suara bergantung pada amplitudo getaran.
Diskriminasi nada (yaitu, kemampuan membedakan berbagai frekuensi gelombang suara yang datang)
bergantung pada bentuk dan sifat membrana basilaris, yang menyempit dan kaku di ujung helikotremanya.
Berbagai daerah di membrana basilaris secra alamiah bergetar secara maksimum pada frekuensi yang
berbeda, yaitu setiap frekuensi memperlihatkan getaran puncak di titik-titik tertentu sepanjang membrana.
Ujung sempit paling dekat jendela oval bergetar maksimum pada nada-nada tinggi, sedangkan ujung lebar
paling dekat dengan helikotrema bergetar maksimum pada nada-nada rendah. Nada-nada antara berada di
sepanjang membrana basilaris dari frekuensi tinggi ke rendah.
Korteks pendengaran dipetakan berdasarkan nada
Neuron-neuron aferen yang menangkap sinyal auditorius dari sel-sel rambut keluar dari koklea melalui saraf
auditorius. Jalur saraf antara organ corti dan korteks pendengaran melibatkan beberapa sinaps di batang otak
dan nukleus genikulatus medialis talamus. Batang otak menggunakan masukan pendangaran untuk
kewaspadaan. Talamus menyortir dan memancarkan sinyal ke atas. Tidak seperti jalur penglihatan, sinyal
pendengaran dari kedua telinga dislaurkan ke kedua lobus temporalis karena serat-sertanya bersilangan
secara parsial di batang otak. Karena itu, gangguan di jalur pendengaran tidak mengganggu pendengaran di
kedua telinga.

keseimbangan

Kanalis semisirkularis merupakan alat keseimbangan dinamik dan terangsang oleh gerakan yang melingkar,
sehingga kemana saja arah kepala, asal gerakan itu membentuk putaran, maka gerakan itu akan tertangkap oleh
salah satu, dua atau ketiga kanalis semisirkularis bersama-sama. Pada manusia, kanalis semisirkularis horizontal
yang mempunyai peran dominan oleh karena manusia banyak bergerak secara horizontal.
Utrikulus dan sakulus merupakan alat keseimbangan statik, yang terangsang oleh gerak percepatan atau
perlambatan yang lurus arahnya, dan juga oleh gravitasi. Utrikulus terangsang oleh gerakan percepatan lurus
dalam bidang mendatar, sedangkan sakulus terangsang oleh gerakan percepatan lurus dalam bidang vertikal.
Dalam keadaan diam, gravitasi berpengaruh terhadap utrikulus maupun sakulus. Hubungan sistem vestibuler
dengan otot-otot mata erat sekali, sehingga semua gerakan endolimfe selalu diikuti oleh gerakan bola mata. Sistem
vestibuler berhubungan dengan sistem tubuh yang lain, sehingga kelainan sistem vestibuler bisa menimbulkan
gejala pada sistem tubuh yang bersangkutan.
LI 3 MM OTITIS MEDIA AKUT
LO.3.1 DEFINISI
Otitis Media adalah peradangan pada sebagian atau seluruh mukosa telinga tengah, tuba Eustachius,
antrum mastoid, dan sel-sel mastoid. Otitis media berdasarkan gejalanya dibagi atas otitis media
supuratif dan otitis media non supuratif, di mana masing-masing memiliki bentuk yang akut dan kronis.
Selain itu, juga terdapat jenis otitis media spesifik, seperti otitis media tuberkulosa, otitis media sifilitika.
Otitis media yang lain adalah otitis media adhesiva (Djaafar, 2007).
Otitis media akut (OMA) adalah peradangan telinga tengah dengan gejala dan tanda-tanda yang bersifat
cepat dan singkat. Gejala dan tanda klinik lokal atau sistemik dapat terjadi secara lengkap atau sebagian,
baik berupa otalgia, demam, gelisah, mual, muntah, diare, serta otore, apabila telah terjadi perforasi
membran timpani. Pada pemeriksaan otoskopik juga dijumpai efusi telinga tengah (Buchman, 2003).
Terjadinya efusi telinga tengah atau inflamasi telinga tengah ditandai dengan membengkak pada
membran timpani atau bulging, mobilitas yang terhad pada membran timpani, terdapat cairan di
belakang membran timpani, dan otore (Kerschner, 2007).

LO.3.2 ETIOLOGI

1.
Bakteri
Bakteri piogenik merupakan penyebab OMA yang tersering. Menurut penelitian,
65-75% kasus OMA dapat ditentukan jenis bakteri piogeniknya melalui isolasi bakteri terhadap kultur
cairan atau efusi telinga tengah. Kasus lain tergolong sebagai non- patogenik karena tidak ditemukan
mikroorganisme penyebabnya. Tiga jenis bakteri penyebab otitis media tersering adalah Streptococcus
pneumoniae (40%), diikuti oleh Haemophilus influenzae (25-30%) dan Moraxella catarhalis (10-15%).
Kira-kira 5% kasus dijumpai patogen-patogen yang lain seperti Streptococcus pyogenes (group A betahemolytic), Staphylococcus aureus, dan organisme gram negatif. Staphylococcus aureus dan organisme
gram negatif banyak ditemukan pada anak dan neonatus yang menjalani rawat inap di rumah sakit.
Haemophilus influenzae sering dijumpai pada anak balita. Jenis mikroorganisme yang dijumpai pada
orang dewasa juga sama dengan yang dijumpai pada anak-anak (Kerschner, 2007).
2.
Virus
Virus juga merupakan penyebab OMA. Virus dapat dijumpai tersendiri atau
bersamaan dengan bakteri patogenik yang lain. Virus yang paling sering dijumpai pada anak-anak, yaitu
respiratory syncytial virus (RSV), influenza virus, atau adenovirus (sebanyak 30-40%). Kira-kira 1015% dijumpai parainfluenza virus, rhinovirus atau enterovirus. Virus akan membawa dampak buruk
terhadap fungsi tuba Eustachius, menganggu fungsi imun lokal, meningkatkan adhesi bakteri,
menurunkan efisiensi obat antimikroba dengan menganggu mekanisme farmakokinetiknya (Kerschner,
2007). Dengan menggunakan teknik polymerase chain reaction (PCR) dan virus specific enzyme-linked
immunoabsorbent assay (ELISA), virus-virus dapat diisolasi dari cairan telinga tengah pada anak yang
menderita OMA pada 75% kasus (Buchman, 2003).
Otitis media akut bisa disebabkan oleh bakteri dan virus. Bakteri yang paling sering ditemukan adalah
Streptococcus pneumaniae, diikuti oleh Haemophilus influenza, Moraxella catarrhalis, Streptococcus grup A, dan
Staphylococcus aureus. Beberapa mikroorganisme lain yang jarang ditemukan adalah Mycoplasma pneumaniae,
Chlamydia pneumaniae, dan Clamydia tracomatis. 1,5,18 Broides et al menemukan prevalensi bakteri penyebab
OMA adalah H.influenza 48%, S.pneumoniae 42,9%, M.catarrhalis 4,8%, Streptococcus grup A 4,3% pada pasien
usia dibawah 5 tahun pada tahun 1995-2006 di Negev, Israil.19 Sedangkan Titisari menemukan bakteri penyebab
OMA pada pasien yang berobat di RSCM dan RSAB Harapan Kita Jakarta pada bulan Agustus 2004 Februari
2005 yaitu S.aureus 78,3%, S.pneumoniae 13%, dan H.influenza 8,7%.20 Virus terdeteksi pada sekret pernafasan
pada 40-90% anak dengan OMA, dan terdeteksi pada 20-48% cairan telinga tengah anak dengan OMA. Virus yang
sering sebagai penyebab OMA adalah respiratory syncytial virus. Selain itu bisa disebabkan virus Bagian Telinga
Hidung Tenggorok Bedah Kepala Leher (THT-KL) Fakultas Kedokteran Universitas Andalas Padang 3
parainfluenza (tipe 1,2, dan 3), influenza A dan B, rinovirus, adenovirus, enterovirus, dan koronavirus. Penyebab
yang jarang yaitu sitomegalovirus dan herpes simpleks. Infeksi bisa disebabkan oleh virus sendiri atau kombinasi
dengan bakteri lain.5,
LO.3.3 EPIDEMIOLOGI
Faktor risiko terjadinya otitis media adalah umur, jenis kelamin, ras, faktor genetik, status sosioekonomi
serta lingkungan, asupan air susu ibu (ASI) atau susu formula, lingkungan merokok, kontak dengan anak lain,
abnormalitas kraniofasialis kongenital, status imunologi, infeksi bakteri atau virus di saluran pernapasan atas,
disfungsi tuba Eustachius, inmatur tuba Eustachius dan lain-lain (Kerschner, 2007).
Faktor umur juga berperan dalam terjadinya OMA. Peningkatan insidens OMA pada bayi dan anak-anak
kemungkinan disebabkan oleh struktur dan fungsi tidak matang atau imatur tuba Eustachius. Selain itu, sistem
pertahanan tubuh atau status imunologi anak juga masih rendah. Insidens terjadinya otitis media pada anak lakilaki lebih tinggi dibanding dengan anak perempuan. Anak-anak pada ras Native American, Inuit, dan Indigenous
Australian menunjukkan prevalensi yang lebih tinggi dibanding dengan ras lain. Faktor genetik juga berpengaruh.
Status sosioekonomi juga berpengaruh, seperti kemiskinan, kepadatan penduduk, fasilitas higiene yang terbatas,
status nutrisi rendah, dan pelayanan pengobatan terbatas, sehingga mendorong terjadinya OMA pada anakanak.
ASI dapat membantu dalam pertahanan tubuh. Oleh karena itu, anak-anak yang kurangnya asupan ASI banyak
menderita OMA. Lingkungan merokok menyebabkan anak-anak mengalami OMA yang lebih signifikan dibanding
dengan anak-anak lain. Dengan adanya riwayat kontak yang sering dengan anak-anak lain seperti di pusat
penitipan anak-anak, insidens OMA juga meningkat. Anak dengan adanya abnormalitas kraniofasialis kongenital
mudah terkena OMA karena fungsi tuba Eustachius turut terganggu, anak mudah menderita penyakit telinga
tengah. Otitis media merupakan komplikasi yang sering terjadi akibat infeksi saluran napas atas, baik bakteri atau
virus (Kerschner, 2007).
Dapat mengenai segala usia
Lebih sering pada bayi dan anak-anak (sering terserang ISPA, lebih mudah
terjadi OMA karena tuba eustachiinya pendek, lebar dan letaknya agak
horizontal)
Insidensi 47-60% penderita otitis media datang berobat pada usia di bawah
1 tahun
60-70% penderita otitis media berusia dibawah 4 tahun
Penelitian di boston, 13 % penderita otitis media berusia 3 bulan
Indonesia (1994-1996) insidensi otitis media dilaporkan 3,8%

LO.3.4 KLASIFIKASI
Stadium OMA
OMA dalam perjalanan penyakitnya dibagi menjadi lima stadium, bergantung pada perubahan pada
mukosa telinga tengah, yaitu stadium oklusi tuba Eustachius, stadium hiperemis atau stadium presupurasi, stadium supurasi, stadium perforasi dan stadium resolusi (Djaafar, 2007).

Gambar 2.5. Membran Timpani Normal


1. Stadium Oklusi Tuba Eustachius
Pada stadium ini, terdapat sumbatan tuba Eustachius yang ditandai oleh retraksi
membran timpani akibat terjadinya tekanan intratimpani negatif di dalam telinga tengah, dengan adanya
absorpsi udara. Retraksi membran timpani terjadi dan posisi malleus menjadi lebih horizontal, refleks
cahaya juga berkurang. Edema yang terjadi pada tuba Eustachius juga menyebabkannya tersumbat.
Selain retraksi, membran timpani kadang- kadang tetap normal dan tidak ada kelainan, atau hanya
berwarna keruh pucat. Efusi mungkin telah terjadi tetapi tidak dapat dideteksi. Stadium ini sulit
dibedakan dengan tanda dari otitis media serosa yang disebabkan oleh virus dan alergi. Tidak terjadi
demam pada stadium ini (Djaafar, 2007; Dhingra, 2007).
2. Stadium Hiperemis atau Stadium Pre-supurasi
Pada stadium ini, terjadi pelebaran pembuluh darah di membran timpani, yang
ditandai oleh membran timpani mengalami hiperemis, edema mukosa dan adanya sekret eksudat serosa
yang sulit terlihat. Hiperemis disebabkan oleh oklusi tuba yang berpanjangan sehingga terjadinya invasi
oleh mikroorganisme piogenik. Proses inflamasi berlaku di telinga tengah dan membran timpani menjadi
kongesti. Stadium ini merupakan tanda infeksi bakteri yang menyebabkan pasien mengeluhkan otalgia,
telinga rasa penuh dan demam. Pendengaran mungkin masih normal atau terjadi ganggua n ringan,
tergantung dari cepatnya proses hiperemis. Hal ini terjadi karena terdapat tekanan udara yang meningkat
di kavum timpani. Gejala-gejala berkisar antara dua belas jam sampai dengan satu hari (Djaafar, 2007;
Dhingra, 2007).

3. Stadium Supurasi
Stadium supurasi ditandai oleh terbentuknya sekret eksudat purulen atau bernanah
di telinga tengah dan juga di sel-sel mastoid. Selain itu edema pada mukosa telinga tengah menjadi
makin hebat dan sel epitel superfisial terhancur. Terbentuknya eksudat yang purulen di kavum timpani
menyebabkan membran timpani menonjol atau bulging ke arah liang telinga luar.
Pada keadaan ini, pasien akan tampak sangat sakit, nadi dan suhu meningkat serta rasa nyeri di telinga
bertambah hebat. Pasien selalu gelisah dan tidak dapat tidur nyenyak. Dapat disertai dengan gangguan
pendengaran konduktif. Pada bayi demam tinggi dapat disertai muntah dan kejang.
Stadium supurasi yang berlanjut dan tidak ditangani dengan baik akan menimbulkan iskemia membran
timpani, akibat timbulnya nekrosis mukosa dan submukosa membran timpani. Terjadi penumpukan
nanah yang terus berlangsung di kavum timpani dan akibat tromboflebitis vena-vena kecil, sehingga
tekanan kapiler membran timpani meningkat, lalu menimbulkan nekrosis. Daerah nekrosis terasa lebih
lembek dan berwarna kekuningan atau yellow spot.
Keadaan stadium supurasi dapat ditangani dengan melakukan miringotomi. Bedah kecil ini kita lakukan
dengan menjalankan insisi pada membran timpani sehingga nanah akan keluar dari telinga tengah

menuju liang telinga luar. Luka insisi pada membran timpani akan menutup kembali, sedangkan apabila
terjadi ruptur, lubang tempat perforasi lebih sulit menutup kembali. Membran timpani mungkin tidak
menutup kembali jikanya tidak utuh lagi (Djaafar, 2007; Dhingra, 2007).

Gambar 2.7. Membran Timpani Bulging dengan Pus Purulen


4. Stadium Perforasi
Stadium perforasi ditandai oleh ruptur membran timpani sehingga sekret berupa nanah yang jumlahnya
banyak akan mengalir dari telinga tengah ke liang telinga luar. Kadang-kadang pengeluaran sekret
bersifat pulsasi (berdenyut). Stadium ini sering disebabkan oleh terlambatnya pemberian antibiotik dan
tingginya virulensi kuman.
Setelah nanah keluar, anak berubah menjadi lebih tenang, suhu tubuh menurun dan dapat tertidur
nyenyak.
Jika mebran timpani tetap perforasi dan pengeluaran sekret atau nanah tetap berlangsung melebihi tiga
minggu, maka keadaan ini disebut otitis media supuratif subakut. Jika kedua keadaan tersebut tetap
berlangsung selama lebih satu setengah sampai dengan dua bulan, maka keadaan itu disebut otitis media
supuratif kronik (Djaafar, 2007; Dhingra, 2007).

Gambar 2.8. Membran Timpani Peforasi


5. Stadium Resolusi
Keadaan ini merupakan stadium akhir OMA yang diawali dengan berkurangnya dan berhentinya otore.
Stadium resolusi ditandai oleh membran timpani berangsur normal hingga perforasi membran timpani
menutup kembali dan sekret purulen akan berkurang dan akhirnya kering. Pendengaran kembali normal.
Stadium ini berlangsung walaupun tanpa pengobatan, jika membran timpani masih utuh, daya tahan
tubuh baik, dan virulensi kuman rendah.
Apabila stadium resolusi gagal terjadi, maka akan berlanjut menjadi otitis media supuratif kronik.
Kegagalan stadium ini berupa perforasi membran timpani menetap, dengan sekret yang keluar secara
terus-menerus atau hilang timbul.
Otitis media supuratif akut dapat menimbulkan gejala sisa berupa otitis media serosa. Otitis media serosa
terjadi jika sekret menetap di kavum timpani tanpa mengalami perforasi membran timpani (Djaafar,
2007; Dhingra, 2007).
LO.3.5 PATOFISIOLOGI
Pathogenesis OMA pada sebagian besar anak-anak dimulai oleh infeksi saluran pernapasan atas (ISPA)
atau alergi, sehingga terjadi kongesti dan edema pada mukosa saluran napas atas, termasuk nasofaring
dan tuba Eustachius. Tuba Eustachius menjadi sempit, sehingga terjadi sumbatan tekanan negatif pada
telinga tengah. Bila keadaan demikian berlangsung lama akan menyebabkan refluks dan aspirasi virus
atau bakteri dari nasofaring ke dalam telinga tengah melalui tuba Eustachius. Mukosa telinga tengah
bergantung pada tuba Eustachius untuk mengatur proses ventilasi yang berkelanjutan dari nasofaring.
Jika terjadi gangguan akibat obstruksi tuba, akan mengaktivasi proses inflamasi kompleks dan terjadi
efusi cairan ke dalam telinga tengah. Ini merupakan faktor pencetus terjadinya OMA dan otitis media
dengan efusi. Bila tuba Eustachius tersumbat, drainase telinga tengah terganggu, mengalami infeksi serta
terjadi akumulasi sekret di telinga tengah, kemudian terjadi proliferasi mikroba patogen pada sekret.
Akibat dari infeksi virus saluran pernapasan atas, sitokin dan mediator-mediator inflamasi yang
dilepaskan akan menyebabkan disfungsi tuba Eustachius. Virus respiratori juga dapat meningkatkan
kolonisasi dan adhesi bakteri, sehingga menganggu pertahanan imum pasien terhadap infeksi bakteri.
Jika sekret dan pus bertambah banyak dari proses inflamasi lokal, perndengaran dapat terganggu karena

membran timpani dan tulang- tulang pendengaran tidak dapat bergerak bebas terhadap getaran.
Akumulasi cairan yang terlalu banyak akhirnya dapat merobek membran timpani akibat tekanannya
yang meninggi (Kerschner, 2007).
Obstruksi tuba Eustachius dapat terjadi secara intraluminal dan ekstraluminal. Faktor intraluminal adalah
seperti akibat ISPA, dimana proses inflamasi terjadi, lalu timbul edema pada mukosa tuba serta
akumulasi sekret di telinga tengah. Selain itu, sebagian besar pasien dengan otitis media dihubungkan
dengan riwayat fungsi abnormal dari tuba Eustachius, sehingga mekanisme pembukaan tuba terganggu.
Faktor ekstraluminal seperti tumor, dan hipertrofi adenoid (Kerschner, 2007).
Otitis media akut terjadi karena terganggunya faktor pertahanan tubuh. Sumbatan pada tuba Eustachius merupakan
faktor utama penyebab terjadinya penyakit ini. Dengan terganggunya fungsi tuba Eustachius, terganggu pula
pencegahan invasi kuman ke dalam telinga tengah sehingga kuman masuk dan terjadi peradangan. Gangguan
fungsi tuba Eustachius ini menyebabkan terjadinya tekanan negatif di telingah tengah, yang menyebabkan
transudasi cairan hingga supurasi. Pencetus terjadinya OMA adalah infeksi saluran pernafasan atas (ISPA).
1,14,22,23 Makin sering anak-anak terserang ISPA, makin besar kemungkinan terjadinya OMA. Pada bayi dan
anak terjadinya OMA dipermudah karena: 1. morfologi tuba eustachius yang pendek, lebar, dan letaknya agak
horizontal; 2. sistem kekebalan tubuh masih dalam perkembangan; 3. adenoid pada anak relatif lebih besar
dibanding orang dewasa dan sering terinfeksi sehingga infeksi dapat menyebar ke telinga tengah.24 Beberapa
faktor lain mungkin juga berhubungan dengan terjadinya penyakit telinga tengah, seperti alergi, disfungsi siliar,
penyakit hidung dan/atau sinus, dan kelainan sistem imun.
Penyebab-penyebab Anak Mudah Terserang OMA
Dipercayai bahwa anak lebih mudah terserang OMA dibanding dengan orang dewasa. Ini karena pada anak dan
bayi, tuba lebih pendek, lebih lebar dan kedudukannya lebih horizontal dari tuba orang dewasa, sehingga infeksi
saluran pernapasan atas lebih mudah menyebar ke telinga tengah. Panjang tuba orang dewasa 37,5 mm dan pada
anak di bawah umur 9 bulan adalah 17,5 mm (Djaafar, 2007). Ini meningkatkan peluang terjadinya refluks dari
nasofaring menganggu drainase melalui tuba Eustachius. Insidens terjadinya otitis media pada anak yang berumur
lebih tua berkurang, karena tuba telah berkembang sempurna dan diameter tuba Eustschius meningkat, sehingga
jarang terjadi obstruksi dan disfungsi tuba. Selain itu, sistem pertahanan tubuh anak masih rendah sehingga mudah
terkena ISPA lalu terinfeksi di telinga tengah. Adenoid merupakan salah satu organ di tenggorokan bagian atas
yang berperan dalam kekebalan tubuh. Pada anak, adenoid relatif lebih besar dibanding orang dewasa. Posisi
adenoid yang berdekatan dengan muara tuba Eustachius sehingga adenoid yang besar dapat mengganggu
terbukanya tuba Eustachius. Selain itu, adenoid dapat terinfeksi akibat ISPA kemudian menyebar ke telinga tengah
melalui tuba Eustachius (Kerschner, 2007).
Gambar 2.4. Perbedaan Antara Tuba Eustachius pada Anak-anak dan Orang Dewas

LO.3.6 MANIFESTASI
Gejala klinis OMA bergantung pada stadium penyakit serta umur pasien. Pada anak yang sudah dapat
berbicara keluhan utama adalah rasa nyeri di dalam telinga, di samping suhu tubuh yang tinggi. Biasanya
terdapat riwayat batuk pilek sebelumnya. Pada anak
yang lebih besar atau pada orang dewasa, selain rasa nyeri, terdapat gangguan pendengaran berupa rasa
penuh di telinga atau rasa kurang mendengar. Pada bayi dan anak kecil, gejala khas OMA adalah suhu
tubuh tinggi dapat mencapai 39,5C (pada stadium supurasi), anak gelisah dan sukar tidur, tiba-tiba anak
menjerit waktu tidur, diare, kejang-kejang dan kadang-kadang anak memegang telinga yang sakit. Bila
terjadi ruptur membran timpani, maka sekret mengalir ke liang telinga, suhu tubuh turun dan anak tidur
tenang (Djaafar, 2007).
Penilaian klinik OMA digunakan untuk menentukan berat atau ringannya suatu penyakit. Penilaian
berdasarkan pada pengukuran temperatur, keluhan orang tua pasien tentang anak yang gelisah dan
menarik telinga atau tugging, serta membran timpani yang kemerahan dan membengkak atau bulging.
Menurut Dagan (2003) dalam Titisari (2005), skor OMA adalah seperti berikut:
Tabel 2.1. Skor OMA

Skor

Suhu
(C)

Gelisah

Tarik
telinga

Kemerahan
pada membran
timpani

Bengkak pada
membran timpani
(bulging)

<38,0

Tidak
ada

Tidak
ada

Tidak ada

Tidak ada

38,0Ringan
Ringan
Ringan
Ringan
38,5
38,62
Sedang
Sedang
Sedang
Sedang
39,0
3
>39,0
Berat
Berat
Berat
Berat, termasuk otore
Penilaian derajat OMA dibuat berdasarkan skor. Bila didapatkan angka 0 hingga 3, berarti OMA ringan
dan bila melebihi 3, berarti OMA berat.
Pembagian OMA lainnya yaitu OMA berat apabila terdapat otalgia berat atau sedang, suhu lebih atau
sama dengan 39C oral atau 39,5C rektal. OMA ringan bila nyeri telinga tidak hebat dan demam kurang
dari 39C oral atau 39,5C rektal (Titisari, 2005).
1

LO.3.7 DIAGNOSIS DAN DIAGNOSIS BANDING


Kriteria Diagnosis OMA
Menurut Kerschner (2007), kriteria diagnosis OMA harus memenuhi tiga hal berikut, yaitu:
1. Penyakitnya muncul secara mendadak dan bersifat akut.
2. Ditemukan adanya tanda efusi. Efusi merupakan pengumpulan cairan di telinga
tengah. Efusi dibuktikan dengan adanya salah satu di antara tanda berikut, seperti menggembungnya
membran timpani atau bulging, terbatas atau tidak ada gerakan pada membran timpani, terdapat
bayangan cairan di belakang membran timpani, dan terdapat cairan yang keluar dari telinga.
3. Terdapat tanda atau gejala peradangan telinga tengah, yang dibuktikan dengan adanya salah satu di
antara tanda berikut, seperti kemerahan atau erythema pada membran timpani, nyeri telinga atau otalgia
yang mengganggu tidur dan aktivitas normal.
Menurut Rubin et al. (2008), keparahan OMA dibagi kepada dua kategori, yaitu ringan-sedang, dan
berat. Kriteria diagnosis ringan-sedang adalah terdapat cairan di telinga tengah, mobilitas membran
timpani yang menurun, terdapat bayangan cairan di belakang membran timpani, membengkak pada
membran timpani, dan otore yang purulen. Selain itu, juga terdapat tanda dan gejala inflamasi pada
telinga tengah, seperti demam, otalgia, gangguan pendengaran, tinitus, vertigo dan kemerahan pada
membran timpani. Tahap berat meliputi semua kriteria tersebut, dengan tambahan ditandai dengan
demam melebihi 39,0C, dan disertai dengan otalgia yang bersifat sedang sampai berat.
Diagnosis banding

LO.3.8 PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan OMA tergantung pada stadium penyakitnya. Pengobatan pada stadium awal ditujukan
untuk mengobati infeksi saluran napas, dengan pemberian antibiotik, dekongestan lokal atau sistemik,
dan antipiretik. Tujuan pengobatan pada otitis media adalah untuk menghindari komplikasi intrakrania
dan ekstrakrania yang mungkin terjadi, mengobati gejala, memperbaiki fungsi tuba Eustachius,
menghindari perforasi membran timpani, dan memperbaiki sistem imum lokal dan sistemik (Titisari,
2005).
Pada stadium oklusi tuba, pengobatan bertujuan untuk membuka kembali tuba Eustachius sehingga
tekanan negatif di telinga tengah hilang. Diberikan obat tetes hidung HCl efedrin 0,5 % dalam larutan
fisiologik untuk anak kurang dari 12 tahun atau HCl
efedrin 1 % dalam larutan fisiologis untuk anak yang berumur atas 12 tahun pada orang dewasa. Sumber
infeksi harus diobati dengan pemberian antibiotik (Djaafar, 2007).
Pada stadium hiperemis dapat diberikan antibiotik, obat tetes hidung dan analgesik. Dianjurkan
pemberian antibiotik golongan penisilin atau eritromisin. Jika terjadi resistensi, dapat diberikan
kombinasi dengan asam klavulanat atau sefalosporin. Untuk terapi awal diberikan penisilin
intramuskular agar konsentrasinya adekuat di dalam darah sehingga tidak terjadi mastoiditis terselubung,
gangguan pendengaran sebagai gejala sisa dan kekambuhan. Antibiotik diberikan minimal selama 7 hari.
Bila pasien alergi tehadap penisilin, diberikan eritromisin. Pada anak, diberikan ampisilin 50-100
mg/kgBB/hari yang terbagi da lam empat dosis, amoksisilin atau eritromisin masing-masing 50
mg/kgBB/hari yang terbagi dalam 3 dosis (Djaafar, 2007).
Pada stadium supurasi, selain diberikan antibiotik, pasien harus dirujuk untuk melakukan miringotomi
bila membran timpani masih utuh sehingga gejala cepat hilang dan tidak terjadi ruptur (Djaafar, 2007).
Pada stadium perforasi, sering terlihat sekret banyak keluar, kadang secara berdenyut atau pulsasi.
Diberikan obat cuci telinga (ear toilet) H2O2 3% selama 3 sampai dengan 5 hari serta antibiotik yang
adekuat sampai 3 minggu. Biasanya sekret akan hilang dan perforasi akan menutup kembali dalam 7
sampai dengan 10 hari (Djaafar, 2007).
Pada stadium resolusi, membran timpani berangsur normal kembali, sekret tidak ada lagi, dan perforasi
menutup. Bila tidak terjadi resolusi biasanya sekret mengalir di liang telinga luar melalui perforasi di
membran timpani. Antibiotik dapat dilanjutkan sampai 3 minggu. Bila keadaan ini berterusan, mungkin
telah terjadi mastoiditis (Djaafar, 2007).
Sekitar 80% kasus OMA sembuh dalam 3 hari tanpa pemberian antibiotik. Observasi dapat dilakukan.
Antibiotik dianjurkan jika gejala tidak membaik dalam dua sampai tiga hari, atau ada perburukan gejala.
Ternyata pemberian antibiotik yang segera dan dosis sesuai dapat terhindar dari tejadinya komplikasi
supuratif seterusnya. Masalah yang muncul adalah risiko terbentuknya bakteri yang resisten terhadap
antibiotik meningkat. Menurut American Academy of Pediatrics (2004) dalam Kerschner (2007),
mengkategorikan OMA yang dapat diobservasi dan yang harus segera diterapi dengan antibiotik sebagai
berikut.
Table 2.3. Kriteria Terapi Antibiotik dan Observasi pada Anak dengan OMA
Usia
Diagnosis pasti (certain)
Diagnosis meragukan (uncertain)
Kurang dari 6
Antibiotik
Antibiotik
bulan
6 bulan sampai
Antibiotik jika gejala berat,
Antibiotik
2 tahun
observasi jika gejala ringan
Antibiotik jika gejala berat,
2 tahun ke atas
Observasi
observasi jika gejala ringan
Diagnosis pasti OMA harus memiliki tiga kriteria, yaitu bersifat akut, terdapat efusi telinga tengah, dan
terdapat tanda serta gejala inflamasi telinga tengah. Gejala ringan adalah nyeri telinga ringan dan demam
kurang dari 39C dalam 24 jam terakhir. Sedangkan gejala berat adalah nyeri telinga sedang-berat atau
demam 39C. Pilihan observasi selama 48-72 jam hanya dapat dilakukan pada anak usia enam bulan
sampai dengan dua tahun, dengan gejala ringan saat pemeriksaan, atau diagnosis meragukan pada anak
di atas dua tahun. Follow-up dilaksanakan dan pemberian analgesia seperti asetaminofen dan ibuprofen
tetap diberikan pada masa observasi (Kerschner, 2007).
Menurut American Academic of Pediatric (2004), amoksisilin merupakan first-line terapi dengan
pemberian 80mg/kgBB/hari sebagai terapi antibiotik awal selama lima hari. Amoksisilin efektif terhadap
Streptococcus penumoniae. Jika pasien alergi ringan terhadap amoksisilin, dapat diberikan sefalosporin
seperti cefdinir. Second-line terapi seperti amoksisilin-klavulanat efektif terhadap Haemophilus
influenzae dan Moraxella catarrhalis, termasuk Streptococcus penumoniae (Kerschner, 2007).
Pneumococcal 7- valent conjugate vaccine dapat dianjurkan untuk menurunkan prevalensi otitis media
(American Academic of Pediatric, 2004).

1.

Pembedahan
Terdapat beberapa tindakan pembedahan yang dapat menangani OMA rekuren, seperti miringotomi
dengan insersi tuba timpanosintesis, dan adenoidektomi (Buchman, 2003).
Miringotomi
Miringotomi ialah tindakan insisi pada pars tensa membran timpani, supaya terjadi drainase sekret dari
telinga tengah ke liang telinga luar. Syaratnya adalah harus dilakukan secara dapat dilihat langsung, anak

harus tenang sehingga membran timpani dapat dilihat dengan baik. Lokasi miringotomi ialah di kuadran
posterior-inferior. Bila terapi yang diberikan sudah adekuat, miringotomi tidak perlu dilakukan, kecuali
jika terdapat pus di telinga tengah (Djaafar, 2007). Indikasi miringostomi pada anak dengan OMA adalah
nyeri berat, demam, komplikasi OMA seperti paresis nervus fasialis, mastoiditis, labirinitis, dan infeksi
sistem saraf pusat. Miringotomi merupakan terapi third-line pada pasien yang mengalami kegagalan
terhadap dua kali terapi antibiotik pada satu episode OMA. Salah satu tindakan miringotomi atau
timpanosintesis dijalankan terhadap anak OMA yang respon kurang memuaskan terhadap terapi secondline, untuk menidentifikasi mikroorganisme melalui kultur (Kerschner, 2007).
2.

Timpanosintesis
Menurut Bluestone (1996) dalam Titisari (2005), timpanosintesis merupakan pungsi pada membran
timpani, dengan analgesia lokal supaya mendapatkan sekret untuk tujuan pemeriksaan. Indikasi
timpanosintesis adalah terapi antibiotik tidak memuaskan, terdapat komplikasi supuratif, pada bayi baru
lahir atau pasien yang sistem imun tubuh rendah. Menurut Buchman (2003), pipa timpanostomi dapat
menurun morbiditas OMA seperti otalgia, efusi telinga tengah, gangguan pendengaran secara signifikan
dibanding dengan plasebo dalam tiga penelitian prospertif, randomized trial yang telah dijalankan.

3.

Adenoidektomi
Adenoidektomi efektif dalam menurunkan risiko terjadi otitis media dengan efusi dan OMA rekuren,
pada anak yang pernah menjalankan miringotomi dan insersi tuba timpanosintesis, tetapi hasil masih
tidak memuaskan. Pada anak kecil dengan OMA rekuren yang tidak pernah didahului dengan insersi
tuba, tidak dianjurkan adenoidektomi, kecuali jika terjadi obstruksi jalan napas dan rinosinusitis rekuren
(Kerschner, 2007).

LO.3.9 KOMPLIKAS
Komplikasi dari OMA dapat terjadi melalui beberapa mekanisme, yaitu melalui erosi tulang, invasi langsung dan
tromboflebitis. Komplikasi ini dibagi menjadi komplikasi intratemporal dan intrakranial. Komplikasi intratemporal
terdiri dari: mastoiditis akut, petrositis, labirintitis, perforasi pars tensa, atelektasis telinga tengah, paresis fasialis,
dan gangguan pendengaran. Komplikasi intrakranial yang dapat terjadi antara lain yaitu meningitis, encefalitis,
hidrosefalus otikus, abses otak, abses epidural, empiema subdural, dan trombosis sinus lateralis.24,45 Komplikasi
tersebut umumnya sering ditemukan sewaktu belum adanya antibiotik, tetapi pada era antibiotik semua jenis
komplikasi itu biasanya didapatkan sebagai komplikasi dari otitis media supuratif kronik (OMSK).
Penatalaksanaan OMA dengan komplikasi ini yaitu dengan menggunakan antibiotik spektrum luas, dan
pembedahan seperti mastoidektomi.
LO.3.10 PENCEGAHAN
Terdapat beberapa hal yang dapat mencegah terjadinya OMA. Mecegah ISPA pada bayi dan anak-anak,
menangani ISPA dengan pengobatan adekuat, menganjurkan pemberian ASI minimal enam bulan,
menghindarkan pajanan terhadap lingkungan merokok, dll (kerschner, 2007)
LO.3.11 PROGNOSIS
Prognosis pada kebanyakan orang dengan infeksi telinga tengah sangat baik. Infeksi dan gejala biasanya
hilang sepenuhnya. Dalam kasus yang parah yang tidak diobati, infeksi dapat menyebar, menyebabkan
infeksi pada tulang mastoid (mastoiditis) atau bahkan meningitis, tapi ini jarang terjadi. Kesulitan
mendengar dapat terjadi. Sementara mereka tidak selalu permanen, mereka dapat mempengaruhi
perkembangan bicara dan bahasa anak-anak muda.
Otitits Media
Pendengaran sebagian atau seluruh mukosa telinga tengah, tuba eustakhius, antrum mastoid dan sel-sel mastoid.
Patogenesis Otitis Media

Pembagian Otitis Media terbagi atas :

1.

Otitis media supuratif, terdiri dari :

Otitis Media Supuratif akut = otitis media akut (OMA)

Penyakit yang disebabkan oleh serangan mendadak dari infeksi bakteri dalam telinga bagian tengah.
Penyebab utama Otitis Media Akut (OMA)
a. Masuknya bakteri patogenik (Streptococcus Pnemoniae,Hemophillus Influenza, Moraxella Catarrhalis)
ke dalam telinga tengah.
b.

Disfungsi tuba euatakhius, seperti obstruksi yang diakibatkan infeksi saluran pernapasan atas, inflamasi
jaringan disekitar (snusitis, hipertroi adenoid) atau reaksi alergi (rrhinitis alergika)

Perjalanan Penyakit Otitits Media Akut (OMA)


Otitis Media Supuratif Kronis (OMSK/OMP)
OMSK adalah perforasi membran timpani secara permanen, dengan atau tanpa pengeluaran pus dan kadangkadang disertai oleh perubahan dalam mukosadan struktur tulang dari telinga tengah. (Pricilla Lemone.
2001 : 1496). Etiologi OMSK biasanya disebabkan karena pengulangan dari penyakit otitis media akut
dan disfungsi tuba akustikus serta Trauma atau penyakit lain. Secret yang keluar dari telinga tengah terus menerus
atau hilang timbul, sekret mungkin encer, kental, bening atau berupa nanah.
Patofisiologi Otitis media akut dengan perforasi membrane timpani menjadi otitis media perforatif apabila
prosesnya sudah lebih dari 2 bulan. Bila pross infeksi kurang dari 2 bulan disebut otitis media supuratif subakut.

2.

Otitis Media Non Supuratif/Serosa, terdiri dari :

Otitis Media Serosa

Peradangan non bakteri mukosa kavum timpani yang ditandai terkumpulnya cairan yang non purulen
(serous/mukoid).
Etiologi :

Transudasi plsama dari pembulah darah ke dalam rongga telinga tengah terutama
disebabkan tekanan hidrostatik.

Disfungsi tuba eutakius (penyebab utama)

Faktor penyebab lain, hipertropi adenoid, adenoiditis kronis, palatoskisis tomor


nasofaring barotrauma, radang seperti rinitis, sinusitis.

Masalah ini dapat sering menimbulkan tuli konduktif. Pada otitis media serosa, membran timpani tampak
berwarna kekuningan. Kadang tinggi cairan atau gelembung (Air fluid level/air bubbles) tampak lewat di membran
timpani yang semitransparan. Membran timpani dapat berwarna biru atau keunguan bila ada ada darah dalam
telinga tengah.

LI 4 MM MENJAGA TELINGA DALAM SYARIAT ISLAM


Dalam hal ini Allah berfirman; Maka janganlah kamu duduk bersama mereka sampai mereka memasuki
pembicaraan yang lain.Karena sesungguhnya (kalau kamu berbuat demikian) tentulah kamu serupa dengan
mereka. [QS. An-Nisaa: 140]
Di bulan Ramadhan, kelompok ini juga menutup telinganya rapat-rapat dari segala suara yang dapat mengganggu
konsentrasinya dalam mengingat Allah.Sebaliknya, mereka membuka telinganya lebar-lebar untuk mendengar
ayat-ayat suci al-Quran, mendengar majelis talim, mendengar kalimat-kalimat thayibah, dan mendengar nasehatnasehat agama. Ketekunan dan kesibukan menyimak kebaikan dengan sendirinya akan mengurangi kecendrungan
mendengar sesuatu yang sia-sia, apalagi yang merusak nilai ibadahnya.
Allah taalaa ketika menyebutkan kata pendengaran dalam Al-Quran selalu didahulukandaripadapenglihatan.
Sungguh, ini merupakan satu mujizat Al-Quran yang mulia. Allah telah mengutamakan dan mendahulukan
pendengaran daripada penglihatan. Sebab, pendengaran adalah organ manusia yang pertama kali bekerja ketika di
dunia, juga merupakan organ yang pertama kali siap bekerja pada saat akhirat terjadi. Maka pendengaran tidak
pernah tidur sama sekali.
Sesunguhnya pendengaran adalah organ tubuh manusia yang pertama kali bekerja ketika seorang manusia lahir di
dunia. Maka, seorang bayi ketika saat pertama kali lahir, ia bisa mendengar, berbeda dengan kedua mata. Maka,
seolah Allah taalaa ingin mengatakan kepada kita, Sesungguhnya pendengaran adalah organ yang pertama kali
mempengaruhi organ lain bekerja, maka apabila engkau datang disamping bayi tersebut beberapa saat lalu
terdengar bunyi kemudian, maka ia kaget dan menangis. Akan tetapi jika engkau dekatkan kedua tanganmu ke

depan mata bayi yang baru lahir, maka bayi itu tidak bergerak sama sekali (tidak merespon), tidak merasa ada
bahaya yang mengancam. Ini yang pertama.
Kemudian, apabila manusia tidur, maka semua organ tubuhnya istirahat, kecuali pendengarannya. Jika engkau
ingin bangun dari tidurmu, dan engkau letakkan tanganmu di dekat matamu, maka mata tersebut tidak akan
merasakannya. Akan tetapi jika ada suara berisik di dekat telingamu, maka anda akan terbangun seketika. Ini yang
kedua.
Adapun yang ketiga, telinga adalah penghubung antara manusia dengan dunia luar. Allah taalaa ketika ingin
menjadikan ashhabul kahfi tidur selama 309 tahun, Allah berfirman:
Maka Kami tutup telinga-telinga mereka selama bertahun-tahun (selama 309 tahun).(Q.S. Al-Kahfi: 11)
Dari sini, ketika telinga tutup sehingga tidak bisa mendengar, maka orang akan tertidur selama beratus-ratus tahun
tanpa ada gangguan. Hal ini karena gerakan-gerakan manusia pada siang hari menghalangi manusia dari tidur
pulas, dan tenangnya manusia (tanpa ada aktivitas) pada malam hari menyebabkan bisa tidur pulas, dan telinga
tetap tidak tidur dan tidak lalai sedikitpun.
Dan di sini ada satu hal yang perlu kami garis bawahi, yaitu sesungguhnya Allah berfirman dalam surat Fushshilat:
Dan kamu sekali-kali tidak dapat bersembunyi dari persaksian yang dilakukan oleh pendengaranmu, mata-mata
kalian, dan kulit-kulit kalian terhadap kalian sendiri, bahkan kamu mengira bahwa Allah tidak mengetahui
kebanyakan dari apa yang kalian kerjakan. (Q.S. Fushshilat: 22)
Jadi, setiap kita memiliki mata, ia melihat apa saja yang ia mau lihat; akan tetapi kita tidak mampu memilih hal
yang mau kita dengarkan, kita mendengarkan apa saja yang berbunyi, suka atau tidak suka, sehingga pantas Allah
taalaa menyebutkan kalimat pandangan dalam bentuk jamak, dan kalimat pendengaran dalam bentuk tunggal,
meskipun kalimat pendengaran didahulukan daripada kalimat penglihatan. Maka pendengaran tidak pernah tidur
atau pun istirahat. Dan organ tubuh yang tidak pernah tidur maka lebih tinggi (didahulukan) daripada makhluk atau
organ yang bisa tidur atau istirahat. Maka telinga tidak tidur selama-lamanya sejak awal kelahirannya, ia bisa
berfungsi sejak detik pertama lahirnya kehidupan yang pada saat organ-organ lainnya baru bisa berfungsi setelah
beberapa saat atau beberapa hari, bahkan sebagian setelah beberapa tahun kemudian, atau pun 10 tahun lebih.

Anda mungkin juga menyukai